LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ANALISIS KEBIJAKAN DAN PROGRAM MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DI PERDESAAN

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan Pangan

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

Perkembangan dan Manfaat Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kalimantan Selatan

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

5 / 7

Diah Rina K. Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ANALISIS KEBIJAKAN DAN PROGRAM MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) Oleh : Saptana Supena Friyatno Sunarsih PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Lahirnya program MKRPL dilatarbelakangi oleh upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan yang masih mengalami banyak tantangan. Diversifikasi pangan yang menjadi pilar penting dalam mewujudkan ketahanan dan kemandirin pangan masih menunjukkan kinerja yang belum sesuai harapan, dengan diindikasikan oleh pencapaian skor PPH yang dinilai masih rendah dan fluktuatif. Di sisi lain ada ketersediaan lahan pekarangan yang cukup luas dan sumber daya hayati yang melimpah, yang dinilai sebagai peluang untuk mengatasi persoalan ketahanan pangan dan kemandirian terutama di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan keluarga dapat ditingkatkan melalui rumah pekarangan pangan. 2. Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14 persen dari keseluruhan luas lahan pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2011). Lahan pekarangan merupakan salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan dan gizi keluarga, mengurangi pengeluaran belanja rumah tangga, dan menambah sumber pendapatan dengan mengusahakan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi. Lahan pekarangan mempunyai multi fungsi meliputi: (1) pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, (2) pelindung sumber plasma nutfah atau biodiversitas, (3) fungsi ekonomi, dan (4) fungsi sosial, dan (5) fungsi estetika. 3. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif kebijakan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, di samping banyak program-program lain yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengerahan sumber daya juga harus terukur seimbang dengan solusi pemecahan masalah serta hasil yang dicapai. 4. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan pekarangan adalah : (a) luas lahan yang kecil dan makin mengecil, (b) kapasitas SDM petani yang rendah, (c) pilihan jenis komoditas yang terbatas, (d) kurangnya ketersediaan bibit berkualitas, (e) kurang tersedianya teknologi spesifik lahan pekarangan, dan (e) orientasi produksi untuk pemenuhan pangan keluarga dan belum berorientasi pasar. 5. Dalam jangka pendek ke depan, peluang dan aksesibilitas kesempatan kerja nonpertanian bagi sebagian besar rumah tangga petani di perdesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai cukup relevan adalah peningkatan pendayagunaan lahan pekarangan untuk komoditas pangan lokal dan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dengan sasaran pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga, penghematan pengeluaran i

rumah tangga, dan peningkatan pendapatan rumah tangga dengan sasaran akhir peningkatan Pola Pangan Harapan (PPH). Tujuan Penelitian 6. Secara umum tujuan penelitian ini adalah merumuskan konsep perbaikan program pengembangan M-KRPL dari aspek teknis maupun kelembagaan. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengevaluasi konsepsi kebijakan dan program pengembangan M-KRPL; (2) Mengevaluasi implementasi Program M-KRPL dan dampaknya terhadap peningkatan produksi pangan di kawasan program; (3) Mengevaluasi dampak penerapan M-KRPL terhadap pola konsumsi pangan dan pola pangan harapan (PPH); dan (4) Menganalisis prospek dan keberlanjutan program pengembangan M-KRPL. Metodologi 7. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi program, baik konsep, implementasi maupun dampaknya, maka penelitian dilakukan pada lokasi program yang sudah relatif berjalan sehingga pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dipilih karena merupakan lokasi yang menjadi cikal bakal program ini dan sudah mereplikasinya pada beberapa wilayah kabupaten (antara lain Kabupaten Magetan). Kabupaten Karawang, Jawa Barat dipilih karena merupakan lokasi yang cukup terpacu tahap implementasinya karena menjadi lokasi penanaman sejuta pohon. Nusa Tenggara Timur memang belum relatif lama mengimplementasikan program M-KRPL, namun masyarakat di wilayah ini memiliki kearifan lokal dalam hal mewujudkan kemandirian dan diversifikasi pangan lokal serta kelestarian pangan lokal sehingga dinilai layak menjadi lokasi penelitian. 8. Unit analisis penelitian terdiri dari rumahtangga dan kawasan. Pengambilan data dilakukan dengan cara survai, diskusi kelompok, dan focus group discussion (FGD). Survai dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner pada rumahtangga yang menjadi sasaran program, untuk mempelajari berbagai aspek sebelum dan sesudah program. 9. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan, yang dilakukan dengan cara mempelajari kebijakan yang sudah ada, mempelajari keadaan atau fakta dan fenomena melalui pengkajian data empiris terhadap permasalahan yang akan diperbaiki. Berdasarkan hasil kajian ini kemudian dirumuskan perbaikan kebijakan dan alternatif program pemecahan masalah yang relevan. 10. Penelitian ini merupakan Analisis Kebijakan dan Program Model-Kawasan Rumah Pangan Lestari. Analisis akan difokuskan pada : (1) Konsep kebijakan dan program M-KRPL, (2) Implementasi Program M-KRPL, (3) ii

