VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

dokumen-dokumen yang mirip
VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Teknologi Produksi Ubi Jalar

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

PRODUKSI BENIH SUMBER UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

Analisis Finansial Usaha Tani Penangkaran Benih Kacang Tanah dalam satu periode musim tanam (4bulan) Oleh: Achmad Faizin

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

V HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

Teknik budidaya tanaman pisang (Musa sp)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Cara Menanam Cabe di Polybag

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pekerjaan sampingan dan pengalaman bertani. Berdasarkan umur, usia antara tahun adalah usia produktif, sementara usia

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

Dibajak satu atau dua kali, digaru lalu diratakan. Tanah yang telah siap ditanami harus bersih dari gulma, dan buatlah saluran-saluran drainase.

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

KELAYAKAN USAHATANI TEMBAKAU

Transkripsi:

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam ubi jalar varietas kuningan putih (AC Putih). Varietas kuningan putih merupakan varietas lokal asli dari Kabupaten Kuningan dan paling banyak dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian. Alasan petani menggunakan varietas kuningan putih karena varietas lokal unggulan dengan produktivitas tinggi, bercita rasa manis, bentuknya bulat, tahan terhadap panas, harga jual tinggi, serta permintaan pasar selalu ada sepanjang tahun. Gambar 6. Proses Pembibitan Ubi Jalar Gambar 7. Pemetikan Setek Ubi Jalar Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di lokasi penelitian berasal dari hasil produksi sebelumnya, hasil produksi petani lain, atau hasil pembibitan sendiri. Petani responden yang melakukan pembibitan sendiri atau produksi sebelumnya sebanyak 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen mendapatkan bibit ubi jalar dari produksi petani lain. Petani di lokasi penelitian menggunakan setek pucuk, setek batang kedua, dan setek batang ketiga, jika bibit yang digunakan berasal dari pembibitan. Sedangkan jika bibit berasal dari tanaman produksi sebelumnya, maka setek yang digunakan adalah setek pucuk. Perbanyakan tanaman dengan setek batang atau setek pucuk secara terus menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi 64

perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan. Tata cara penyiapan bahan tanaman (pembibitan) ubi jalar dari tanaman produksi di lokasi penelitian adalah sebagai berikut : tentukan tanaman ubi jalar yang sudah berumur dua bulan atau lebih, keadaan pertumbuhannya sehat dan normal dan tidak lebih dari generasi ke-5, kemudian potong batang tanaman untuk dijadikan setek batang atau setek pucuk sepanjang 15-25 cm dengan menggunakan pisau yang tajam, dan dilakukan pada pagi hari. Kumpulkan setek pada suatu tempat. Ikat bahan tanaman (bibit) rata-rata 100 setek per ikatan, lalu simpan di tempat yang teduh selama 1-3 hari dengan tidak bertumpuk kemudian bibit dapat ditanam ke lahan. Tenaga kerja yang digunakan per hektar yaitu TKDK sebanyak 1,77 HOK dan TKLK sebanyak 13, 74 HOK. Sedangkan proses pembibitan sendiri ubi jalar adalah sebagai berikut : pilih ubi yang umurnya cukup tua, keadaan ubi sehat dan berukuran minimal sebesar telur ayam. Ubi tersebut ditanam pada lahan penunasan. Setelah tunas tumbuh kemudian dipindahkan ke lahan pembibitan (10 persen dari luas lahan tanam). Setelah ubi bertunas dan berumur dua bulan atau lebih, dapat segera dilakukan pemotongan bahan tanaman (bibit) dengan langkah kerja seperti pada perbanyakan setek batang atau setek pucuk. Perlakuan pada saat pembibitan sama dengan budidaya pada saat di lahan. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan sendiri sebanyak 19,8 HOK yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga. 6.1.2 Pengolahan Tanah dan Pembuatan Guludan Pengolahan tanah dilakukan untuk menstabilkan kondisi tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah. Terdapat dua tipe pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani responden di lokasi penelitian yaitu sebagai berikut : 1) Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur oleh bajak tenaga hewan, kemudian dibiarkan selama 7-30 hari. Tahap berikutnya tanah dibentuk guludan-guludan. Cara ini biasa dilakukan pada lahan yang sebelumnya ditanami padi. Pada proses pembuatan guludan, jerami sisa produksi padi di simpan di sisi guludan untuk kemudian dijadikan mulsa. Penggunaan 65

