BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7% (Depkes RI, 2013). Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendapatan per kapita saat itu hanya Rp. 129,615 (sekitar US$ 14) per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

Pemerataan akses pelayanan rawat jalan di berbagai wilayah Indonesia Mardiati Nadjib, author

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sebagai hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2001 dengan pengentasan kemiskinan melalui pelayanan kesehatan. gratis yang dikelola oleh Departemen Kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh warga Negara termasuk fakir miskin dan orang tidak mampu.

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN ASKESKIN, ASKES PNS, UMUM PADA PELAYANAN LOKET PENDAFTARAN RAWAT JALAN DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional.

DEFISI DAERAH TERPENCIL

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu indikator keberhasilan pembangunan, ditopang oleh tiga sektor penting,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. BPJS sebagai salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk miskin bertambah. Keadaan ini berpengaruh pada. kehidupan masyarakat antara lain penurunan daya beli masyarakat,

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 3

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

Jaminan Kesehatan untuk Semua? Tantangan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

HUBUNGAN KESEHATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Makalah Tentang Masalah Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bertanggung jawab mengatur masyarakat agar terpenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

FOKUS UTAMA. *Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A. Yani KM. 7 Kenelak Baturaja Timur 32111

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendanaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Meskipun masih terdapat pro-kontra, laporan WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa fairness in health care financing memiliki korelasi yang kuat terhadap sistem kesehatan suatu negara. Salah satu ukuran terpenting dari sistem pendanaan yang adil adalah bahwa beban dari biaya kesehatan dari kantong perorangan tidak memberatkan penduduk. Di dunia kesehatan, aspek pendanaan yang adil tersebut pada umumnya diartikan sebagai pendanaan kesehatan yang adil dan merata atau merata keadilan yang dalam bahasa ingris disebut equity (Thabrany, 2005a). secara umum bahwa untuk mengatasi kesetaraan kesehatan, kita perlu untuk mengeksplorasi dimensi-dimensi yang terkait dengan bidang kesehatan (kesetaraan dalam keluaran, akses ke layanan dan kualitas pelayanan) dan juga dimensi lingkungan kesehatan (ekuitas dalam hidup dan kondisi kerja dan sosial, ekonomi, budaya, dan politik) (Linarespérez & López-arellano, 2008). Tantangan sistem jaminan kesehatan ke depan adalah bagaimana menggeser pembiayaan dari pembayaran out-of-pocket dan penggunaan penghasilan negara kepada perluasan skema asuransi dengan kontribusi (contributory insurance scheme), termasuk pada perluasan sistem jaminan bagi pekerja sektor informal (BPPN, 2009). Pembayaran out-of-pocket pada kesehatan adalah modus dominan pembiayaan di negara berkembang. Analisis determinan pengeluaran kesehatan out of pocket adalah kunci aspek ekuitas dalam pembiayaan kesehatan (Malik & Syed, 2012). Pembayaran out of pocket tidak menurun dengan kemampuan membayar bisa menjadi indikasi yaitu kurangnya asuransi yang menyiratkan bahwa masyarakat harus membayar dari out of pocket untuk mengamankan 1

kualitas pelayanan kesehatan dan tidak adanya pembagian resiko atau mekanisme pembayaran yang menimbulkan hambatan keuangan untuk konsumsi pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin (Roy & Howard, 2007). Ketika seseorang jatuh sakit dan menimbulkan biaya out of pocket untuk pelayanan kesehatan, dampak pada keuangan rumah tangga dapat menjadi parah. Jika jaring pengaman sosial tidak memadai, keluarga dapat menjadi miskin tidak hanya langsung dari pembayaran out of pocket untuk pelayanan kesehatan, tetapi juga secara tidak langsung dari pekerjaan yang hilang, cacat, atau kematian dini, sehingga menyebabkan penurunan pendapatan (Fan et al., 2012). Akibat rendahnya persentase kepesertaan asuransi kesehatan, sebagaimana gambaran yang terjadi di berbagai negara berkembang lainnya, pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi dengan pembayaran langsung (out of pocket) sebesar 76% (BPPN, 2007). Hal ini merepresentasikan kondisi ketidakadilan yang berakibat pada masih banyaknya masalah terkait dengan penyediaan layanan kesehatan, kesulitan akses, dan perlindungan resiko keuangan individu (financiai protection) khususnya pada kasus-kasus penyakit katastropik (Indriasih, 2010). Asuransi mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang dihadapi oleh rumah tangga, dan karenanya dapat menurunkan beban out of pocket pengeluaran kesehatan dan resiko pemiskinan yang terkait dengan penyakit, namun memiliki akses ke asuransi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan dalam kondisi tertentu bahkan meningkatkan out of pocket pengeluaran kesehatan. Jadi asuransi tidak perlu selalu mengarah pada pengurangan pengeluaran kesehatan out of pocket, tetapi bahkan kemudian biasanya akan meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan dan prospek kesehatan dan ekonomi rumah tangga yang memiliki akses ke sana (Fan et al., 2012). Pengembangan sistem jaminan kesehatan di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1998 melalui jaring pengaman sosial bidang kesehatan. Setelah melalui berbagai perubahan skema (termasuk kompensasi pencabutan subsidi BBM), pada tahun 2004 terbit Undang Undang Nomor 40 tentang SJSN yang menjadi landasan bagi adanya asuransi kesehatan nasional. Sejak tahun 2005 departemen kesehatan mengembangkan asuransi kesehatan bagi penduduk miskin 2