Dampak penerapan M-KRPL terhadap produksi, pendapatan, dan Pola Pangan Harapan (PPH); (4) Analisis kelembagaan M-KRPL dan kemitraan usaha; dan (5) Membangun model kelembagaan M-KRPL secara terpadu. 11. Evaluasi kebijakan dan program pengembangan M-KRPL dilakukan melalui studi literatur terhadap dokumen-dokumen, seperti Pedoman Umum Pelaksanaan M-KRPL dan Petunjuk Pelaksanaannya. Evaluasi difokuskan terutama pada aspek konsepsi, pembinaan, sistem koordinasi, pendanaan, serta keterpaduan program M-KRPL dengan program-program pembangunan pertanian lainnya. Berdasarkan dokumen Pedoman Umum M-KRPL dijelaskan konsep dan batasan yang tercakup dalam M-KRPL yang akan dofokuskan pada : (1) Rumah pangan lestari, (2) Penataan pekarangan, (3) Pengelompokan lahan pekarangan terdiri atas lahan pekarangan perkotaan dan perdesaan, (4) Pemilihan komoditas, (5) Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan (6) Model Kawasan Pangan Lestari (M-KRPL). 12. Studi pustaka juga dilakukan terhadap program-program intensifikasi lahan pekarangan yang telah dilakukan baik oleh Badan Litbang Pertanian dan Kementerian Pertanian, serta Kementerian lain (Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, BKKBN, serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat). Evaluasi akan difokuskan terutama pada kinerja, kendala, dan alternatif pemecahan, sehingga dapat diperoleh prekrispi dalam penyempurnaan Program M-KRPL. 13. Evaluasi implementasi program M-KRPL dapat dipilah menjadi evaluasi manajemen implementasi dan dampaknya terhadap produksi pangan. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi implementasi Program M-KRPL, analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Evaluasi implementasi Program M-KRPL dilakukan dengan mengacu kepada persiapan dan sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, serta dampaknya terhadap peningkatan produksi pangan. 14. Analisis dampak Program M-KRPL dilakukan dengan membandingkan aspek produksi pangan pada lahan pekarangan (usahatani pekarangan pola swadaya dan program), pola konsumsi pangan, dan pola pangan harapan antara rumah tangga peserta Program M-KRPL dan non-peserta Program M-KRPL atau kondisi sebelum dan sesudah program. Berdasarkan analisis komparasi tersebut diharapkan diperoleh informasi tentang peningkatan produksi pangan dari lahan pekarangan, tingkat partisipasi konsumsi pangan serta tingkat pencapaian PPH sebagai dampak program M-KRPL. 15. Analisis kelembagaan difokuskan pada pelaku yang tercakup dalam Program M-KRPL, aturan main, dan pola interaksi dalam program M-KRPL. Pelaku yang dimaksud adalah semua pelaku yang mendukung Program M- KRPL, mencakup individu, kelompok, maupun lembaga. Bahasan lebih difokuskan pada posisi dan peran tiap pelaku dalam mendukung Program M-KRPL. Pembahasan tentang aturan main mencakup bagaimana aturan main yang ada dikonstruksi oleh pelaku, dan apakah aturan amin yang diterapkan mampu mewadahi kepentingan dan kebutuhan pelaku secara iii

