BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kali muncul di wilayah Bali pada tahun 1987 (Toha Muhaimin: 2009).

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah disepakati para pemimpin dunia pada tahun 2000 di Kota New York (Departemen Kesehatan RI, 2005; Peter, 2008). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, IMS adalah infeksi yang menyebar dari orang ke orang lain melalui kontak seksual. Terdapat lebih dari 30 bakteri, virus, dan parasit berbeda yang dapat menularkan infeksi seksual. Penyakit IMS yang paling umum ditemukan diantaranya gonore, klamidiasis, sifilis, trikomoniasis, chancroid, herpes genital, kutil kelamin, Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), dan infeksi hepatitis B. Salah satu penyakit IMS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Laura, et al., 2009). Kasus HIV/AIDS di Indonesia senantiasa meningkat dari tahun ke tahun bahkan situasi ini menempatkan Indonesia sebagai negara tempat penyebaran HIV/AIDS tercepat di Asia (UNAIDS, 2009; Syarief, 2011). Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Juni 2014, HIV-AIDS tersebar ke 76% kabupaten dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Direktorat Jenderal 1

2 Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan RI (2014) menyatakan bahwa sampai Juni 2014 jumlah total penderita HIV mencapai 142.950 dan AIDS sebanyak 56.623 sejak tahun 1987 dengan kasus HIV baru pada tahun 2014 (s/d Juni 2014) sebanyak 15.534 jiwa dan kasus AIDS baru sebanyak 1.700 jiwa dengan total jumlah kematian karena AIDS sejak tahun 1987 sebanyak 9.760 jiwa. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang merupakan jumlah kasus HIV baru yang terbanyak sejak periode pencatatan kasus HIV dari tahun 2005 dengan jumlah 29.037 jiwa, pada periode enam bulan (Januari s/d Juni 2014) angka HIV baru di Indonesia sudah mencapai 15.534 jiwa yang berarti dalam kurun satu tahun penuh kasus baru HIV bisa mencapai lebih dari 30.000 jiwa pada tahun 2014. Provinsi di Indonesia dimana pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali (Purwadianto, 2011). Jumlah HIV di Bali pada tahun 2014 mencapai 9.051 kasus dan menempati peringkat ke-5 setelah Papua, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta, namun merupakan provinsi peringkat ketiga dengan nilai prevalensi tertinggi setelah Papua dan Papua Barat yaitu sebesar 109,52 per 100.000 jumlah penduduk. Menurut Ditjen PP dan PL (2014) Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali tahun 2013 diperoleh data kasus HIV/AIDS di Bali hingga akhir Januari 2012 mencapai 5.902 kasus dengan faktor risiko heteroseksual menjadi peringkat pertama penularan. Salah satunya, bisa dilihat 22-25% dari 9.000 wanita penjaja seks (WPS) yang ada di Bali positif terinfeksi HIV sehingga saat ini kasus tersebut sudah memasuki lampu merah atau zona berbahaya (KPAD Bali, 2013). Buleleng merupakan Kabupaten dengan penduduk terinfeksi HIV nomor dua terbesar di Provinsi Bali setelah Kota Denpasar

3 dengan jumlah 1.992 kasus HIV (KPAD Buleleng, 2013). Peningkatan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng rata-rata mencapai 20 kasus per bulan dengan wilayah yang menjadi kasus HIV/AIDS terbesar sampai bulan Desember 2014 adalah Kecamatan Sawan dengan jumlah 258 jiwa (12,95%). Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menanggulangi HIV/AIDS adalah dengan menyelenggarakan layanan yang komprehensif dan berkesinambungan yang meliputi semua bentuk layanan HIV/ADIS yang dilakukan secara paripurna mulai dari rumah, masyarakat, sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI, 2013). Program pemerintah yang sekarang sedang digalakkan melalui Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yakni mengembangkan program yang komprehensif dan berkesinambungan dalam merespon HIV/AIDS dengan sasaran pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat melalui National Strategy and Action Plan for HIV and AIDS Response (SRAN) 2010-2014 (KPAN, 2010). Salah satu program SRAN adalah klinik khusus konseling dan testing sukarela (Voluntary Counseling and Testing) pada tempat pelayanan kesehatan yang berkualitas, ramah, dan mudah dijangkau (KPAN, 2010). Saat ini ada tiga puskesmas di Kabupaten Buleleng yang dilengkapi klinik VCT yaitu Puskesmas Sawan I, Puskesmas Gerokgak II, dan Puskesmas Seririt I (KPAD Buleleng, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap jangkauan kerja khusus kalangan WPS dari Puskesmas Sawan I melalui data statistik WPS di Kecamatan Sawan, didapatkan data bahwa WPS yang dominan berdomisili di Kota Singaraja, akan tetapi banyak juga diantaranya yang bekerja di luar Kota Singaraja seperti Sawan dan Gerokgak.