mulsa jerami ini dapat meningkatkan produksi ubi jalar (Balitkabi diacu dalam Rukman 1997) 2) Tanah langsung diolah bersamaan dengan pembuatan guludan-guludan tanpa ada pembajakan lahan. Lahan dapat langsung ditanami atau didiamkan dulu selama 7-30 hari. Cara ini digunakan pada lahan yang sebelumnya ditanami ubi jalar, sayuran atau palawija lainnya. Lahan bekas tanaman sayuran mengandung pupuk organik sehingga pada produksi ubi jalar tidak memerlukan pupuk organik kembali. Gambar 8. Pembajakan lahan Gambar 9. Pembuatan Guludan Tahap selanjutnya adalah pembuatan guludan. Bentuk guludan disesuaikan dengan keadaan tanah. Umumnya ukuran guludan di lokasi penelitian adalah 80-100 cm untuk lebar bawah, 50-60 cm untuk tinggi, dan 30-50 cm untuk jarak antar guludan. Panjang guludan disesuaikan dengan keadaan lahan yaitu berkisar antara 2,5-4 meter. Arah guludan mengikuti lahan tanam, mayoritas memanjang utara selatan sesuai anjuran. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk membuat guludan berasal dari TKLK sebanyak 61,98 HOK. 6.1.3 Penanaman Penanaman ubi jalar di lokasi penelitian dilakukan dengan sistem monokultur. Proses penanaman ubi jalar pada sistem monokultur dimulai dengan tahap pembuatan larikan dangkal dengan arah memanjang di sepanjang puncak guludan dengan cangkul sedalam 10 cm (dalam Bahasa Sunda disebut nyecrek ). Jarak antar lubang yang digunakan di lokasi penelitian antara 15-20 cm, hal ini 66

belum sesuai anjuran yaitu dengan jarak 20-35 cm. Selain larikan untuk menanam ubi jalar, juga dibuat larikan untuk pupuk dasar di sekitar lubang tanaman. Sebelum dilakukan penanaman, tanah diberi pupuk dasar terlebih dahulu, yaitu pupuk kandang, pupuk Urea, TSP, dan KCl. Gambar 10. Penanaman Ubi Jalar Gambar 11. Hamparan Ubi Jalar Teknik penanaman ubi jalar dilokasi penelitian dilakukan dengan memposisikan setek tegak lurus atau miring terhadap tanah. Posisi setek ini akan mempengaruhi bentuk umbi hasil produksi. Tanaman yang ditanam berdiri akan menghasilkan umbi yang tidak terlalu banyak, berbentuk bulat dan berukuran besar, sedangkan tanaman yang ditanam miring akan menghasilkan umbi yang agak memanjang dan berukuran tidak terlalu besar tetapi jumlah umbi banyak. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk penanaman terdiri dari TKDK sebanyak 1,05 HOK dan TKLK sebanyak 22,89 HOK. 6.1.4 Pengairan Meskipun tanaman ubi jalar tahan terhadap kekeringan, pada fase awal pertumbuhan memerlukan ketersediaan air tanah yang memadai. Cara pengairan adalah dengan cara dileb sampai guludan cukup basah, kemudian airnya dialirkan ke saluran pembuangan. Pengairan berikutnya masih diperlukan secara kontinu sampai panen. Pengairan dilakukan sekitar 7-15 hari sekali di lahan yang beririgasi, sedangkan di lahan tadah hujan pengairan dilakukan 15-30 hari sekali. Pengairan secara kontinu dapat menurunkan peluang tanaman diserang hama lanas. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan terdiri dari TKDK sebanyak 21,73 HOK dan TKLK sebanyak 1,04 HOK. 67