(askeskin) yang kemudian pada tahun 2008 menjadi jaminan pelayanan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Jamkesmas dilakukan pemerintah dengan memberikan jaminan pembiayaan kesehatan dengan membayarkan premi untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan membayarkan biaya pelayanan kesehatan diruang kelas III rumah sakit bagi penduduk miskin. Di berbagai daerah, muncul pula berbagai skema jaminan pelayanan kesehatan sebagai komplementer bagi kelompok yang tidak mendapatkan Jamkesmas. Di tingkat kabupaten/kota pengembangan sistem pembiayaan kesehatan oleh pemerintah daerah terbagi menjadi dua yaitu jaminan atau asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis (BPPN, 2009). Pada awal tahun 2011 pemerintah kembali meluncurkan program jaminan persalinan untuk menjamin seluruh ibu melahirkan. Penduduk miskin biasanya mengeluarkan porsi yang lebih besar dari pengeluaran non makanannya untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk kaya. Disamping itu, persentase pengeluaran rumah tangganya untuk makanan (dari total pengeluaran rumah tangga) juga lebih dari total pada orang kaya. Bahkan kadang-kadang mengeluarkan lebih dari 100% pengeluaran non-makanan untuk kesehatan, ini berarti mereka meminjam uang atau menjual barang untuk membiayai pelayanan kesehatan (Aday et al., 1993). Biaya Kesehatan di Indonesia cenderung meningkat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pola penyakit degeneratif, orientasi pada pembiayaan kuratif, pembayaran out of pocket secara individual, servis yang ditentukan oleh provider, teknologi canggih, perkembangan (sub) spesialisasi ilmu kedokteran, dan tidak lepas juga dari tingkat inflasi. Dengan kondisi dan situasi yang ada seperti ini maka akses dan mutu pelayanan kesehatan terancam, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu (Mukti & Moertjahjo., 2010). Pada Tahun 2000 strategi global kesehatan untuk semua yang menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa kebijakan yang baru atau akan dibuat di sektor kesehatan perlu menegakkan pentingnya pemerataan akses pelayanan kesehatan, maksudnya untuk meningkatkan status kesehatan maka seharusnya setiap orang mempunyai akses 3

terhadap pelayanan kesehatan dasar tanpa memandang kemampuannya untuk membayar (WHO, 2000). Jarak ke penyedia layanan kesehatan merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan penyedia. Oleh karena itu, merancang paket manfaat yang sesuai bagi orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan harus mencakup cakupan penyedia layanan kesehatan yang berada di masyarakat sekitarnya, biaya perjalanan sering melebihi jumlah biaya kesehatan yang dibayar, sehingga biaya perjalanan sering menghalangi pada penggunaan perawatan medis (Erliyana, 2008). Terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan adalah merupakan salah satu tantangan penting dalam pembangunan kesehatan di Indonseia (BAPPENAS, 2010). Akses ke sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu, dokter praktek, bidan praktek) secara nasional berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2010, sebanyak 94,1% rumah tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari salah satu sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 90,8% rumah tangga dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan 30 menit (Kemenkes RI, 2010). Di Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang lebih padat, akses terhadap pelayanan kesehatan relatif mudah karena penduduk lebih dekat dengan puskesmas. Namun diwilayah luar Pulau Jawa seperti Indonesia timur, walaupun jumlah penduduk kecil, namun karena tinggal secara tersebar dan menghadapi kendala geografis pada umunya akses masyarakat kepada fasilitas kesehatan lebih rendah (BPPN, 2009) Berdasarkan data yang di dapatkan dari depertemen kesehatan RI yang dipublikasikan pada situs resminya depkes.go.id, Pulau Jawa memiliki 1.084 rumah sakit terdiri dari 772 rumah sakit umum dan 312 rumah sakit khusus, 158.847 puskesmas, 3.455 puskesmas pembantu serta 4.969 polindes. Untuk daerah luar Pulau Jawa memiliki 1.024 rumah sakit yang terdiri dari 857 rumah sakit umum 167 rumah sakit khusus, 107.980 puskesmas, 5.282 puskesmas pembantu dan 4.805 polindes. Sementara jumlah tenaga kesehatan di Pulau Jawa 4