proporsional. Juga dibahas tentang penerapan reward dan punishment yang disepakati, serta kepercayaan (trust) yang tumbuh di antara para pelaku. 16. Pengkajian pola kemitraan yang eksis dan yang mungkin dikembangkan di lokasi kajian antara kelompok mitra baik secara langsung dengan perusahaan mitra maupun melalui mitra kerja perlu dilakukan secara seksama guna menemukan praktek pola kemitraan yang dapat dijadikan basis pilot project pengembangan kemitraan di kawasan M-KRPL antara petani peserta program M-KRPL dengan perusahaan mitra. Pola kemitraan yang dimaksud adalah keterkaitan kemitraan usaha antara perusahaan mitra, kelompok mitra, mitra kerja, dan pemerintah, serta kelembagaan pendukung yang ada pada lokasi kawasan M-KRPL. Analisis kemitraan usaha sebagai upaya antisipatif dalam menghadapi permasalahan pemasaran dari produksi yang dihasilkan. 17. Rumusan M-KRPL secara terpadu dalam rangka penyempurnaan Program M-KRPL dan untuk mengantisipasi replikasi program M-KRPL di lokasi atau wilayah lain merupakan hasil analisis dan sintesa dari analisis-analisis sebelumnya. Sintesa kebijakan merupakan proses mengubah pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya menjadi kebijakan yang bersifat operasional, baik untuk menyempurnakan kebijakan dan program yang telah ada maupun dalam kerangka antisipasi replikasi pada wilayah lain. HASIL PENELITIAN Evaluasi Konsepsi dan Kebijakan Program M-KRPL 18. Evaluasi kebijakan dan program pengembangan M-KRPL dilakukan melalui studi literatur terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan M-KRPL antara lain : (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal; (2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 43/Permentan/OT.140/10/2009; (3) Sidang Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan Konferensi Dewan Ketahanan Pangan (DKP); (4) Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, tahun 2011; serta (5) Dokumen lainnya adalah paparan/naskah/makalah oleh pejabat terkait dalam seminar/lokakarya/ workshop terkait M-KRPL dan pengembangannya. 19. Lahirnya program dilatarbelakangi oleh upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan yang masih mengalami banyak tantangan. Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta International Convention Centre (JICC) pada bulan Oktober 2010, menyatakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari tingkat rumah tangga. Pemanfaatan lahan pekarangan iv

untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif kebijakan untuk mewujudkan kemandirian pangan. Sesuai arahan Presiden RI saat peluncuran (grand launching) KRPL di Pacitan pada 13 Januari 2012 bahwa Program KRPL harus dikembangkan di seluruh Indonesia. 20. Susilo Bambang Yudoyono Presiden Republik Indonesia dalam berbagai kesempatan Konferensi dan Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan memberikan 9 butir arahannya dalam pencapaian ketahanan pangan, yaitu (Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, 2012) : (1) Perbaikan sinergi dan terintegrasinya sistem agar diperolehnya manfaat yang lebih optimal; (2) Pencapaian swasembada pangan berkelanjutan; (3) Sistem cadangan dan distribusi pangan yang memadai dan terkelola; (4) Rantai pasokan dan logistik yang berfungsi baik; (5) Penanganan kerawanan pangan dan kemiskinan yang dilaksanakan secara terus menerus; (6) Jaminan stabilitas dan keterjangkauan harga baik di tingkat produsen dan konsumen; (7) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis SD lokal, perilaku pasar, dan masyarakat; (8) Memanfaatkan early warning system kerawanan pangan melalui sistem pemantauan dan monitoring kondisi pangan yang terpantau di setiap daerah; dan (9) Pengelolaan surplus dan defisit pangan yang baik. 21. Pedum MKRPL 2011 tidak ada bagian yang secara tegas menjelaskan dasar hukum pengembangan program M-KRPL. Namun mengingat bahwa program ini lahir dilatarbelakangi upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, maka dasar hukumnya adalah : UU No.7 tahun 1966 tantang Pangan; PP No.68 tantang Ketahanan pangan; PP No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; PP No. 43 tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Potensi Lahan Pekarangan, Kapasitas SDM, dan Karakterisitik Rumah Tangga Petani 22. Untuk menghambat terjadinya penuaan (aging) pada sektor pertanian, maka pengembangan M-KRPL harus integral dengan pengembangan komoditas yang bukan saja sebagai sumber pangan keluarga, tetapi juga harus mampu menunjang sumber pendapatan rumah tangga, hal terbukti di Kecamaran Duwet Kabupaten Magetan bahwa rata-rata umur KK dan isteri sebagai peserta program M-KRPL relatif lebih muda, karena Jeruk Pamelo yang dikembangkan di pekarangan bisa menopang sumber pendapatan rumah tangga, disamping itu tingkat pendidikan yang relatif tinggi juga turut mendukung pengembangan program M-KRPL. 23. Peserta Program MKRPL lebih mengedepankan fungsi pekarangan sebagai fungsi ekonomi yaitu untuk apotik hidup dan warung hidup di samping fungsi estetika dan religi, sedangkan bukan peserta lebih mengedepankan fungsi estetikanya. Jadi jelas bahwa pemberian v

pemahaman, pendampingan dan pelatihan telah merubah pola pikir (mind set) masyarakat kelompok sasaran program, selanjutnya diharapkan dapat merubah pola sikap dan perilaku dalam implementasi program dan menjaga kerlanjutan program. 24. Sumberdaya lahan di masing-masing lokasi penelitian cukup tersedia (terutama di lokasi contoh Magetan dan TTS) dan dapat mendukung keberadaan program MKRPL. Kapasitas sumberdaya manusia (SDM) cukup mendukung terutama dilihat dari aspek kemampuan dan kemauan yang mampu ditumbuhkan untuk melaksanakan dan mengembangkan pemanfaatan lahan pekarangan. Implementasi Program M-KRPL 25. Dalam implementasinya telah melakukan sinergi program dengan berbagai pihak: (1) Badan Ketahan Pangan pusat hingga provinsi dan kabupaten; (2) SIKIB dan 6 (enam) organisasi perempuan; (3) SIKIB- Badan Narkotika Nasional; (4) Organisasi Muslimah (PP Salimah): 11 provinsi; (5) Haryono Suyono Center merupakan narasumber pelatihan Posdaya; (6) Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga beberapa provinsi dan kabupaten; (7) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal; (8) Kementerian Hukum dan HAM; dan (9) TNI-AD, di beberapa lokasi menunjukkan kinerja yang bagus. 26. Jumlah M-KRPL yang dilaksanakan BPTP pada tahun 2011 telah mencapai 44 unit dan pada tahun meningkat menjadi 344 unit. Jumlah M-KRPL secara keseluruhan Badan Litbang Pertanian pada tahun 2012 mencapai 35 unit. Jumlah KRPL yang telah replikasi oleh Pemda dan stakeholders lainnya berkembang pesat di Jawa Timur dan berkembang moderat hingga rendah diprovinsi-provinsi lainnya. 27. Teknologi yang diberikan kepada masyarakat peserta MKRPL dari sisi jenis teknologinya relatif sudah tetap yakni teknologi pembibitan, budidaya dan pengolahan, namun penguasaan oleh petani belum sepenuhnya mampu menguasai dengan baik. Hal ini direfleksikan dari jenis teknologi yang diterima, dan teknologi yang dibutuhkan masih sejajar berarti aspek adopsi teknologi dan penguasaan yang belum sempurna. 28. Hasil evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan Program MKRPL menunjukkan : (1) Keseluruhan tahapan pengembangan MKRPL pada awalnya kurang dilakukan melalui proses sosial yang matang, namun tahap selanjutnya telah dilakukan penyempurnaan; (2) Belum terbentuk kelembagaan pengelola KRPL yang handal; (3) Distribusi bantuan menggunakan kelembagaan pemerintah di tingkat lokal (RT, RW/Kepala Dusun, serta Pamong Desa); (4) Pembinaan dilakukan melalui pendekatan individual dan kelompok, masih lemah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat; (5) Introduksi lebih melalui budaya material; (6) Menggunakan teknologi atau intensifikasi sebagai entry point; (7) Kelembagaan pendukung tidak dikembangkan dengan baik; dan (9) Program pendukung dari Pemerintah vi

Daerah telah dicoba dipadukan, namun belum dapat terintegrasi dengan baik. 29. Untuk meningkatkan kinerja MKRPL maka perlu diperbaiki kendala yang yang dihadapi masyarakat secara teknis diantaranya adalah : penanganan OPT, peningkatan ketrampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani peserta program MKRPL, terjaminan ketersediaan bibit/benih dan meningkatkan fungsi KBD yang ada. Sedangkan secara ekonomi adalah penguatan modal, penanganan harga input, membuka akses pasar dan memperbaiki infrastruktur pertanian. Secara sosial perlu meningkatkan kapasitas ketua kelompok dalam kapabilitas manjerialnya, perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dan koordinasi yang baik antar berbagai pihak, serta secara kebijakan pendukung perlu adanya dukungan pemda baik provinsi maupun kabupaten. Dampak Penerapan Program M-KRPL 30. Tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam pemanfaatan lahan pekarangan cukup berhasil yang ditandai dengan persepsi positif terhadap manfaat program dalam meningkatkan pengetahuan, penerapan teknologi produksi usahatani lahan pekarangan, peningkatan produksi hasil pekarangan, dan konsumsi pangan keluarga bersumber dari pekarangan. Secara empiris program M-KRPL mampu menumbuhkan motivasi untuk berkegiatan menanam di lahan pekarangan secara lebih intensif. 31. Jenis komoditas yang diintroduksi melalui Program M-KRPL/KRPL terbatas pada kelompok pangan sayuran, biofarmaka, dan pangan hewani dalam jumlah yang lebih terbatas. Pemilihan komoditas umumnya tidak didasarkan pada acuan tertentu, juga belum mengacu pada upaya untuk mengembangkan sumber pangan lokal. 32. Introduksi program M-KRPL berdampak pada peningkatan hasil pekarangan berbagai kelompok tanaman (sayuran, biofarmaka, dan ternak), terutama sayuran. Peningkatan produksi ini diperoleh dari aktivitas bertanam, baik dalam jenis komoditas yang lebih banyak atau jumlah yang lebih banyak untuk setiap komoditasnya. Namun peningkatan produksi dinilai belum begitu stabil dan kontinyu, terutama karena jenis komoditas yang semusim dan kelembagaan KBD belum berfungsi dengan baik dalam perannya sebagai penyedia benih/bibit, di samping juga faktor alam (iklim) dan sumber daya manusianya (kemauan). 33. Program M-KRPL/KRPL menyumbang terhadap pendapatan rumahtangga dengan kisaran antara Rp 133.390-Rp1.668.530/rumahtangga/tahun atau 0,32-1.3% dari total pendapatan. Namun apabila dampak tidak langsung juga diperhitungkan yaitu penanaman peserta program pola swadaya maka diperkirakan dampak terhadap pendapatan rumah tangga menjadi hampir duakali lipatnya, yaitu berkisar antara Rp. 266.780-3.337.060/tahun. Masuknya program juga membawa pengaruh terhadap vii

meningkatnya stabilitas dan kontinyuitas sumbangan lahan pekarangan terhadap pendapatan rumahtangga. 34. Terdapat tambahan konsumsi yang berasal dari produksi M-KRPL. Alokasi produksi dari lahan pekarangan yang dikonsumsi sekitar 28.61-53.28 %, sisanya dijual atau diberikan pada pihak lain. Meskipun terjadi peningkatan produksi yang dikonsumsi oleh rumah tangga, namun belum mengubah pola konsumsi karena jenis dan jumlahnya masih terbatas. 35. Pangsa pengeluaran pangan masih tinggi, dengan kisaran 48-78%, yang berarti ketahanan pangan masih relatif rendah. Pangsa pengeluaran pangan untuk kelompok pangan padi-padian di urutan pertama disusul oleh kelompok pangan hewani. Besarnya pengeluaran untuk kelompok pangan padi-padian karena secara kuantitas yang dikonsumsi memang cukup besar, sedangkan pada kelompok pangan hewani lebih karena tingkat harganya yang secara umum lebih tinggi dibandingkan harga kelompok pangan yang lain. 36. Secara umum susunan pangan peserta maupun nonpeserta program belum mencapai susunan pola pangan ideal. Selain kelompok pangan padi-padian, konsumsi untuk kelompok pangan minyak dan lemak, buah/biji berlemak, dan gula menunjukkan tingkat konsumsi yang jauh melebihi ideal, baik pada peserta maupun bukan peserta. Tingginya konsumsi keempat kelompok pangan ini bukan sebagai dampak masuknya program M-KRPL karena tidak ada introduksi komoditas M-KRPL yang terkait dengan kelompok pangan ini. 37. Program M-KRPL di Pacitan telah meningkatkan skor PPH dari 65,6 menjadi 77,50 atau meningkat sebesar 11,90. Skor PPH warga Mulyasari untuk peserta program 73.37 dan bukan peserta program 76.84), warga Duwet 74,88, sedangkan warga Kesetnana dan Boentuka skornya untuk peserta program 83.92 dan bukan peserta program 61.82. Skor tersebut masih jauh dari sasaran yang ditetapkan masing-masing provinsi, untuk Jawa Barat yaitu sebesar 88.1 untuk tahun 2011, dan 89.1 untuk Nusa Tenggara Timur. Dilihat dari tingkat kesenjangan dalam pencapaian skor PPH, maka kelompok pangan yang masih di bawah harapan adalah sayur dan buah, pangan hewani, umbi-umbian dan kacang-kacangan. 38. Penerapan M-KRPL telah dapat mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, dan pengurangan pengeluaran kelompok pangan terbesar secara berturut-turut adalah kelompok pangan sayur-sayuran, umbi-umbian, serta produk hasil ternak (telur ayam) dan ikan (ikan lele). Dampak M- KRPL terhadap pengembangan ekonomi produktif di perdesaan masih sangat terbatas, antara lain dalam bentuk usaha pembibitan, usaha pengolahan hasil pertanian, dan usaha dagang serta agrowisata. Prospek dan Keberlanjutan Program M-KRPL 39. Prospek pengembangan M-KRPL/KRPL secara umum memiliki prospek yang baik jika dikelola dan disempurnakan dengan baik dan benar. Paling viii

tidak terdapat dua model pengembangan MKRPL ke depan yaitu : (1) Pola yang secara integratif melibatkan beberapa kelembagaan, seperti Kelembagaan Gapoktan berperan dalam memasok sarana produksi (bibit, pupuk, dan obat-obatan) dan pemasaran hasil ecara bersama dan Kelembagaan PKK dan kelompok dasa wisma yang mengelola MKRPL, serta kelembagaan pemerintah baik pusat, daerah, maupun desa yang berfungsi dalam mediasi dan fasilitatif; dan (2) Pola kelembagaan secara terpadu yang dari hulu hingga hilir di kelola kelembagaan PKK bersama kelompok-kelompok dasa wisma. 40. Kendala dan permasalahan pokok dalam implementasi dan replikasi Program M-KRPL meliputi : (1) Serangan hama dan penyakit terutama jika ditujukan untuk menghasilkan sayuran organik; (2) Kelembagaan pengelolaan KBD masih lemah, terutama dukungan modal operasional; (3) Kekurangan tenaga kerja untuk perawatan tanaman di pekarangan pada musim kerja di sawah/ tegalan/ kebun, atau pekerjaan utama lain; (4) Kapasitas SDM petani dan kelompok tani/kelompok wanita tani; (5) Adanya ancaman kejenuhan warga untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan pekarangan untuk sumber bahan pangan; (6) Tingkat mortalitas tinggi dalam beternak unggas (itik, ayam kampung, ayam arab); dan Serangan hama tikus terhadap tanaman bibit/persemaian di KBD. 41. Keberlanjutan Program KRPL ditentukan beberapa faktor yaitu : (a) Bagaimana menetapkan prioritas area lokasi (tidak harus ada disemua tempat); (b) Bagaimana menentukan kelompok sasaran; (c) Bagaimana menentukan komoditas unggulan yang bersifat lokalita; (d) Bagaimana membangun KBI, KBD, KBRT dan kelembagaan pengelola yang baik; (e) Bagaimana membangun sistem koordinasi yang efektif antar stakeholders yang ada di masing-masing wilayah pengembangan. 42. Upaya pemerintah di tingkat pusat melakukan rencana mengintegrasikan KRPL/KRPL Plus-Plus dengan program P2KP adalah langkah tepat agar dapat saling memperkuat dan menghasilkan sinergi antar program di suatu kawasan. Diharapkan di tingkat daerah dan lapangan pengintegrasian program dapat berjalan dengan baik. IMPLIKASI KEBIJAKAN Tujuan Kebijakan 43. Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dihimpun dalam penelitian, dirumuskan konsep perbaikan pengembangan program M-KRPL dari aspek teknis maupun kelembagaan. Tujuannya adalah agar Program M-KRPL yang sudah menjadi program nasional, dapat diimplementasikan secara lebih baik sehingga dapat memberikan manfaat dan dampak sebagaimana diharapkan serta berkelanjutan. ix

Dasar Pertimbangan 44. Mengingat bahwa program ini diangkat dari satu kasus dan kemudian diimplementasikan secara luas ke seluruh Indonesia, maka perbaikan konsep program secara perlu terus dilakukan agar implementasinya juga membaik dari waktu ke waktu. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah : pedoman umum dan petunjuk teknis yang bersifat operasional; ketersedian benih/bibit yang memenuhi aspek jenis, kuantitas dan kualitas; komoditas yang dikembangkan untuk mencapai sasaran PPH dan pengembangan sumber pangan lokal; pengembangan teknologi spesifik komoditas di lahan pekarangan; kelembagaan pengelola KBI dan KBD yang berbasis sumber daya lokal; kelembagaan pengelola M- KRPL/KRPL yang handal. Isi Kebijakan 45. Pedum MKRPL 2011 tidak ada bagian yang secara tegas menjelaskan dasar hukum pengembangan program M-KRPL. Meletakkan payung hukum M-KRPL/KRPL pada Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal akan menjadi pijakan yang lebih kukuh dalam mengimplementasikan Program M-KRPL di lapang. Juknis/juklak secara operasional belum dibuat oleh sebagian besar pelksana provinsi. 46. Hasil evaluasi kinerja Program M-KRPL : (1) Pengembangan Program M- KRPL kurang melalui proses sosial yang matang, namun dalam tahap pengembangan selanjutnya telah dilakukan penyempurnaan; (2) Belum terbentuk kelembagaan pengelola M-KRPL yang handal, sehingga masih memerlukan pendampingan; (3) Distribusi bantuan menggunakan kelembagaan pemerintah di tingkat lokal untuk memudahkan penyaluran dan kontrol program, namun masih lemah dalam menggerakkan partisipasi masyarakat; (4) Pembinaan dilakukan baik melalui pendekatan individual maupun kelompok; (5) Introduksi lebih melalui budaya material dan lemah dalam pendekatan kultural; (6) Menggunakan teknologi sebagai entry point dan kurang menekannkan pada aspek penguatan kelembagaan; (7) Kelembagaan pendukung tidak dikembangkan dengan baik; dan (9) Koordinasi antar program pembangunan pertanian belum dapat dipadukan dg baik. 47. M-KRPL tidak harus diseragamkan, namun bisa bersifat spesifik lokasi. Ketersediaan lahan, kondisi agroekologi, keberadaan komoditas unggulan daerah, dan kondisi sosial ekonomi setempat termasuk di dalamnya kearifan lokal dalam mengelola pekarangan dan pangan perlu menjadi bagian integral dari program M-KRPL di berbagai daerah. 48. Implementasi pengembangan M-KRPL seharusnya dilakukan melalui tahapan-tahapan dan proses sosial yang matang dan dilakukan dalam x

periode beberapa tahun (multiyears), yaitu melalui tahap penumbuhan, pengembangan, pematangan, dan kemandirian melalui entry point teknologi dan kelembagaan. Implementasi program harus berprinsip pemberdayaan dan partisipasi masyarakat yang berorientasi bukan hanya pada kuantitas tetapi kualitas hasil. 49. Lembaga pengelola MKRPL di tingkat masyarakat tidak selalu harus membentuk lembaga baru tetapi bisa menggunakan lembaga yang telah eksis, seperti PKK dengan kelompok dasa wismanya dan gapoktan dengan kelompok taninya, atau dengan pengintegrasian antar dua kelembagaan tersebut. Juga perlu adanya pengembangan infrastruktur pendukung dalam pengembangan MKRPL meliputi kebun benih/bibit desa (KBD) sebagai sumber benih/bibit di tingkat desa, infrastruktur irigasi spesifik lahan pekarangan, infrastruktur penanganan pascapanen dan pemasaran hasil, dan alat dan mesin pengolahan hasil pertanian. 50. Salah satu manfaat yang ingin dicapai dalam pengembangan program M- KRPL adalah peningkatan PPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian PPH di tiap lokasi beragam baik skor total maupun skor menurut kelompok komoditas. Capaian skor dari masing-masing kelompok komoditas ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan pilihan komoditas yang akan dikembangkan, baik komoditas unggulan lokal maupun komoditas bernilai ekonomi tinggi. 51. Masalah penyediaan benih yang memenuhi aspek jenis, kuantitas dan kualitas masih menjadi masalah yang krusial di semua lokasi. Pengembangan kelembagaan pengelola KBI dan KBD yang berbasis sumber daya lokal serta melibatkan partisipasi lokal, baik kelompok, individu dan swasta dalam usaha pembibitan perlu ditumbuhkan. 52. Peningkatan kapasitas SDM baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya baik petani maupun pengurus kelompok tani/kelompok wanita tani. Peningkatan keterampilan teknis peserta program MKRPL dapat dilakukan melalui bimbingan dan penyuluhan, pelatihan, dan pemdampingan secara partisipatif. Peningkatan kapabilitas manajerial peserta program dapat dilakukan melalui pengembangan manajemen usahatani, manajemen keuangan, kewirausahaan, pengembangan jaringan bisnis dan kemitraan usaha yang bersifat saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan. 53. Diperlukan motivator, penggerak, dan pendamping dalam pelaksanaan Program MKRPL. Prinsip-prinsip yang harus dimiliki pendamping pembangunan dalam menjalankan tugasnya untuk mendukung Program M-KRPL meliputi : (1) membangun kerja kelompok, (2) menjaga keberlanjutan program, (3) mendorong keswadayaan peserta program, (4) harus tepat sasaran, (5) menumbuhkan saling percaya-mempercayai, dan (6) prinsip pembelajaran bersinambung. 54. Terdapat dua model pengembangan MKRPL ke depan yaitu : (1) Pola yang secara integratif melibatkan beberapa kelembagaan, seperti Kelembagaan Gapoktan berperan dalam memasok sarana produksi (bibit, xi

pupuk, dan obat-obatan) dan pemasaran hasil secara bersama dan Kelembagaan PKK dan kelompok dasa wisma yang mengelola MKRPL, serta kelembagaan pemerintah baik pusat, daerah, maupun desa yang berfungsi dalam mediasi dan fasilitatif; dan (2) Pola kelembagaan secara terpadu yang dari hulu hingga hilir dikelola kelembagaan PKK bersama kelompok-kelompok dasa wisma dan Koperasi Wanita (KOPWAN). 55. Pada saat program sudah berjalan dan berhasil di suatu wilayah atau kawasan, maka pemasaran produk baik produk segar maupun olahan harus ditangani dengan baik. Penanganan pemasaran perlu melibatkan Pemda, KOPWAN, dan kemitraan dengan pelaku swasta. BPTP berperan dalam identifikasi teknologi pascapanen dan pengolahan hasil yang sesuai kebutuhan setempat. 56. BPTP harus merancang program exit strategy dengan indikator sebagai berikut : (a) Kebun Bibit Desa (KBD) sudah berjalan dengan baik; (b) Kelompok atau kelembagaan pengelola program M-KRPL/KRPL/KRPL Plus- Plus sudah terbentuk dan berjalan secara aktif, (c) Masyarakat sudah merasakan manfaat program M-KRPL; dan (d) Selanjutnya BPTP bertindak fokus pada penyedia teknologi, membangun model MKRPL dan dalam batas-batas tertentu melakukan pendampingan bersifat selektif. 57. Salah satu target program M-KRPL adalah mengembangkan usahatani lahan pekarangan yang ramah lingkungan, untuk itu perlu juga dilakukan upaya untuk menumbuhkembangkan unit pengolahan limbah skala rumah tangga yang dapat menghasilkan pupuk organik. Terdapat fungsi ganda yang bisa diperoleh dari kegiatan tersebut, yaitu lingkungan yang bersih dan tersedianya pupuk organik sebagai media utama dalam penanaman sistem vertikultur dan sistem bedengan dalam rangka menghasilkan produk pertanian organik. 58. Dalam konteks pembangunan kawasan penting adanya pengintegrasian antar-program M-KRPL dengan program-program pembangunan pertanian, antara lain dengan Program P2KP. Keterpaduan program mencakup lokasi sasaran, kelompok sasaran, paket program, sehingga terbangun sinergi antar program dalam meningkatan produksi pangan, pengurangan pengeluaran belanja keluarga, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. 59. Keterlibatan pemerintah daerah dan pihak lain terkait menjadi bagian penting bagi keberlanjutan program ini. Posisi dan peran pihak-pihak tersebut dalam implementasi program ini perlu diperjelas sejak awal program ini direncanakan akan diintroduksikan di daerah. xii