6.1.5 Penyulaman Selama 7-10 hari setelah tanam, pertanaman ubi jalar harus diamati kontinu, terutama bibit yang mati atau tumbuh abnormal. Bibit yang mati harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati, kemudian diganti dengan bibit yang baru. Pada lokasi penelitian penyulaman sangat jarang dilakukan terutama pada usahatani dengan luas lahan kurang dari 0,5 ha. Hal ini dikarenakan potensi tumbuh ubi jalar tinggi, presentase tanaman yang tidak tumbuh kurang dari satu persen. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk penyulaman terdiri dari TKDK sebanyak 1,36 HOK dan TKLK sebanyak 0,29 HOK. 6.1.6 Pembongkaran Sementara Pembongkaran sementara (penjugaran) bertujuan untuk menggemburkan tanah dan memberi ruang masuknya cahaya matahari ke dalam tanah. Pembongkaran sementara dilakukan pada umur tanaman 15-21 hari. Pembongkaran sementara dilakukan dengan cara mengikis kedua sisi guludan menggunakan cangkul sampai terlihat bakal umbi di akar tanaman. Guludan kemudian di diamkan selama 15 hari dengan tujuan menjemur akar. Guludan akan ditutup kembali setelah terlihat bakal umbi pada tanaman ubi jalar. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk pembongkaran sementara terdiri dari TKDK sebanyak 1,75 HOK dan TKLK sebanyak 22,24 HOK. Gambar 12. Pembongkaran Sementara Gambar 13. Guludan yang dibongkar 68

6.1.7 Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan tumbuhan liar (gulma) yang tumbuh pada lahan pertanaman. Gulma merupakan pesaing tanaman ubi jalar dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari. Penyiangan pada lokasi penelitian dilakukan pada umur tanaman 1,5 2 bulan. Setelah lahan bersih dari gulma, dilanjutkan dengan pembumbunan dan pemberian mulsa jerami jika tersedia. Selanjutnya pemberian pupuk kedua sekaligus pengairan pada lahan pertanaman. Jumlah tenaga kerja per hektar yang digunakan untuk penyiangan terdiri dari TKDK sebanyak 1,70 HOK dan TKLK sebanyak 9,12 HOK. Sedangkan untuk pembumbunan terdiri dari TKLK sebanyak 41,22 HOK. Gambar 14. Penyiangan dan pemupukan Gambar 15. pembumbunan 6.1.8 Pembalikan Batang Pembalikan batang di lokasi penelitian dilakukan pada saat tanaman berumur 3-4 bulan. Pembalikan batang dilakukan dengan mengangkat akar dari ruas-ruas batang yang bersentuhan dengan tanah. Hal ini bertujuan untuk mencegah tumbuhnya akar-akar baru agar zat makanan tidak tersebar ke akar-akar liar melainkan semuanya dapat diserap oleh umbi. Jumlah tenaga kerja per hektar yang digunakan untuk pembalikan batang terdiri dari TKDK sebanyak 5,37 HOK dan TKLK sebanyak 5,64 HOK. Gambar 16. Pembalikan Batang Ubi Jalar 69

6.1.9 Pemupukan Petani responden di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat tanam dan pada saat pembumbunan. Pupuk yang digunakan baik dalam pemupukan dasar maupun pemupukan kedua pada lokasi penelitian beragam sesuai dengan kebiasaan masing-masing petani. Pupuk yang digunakan adalah pupuk akar dan pupuk daun. Pupuk akar yang digunakan antara lain pupuk kandang (organik), Urea, ZA, KCl, TSP, Pupuk Majemuk Phonska, dan NPK Mutiara. Sedangkan pupuk daun yang digunakan terdapat yang berbentuk padat (pupuk Gandasil D, Prosil, Topsil, dan Antrakol) dan cair (Nasa Tani dan Hayati). Pemupukan akar dilakukan dengan sistem larikan (alur) dengan membuat larikan kecil di sepanjang guludan di samping batang tanaman sedalam 5-7 cm. Kemudian sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah. Pupuk daun di berikan bersamaan dengan pemberian pestisida dengan cara disemprotkan. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk pemupukan terdiri dari TKDK sebanyak 10,71 HOK dan TKLK sebanyak 2,53 HOK. 6.1.10 Pengendalian Hama dan Penyakit Aktifitas pengendalian hama dan penyakit pada tanaman ubi jalar di lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian. Pengendalian dengan menggunakan pestisida di lokasi penelitian hanya dilakukan jika tanaman yang diserang hama dan penyakit lebih dari 10 persen. Jika tidak, hanya dilakukan pengendalian secara fisik dan mekanis, yaitu dengan memotong atau memangkas/mencabut tanaman yang sakit kemudian mengumpulkan dan memusnahkannya. Hama yang sering menyerang tanaman ubi jalar antara lain lanas, penggerek batang, ulat daun, tikus dan cacing. Sedangkan penyakit yang sering menyerang antara lain layu fusarium dan kudis. Upaya pencegahan serangan hama dan penyakit juga dilakukan secara teknis pada beberapa petani responden dengan mengatur waktu tanam yang tepat, rotasi tanaman, dan sanitasi lahan. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit terdiri dari TKDK sebanyak 9,30 HOK dan TKLK sebanyak 0,52 HOK. 70

6.l.11 Panen Panen dilakukan setelah umbi berukuran besar dan siap panen, yaitu pada umur tanaman 4,5-6 bulan. Petani responden di lokasi penelitian rata-rata memanen ubi jalar pada umur tanaman 5 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen ubi jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani, harga jual, dan orientasi usahatani. Petani yang membutuhkan dana mendadak jika tanamannya sudah berumur 4,5 bulan akan memanennya, walaupun hasilnya tidak optimal karena umbi belum mencapai ukuran optimalnya. Pengaruh lainnya yaitu harga jual, petani yang berorientasi keuntungan akan menunggu waktu ketika harga tinggi maksimal sampai tanaman berumur 6 bulan. Penambahan waktu panen akan menambah biaya untuk pengairan dan pemeliharaan, akan tetapi hasilnya akan meningkat karena umbi semakin besar. Rata-rata produksi total usahatani ubi jalar di lokasi penelitian adalah 20.117,23 kg/ha. Jumlah ini sudah termasuk jumlah produksi ubi jalar layak jual, afkir, dan konsumsi. Sedangkan rata-rata produksi kualitas baik (layak jual) adalah 17.912,23 kg/ha, dengan sebaran yang lebih banyak di bawah rata-rata target produksi 18.000 kg/ha. Ubi afkir yang dihasilkan rata-rata 9,90 persen dengan sebaran yang merata antara 0-25 persen. Sedangkan untuk konsumsi berkisar antara 0,1-2,0 persen dari total produksi ubi jalar. Tabel 20. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Produksi Panen Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Tahun 2009 Jumlah Kualitas baik % dari Afkir % dari Konsumsi total Panen total produk ( ribu kg) Σ petani % Σ % produksi Σ petani % si petani 10 > 2 6,67 0 10 33,33 0,00 0 0,00 10 17,99 14 46,67 1-10 10 33,33 0,10-1,00 22 73,33 18 20 5 16,67 11-25 7 23,33 1,01-2,00 7 23,33 21 30 8 26,67 25 < 3 10,00 2,00 < 1 3,33 30 < 1 3,33 Total 30 100 Total 30 100 Total 30 100 mean 17.912,23 kg/ha 9,90 % 0,87 % Min 7.700 kg/ha 0,00 % 0,28 % Max 32.200 kg/ha 57,25 % 3,45 % 71

