Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita di Kelas VI SDN Inpres 1 Tatura

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL PTK DBE3. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic Education 3

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VA2 SDN 12 Palu pada Mata Pelajaran Matematika

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

PEMBELAJARAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) YANG DIMODIFIKASIDALAM PEMBELEJARAN MATEMATIKA DAN STATISTIKA

Scaffolding untuk Mengatasi Kesalahan Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, ditambah

BAB III METODE PENELITIAN. terkait dan berkesinambungan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2)

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

UPAYA MENGATASI KESULITAN SISWA DALAM OPERASI PERKALIAN DENGAN METODE LATIS

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA MATERI SEGIEMPAT PADA SISWA SMP NEGERI 5 GERUNG

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB II KAJIAN TEORI. bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang yang mencakup

KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA (THE THINKING ABILITY OF STUDENTS IN SOLVING MATHEMATICS STORY PROBLEMS)

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

JURNAL DAYA MATEMATIS, Volume 3 No. 3 November 2015

UPAYA MENINGKATKAN KETRAMPILAN MENCOLET DAN HASIL BELAJAR MEMBATIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 2 No. 4 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING LEARNING BERBASIS DISCOVERY PADA KELAS VII

Penerapan Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Energi dan Kegunaanya di Kelas IV SDN 4 Kamalu Tolitoli

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

Model Quantum Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pecahan. Wiji Astutik. SDN Patungrejo Kutorejo Mojokerto

PROFIL PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP PADA MATERI PERBANDINGAN DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM CREATING MATERI PERBANDINGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 TULUNGAGUNG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Proses Berpikir Siswa dalam Pemecahan Masalah dengan Pemberian Scaffolding

Penerapan Integrasi Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) dan Inkuiri Terbimbing Berbasis Lesson Study

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

Kata kunci: Sistem, pemecahan masalah

PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VII E DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 3 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) Hafiz Faturahman MAN 19 Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV, peneliti mengetahui hasil atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP MAKNA VARIABEL DALAM SUATU PERSAMAAN. Linda Vitoria

Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Barisan dan Deret Bilangan Pada Siswa Kelas IX E SMPN 1 Kalidawir

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2. Abstrak

PROSES SCAFFOLDING BERDASARKAN DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN MAPPING MATHEMATICS

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model PBL Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Materi SPLDV pada Siswa Kelas X SMKN 6 Semarang

MINIMARKET GURU UNTUK BELAJAR PENGURANGAN Oleh:

Lasyuri, Peningkatan Hasil Belajar...

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Dalam kehidupan sehari-hari, matematika juga

PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 PALU

BAB III METODE PENELITIAN

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD PADA SISWA KELAS IV SD INPRES 2 PARIGIMPUU

KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP DAUR BIOGEOKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Iswandi Abdullah, I Nyoman Murdiana, dan Dasa Ismaimuza

Susda Heleni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-G SMP NEGERI 10 MALANG DENGAN MENERAPKAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Yonathan SMP Negeri 1 Tolitoli, Kab. Tolitoli, Sulawesi Tengah ABSTRAK

PENERAPAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII-H SMP NEGERI 7 MALANG

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGHITUNG ARITMATIKA SOSIAL MELALUI PENERAPAN MODEL STAD. Kasurip

BAB III METODE PENELITIAN. sebanyak 21 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

PENGGUNAAN GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI KELAS V SD INPRES 3 BESUSU

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MELALUI MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTs AL-MAARIF 01 SINGOSARI

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 21 MALANG PADA MATERI BANGUN RUANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada pelajaran matematika kelas empat pokok

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Melalui kegiatan memecahkan masalah, siswa dapat menemukan aturan baru

Pengembangan Media Pembelajaran Dalam Penentuan Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII.1 SMPN 7 Kubung dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 53-57

KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN DI KELAS VII.D SMP NEGERI 51 PALEMBANG

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika dan Kerja Sama Siswa SMAN 4 Semarang Melalui Model Learning Cycle 5E

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

Transkripsi:

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita di Kelas VI SDN Inpres 1 Tatura Norma Dahlan Akantu SDN Inpres 1 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah ABSTRAK Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk menemukan model pembelajaran soal cerita yang mampu meningkatkan kemampuan siswa membuat model matematika dari soal cerita tersebut. Penelitian dilakukan di SDN Inpres 1 Tatura dengan subyek 40 orang siswa kelas VI. Hasil analisis terhadap data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, jurnal refleksi siswa, dan tes menunjukkan bahwa di dalam membelajarkan soal cerita: (1) siswa perlu dibantu dan didorong untuk menerjemahkan soal cerita ke dalam bahasa mereka sendiri, (2) di dalam lembar kerja siswa, hendaknya disediakan contoh masalah sekaligus terjemahannya dalam bahasa siswa, (3) sebelum bekerja di dalam kelompok, para siswa hendaknya diminta untuk bekerja secara individual terlebih dahulu. Kata Kunci: Bahasa siswa, belajar matematika, model matematika, soal cerita, terjemah. I. PENDAHULUAN Kemampuan memecahkan masalah yang berbentuk soal cerita merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki siswa. Kemampuan tersebut berkontribusi dalam kemampuan pemecahan masalah hidup sehari-hari (Haji, 1994; Bernawi, 2010), meningkatkan kemampuan berpikir deduktif, dan memperkuat pemahaman matematika siswa (Haji, 1994). Sayangnya, kemampuan para siswa di SDN Inpres 1 Tatura, dalam memecahkan masalah dalam bentuk soal cerita masih memprihatinkan. Dari tahun ke tahun, kurang lebih sebanyak 85% siswa mengalami kesulitan memecahkan masalah soal cerita. Sepertinya siswa kurang mampu mengubah masalah yang dituliskan dalam bentuk cerita tersebut menjadi model matematika. Ini terbukti dari kenyataan bahwa rata-rata hampir sekitar 70% siswa mampu menyelesaikan masalah yang model matematikanya sudah jelas. Secara umum, kemampuan memecahkan soal cerita merupakan bagian dari kemampuan memecahkan masalah matematika. Polya (Biryukov, 2003:2), Soedjadi 340

(1994), dan Haji (1994), mengemukakan empat langkah pokok pemecahan masalah matematika, yaitu: (1) memahami masalah, (2) merumuskan rencana penyelesaian, (3) menjalankan rencana tersebut, dan (4) melihat kembali penyelesaiannya. Sehubungan dengan itu, untuk membantu siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah, pembelajaran matematika hendaknya membantu siswa menguasai langkahlangkah pemecahan masalah tersebut. Terkait dengan permasalahan yang peneliti uraikan di atas, pembelajaran harus lebih banyak diarahkan untuk membantu siswa memahami masalah. Dalam konteks soal cerita, pembelajaran untuk memahami masalah adalah pembelajaran yang dimaksudkan untuk membantu siswa mengubah cerita tersebut menjadi model matematika. Selama ini, praktik pembelajarannya dilakukan peneliti dengan metode tanya jawab. Peneliti menuliskan soal cerita itu di papan, dan langsung menugaskan siswa secara klasikal mengubah soal cerita itu (langsung dari yang tertulisnya dalam bahasa Indonesia) menjadi Apa yang diketahui? Apa yang ditanyakan?, dan Apa model matematikanya. Sepertinya praktik ini kurang cocok untuk siswa. Terbukti, banyak siswa yang mengemukakan pertanyaan: Bu, hi nuapa basa kailina? (Bu ini bahasa kalinya apa?) ketika peneliti meminta siswa menuliskan Apa yang diketahui? Apa yang ditanyakan? dan Apa model Matematika? dari suatu soal cerita. Peneliti curiga bahwa kegagalan ini banyak ditimbulkan oleh penguasaan bahasa siswa. Di Kota Palu, khususnya di SDN Inpres 1 Tatura, para siswa sangat dianjurkan untuk mempelajari bahasa Kaili. Bahkan, ada hari-hari tertentu dimana semua siswa, guru, dan seluruh warga sekolah diwajibkan berbahasa Kaili. Sedikit banyak, bahasa Kaili tampaknya telah mempengaruhi sistem klasifikasi bahasa yang digunakan siswa. Ketika soal yang diberikan tidak dalam bahasa Kaili, siswa mengalami kesulitan memahaminya. Ini sesuai dengan pendapat Shapir Worp (Widhiarso, 2005) menyatakan bahwa pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa yang digunakannya. Peneliti tertarik untuk mempertimbangkan penggunaan bahasa Kaili dalam pembelajaran pemecahan masalah soal cerita. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Muhlasin (Meirina: 2009), pendekatan bahasa ibu dalam pembelajaran sangat 341

efektif dalam mempercepat pamahaman. Oleh karena itu, tujuan untuk memperoleh bentuk pembelajaran pemahaman soal cerita yang mampu membantu siswa membuat model matematikanya. Metode Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Inpres 1 Tatura. Mayoritas siswa SDN Inpres 1 Tatura(75%) berasal dari keluarga pra sejahtera. Setiap kelas rata rata dihuni oleh 43 siswa. Semua siswa diterima tanpa seleksi. Umumnya, mereka berasal dari daerah sekitar sekolah dengan jarak 0-6 km dari sekolah. Perjalanan ke sekolah biasanya mereka tempuh dengan berjalan kaki. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian berlangsung dalam 2 siklus, dan pada setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindak pembelajaran, (3) pengamatan terhadap tindak pembelajaran dan dampaknya, serta (4) refleksi terhadap tindak pembelajaran yang telah dilakukan. Pada Siklus I, langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: (1) Guru memberi contoh soal cerita, (2) guru bersama siswa menterjemahkan contoh soal ke dalam bahasa sendiri (bahasa Kaili), (3) guru bersama siswa membuat model matematika, (4) siswa diberi Lembar Kerja (LK) berbentuk soal cerita, (5) bersama kelompoknya, siswa membuat model matematika, (6) perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain, (7) hasil karya siswa dipajang di kelas sebagai sumber belajar. Langkah-langkah pada siklus II secara garis besar sama dengan langkahlangkah pada siklus I. Hal yang membedakan hanya pada langkah 4 dimana jika di dalam LK pada siklus I tidak diberikan contoh soal dan jawaban; maka pada siklus II diberikan contoh soal dan jawaban. Di samping itu, LK pada siklus I tidak menuntut siswa untuk menuliskan terjemah dari soal cerita ke dalam bahasa Kaili, sedangkan pada siklus II siswa dituntut untuk menuliskannya. Di dalam penelitian ini, indikator keberhasilan tindakan yang dijadikan pedoman adalah kemampuan siswa membuat model matematika dari soal cerita. 342

Tindak pembelajaran dianggap telah berhasil apabila sedikitnya 60% siswa mampu membuat dengan benar minimal 60% model matematika dari soalsoal cerita yang diberikan pada setiap pertemuan. Jika tidak demikian, tindak pembelajaran dianggap gagal, dan perlu diperbaiki serta dicobakan pada siklus berikutnya. Sehubungan dengan indikator keberhasilan tersebut, data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan siswa dalam membuat model matematika dari soal cerita. Data ini dikumpulkan dengan cara memberikan tes yang memerintahkan siswa mengubah soal cerita menjadi model matematika. Mengingat penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan tindak pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan mengubah soal cerita menjadi model matematika, maka di samping data kemampuan membuat model matematika, data lain yang juga dikumpulkan adalah: (1) data tentang tindak pembelajaran guru, dan (2) data respons siswa terhadap pembelajaran. Data tentang tindak pembelajaran guru dikumpulkan melalui observasi oleh anggota peneliti, dan data respons siswa diperoleh dari tulisan refleksi siswa, serta hasil wawancara peneliti dengan siswa. Semua data ini dipertimbangkan untuk kegiatan analisis dan refleksi, dan menentukan perubahan tindak pembelajaran yang diperlukan. II. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut disajikan data dari setiap siklus dan pembahasannya. Siklus I Data tentang hasil tes pada pertemuan satu dan dua dapat disajikan pada Tabel 1 berikut: Pertemuan Ke Banyaknya Soal Banyaknya siswa yang menjawab Benar sedikitnya 60% dari soal yang diberikan Persentase banyaknya siswa yang menjawab Benar sedikitnya 60% dari soal yang diberikan 1 3 12 29% 2 6 9 22% Tabel 1. Data Hasil Tes pada Siklus Satu Kriteria Indikator Keberhasilan 60% siswa mampu membuat dengan benar minimal 60% model Simpulan Belum berhasil Belum berhasil 343