26.362 dokter, 4.950 dokter gigi,117.864 perawat/bidan, untuk daerah luar Pulau Jawa terdapat 25.426 dokter, 11.391 dokter gigi, dan 160.367 perawat/bidan. Persebaran penduduk menurut Pulau di Indonesia sangat beragam, hal ini menunjukkan penduduk Indonesia mengelompok di Pulau-Pulau tertentu, dari total jumlah penduduk Indonesia 237.641.326 jiwa menurut sensus penduduk 2010, 136.610.590. jiwa (57.5%) penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan luas wilayah 6,8% dari total wilayah Indonesia dan selebihnya berada di daerah lain di luar Pulau Jawa sebesar 101.030.736. jiwa (42.5%) dengan luas wilayah 93,2% dari total wilayah Indonesia (BPS, 2011). Dari uraian diatas serta menyimak laporan dari Millennium & Goals (2012) bahwa kemampuan memonitor program upaya anti-kemiskinan dilakukan adalah alat penting dalam pengentasan kemiskinan, namun data kualitas dan kuantitas yang memadai sulit didapat, terutama di negara-negara kecil dan di negara-negara dan wilayah dalam situasi rapuh. Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan survei rumah tangga adalah sumber data penting untuk memantau kemiskinan, Untuk itu, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan, dengan membandingkan pengeluaran kesehatan rumah tangga di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, serta untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi dan adanya asuransi kesehatan terhadap pengeluaran kesehatan pada rumah tangga. B. Perumusan Masalah Berdasarkan kondisi tersebut peneliti merumuskan: Bagaimana pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia? Bagaimana pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan wilayah Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa? Bagaimana hubungan pengeluaran kesehatan rumah tangga dengan status sosial ekonomi dan kepemilikan asuransi pada rumah tangga? 5

C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: kesatu mengetahui pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Pulau Jawa dibandingkan dengan luar Pulau Jawa, kedua mengetahui pengaruh status sosial ekonomi dan pengaruh kepemilikan asuransi kesehatan terhadap pengeluaran kesehatan pada rumah tangga di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: kesatu, bagi pemerintah, sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan pengambilan keputusan dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Kedua, bagi peneliti lain yang ingin mendalami masalah pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian bertema pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan dan dampak yang ditimbulkan sudah pernah dilakukan di Indonesia dan luar negeri diantaranya oleh: Haryadi (2009) yang meneliti tentang determinan pengeluaran kesehatan katastropik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan pendekatan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Penelitian ini menemukan bahwa rumah tangga yang mengalami pengeluaran kesehatan katastropik sebesar 5,46% (2001) dan 5,70% (2004). Status ekonomi rendah, rawat inap tidak memiliki asuransi, memiliki anggota berusia lanjut dan balita beresiko besar mengalami katastropik. Beda penelitian ini dengan penelitian Haryadi (2009) tersebut terletak pada pengolahan data, tujuan penelitian dan variabel penelitian. 6

Nadjib (2002) yang meneliti tentang pola pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan pada kelompok marjinal dan rentan. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder nasional. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia, baik yang tinggal diperkotaan maupun pedesaan, membiayai pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan pembayaran tunai. Beda penelitian ini dengan penelitian Nadjib (2002) terletak pada lokasi penelitian yakni Jawa dan luar Jawa. Xu et al., (2007) yang meneliti tentang melindungi rumah tangga dari pengeluaran kesehatan katastropik dari out-of-pocket pembayaran kesehatan kepada mekanisme pembayaran dimuka. Survei di delapan puluh sembilan negara yang meliputi 89 persen dari populasi dunia menunjukkan bahwa 150 juta orang di dunia menderita bencana keuangan setiap tahun karena mereka membayar untuk pelayanan kesehatan. Mekanisme prabayar-pemerintah melindungi orang dari bencana keuangan, tetapi tidak ada bukti kuat bahwa sistem asuransi kesehatan sosial menawarkan perlindungan yang lebih baik atau lebih buruk daripada sistem berbasis pajak. Beda penelitian ini dengan penelitian Xu et al. (2007) terletak pada lokasi penelitian dan juga pada variabel penelitian. Bertoldi (2011) yang meneliti tentang proporsi biaya obat rumah tangga yang dibayarkan oleh rumah tangga dan proporsi dibayar oleh sistem kesehatan nasional di Brasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antar kelompok sosial ekonomi yang berbeda, proporsi biaya obat rumah tangga yang dibayarkan oleh rumah tangga dan proporsi yang dibayar oleh sistem kesehatan nasional di Brasil. Metode penelitian ini menggunakan survei rumah tangga. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sistem kesehatan nasional di Brasil disediakan gratis yakni 78% dari nilai moneter, obat-obatan 79% dibawah quantil 5 dan 32% diatas quantil 2. Biaya rata-rata out-of-pocket untuk obat adalah 6 kali lebih besar antara quantil 5 dibandingkan dengan mereka yang quantil yang lebih rendah, tetapi obat gratis merupakan proporsi 3-kali-lebih besar dari pengeluaran potensial untuk obat-obatan diantara quantil terbawah dari kalangan atas quantil 2. Beda penelitian ini dengan Bertoldi (2011) terletak pada variabel penelitian dan lokasi penelitian. 7

Letak kebaruan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun data dan masalah pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan di Indonesia dengan dengan variable letak geografis yaitu membandingkan antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, kepemilikan asuransi dan status sosial ekonomi rumah tangga, menggabungkan dua unit analisis yang berbeda yaitu rumah tangga dan populasi (ketimpangan pengeluaran kesehatan) menjadikan penelitian ini menarik. penelitian ini memakai modul susenas tahun 2011 yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik (BPS). 8