Sistem panen yang ada di masyakarat petani responden yaitu dengan sistem borongan ligung (menggali dan menanggung). Tenaga yang berkerja biasanya berpasangan laki-laki dan perempuan. Aktifitas dalam pemanenan yaitu : pemotongan daun (ngababad), penggalian umbi ubi jalar dengan menggunakan cangkul, pemetikan batang dan daun dari umbi, pengumpulan, pengangkutan hasil panen ke jalan, dan penimbangan. Upah yang diterima petani ligung bersifat borongan disesuaikan dengan jumlah kuintal hasil panen yang dikerjakan dan jarak angkut antara sawah dengan jalan. Semakin jauh jarak sawah dengan jalan, maka semakin tinggi upahnya. Upah yang diterima petani ligung antara Rp 5000- Rp 7000 per kuintal hasil yang diangkut tenaga kerja laki-laki ditambah dengan membawa ubi jalar ke rumah rata-rata 5 kg per pasang. Jumlah tenaga kerja ratarata per hektar yang digunakan untuk kegiatan panen sebanyak 53,81 HOK yang berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Sistem penjualan hasil panen ubi jalar yang ada di lokasi penelitian ada tiga macam, yaitu sistem borongan, sistem bukti, dan sistem rad. Jumlah petani responden yang menggunakan sistem borongan 6,67 persen, sistem bukti 60 persen, dan sistem rad 33,33 persen. Pada sistem borongan hasil panen dijual perluas lahan tanpa mempertimbangkan jumlah produksi dan harga. Sistem bukti yaitu petani menyaksikan sendiri berapa kilogram ubi jalar yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang terjadi di pasaran. Pada sistem bukti ini, hasil panen ubi jalar disortasi antara ubi jalar kualitas baik dengan ubi jalar kualitas afkir. Sedangkan sistem rad yaitu menjual hasil panen sama seperti sistem bukti, tanpa ada sortasi. Sehingga semua hasil ubi jalar diberi harga sesuai dengan harga pasar. Harga jual ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi berkisar antara Rp 500/kg-800/kg pada musim kemarau dan Rp 1.000/kg-1.800/kg pada musim hujan. Fluktuasi harga ini dipengaruhi oleh jumlah penawaran yang ada di pasar, penawaran pada musim kemarau (panen raya) lebih rendah dibandingkan pada musim hujan, karena lebih banyak petani yang menanam ubi jalar pada musim kemarau. 72

Aktifitas Usahatani Waktu Pembibitan 60 hari sblm tanam Pengolahan Tanah + Pembuatan Guludan 7-30 hari sblm tanam Penanaman + Pemupukan I + Pengairan Tanam = 0 hari Penyulaman + Pengairan 7 hari stlh tanam Pembongkaran Sementara 15-21 hari stlh tanam Penyiangan + Pembumbunan + Pemupukan II 1,5-2 bulan stlh tanam Pembalikan Batang 3-4 bulan stlh tanam Pengendalian hama penyakit Kondisional 3-5 bulan stlh tanam Pengairan Kontinu Irigasi=7-15 hari 1x TH=15-30 hari 1x Pemanenan 5 bulan stlh tanam Gambar 17. Diagram Alir Aktifitas Budidaya Ubi Jalar 73

6.2 Analisis Penggunaan Sarana Produksi Analisis penggunaan sarana produksi merupakan analisis input-input produksi yang digunakan petani dalam usahatani ubi jalar seperti bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan modal. Analisis ini dilakukan pada usahatani ubi jalar kuningan putih pada musim tanam tahun 2009. 6.2.1 Bibit Ubi Jalar Bibit ubi jalar yang digunakan dapat berasal dari tanaman ubi jalar yang berumur dua bulan atau lebih. Bibit ubi jalar di lokasi penelitian tidak diperjualbelikan, petani mendapatkannya dengan mengambil dari pembibitan, hasil produksi sebelumnya, atau dari produksi petani lain. Oleh karena itu biaya yang digunakan untuk menghitung biaya bibit adalah biaya opportunity cost produksi ubi jalar untuk dua bulan. Lahan yang digunakan untuk pembibitan adalah 1/10 dari luas lahan tanam yang dapat memproduksi maksimum 53.760 setek, jika setek yang digunakan setek pucuk, setek batang kedua, dan setek batang ketiga. Biaya yang digunakan untuk memproduksi bibit ubi jalar pada luas lahan pembibitan 0,1 ha selama dua bulan adalah Rp. 996.184,99 (llampiran 4). Jumlah bibit yang diperlukan untuk luas areal penanaman ditentukan berdasarkan pendekatan jarak tanam yang akan digunakan. Jumlah bibit yang diperlukan menggunakan pendekatan rumus jumlah bibit berdasarkan Rukmana (1997) : Pendekatan ini dirasa paling tepat karena mendekati kondisi yang aktual di lapangan. Jumlah rata-rata setek yang digunakan oleh petani responden adalah 48.881,16 setek/ha dengan jarak tanam 15-20 cm dan jarak baris 70-100 cm. Penggunaan setek ini lebih banyak dari jumlah anjuran penyuluhan pertanian yaitu 35.000 setek per hektar dengan anjuran jarak antar tanaman 30-35 cm, dengan jarak antar baris 90 100 cm. Petani responden menganggap dengan jarak tanam yang rapat dapat meningkatkan hasil produksi ubi jalar. 74

Tabel 21. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Teknik Tanam Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Jarak antar tanaman Jarak antar baris Penggunaan bibit Jarak Σ Jarak Σ Σ bibit Σ % % % (cm) petani (cm) petani (ribu setek) petani 15-19 16 53,33 70-79 1 8,33 B < 35 1 3,33 20-25 14 46,67 80-89 12 40,00 35< B < 40 4 18,33 25-35 0 0,00 90-100 17 56,67 40 < B< 50 25 83,33 Total 30 100 Total 30 100 Total 30 100 mean 18,63 cm 89,97 cm 48881,16 setek Min 15 cm 70 cm 34782,61 setek Max 23 cm 100 cm 66666,67 setek 6.2.2 Pupuk dan Pestisida Pupuk dan pestisida yang digunakan oleh petani dibeli dari Koperasi Unit Desa (KUD) dan toko pupuk eceran. Harga di toko eceran lebih tinggi dibandingkan KUD, hal ini dikarenakan tata niaga pupuk di lokasi penelitian belum sepenuhnya tertutup. Pupuk yang digunakan petani responden terdiri dari tiga macam yaitu pupuk organik (pupuk kandang), pupuk akar anorganik, dan pupuk daun. Pupuk organik (pupuk kandang) digunakan petani pada proses pengolahan tanah. Ketersediaan pupuk di tempat penelitian mencukupi karena di sekitar wilayah Kecamatan Cilimus banyak warga yang memelihara ternak sapi. Rata-rata penggunaan pupuk organik adalah 3.508,33 kg/ha dengan harga Rp 120,5/kg. Pupuk akar non organik terdiri dari pupuk Urea, ZA, KCl, SP-36, Pupuk Majemuk Phonska, dan NPK Mutiara. Rata-rata penggunaan pupuk akar anorganik secara berturut-turut adalah 90,33 kg/ha, 130,77 kg/ha, 42,91 kg/ha, 40,80 kg/ha, 72,93 kg/ha, dan 7,52 kg/ha, dengan harga berturut-turut Rp 1.289,17/kg, Rp 1.284,77/kg, Rp 2.652,63/kg, Rp 1.793,53/kg, Rp 2.480/kg, dan Rp 8.250/kg. Beragam jenis pupuk tersebut jika dikelompokan berdasarkan unsur N, P, K yang dikandung menjadi pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Penggunaan pupuk N, P, dan K yang dilakukan petani tidak ada yang sesuai anjuran Dinas Pertanian, yaitu pupuk N 46 kg/ha, pupuk P 45 kg/ha, dan pupuk K 75 kg/ha. Sebaran penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 22. 75

Tabel 22. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penggunaan Pupuk pada Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Dosis Pupuk N Dosis Pupuk P Dosis Pupuk K pupuk Σ pupuk Σ pupuk Σ (kg) % petani (kg) % petani (kg) % petani 46 > 5 16,67 45 > 4 13,33 75 > 30 100,00 46 0 0,00 45 0 0,00 75 0 0,00 46< 25 83,33 45< 26 86,67 75< 0 0,00 Total 30 100,00 Total 30 100,00 Total 30 100,00 mean 81,26 kg/ha 26,93 kg/ha 37,97 kg/ha Min 25,76 kg/ha 0,0035 kg/ha 0,0035 kg/ha Max 132,33 kg/ha 102,90 kg/ha 65,00 kg/ha Pupuk daun yang digunakan oleh petani responden terdapat yang berbentuk padat (pupuk Gandasil D, Prosil, Topsil, dan Antrakol) dan cair (Nasa Tani dan Hayati). Rata-rata penggunaan pupuk daun padat sebesar 0,99 kg/ha dengan harga Rp 46.750/kg dan pupuk daun cair sebesar 0,53 liter/ha dengan harga Rp 48.571,43/liter. Pestisida yang digunakan oleh petani responden juga berbentuk padat (Furadan) dan cair (Decis, Buldog, Kurakron, Aripo, Elsan, Dan Drusban). Rata-rata penggunaan pestisida padat adalah 1,04 kg/ha dengan harga Rp 12.000/kg sedangkan pestisida cair sebesar 0,71 liter/ha dengan harga Rp 176.166,67/liter. Pemberian pestisida bersamaan dengan pemberian pupuk daun melalui kegiatan penyemprotan. Selain pupuk dan pestisida, beberapa petani ubi jalar di lokasi penelitian juga menggunakan kapur tanah untuk mengurangi tingkat keasaman tanah. Dosis kapur tanah yang diberikan yaitu 10,5 kg/ha dengan harga Rp 960,0/kg. 6.2.3 Alat-Alat Pertanian Alat yang digunakan dalam usahatani ubi jalar adalah cangkul, sabit, kored, sprayer, linggis, keranjang, dan ember. Peralatan tersebut biasanya merupakan milik petani sendiri, akan tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan luas lahan yang diusahakan karena masing-masing buruh tani membawa alat masing-masing. 76

Pembelian alat pertanian tidak dilakukan setiap musim, karena alat-alat pertanian tersebut dapat digunakan beberapa kali sampai tidak dapat digunakan kembali. Alat pertanian yang digunakan akan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Biaya penyusutan ini dihitung sebagai biaya yang diperhitungkan. Nilai penyusutan dalam analisis ini diperoleh dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai penyusutan rata-rata alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani responden di Kecamatan Cilimus sebesar Rp 37.533,14. Untuk lebih lengkapnya data penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 5. 6.2.4 Lahan Lahan yang digarap oleh petani responden terdiri dari lahan milik, lahan sewa, lahan sakap, dan lahan bengkok. Lahan milik, lahan sakap dan lahan bengkok selanjutnya dihitung dengan biaya diperhitungkan sewa lahan. Biaya yang dikeluarkan petani untuk menyewa lahan seluas satu hentar selama lima bulan masa tanam adalah sebesar Rp 894.444,4/ha, sedangkan untuk biaya diperhitungkan sewa lahan sebesar Rp 845.833,3/ha. Pajak Lahan yang dibayarkan petani untuk luas lahan miliknya selama lima bulan masa tanam adalah Rp 18.763,89/ha. Besar kecilnya pajak dan harga sewa lahan disesuaikan dengan lokasi, jenis lahan dan ketersediaan air. Lahan yang lokasinya jauh dari jalan, tadah hujan, atau sulit memperoleh air, besar pajak dan harga sewa lahannya akan lebih kecil dari pada lahan yang lokasinya dekat dengan akses jalan, ketersediaan air terjamin, atau lahan irigasi. 6.2.5 Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja di lokasi penelitian relatif banyak dan mudah didapatkan karena rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ubi jalar menggunakan satuan HOK hari yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, isteri dan anak. Sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja upahan yang yang berasal dari penduduk sekitar. Jam kerja di lokasi penelitian adalah enam jam per hari, yang dimulai dari pukul 07.00-13.00 WIB. Upah rata-rata tenaga kerja di 77