4 Fokus penanggulangan HIV/AIDS adalah pada masyarakat yang memiliki risiko tinggi yang disebut dengan populasi kunci (Permenkes, 2013; KPAN, 2013). Populasi kunci dari kategori WHO adalah heteroseksual, homo-biseksual, pengguna narkoba suntik (penasun) yang sering disebut Inject Drug User (IDU) (WHO, 2014). Beberapa populasi yang sudah menderita AIDS berdasarkan data yang diperoleh sampai dengan Juni 2014 di Indonesia adalah heteroseksual sebanyak 34.187 jiwa (55%), homo-biseksual sebanyak 1.298 jiwa (17%) dan IDU 8.451 jiwa (6%) (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Salah satu populasi kunci penyebaran HIV/AIDS dalam konteks diatas adalah WPS yang termasuk dalam kategori heteroseksual (WHO, 2014). Menurut American Foundation Of AIDS Research (AMFAR) (2014) menyimpulkan WPS, baik WPS langsung (WPSL) maupun WPS tidak langsung (WPSTL), ternyata berisiko 19 kali lebih besar tertular penyakit HIV dibanding masyarakat umum. Perilaku WPS yang berisiko seperti melakukan hubungan seksual tanpa kondom melalui anal, hubungan seksual melalui oral dan berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Menurut Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 yang memaparkan prevalensi HIV dan IMS pada WPS (WPSL dan WPSTL) sebanyak 13% dari total populasi kunci di Indonesia (Kemenkes RI, 2014). Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dalam keperawatan komunitas akan menjadi fokus prioritas dalam upaya pencegahan dini terhadap agen penyakit. Upaya pencarian pelayanan kesehatan pada kalangan WPS yang masih rendah dan masih sulit diketahui sampai saat ini (KPAN, 2010). Dari data Komisi

5 Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Buleleng, jumlah WPS di Buleleng tercatat hingga 1.035 jiwa yang 20% atau sekitar 200 orang terjangkit HIV/AIDS dan tercatat hanya 50% atau 577 jiwa yang terdaftar untuk mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas Kabupaten Buleleng yang menyediakan fasilitas klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) (KPAD Buleleng, 2013). Berdasarkan grand tour yang telah peneliti lakukan melalui observasi lapangan dan studi dokumentasi Puskesmas Sawan I di Kecamatan Sawan, didapatkan data: pertama, jumlah WPS di Kecamatan Sawan yaitu 288 jiwa dengan jumlah kunjungan WPS di fasilitas klinik VCT Puskesmas Sawan I untuk melakukan konseling dan cek kesehatan yang tercatat hanya 78 jiwa (27%), hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran WPS dalam mencari pelayanan kesehatan dalam deteksi dini HIV/AIDS; kedua, observasi lapangan yang menunjukkan aktivitas WPS di lokalisasi prostitusi yang tinggi yaitu satu orang WPS bisa melayani hingga lima orang pelanggan WPS; ketiga, hasil wawancara yang dilakukan dengan tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa faktor stigma dan persepsi masyarakat yang menganggap WPS adalah kalangan yang merusak moral bangsa dan penyebar penyakit yang sangat rentan dan berisiko HIV/AIDS. Berbagai penelitian telah dilakukan guna melakukan deteksi terhadap penyebab HIV/AIDS dan faktor risikonya, diantaranya Djumaroh dan Khazanah (2010) yang melakukan studi fenomenologi terhadap WPS menunjukkan bahwa pengetahuan WPS tentang HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan, pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS adalah dengan menggunakan kondom, mengkonsumsi

