BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sistem komunikasi nirkabel (wireless) sedang berkembang sangat pesat dalam dunia telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah user (pengguna device) dalam penggunaan berbagai layanan yang sedang mendunia seperti aplikasi messaging, video chat dan video streaming. Seperti yang diketahui, sumber daya utama dari sistem komunikasi nirkabel adalah spektrum frekuensi yang erat hubungannya dengan pengalokasian bandwith. Tantangan terbesar dalam sistem komunikasi nirkabel adalah penyediaan bandwith yang berbanding lurus dengan jumlah user. Tetapi, pada kenyataannya, spektrum frekuensi yang merupakan sumber daya dari bandwith sekarang ini belum mendukung hal tersebut. Sehingga, bisa dikatakan, spektrum frekuensi adalah suatu sumber daya terbatas pada sistem komunikasi nirkabel. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terbatasnya sumber daya spektrum frekuensi adalah sistem manajemen yang kurang baik. Saat ini, alokasi penggunaan spektrum frekuensi diatur oleh lembaga pemerintah dan yang menjadi pemegang resmi atas spektrum frekuensi tersebut hanyalah pihak pihak yang berlisensi untuk jangka waktu yang panjang dengan area geografis yang luas. Permasalahannya, spektrum frekuensi yang berlisensi ini digunakan secara sporadis (tidak digunakan terus menerus atau sesekali digunakan) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1] 1
Dengan terbatasnya ketersediaan spektrum frekuensi serta penggunaannya yang tidak efisien, diperlukanlah suatu paradigma komunikasi baru untuk memanfaatkan spektrum frekuensi yang telah ada secara oportunis. Dynamic Spectrum Access adalah suatu metode yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah ketidakefisienan penggunaan spektrum frekuensi saat ini. Prinsip kerja dari Dynamic Spectrum Access yaitu memberikan bandwith kepada mobile user melalui alokasi spektrum frekuensi yang berbeda beda dari berbagai sumber. Penggunaan spektrum frekuensi yang tidak efisien dapat ditanggulangi dengan mengakses suatu band frekuensi berlisensi yang sedang tidak digunakan secara oportunistik tanpa menginterferensi pengguna band frekuensi tersebut. Penggunaan spektrum frekuensi yang berasal dari berbagai macam sumber ini tentunya harus dilakukan secara dinamis. Salah satu kunci utama yang memungkinkan untuk melakukan metode tersebut adalah teknologi cognitive radio [1]. Cognitive radio adalah suatu sistem komunikasi wireless yang cerdas dan peka terhadap lingkungan sekitarnya serta menggunakan metodologi understanding-by-building untuk memahami dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya agar dapat mengubah parameter operasinya seperti daya transmit, frekuensi modulasi dan strategi modulasi secara real time [2]. Cognitive radio didesain secara khusus untuk menjadi solusi permasalahan keterbatasan spektrum frekuensi yang handal dalam sistem komunikasi untuk banyak user dalam suatu jaringan [3]. Istilah cognitive radio pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Mitola III pada disertasinya tahun 1999 yang memperkenalkan konsep Software Defined Radio pada dunia telekomunikasi. Salah satu keunggulan dalam teknologi cognitive radio adalah kemampuan spectrum sensing yaitu user yang tidak berlisensi (unlicensed user) dapat mendeteksi ketersediaan spektrum frekuensi yang tidak sedang digunakan milik user yang berlisensi (licensed user). Istilah lain dari licensed user dan unlicensed user berturut turut adalah Primary User (PU) dan Secondary User (SU). Berdasarkan keunggulan tersebut, sangat memungkinkan apabila SU ingin melakukan transmisi data tanpa terjadi interferensi. Ketika PU ingin menggunakan lagi spektrum frekuensinya, maka SU sesegera mungkin menghentikan transmisi datanya dan mencari spektrum frekuensi lain yang tidak sedang digunakan. Dalam mendesain detektor untuk spectrum sensing pada cognitive radio, terdapat berberapa tantangan yang harus diperhatikan, diantaranya adalah [3] : 1. Waktu sensing yang pendek : waktu sensing didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan detektor untuk menentukan apakah sebuah band frekuensi sedang 2
digunakan atau tidak. Waktu sensing yang pendek merupakan salah satu parameter penting yang berhubungan erat dengan throughput yang bisa didapatkan oleh jaringan cognitive radio. Tetapi, ketentuan ini biasanya berkontradiksi dengan akurasi sensing sehingga, pada akhirnya, nilai throughput yang didapatkan menjadi lebih rendah dan menyebabkan interferensi pada PU. 2. Interferensi : sebuah jaringan cognitive radio harus didesain sebaik mungkin untuk memperkecil nilai interferensi. Dalam spectrum sensing, hal ini diperhitungkan dengan istilah probability of miss detection (P m ). Berdasarkan penjelasan ini, sensing time merupakan salah satu hal penting pada spectrum sensing. Sensing time harus diminimalkan untuk memperbesar waktu transmisi pada SU. Tetapi, dengan meminimalkan waktu sensing, akurasi yang didapatkan belum tentu menjadi lebih baik sehingga, harus dibutuhkan sampel data yang lebih banyak. Di sisi lain, dengan sampel data yang lebih banyak, waktu transmisi akan lebih pendek. Oleh sebab itulah, perlu didesain sebuah algoritma baru yang lebih efisien agar dapat menyelesaikan permasalahan ini. 1.2 Penelitian Terkait Tugas Akhir ini menggabungkan beberapa pengetahuan dari beberapa referensi jurnal sebelumnya yakni [4], [5] dan [6]. Pada [4], dijelaskan secara detail mengenai formulasi tes statistik pada spectrum sensing untuk sinyal Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Jurnal ini dijadikan sebagai acuan utama dalam penentuan desain detektor, pengujian metode fixed sample size test dan pemodelan sinyal yang digunakan pada Tugas Akhir ini. Pada [5] dan [6], metode sequential detection dijelaskan secara rinci, dimulai dari prinsip dasar sequential detection, definisi sequential probability ratio test (SPRT), serta teori dasar Pendekatan Wald yang nantinya akan menghasilkan harga probability of false alarm (P fa ) serta harga probability of miss detection (P m ) secara aktual deteksi yang dilakukan. Berdasarkan penjelasan diatas, metode sequential detection merupakan salah satu metode yang dapat digunakan pada teknik spectrum sensing. Metode ini dianggap memiliki kelebihan yaitu nilai average sample number atau nilai sampel rata rata yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan metode fixed sample size test. Dengan nilai sampel rata rata yang lebih kecil, waktu sensing akan menjadi lebih singkat sehingga jumlah data yang 3
ditransmisikan bisa menjadi lebih banyak. Oleh karena alasan inilah, metode ini hanya cocok digunakan pada teknik pensinyalan OFDM [5]. Alasan lain yang melatarbelakangi penelitian Tugas Akhir ini dalam menggunakan metode sequential detection pada spectrum sensing pada sinyal OFDM yaitu karena perkembangan komunikasi wireless saat ini maupun di masa mendatang akan lebih menitikberatkan pada teknologi seperti WiFi, WiMax, Long Term Evolution (LTE) serta Digital Video Broadcasting (DVB) yang sudah menggunakan teknik pensinyalan OFDM. Oleh karena itu, teknologi cognitive radio khususnya dalam spectrum sensing sudah harus mampu mendukung dan saling berintegrasi dalam memanfaatkan penggunaan spektrum frekuensi pada sinyal OFDM ini [4]. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang dan penelitian terkait, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pada Tugas Akhir ini yaitu : 1. Mengetahui kelebihan dari penggunaan metode sequential detection dibandingkan dengan metode fixed sample size test. 2. Mengetahui bagaimana perbandingan kinerja metode fixed sample size test dan metode sequential detection melalui jumlah sample block yang dihasilkan pada masing masing pengujian. 3. Mengetahui pengaruh Signal to Noise Ratio (SNR), nilai P fa dan P m serta subcarrier yang digunakan terhadap nilai average sample block yang dihasilkan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka Tugas Akhir ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut : 1. Apakah keunggulan dari metode sequential detection dibandingkan dengan metode fixed sample size test? 2. Bagaimana pemodelan sinyal OFDM yang akan diuji? 3. Apakah pengaruh dari Signal to Noise Ratio (SNR), nilai P fa dan P m serta subcarrier yang digunakan terhadap nilai average sample block yang dihasilkan? 4
1.5 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah : 1. Simulasi yang digunakan menggunakan perangkat lunak Matlab R2012b. 2. Sample number yang dimaksud dan dicari pada Tugas Akhir ini adalah jumlah blok (sample block) OFDM yang digunakan pada setiap pengujian. 3. Sinyal dibangkitkan melalui perangkat lunak dan tidak melibatkan pengukuran langsung menggunakan signal analyzer maupun signal generator. 4. Tidak menjelaskan prinsip transmitter dan receiver pada sistem cognitive radio. 5. Tidak menggunakan model kanal apapun. 6. Menggunakan Additive White Gaussian Noise (AWGN). 7. Tidak membahas fungsionalitas lain pada cognitive radio seperti spectrum management, spectrum sharing dan spectrum mobility [3]. 8. Tidak menghitung waktu simulasi. 9. Diuji dengan nilai SNR dari rentang -10 db sampai dengan 0 db. 1.6 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari Tugas Akhir ini adalah : 1. Mengetahui prinsip kerja dari metode sequential detection. 2. Membuktikan bahwa sample block OFDM yang dihasilkan menggunakan metode sequential detection, secara rata rata, akan lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode fixed sample size test. 3. Menganalisis bagaimana pengaruh SNR, nilai P fa dan P m serta subcarrier yang digunakan terhadap nilai average sample block yang dihasilkan. 1.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya, hipotesis penelitian pada Tugas Akhir ini adalah average sample block OFDM yang dihasilkan dengan menggunakan metode sequential detection akan menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan sample block yang dihasilkan dengan menggunakan metode fixed sample size test. 5
1.8 Metodologi Penelitian Metodologi yang dilakukan dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini terdiri dari : 1. Studi Literatur Pada tahap ini, penulis mempelajari konsep dasar deteksi sinyal, cognitive radio, spectrum sensing dan metode sequential detection melalui beberapa referensi seperti jurnal dan text book. 2. Diskusi dengan Dosen Pembimbing Diskusi dengan Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II dilakukan untuk membantu mendapatkan informasi baru dalam penyelesaian Tugas Akhir. 3. Pemodelan Sinyal, Perancangan Sistem dan Algoritma Pemodelan sinyal dilakukan berdasarkan referensi utama pada Tugas Akhir ini. Setelah melakukan pemodelan sinyal, maka akan dilakukan perancangan sistem yang dikembangkan dalam bentuk algoritma yang sesuai. 4. Simulasi Algoritma dan Analisis Setelah algoritma penelitian tersusun, dilakukan proses simulasi untuk kasus deteksi sinyal. Lalu, hasil keluaran dianalisis untuk mengetahui kebenarannya. 5. Penulisan Laporan dan Jurnal Setelah langkah langkah diatas selesai, maka dilakukan penulisan laporan dan jurnal berdasarkan data data yang dihasilkan. 1.9 Sistematika Penulisan Secara keseluruhan, Tugas Akhir ini dibagi menjadi lima bab bahasan, lampiran dan daftar singkatan yang diperlukan. Penjelasan masing masing bab adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, penilitian terkait, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, asumsi dan batasan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, metodologi penelitian dan sistematikan penulisan Tugas Akhir. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas teori teori dasar yang diperlukan guna melakukan penelitian untuk Tugas Akhir ini. 6
BAB III : PERANCANGAN SISTEM DAN SKENARIO Bab ini memaparkan secara rinci pemodelan sinyal, proses penentuan threshold dan proses deteksi pada kedua metode diikuti dengan skenario untuk membandingkan hasil simulasi. BAB IV : HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini berisikan hasil pengujian dan analisis terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan dengan skenario yang sudah ditetapkan. BAB V : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi penulis untuk penelitian selanjutnya. 7