matematika dari soal-soal cerita yang diberikan Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa pada umumnya siswa belum mampu membuat model matematika. Ini berarti tindak pembelajaran pada siklus I perlu dibenahi. Peneliti selanjutnya melakukan analisis dan refleksi. Di dalam analisis ini teridentifikasi bahwa selama siklus I tersebut: (1) guru tidak memberi instruksi kepada siswa untuk menuliskan terjemah soal cerita ke dalam bahasa siswa sendiri, (2) bimbingan yang diberikan guru kurang optimal, (3) guru berbicara terlalu cepat, (4) LK tidak diberi contoh atau informasi, dan (5) keterbacaan soal tidak jelas. Berdasarkan hasil analisis siklus I, diputuskan bahwa pada siklus II peneliti melakukan perbaikan-perbaikan antara lain: (1) siswa dituntut untuk menuliskan terjemahan soal cerita di dalam LK, (2) guru menterjemahkan kalimat per kalimat dan menunggu siswa selesai menuliskannya, (3) LK diberi informasi/contoh terbimbing, (4) guru membimbing dengan cara mengunjungi semua kelompok dan memberikan pertanyaan arahan. Di samping itu, (5) jika pada siklus I siswa membuat model matematika secara berkelompok, pada siklus II diperbaiki jadi siswa membuat model matematikanya secara bertahap, yakni secara individual terlebih dahulu, kemudian hasilnya didiskusikan dengan kelompoknya, (6) kalau sebelumnya hasil kerja dipresentasikan di depan kelas, maka pada pertemuan ini dilakukan karya berkunjung ke kelompok lain dan saling komentar. Siklus 2 Data tentang hasil tes pada pertemuan satu dan dua dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Hasil Tes pada Siklus Dua Pertemuan Ke Banyaknya Soal Banyaknya siswa yang menjawab Benar sedikitnya 60% dari soal yang diberikan Persentase banyaknya siswa yang menjawab Benar sedikitnya 60% dari soal yang diberikan Kriteria Indikator Keberhasilan Simpulan 344

1 3 27 66% 60% siswa Berhasil 2 5 28 68,29% mampu membuat dengan benar minimal 60% model matematika dari soal-soal cerita yang diberikan Berhasil Berdasarkan data di atas, tampakbahwa hasil tes - 1 siklus II, sebenarnya sudah diperoleh 66% siswa yang mampu membuat model matematika sedikitnya 60% dari jumlah soal cerita yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian sudah tercapai. Akan tetapi, peneliti tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Peneliti ingin mengetahui apakah hasil ini cukup konsisten. Sehubungan dengan itu, peneliti melanjutkan pertemuan kedua. Ternyata, indikator keberhasilan juga tetap tercapai. Karena itu, peneliti memutuskan bahwa tindak pembelajaran telah berhasil dengan baik, dan siklus berikutnya tidak diperlukan lagi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kesempatan kepada siswa untuk menerjemahkan soal cerita ke dalam bahasa Kaili membantu mereka memiliki kemampuan membuat model matematika dari soal cerita dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat WorpShapir (Widhiarso, 2005), Bernardo (2005), dan Muhlasin (dalam Meirina, 2009) tentang peran penguasaan bahasa. Soal cerita yang sudah disajikan dengan bahasa yang sudah dikuasai secara lebih baik, ternyata lebih mudah diubah menjadi model matematikanya. Hal penting lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah dituliskannya di dalam LK berisi beberapa informasi dan contoh soal lengkap dengan jawabannya ternyata membantu meningkatkan kemampuan siswa membuat model matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Supriyanto (2006) yang menyatakan bahwa LK yang dilengkapi dengan informasi atau contoh soal yang dilengkapi jawaban, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa sebesar 30%. Terkait dengan meminta siswa untuk terlebih dahulu menuliskan model matematika secara individual, menurut hemat peneliti ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba memahami soal cerita tersebut. Percobaan 345

ini bisa berhasil tetapi juga bisa gagal. Akan tetapi, percobaan itu sendiri telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah struktur kognitif yang dimilikinya. Skema di dalam struktur kognitifnya mungkin akan menjadi lebih kaya dan lebih terhubungkan. Dengan begitu, siswa siap untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya, dan memperoleh pemahaman yang lebih baik. Namun demikian, kalau diperhatikan, kenaikan persentase siswa yang menjawab benar minimal 60% dari soal yang diberikan sebenarnya tidak terlalu tinggi. Salah satu faktornya mungkin adalah jumlah soal tes di pertemuan 2 lebih banyak sedangkan waktu tes sama. Di samping itu, tampak-nya ada faktor lain yang perlu diperhatikan. Lester & Kehle (2003) menyatakan bahwa seorang pemecah masalah yang baik, dalam rangka mengubah representasi yang satu ke representasi yang lain, senantiasa mengkoordinasikan pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki, representasi yang sudah dikenal, pola-pola penyimpulan, dan intuisi mereka. Tampaknya pola-pola penyim-pulan dan penggunaan intuisi siswa masih perlu ditingkatkan. Ini sejalan dengan temuan Romadhina (2007), yang menyatakan bahwa kemampuan bernalar dan kemampuan berkomunikasi siswa berkontribusi pada kemampuan pemecahan masalah siswa. III. KESIMPULAN DAN SARAN Pada dasarnya, sintaks pembelajaran dalam rangka pembelajaran untuk membantu siswa mampu membuat model matematika dari soal cerita adalah sebagai berikut: (1) Guru memberi contoh soal cerita, (2) guru bersama siswa menterjemahkan contoh soal ke dalam bahasa sendiri (Bahasa Kaili), (3) guru bersama siswa membuat model matematika, (4) siswa diberi Lembar Kerja (LK) berbentuk soal cerita, (5) bersama kelompoknya, siswa membuat model matematika, (6) perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain, (7) hasil karya siswa dipajang di kelas sebagai sumber belajar. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, agar pembelajaran ini berhasil dengan baik, maka pada tahap (4), di dalam LK juga harus tersedia contoh soal cerita dan contoh terjemahannya. Selanjutnya, sebelum siswa berkelompok membuat model matematika, secara individual, mereka harus membuat model matematika, dan model inilah yang didiskusikan di dalam kelompok. 346

Bagi guru yangpara siswanya mengalami kesulitan dalam membuat model matematika dari soal cerita, peneliti menyarankan agar mencobakan model pembelajaran yang telah peneliti lakukan. Agar diperoleh hasil yang lebih baik, mengingat di dalam penelitian ini, KD yang dicakup hanyalah pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan bulat dan pecahan; persamaan linear satu variabel; himpunan juga konsep segi empat dan segitiga, peneliti menyarankan agar rekan peneliti lain berkenan meneliti penerapan pembelajaran ini untuk KD yang lain. DAFTAR RUJUKAN Bernardo, A. (2005) The Journal of Psychology Interdisciplinary and Applied. Volume 139 number 5/ September 2005 page : 413-425 Bernawi, P.I. (2010). Proses dan Strategi Riset. Makalah. Bandung: Kopertis IV. Biryukov, P. (2003). Metacognitive Aspects of Solving Combinatorics Problems. BerrSheva: Kaye College of Education. Haji, M. (1994). Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas VI SD Negeri Percobaan Surabaya. Tesis, PPS IKIP Malang. Lester, F. K., & Kehle, P. E. (2003). From problem solving to modeling: the evolution of thinking about research on complex mathematical activity. In: R. Lesh, & H. Doer (Eds.), Beyond constructivism. Models and modeling perspectives on mathematics problem solving, learning, and teaching (pp. 501 517). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Meirina, Z (2009). Peran Bahasa Ibu dalam Memberantas Buta Aksara. http:// www.borneotribune. com/pandora. html Romadhina, D. (2007). Pengaruh Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi Matematik terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX SMP Negeri 29 Semarang Melalui Model Pembelajaran Pemecahan Masalah. Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Supriyanto. (2006). Kerucut Pemahaman. http://supriyanto.fisika.ui.ac.id/kerucut pemahaman bag3.html [on line] 14 Juli 2010. Tersedia. Widhiarso, W. (2005). Pengaruh Bahasa terhadap Pikiran. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. 347