6 jamu dan antibiotik, sikap WPS adalah menerima positif dalam penggunaan kondom, namun kendala yang dihadapi WPS dalam pemanfaatan kondom adalah para pelanggan tidak mau menggunakan kondom. Fadhali, dkk (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 72,4% WPS di Kabupaten Bulukumba melakukan praktek pencegahan secara baik, dimana variabel yang berhubungan dengan praktek pencegahan HIV/AIDS adalah pengetahuan dan sikap, sedangkan faktor yang tidak berhubungan diantaranya ketersediaan kondom, dukungan pendidik sebaya, dan dukungan keluarga. Sianturi (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 45,4% WPS menggunakan kondom dengan kategori baik pada saat berhubungan seks dan 54,6% WPS menggunakan kondom dengan kategori tidak baik. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang berhubungan secara signifikan dengan tindakan penggunaan kondom, yaitu sikap, ketersediaan kondom, dukungan mucikari, dan dukungan petugas kesehatan dimana variabel dukungan petugas kesehatan yang paling berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom. Kothimah (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan WPS tentang pencegahan IMS dan HIV/AIDS tergolong sedang yaitu 62,5% memiliki sikap yang positif dalam mendukung pencegahan. Pernyataan WPS yang menyebutkan dukungan yang paling banyak dalam upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS diberikan oleh tenaga kesehatan, mucikari, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta teman WPS. Perilaku pencegahan IMS dan HIV WPS di

7 Lokalisasi Gempol Porong dengan persentase 80% adalah baik dalam pemakaian kondom. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, perilaku pencegahan WPS dalam melakukan pencegahan HIV/AIDS sudah tergolong baik, namun masih terdapatnya pelanggan yang tidak kooperatif dalam penggunaan kondom, maka penyebaran HIV belum dapat dicegah secara optimal. Bagi WPS yang merupakan populasi kunci sangat penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ke pusat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas terkait deteksi dini penyakit HIV/AIDS. Penelitian tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait IMS dan HIV pada WPS telah dilakukan oleh Ngo, et al (2007) di Vietnam dengan hasil bahwa pengambilan keputusan untuk mencari pelayanan kesehatan oleh WPS dilakukan karena tiga hal yaitu persepsi terhadap risiko IMS dan HIV, hubungan sosial dan pandangan masyarakat. Pengetahuan WPS tentang HIV tergolong cukup namun pengetahuan tentang IMS terbatas. Mereka mampu menjelaskan tentang risiko tinggi dari HIV, tetapi menunjukkan perhatian yang kurang tentang IMS. Pencarian pelayanan kesehatan oleh WPS dilakukan ketika terdapat gejala pada saluran kencing. Pengambilan keputusan WPS untuk mengakses pelayanan kesehatan dan melakukan tes HIV dihambat karena biaya perawatan yang mahal, kurangnya sikap yang baik dari penyedia pelayanan, dan kurangnya informasi tentang pelayanan test HIV. Situasi sosial (tempat atau letak geografis, populasi penduduk, dan aktivitas keseharian) dan budaya yang terdapat di negara-negara asia tenggara seperti

8 Vietnam dengan di Indonesia terutama di Bali sangatlah berbeda, dengan demikian perbedaan tersebut merupakan salah satu dasar perlu dilakukannya eksplorasi lebih mendalam tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. 1.2 Rumusan Masalah Masalah HIV/AIDS terus meningkat di kalangan WPS. Perilaku hubungan seksual yang tidak aman menjadi faktor predisposisi terjadinya HIV/AIDS di kalangan WPS. Dari fenomena yang terjadi di lapangan, masih banyak WPS yang tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti puskesmas yang menyediakan klinik VCT. Perawat yang merupakan salah satu pelaksana pelayanan kesehatan, tentu harus mampu menjadi garda terdepan dalam menangani masalah peningkatan kasus HIV yang akan berdampak pada AIDS. Dalam hal ini, perawat komunitas berperan untuk menjangkau masyarakat yang berisiko tinggi, serta harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat guna memberikan informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS. Oleh karena itu, pengembangan pengetahuan dan penelitian mengenai perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS dengan studi kualitatif penting dilaksanakan untuk mengeksplorasi lebih mendalam mengenai perilaku dari WPS dalam mencari pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian latar belakang dan pernyataan masalah penelitian, maka timbul masalah yang akan dikaji lebih lanjut yaitu: Bagaimanakah perilaku pencarian

9 pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS pada kalangan WPS di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui gambaran, menggali, dan mengeksplorasi perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS pada kalangan WPS di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan komunitas mengenai perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS pada kalangan WPS di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pemikiran dan evidence based nursing bagi perawat, khususnya perawat komunitas sebelum melakukan intervensi asuhan keperawatan kepada kalangan WPS yang memerlukan pendekatan khusus. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada instansi pemerintahan dan non pemerintahan dalam upaya promosi kesehatan yang lebih optimal terutama dalam hal penggunaan akses pelayanan kesehatan bagi populasi berisiko seperti WPS.

10 c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada populasi kunci khususnya WPS untuk berupaya mencari pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS