ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS RISIKO HARGA, RISIKO PENJUALAN DAN RISIKO PENDAPATAN PADA USAHA PEMOTONGAN AYAM NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

PUBLIKASI KINERJA SERETARIAT DAERAH TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber :

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT RESTORAN ORIENTAL FOOD (Kasus Restoran Makisu dan Shanghai Garden di Gedung Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Daging Ayam Ras Pedaging ( Broiler Tabel 6.

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK PLASMA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AYAM GORENG WARALABA DAN NON WARALABA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Transkripsi:

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) SKRIPSI BUDY SANTOSO H34076038 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) SKRIPSI BUDY SANTOSO H34076038 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 2

RINGKASAN BUDY SANTOSO. Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Sentra Usaha Pemotongan Ayam yang terletak di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu tempat pemotongan yang ada di Kota Bogor dengan jumlah kapasitas pemotongan per hari mencapai 13.000 ekor. Dalam menjalankan usahanya dengan melakukan kegiatan pemotongan setiap hari namun pendapatan yang diterima pengusaha berfluktuasi di setiap periode. Hal ini menunjukkan pengusaha masih menghadapi berbagai risiko usaha seperti risiko harga, risiko penjualan, dan risiko pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam, (2) Menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam. Penelitian ini dilaksanakan di Sentra Tempat Pemotongan Ayam (TPA) Kecamatan Tanah Sareal, Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2009 sampai Februari 2010. Responden diambil dengan menggunakan metode sensus. Jumlah responden yang diambil adalah 38 responden dan dibagi ke dalam beberapa skala pemotongan yaitu skala kecil berjumlah 28 orang, skala sedang berjumlah 7 orang, dan skala besar berjumlah 3 orang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, expected value, ragam (variation), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (standard variation), dan nilai batas bawah. Risiko harga yang dihadapi pengusaha pemotongan ayam adalah adanya fluktuasi atau variasi harga baik harga ayam hidup di tingkat peternak maupun harga karkas di tingkat konsumen. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan ayam di peternak yang tak menentu. Harga jual ayam di pasar cenderung menurun saat ketersediaan ayam hidup di peternak meningkat, begitu juga sebaliknya harga jual karkas ayam akan meningkat saat terjadi kelangkaan pasokan ayam hidup dari peternak. Berdasarkan hasil analisa, nilai Coeficient Variation untuk harga input maupun harga output pada skala kecil diperoleh hasil sebesar 0,08 dan 0,03, pada skala sedang nilai Coeficient Variation sebesar 0,13 dan 0,03 dan pada skala besar nilai Coeficient Variation untuk harga input maupun harga output sebesar 0,12 dan 0,02 mendefinisikan bahwa risiko harga paling berpengaruh terhadap usaha pemotongan ayam skala sedang karena nilai Coeficient Variation lebih besar dibandingkan skala usaha lainnya Intensitas pemotongan yang dilakukan pengusaha setiap hari berbeda mulai dari skala kecil sampai skala besar sehingga mempengaruhi tingkat penjualan ayam di setiap periode. Selain itu, fluktuasi penjualan karkas ayam beserta ceker, kepala, ati ampela, jantung, dan usus ayam dipengaruhi juga oleh berat ayam hidup di peternak. Hasil analisa, nilai Coeficient Variation pada skala kecil sebesar 0,32 sedangkan pada skala sedang nilai Coeficient Variation sebesar 0,31. Pada skala besar nilai Coeficient Variation sebesar 0,25 sehingga diantaranya semua skala pemotongan ayam, pengusaha skala kecil mengalami risiko penjualan terbesar 3