lokasi penelitian adalah Rp. 28.833,33/HOK hari, sedangkan untuk upah borongan menyesuaikan dengan tingkat kesulitan jenis aktifitas. Berdasarkan Tabel 23 terlihat jumlah hari kerja rata-rata usahatani ubi jalar di lokasi penelitian adalah 289,77 HOK hari, yang terdiri dari 54,75 HOK TKDK dan 235,02 HOK TKLK. Jumlah penggunaan TKDK lebih rendah dibandingkan dengan jumlah TKLK, karena budidaya ubi jalar membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak dan butuh keterampilan khusus. Aktifitas yang dikerjakan oleh TKDK adalah pekerjaan yang ringan dan dapat dilakukan sendiri oleh keluarga petani, seperti pengairan, pemupukan, dan penyemprotan. Jumlah penggunaan tenaga kerja yang paling besar pada aktifitas pengolahan tanah, pembumbunan dan panen. Tabel 23. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Tahun 2009 Aktifitas TKDK (HOK) TKLK Total TK (HOK) (HOK) penyetekan 1,77 13,74 15,51 pengolahan tanah 0,00 61,98 61,98 penanaman 1,05 22,89 23,94 pengairan 21,73 1,04 22,77 penyulaman 1,36 0,29 1,66 Penjuragan 1,75 22,24 23,99 penyiangn 1,70 9,12 10,82 pembumbunan 0,00 41,22 41,22 pembalikan batang 5,37 5,64 11,01 pemupukan 10,71 2,53 13,24 penyemprotan 9,30 0,52 9,83 panen 0,00 53,81 53,81 Jumlah 54,75 235,02 289,77 78

6.2.6 Modal Modal yang digunakan oleh petani responden seluruhnya berasal dari modal pribadi. Petani tidak berani untuk meminjam modal kepada pihak lain dikarenakan risiko dari usahatani ubi jalar tinggi. Walaupun usahatani ubi jalar di lokasi penelitian termasuk ke dalam usahatani komersial karena hasilnya diperjualbelikan dan ditujukan untuk mencapai keuntungan maksimum bagi petani, akan tetapi memiliki risiko produksi dan risiko harga yang tinggi. Risiko produksi ubi jalar disebabkan oleh ancaman serangan hama penyakit yang dapat merusak kualitas produksi terutama hama lanas yang sampai saat ini belum ditemukan solusi untuk memusnahkannya. Sedangkan risiko harga berasal dari fluktuasi harga jual ubi jalar di lokasi penelitian yang telah diterangkan sebelumnya. Selain itu petani responden beranggapan bahwa meminjam modal ke pihak lain seperti bank, tengkulak, dan kerabat membatasi keleluasaan pengambilan keputusan dan hati merasa tidak tenang. Petani enggan meminjam kepada pihak bank dan tengkulak karena syarat yang sulit dan bunga yang ditetapkan terlalu besar, sedangkan skala usahatani ubi jalar yang dijalankan sebagian besar kurang dari 0,5 ha. Masalah modal di lokasi penelitian dapat diatasi oleh petani dengan bergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) yang menyediakan input usahatani. Dengan menjadi anggota KUD, petani dapat meminjam input produksi untuk kemudian dibayar pada saat panen. 79