karena risiko yang dihadapi pengusaha untuk setiap 1 Kg penjualan akan mengalami risiko sebanyak 0,32 Kg. Perhitungan analisis risiko pendapatan diperoleh dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang ada. Skala kecil cenderung mengeluarkan biaya kecil karena jumlah pemotongannya yang sedikit, dan tidak memiliki tempat pemotongan. Berbeda dengan pengusaha skala sedang dan besar yang melakukan pemotongan dalam jumlah banyak setiap harinya. Pengusaha skala besar dibebankan biaya listrik, biaya air, pemanas serta biaya tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Analisis risiko pendapatan diperoleh hasil bahwa nilai Coeficient Variation pada skala usaha kecil sebesar -0,18. Pada skala usaha sedang nilai Coeficient Variation sebesar -0,26 dan nilai Coeficient Variation pada skala besar sebesar -0,19. Risiko pendapatan terbesar yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah pada skala sedang dikarenakan nilai Coeficient Variation sebesar -0,26 dari nilai return yang diperoleh pengusaha. Artinya untuk setiap Rp. 1 return yang diterima pengusaha akan menghasilkan risiko sebesar Rp. 0,26. Manajemen risiko yang telah dilakukan adalah penggunaan teknologi dalam proses pemotongan ayam, usaha pemotongan dilakukan setiap hari untuk mengetahui fluktuasi harga input serta memperhatikan mekanisme pasar seperti permintaan terhadap daging ayam. Dalam upaya mitigasi risiko, pengusaha pemotongan ayam memiliki usaha lain untuk menambah pendapatannya seperti : membuka Rumah Makan, dan menjadi supplier ayam hidup. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, pengusaha selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang dapat mengancam usaha pemotongan seperti : isu terkait Flu Burung, rencana relokasi tempat pemotongan, serta mengikuti aturan Pemerintah Daerah dengan selalu membayar retribusi pemotongan. Alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan untuk menjaga kelangsungan usaha pemotongan ayam ini adalah dengan menjalin kemitraan dengan peternak untuk menjamin ketersediaan pasokan dan menekan biaya produksi berupa pembelian ayam hidup, menambah kuantitas pemotongan khususnya pengusaha skala kecil untuk meningkatkan pendapatan, mulai merintis pembelian alat-alat pemotongan ayam khususnya untuk pengusaha skala kecil agar dapat memiliki tempat pemotongan ayam sendiri, mengatur manajemen permodalan dalam mensiasati peningkatan permintaan terhadap daging ayam dengan cara menyisihkan sebagian pendapatan yang digunakan untuk membeli ayam hidup pada saat permintaan meningkat. 4

ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN AYAM BROILER (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) BUDY SANTOSO H34076038 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 5

Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) : Budy Santoso : H34076038 Disetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, MS NIP. 19631227 199003 2 001 Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus: 6

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Budy Santoso H34076038 7

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Maret 1986. Penulis adalah anak ke enam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Suparno dan Ibunda Darmini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pondok Rumput I Bogor pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 5 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 2 Bogor. Penulis diterima di Program Studi Diploma Teknologi Perlindungan Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Reguler pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III tahun 2007 dan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. 8

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan judul Analisis Risiko Usaha Pemotongan Ayam Broiler (Kasus pada Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko usaha pada usaha pemotongan ayam. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam. Hasil ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak manajemen usaha pemotongan ayam Kelurahan Kebon Pedes. Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Budy Santoso 9

UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT dan menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Dwi Rachmina, MS. sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan, dengan penuh kesabaran selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. yang telah bersedia menjadi dosen evaluator pada kolokium serta menjadi dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi, dengan segala saran dan kritik yang sangat membantu pada penyusunan skripsi ini. 3. Arif karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan koreksi pada teknik penulisan juga saran kepada penulis. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua Departemen Agribisnis. 5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih, kesabaran yang luar biasa, dan doa yang diberikan. 6. Bapak Sony Listen selaku ketua IWPA, Bapak Saiman selaku sekretaris IWPA, dan Bapak Rustanto selaku bendahara IWPA yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian. 7. Ismi Shaumi Ratna Arum yang telah berkenan menjadi pembahas pada seminar hasil penulis, dengan segala kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini. 8. Yuliastri, Amd. atas dukungan, cinta, semangat, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 9. Hussen, Wilmar, Mugi, Ivo, Lia, Saud, Aa, Benri, Agung, Didit, Dwi, Dana yang tergabung dalam BETA HOUSE, atas segala semangat dan kebersamaannya selama ini. 10. Mahasiswa Ekstensi Angkatan III atas segala kehangatan, canda tawa, dan persahabatan yang indah. 11. Andri, Pandu, Yoga, Edo, Dika, Melissa, Dinda, Pramita, Aniesya, Gita atas segala keceriaan, serta motivasi yang tiada henti. 10

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Budy Santoso 11

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan... 12 1.4 Manfaat... 12 1.5 Ruang Lingkup... 12 II TINJAUAN PUSTAKA... 13 2.1 Kegiatan Subsistem Agribisnis Hilir... 13 2.2 Usaha Pemotongan Ayam... 15 2.3 Studi Terdahulu Mengenai Risiko... 16 III KERANGKA PEMIKIRAN... 20 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 20 3.1.1 Permintaan, Penawaran, dan Penentuan Harga barang... 20 3.1.2 Teori Utilitas... 25 3.1.3 Konsep Dasar Risiko... 25 3.1.4 Sumber Risiko... 28 3.1.5 Sikap Dalam Menghadapi Risiko... 29 3.1.6 Konsep Manajemen Risiko... 31 3.1.7 Ukuran Risiko... 36 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 37 IV METODE PENELITIAN... 39 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39 4.2 Metode Penentuan Responden... 39 4.3 Data dan Instrumentasi... 38 4.4 Metode Pengolahan Data... 40 4.4.1 Analisis Deskriptif... 40 4.4.2 Analisis Risiko... 40 4.4.3 Analisis Keuntungan... 45 4.6 Definisi Operasional... 46 V GAMBARAN UMUM... 47 5.1 Kondisi Umum Kelurahan Kebon Pedes... 47 5.2 Sejarah Berdirinya Usaha Pemotongan Ayam (UPA)... 53 5.3 Organisasi dan Manajemen Usaha... 55 5.4 Kelas dan Kategori Usaha Pemotongan Ayam... 56 5.5 Sumber Daya Usaha di Sentra Usaha Pemotongan Ayam... 57 5.5.1 Sumberdaya Manusia... 57 5.5.2 Aset Usaha... 58 5.5.3 Sumberdaya Finansial... 59 5.6 Pemasaran Ayam Potong... 59 12

VI ANALISIS RISIKO USAHA PEMOTONGAN... 60 6.1 Identifikasi Risiko Harga... 60 6.1.1 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil... 66 6.1.2 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang... 67 6.1.3 Penilaian Risiko Harga Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar... 69 6.2 Identifikasi Risiko Penjualan... 70 6.2.1 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil... 71 6.2.2 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang... 72 6.2.3 Penilaian Risiko Penjualan Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar... 73 6.3 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil... 75 6.3.1 Biaya... 75 6.3.2 Penerimaan... 78 6.3.3 Analisis Keuntungan... 80 6.3.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Kecil... 80 6.4 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang... 83 6.4.1 Biaya... 83 6.4.2 Penerimaan... 86 6.4.3 Analisis Keuntungan... 88 6.4.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Sedang... 88 6.5 Analisis Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar... 90 6.5.1 Biaya... 90 6.5.2 Penerimaan... 92 6.5.3 Analisis Keuntungan... 95 6.5.4 Penilaian Risiko Pendapatan Ayam Usaha Pemotongan Skala Besar... 95 6.6 Perbandingan Nilai Risiko di Usaha Pemotongan Ayam... 96 6.7 Strategi Pengelolaan Risiko Harga di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes... 99 VII KESIMPULAN DAN SARAN... 103 7.1 Kesimpulan... 103 7.2 Saran... 104 DAFTAR PUSTAKA... 105 LAMPIRAN... 107 13

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Protein Ayam, Sapi, dan Kambing... 1 2. Populasi Unggas Indonesia Tahun 2003 2008... 2 3. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003 2009... 4 4. Perkembangan Populasi Daging Ayam Ras Pedaging (ekor) Per Provinsi Tahun 2004-2008... 5 5. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) Per Provinsi Tahun 2004-2008... 5 6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) di Jawa Barat Tahun 2004-2008... 6 7. Jenis Sumber Air Bersih di Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2008... 48 8. Sebaran Tingkatan Pendidikan di Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2008... 49 9. Sebaran Mata Pencaharian di Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2008... 49 10. Sebaran Angkatan Kerja di Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2008... 51 11. Lembaga Keuangan dan Usaha di Kelurahan Kebon Pedes Tahun 2008... 52 12. Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 67 13. Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 69 14. Hasil Penilaian Risiko Harga Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 70 15. Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 72 16. Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 73 17. Hasil Penilaian Risiko Penjualan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 74 14

18. Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 76 19. Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 77 20. Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 79 21. Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 80 22. Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Kecil Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 81 23. Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 84 24. Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 85 25. Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 87 26. Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 88 27. Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Sedang Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 89 28. Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 91 29. Kontribusi Biaya Produksi Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 92 30. Penerimaan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 94 15

31. Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 95 32. Hasil Penilaian Risiko Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Skala Besar Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 96 33. Perbandingan Nilai Risiko Setiap Skala Pemotongan... 98 16

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 10 2. Fluktuasi Penjualan Hasil Pemotongan Ayam Broiler di Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Kejadian (September-Februari 2010)... 10 3. Pola Distribusi Sarana Produksi Ternak dan Produk Ternak... 14 4. Hubungan Antara Varian dan Expected Return... 30 5. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap... 31 6. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko... 32 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional... 38 8. Struktur Organisasi di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes 2009... 56 9. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010)... 61 10. Fluktuasi Harga Output Ayam Broiler di Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Kejadian (September-Februari 2010)... 62 17

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance) Skala Kecil... 108 2. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance) Skala Sedang... 109 3. Perhitungan Nilai Expected Return dan Nilai Ragam (Variance) Skala Besar... 110 4. Kuesioner Penelitian... 111 18

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat cepat. Berdasarkan sensus penduduk pada Tahun 2010 penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwa 2. Hal ini perlu diimbangi dengan ketersediaan pangan yang cukup dan memadai. Pangan yang merupakan kebutuhan hidup manusia adalah segala sesuatu baik itu makanan ataupun minuman yang dikonsumsi oleh manusia. Sektor agribisnis pangan memegang peranan penting dalam hal ini karena hampir semua makanan dan minuman berasal dari sektor ini. Produk dari agribisnis pangan sangat beragam meliputi : ikan, ternak, dan tanaman. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah serta tingginya keanekaragaman hayati menjadi salah satu faktor pendukung dalam pengembangan sektor pertanian terutama subsektor peternakan. Sumbangan subsektor peternakan dalam Produk Domestik Bruto sebesar Rp 34.530,7 milyar atau 1,6 persen pada tahun 2007 dan masih menyumbang 1,6 persen pada tahun 2008 membuktikan bahwa subsektor peternakan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kebutuhan protein penduduk umumnya dipenuhi dari beberapa ternak diantaranya adalah ayam, sapi, kambing dan lain-lain. Kandungan gizi yang terdapat di dalam daging ayam, sapi, kambing yang dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Protein Ayam, Sapi, dan Kambing Jenis Daging Protein ( % ) Air (%) Lemak (%) Abu (%) Ayam 23,40 73,70 1,90 1,00 Sapi 21,50 69,50 8,00 1,20 Kambing 19,50 71,50 7,50 1,50 Sumber: Balai Besar Industri Hasil Pertanian dalam Siregar, 2009 Data tersebut menunjukan bahwa ayam mempunyai protein lebih tinggi dari sapi sebesar 1,9 persen dan 3,9 persen dari daging kambing. Kandungan air pun lebih tinggi dari daging sapi sebesar 4,2 persen dan 2,2 persen dari daging kambing serta mempunyai kandungan lemak dan abu yang lebih sedikit dibanding 2 Kompas.com. Penduduk Indonesia 236,7 Juta Jiwa. http//:www.kompas.com. [3 Maret 2011] 19

sapi dan kambing. Selain itu, kandungan gizi yang dimiliki daging ayam sangat lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Daging ayam tinggi protein, memberikan semua asam amino yang diperlukan tubuh. Kandungan vitamin A, beberapa vitamin B, mineral fosfor juga cukup tinggi, sehingga ideal sebagai sumber gizi yang sehat 3. Dunia perunggasan adalah salah satu subsektor peternakan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Dalam perunggasan modern ayam ras pedaging atau broiler menjadi komoditas utama karena pertumbuhannya yang cepat. Secara umum perkembangan ayam broiler memberikan manfaat yang besar untuk para pelaku usaha peternakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan populasi perunggasan Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan populasi unggas Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Populasi Unggas Indonesia Tahun 2003 2008 Tahun (ekor) Jenis Unggas Laju 2004 2005 2006 2007 2008 (%/Thn) Ayam Ras Pedaging 778.970 811.189 797.527 891.659 1.075.885 8,31 Ayam Buras 276.989 278.954 291.085 272.251 290.803 1,35 Ayam Ras Petelur 93.416 84.790 100.202 111.489 116.479 6,17 Itik 32.573 32.405 32.481 35.867 36.931 0,62 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) * ) Angka Sementara Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi terbesar unggas yaitu ayam ras pedaging dengan laju pertumbuhan dari tahun 2004 sampai 2008 sebesar 8,31 persen per tahun, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2006 menjadi sebesar 797.527 ekor namun pada tahun 2008 populasi meningkat menjadi 1.075.885 ekor. Pergerakan kenaikan populasi unggas terjadi setiap tahunnya, meskipun sempat terjadi penurunan antara tahun 2004 sampai 2005 pada jenis unggas ayam ras petelur dan itik serta pada jenis unggas ayam buras antara tahun 2006 sampai 3 Majalah Nirmala. Daging Ayam Tak Cuma Rendah Lemak! Health woman. 10 Desember 2003.http//:www.family.go.com. [10 Oktober 2009] 20

2007 namun secara keseluruhan untuk semua jenis unggas mengalami kenaikan populasi. Pada tahun 2006 populasi ayam ras pedaging kembali mengalami penurunan karena terjadi kenaikan harga jagung Internasional. Kenaikan harga jagung terjadi karena adanya persaingan kebutuhan jagung untuk bahan bakar nabati dan untuk pakan ternak sedangkan harga MBM (meat bone meal)/tepung tulang naik karena keterbatasan jumlah importir. Kenaikan harga jagung dan MBM terjadi pada pada bulan Januari 2006 sampai bulan Januari 2007 sebesar 130 dolar menjadi 235 dolar dan harga MBM sebesar 350 dolar sampai 370 dolar, kedua bahan tersebut merupakan bahan baku sangat penting untuk pakan ternak karena komposisi bahan pakan terdiri dari 51 persen jagung dan komposisi MBM sekitar 5 persen. Kenaikan harga jagung diikuti oleh kenaikan bea masuk impor sebesar 5 persen yang semakin membebani harga pakan, sehingga biaya produksi pakan naik sekitar Rp 500/kg. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki ayam sebagai bahan konsumsi telah menyebabkan terdapatnya preferensi yang tinggi dari masyarakat terhadap daging potong. Di DKI Jakarta saja, kebutuhan ayam potong mencapai 1,5 juta ekor per hari. Sementara di Tanah Air kebutuhan ayam potong diperkirakan mencapai tiga juta sampai lima juta ekor per hari 4. Komoditas ayam mempunyai prospek pasar yang baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang relatif murah dengan akses yang mudah karena sudah merupakan barang publik dan merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional. Dalam keadaan perekonomian keluarga yang terbatas, sementara agar sehat perlu tetap mengkonsumsi protein hewani, daging ayam menjadi prioritas pilihan yang paling layak sebagai sumber protein hewani bagi keluarga 5. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan masyarakat akan daging ayam semakin meningkat. Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan daging ayam adalah meningkatnya jumlah pendapatan masyarakat sehingga daya beli pun meningkat, dan kesadaran 4 Tim Liputan 6 SCTV. Dusta Pedagang Ayam Potong. http://www.liputan6.com. [2 Mei 2009] 5 Setiawan, Nugraha. 2008. Daging dan Telur Ayam Sumber Protein Murah. nugrahasetiawan.blogspot.com/2008 [12 Mei 2009] 21

masyarakat akan pentingnya gizi protein hewani yang meningkat (Tabel 1). Kebutuhan masyarakat akan daging ayam dapat dilihat dari jumlah konsumsi daging ayam. Jumlah konsumsi daging ayam broiler di Indonesia disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2009 Tahun Jumlah (Ton) Perubahan (%) 2003 1.368.200-2004 1.425.300 4,00 2005 1.573.000 9,39 2006 1.486.100-5,85 2007 1.564.200 4,99 2008 1.447.000-8,01 2009 1.537.600 5,89 Laju pertumbuhan (%/thn) 1,74 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) Berdasarkan Tabel 3, jumlah konsumsi daging ayam broiler terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 1.573.000 ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 9,39 persen dari tahun sebelumnya. Namun terjadi penurunan tingkat konsumsi pada tahun 2006 sebesar 5,85 persen dan meningkat kembali sebesar 4,99 persen dengan jumlah konsumsi 1.564.200 ton. Pada tahun 2009 jumlah konsumsi daging ayam mencapai 1.537.600 atau meningkat 5,89 persen dari tahun sebelumnya sebesar 1.447.000. Secara keseluruhan laju pertumbuhan konsumsi ayam broiler di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2009 adalah sebesar 1,74 persen per tahun. Besarnya jumlah konsumsi tersebut menggambarkan minat masyarakat yang tinggi terhadap daging ayam. Potensi inilah yang harus dikembangkan dengan baik agar agribisnis ayam broiler dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Peternakan ayam adalah salah satu andalan dalam sub sektor peternakan di Indonesia. Peternakan ayam khususnya ayam pedaging mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dalam skala besar maupun skala kecil. Pembangunan peternakan ayam ras pedaging di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan populasinya. Jumlah populasi ayam pedaging di Indonesia untuk setiap provinsi disajikan dalam Tabel 4. 22

Tabel 4. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) Per Provinsi Tahun 2004-2008 Provinsi Populasi (ekor) 2004 2005 2006 2007 2008 Laju (%/Thn) Jawa Barat 328.015.536 352.434.300 343.954.090 377.549.055 417.373.596 6,34 Jawa Timur 162.781.000 142.602.400 119.525.124 148.854.817 140.005.968-2,24 Sumatra Utara 38.045.260 35.568.236 42.763.530 78.152.052 42.891.621 12,84 Jawa Tengah 50.356.308 62.043.412 61.258.115 64.552.829 54.643.212 7,99 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) Berdasarkan Tabel 4, jumlah populasi tertinggi terletak di Sumatera Utara dengan tingkat laju pertumbuhan sebesar 12,84 persen per tahun selama lima tahun dan merupakan provinsi dengan tingkat laju pertumbuhan tertinggi di Indonesia pada tahun 2004 sampai tahun 2008. Populasi yang terus meningkat ini merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik agar usaha peternakan ayam ras pedaging bisa terus berkembang di masa yang akan datang. Budidaya ayam mempunyai banyak kelebihan, salah satunya adalah siklus produksi yang sangat pendek yaitu sekitar 30-40 hari. Siklus produksi yang pendek inilah yang menjadi daya tarik bagi para peternak karena perputaran modalnya yang relatif lebih cepat. Modal yang telah dikeluarkan akan cepat kembali, sehingga keuntungan akan cepat didapatkan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap minat para peternak untuk terus memproduksi ayam pedaging. Jumlah produksi ayam pedaging terus meningkat seiring meningkatnya jumlah konsumsi terhadap daging ayam. Jumlah produksi ayam pedaging setiap provinsi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) Per Provinsi Tahun 2004-2008 Produksi (ton) Provinsi Laju 2004 2005 2006 2007 2008 (%/Thn) Jawa Barat 263.397 259.749 276.195 279.851 335.151 6,51 Jawa Timur 162.781 128.342 143.643 148.855 115.193-9,81 DKI Jakarta 88.089 67.054 83.768 128.480 128.480 13,61 Sumatra Utara 44.688 41.778 39.055 35.098 35.283-5,66 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) 23

Berdasarkan Tabel 5, laju peningkatan produksi ayam pedaging di Jawa Barat periode 2004 sampai 2008 adalah sebesar 6,51 persen per tahun. Jumlah produksi yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju populasi ayam di Jawa Barat sebesar 6,34 persen per tahun (Tabel 4). Laju pertumbuhan tertinggi terdapat di provinsi DKI Jakarta sebesar 13,61 persen per tahun selama periode 2004 sampai 2008. Peningkatan produksi ayam pedaging harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan jumlah pendapatan masyarakat, meningkatnya daya beli, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi protein hewani. Komoditas ayam sudah dikenal secara luas oleh masyarakat. Selain karena mudah ditemui dimana saja, cara pengolahan ayam pun sangat beragam untuk dijadikan berbagai macam makanan. Perkembangan produksi ayam pun dari tahun ke tahun semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ayam. Peningkatan produksi tersebut dapat dilihat dari berkembangnya produksi ayam di setiap kota di Jawa Barat (Tabel 6). Pada Tabel 6. Untuk daerah Kota di Provinsi Jawa Barat, peningkatan produksi daging ayam tertinggi berada di Kota Depok dengan peningkatan produksi dari tahun 2004 sampai pada tahun 2008 sebesar 141,44 persen per tahun. Peningkatan yang sangat tinggi tersebut disebabkan karena terjadi lonjakan produksi daging ayam pada tahun 2008 sebanyak lebih dari enam kali lipat dari tahun sebelumnya. Kondisi sebaliknya terjadi di Kota Tasikmalaya dengan produksi daging ayam mengalami penurunan dengan laju sebesar -12,13 persen. Tabel 6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging (ton) di Jawa Barat Tahun 2004-2008 Produksi (ekor) Kota Laju 2004 2005 2006 2007 2008 (%/Thn) Tasikmalaya 6.285 3.582 3.477 3.387 3.388-12,13 Bekasi 2.601 2.445 2.266 3.225 4.309 15,65 Sukabumi 1.455 1.725 1.786 1.935 2.340 12,84 Depok 1.176 1.205 1.577 1.358 8.777 141,44 Bogor 907 1.831 858 867 1.060 18,14 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 (diolah) 24

Lapangan usaha yang beraneka ragam bisa dikembangkan dari komoditas ayam ini, sehingga menjadikan ayam sebagai usaha di bidang ternak yang memiliki prospek cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi para pelaku usaha. Usaha yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ayam sebagai komoditas utamanya bukan hanya sebatas pada industri hulu atau budidayanya, melainkan juga meliputi berbagai usaha, salah satu contohnya adalah Usaha Pemotongan Ayam (UPA). Usaha Pemotongan Ayam (UPA) menjadi sektor yang penting mengingat produksi daging ayam broiler yang terus meningkat. Selain itu, usaha ini juga dapat sedikit membantu menstabilkan harga daging ayam di pasaran. Keberadaan rumah potong seharusnya bukan hanya dilihat dari sisi entitas bisnis, tetapi juga sebagai stabilisator harga daging ayam atas kemampuannya memproduksi daging ayam beku 6. Kebutuhan masyarakat terhadap komoditas ayam ( khususnya ayam potong ) semakin meningkat dan keinginan konsumen akan daging ayam segar siap olah membuat usaha pemotongan ayam menjadi bagian sentral dalam sistem agribisnis ayam. Saat ini kontribusi rumah potong ayam telah mencapai 15 persen dari total kebutuhan ayam di dalam negeri, atau mengalami kenaikan dari tahuntahun sebelumnya yang hanya 5 persen 7. Namun saat ini keberadaan usaha pemotongan modern masih sedikit dikarenakan peralatan yang digunakan relatif mahal sehingga diperlukan biaya besar. Pertumbuhan rumah potong ayam yang berskala modern sudah ada meski belum pesat dan jumlahnya sekitar 22 rumah potong di Indonesia 8. Usaha pemotongan ayam tidak terlepas dari beberapa kendala yang dihadapi. Kendala tersebut merupakan hambatan yang cukup kompleks dalam menjalankan usaha. Kendala yang dimaksud adalah tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Risiko yang dihadapi dalam usaha pemotongan ini adalah risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan, maupun risiko pendapatan. 6 Supit, Anton. 2009. Rumah Potong Ayam Masih Menjanjikan. www.harianglobal.com/index.php[2 Maret 2011] 7 Hartono. 2009. Rumah Potong Belum Diminati. www.koran-jakarta.com [2 Maret 2011] 8 Loc.cit 25

Pengelolaan usaha pemotongan ayam yang dihadapkan pada risiko tinggi harus disertai dengan pengetahuan pengusaha dalam meminimalkan risiko. Kemampuan mengelola risiko yang baik sangat diperlukan pengusaha untuk meminimalkan risiko, sehingga pengusaha bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal. Manajemen risiko adalah alat bantu bagi pengusaha dalam proses pengambilan keputusan untuk mengurangi atau menghindari risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha pemotongan ayam harus efektif agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Harapannya adalah usaha peternakan ayam ini dapat menjalankan usahanya dengan meraih keuntungan yang tinggi dan terjamin kontiunitas usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu kajian yang menganalisis risiko dan manajemen risiko dalam usaha pemotongan ayam. Kajian ini diperlukan untuk menekan peluang risiko yang terjadi dalam usaha pemotongan ayam. Dengan kajian ini, diharapkan pengusaha pemotongan ayam dapat mengambil keputusan yang tepat dan strategis terkait dengan risiko yang dihadapinya. Harapannya adalah para pengusaha pemotongan ayam dapat menjalankan usahanya dengan lebih baik di masa yang akan datang. 1.2 Perumusan Masalah Sentra Usaha Pemotongan Ayam yang terletak di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu tempat pemotongan yang ada di Kota Bogor dengan jumlah kapasitas pemotongan per hari mencapai 13.000 ekor. Sentra pemotongan di Kelurahan Kebon Pedes memiliki wadah organisasi bernama Ikatan Warga Pemotong Ayam (IWPA). Organisasi ini dibentuk agar pengelolaan pemotongan ayam di Kelurahan Kebon Pedes terkendali dan terkoordinasi dengan baik. IWPA juga berfungsi sebagai wadah untuk mengumpulkan iuran rutin serta tempat silahturahmi tukar pikiran antara sesama pemotong ayam mengenai perkembangan usaha seperti perkembangan fluktuasi harga ayam. Jumlah anggota IWPA sebanyak 38 orang dengan skala usaha pemotongan berbeda mulai dari skala kecil sampai skala besar. Skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah ayam yang dipotong setiap hari. Jumlah pengusaha pemotongan ayam didominasi oleh pengusaha skala kecil sebanyak 28 orang, 26

sedangkan pada skala sedang berjumlah 7 orang. Sementara jumlah pengusaha pemotongan ayam skala besar sebanyak 3 orang. Perbedaan antara pengusaha skala kecil dengan pengusaha skala sedang dan besar adalah pada pengusaha skala kecil yang tidak memiliki tempat pemotongan ayam sendiri, berbeda dengan pengusaha skala sedang dan skala besar yang intensitas pemotongannya besar dan memiliki tempat pemotongan ayam. Dalam menjalankan usahanya dengan melakukan kegiatan pemotongan setiap hari namun tetap terjadi beragam fluktuasi baik itu fluktuasi harga, penjualan, dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha di Sentra Usaha Pemotongan Ayam menghadapi berbagai risiko usaha seperti risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan. Risiko harga yang dihadapi adalah berfluktuatifnya harga input produksi berupa ayam hidup dan harga output berupa karkas ayam siap jual. Harga ayam hidup cenderung naik terutama pada saat sebulan menjelang bulan Ramadhan atau menjelang hari raya Idul Fitri, karena banyaknya peternak musiman yang mengharapkan keuntungan. Pasca Lebaran harga akan kembali turun dan akan kembali meningkat pada saat hari Natal serta Tahun Baru. Selain faktor Hari Raya, fluktuasi harga jual karkas ayam dipengaruhi ketersediaan ayam yang melebihi pasokan (over supply) sehingga ayam beredar di pasar sangat banyak sedangkan daya beli masyarakat menurun. Faktor lain adalah pada bulan Suro penanggalan Jawa dimana masyarakat kebanyakan tidak melakukan aktifitas seperti hajatan dan faktor cuaca yang menyebabkan transportasi ayam terhambat. Fluktuasi harga ayam broiler dan karkas ayam disajikan dalam Gambar 1. Harga ayam broiler dan karkas ayam selalu menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Harga ayam broiler berkisar antara Rp 11.200/kg sampai Rp 18.800/Kg sedangkan untuk harga karkas ayam siap jual berkisar antara Rp 18.000/kg sampai Rp 24.500/Kg selama periode pengamatan dari September 2009 sampai dengan Februari 2010. 27

Rupiah 29500 28000 26500 25000 23500 22000 20500 19000 17500 16000 14500 13000 11500 10000 Ayam Broiler 24500 Karkas Ayam 21200 20800 19700 18800 18000 18500 12200 12500 12000 11200 12700 September Oktober November Desember Januari Februari Periode Gambar 1. Fluktuasi Harga Ayam Broiler dan Karkas Ayam di Sentra Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Periode Pengamatan (September-Februari 2010) Sumber : Ikatan Warga Pemotong Ayam (2010) Fluktuasi penjualan terjadi karena pada Sentra Usaha Pemotongan Ayam banyak terdapat pengusaha pemotongan dengan intensitas pemotongan yang berbeda-beda mulai dari skala kecil hingga skala besar. Keterbatasan modal yang dimiliki pengusaha mempengaruhi penjualan ayam yang dilakukan setiap harinya. Faktor lain adalah berat ayam hidup dari peternak yang berbeda setiap harinya mempengaruhi penjualan pengusaha pemotongan ayam. Fluktuasi penjualan dapat dilihat pada Gambar 2. 24000 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 22.994 10.512 4.207 14.571 16.039 11.580 Skala Kecil Skala Sedang Skala Besar 13.502 14.671 5.769 6.126 4.884 5.333 6.535 2.048 2.012 2.352 2.235 2.915 September Oktober November Desember Januari Februari Periode Gambar 2. Fluktuasi Penjualan Hasil Pemotongan Ayam Broiler di Usaha Pemotongan Ayam Kelurahan Kebon Pedes Selama Kejadian (September-Februari 2010) 28

Intensitas pemotongan setiap skala usaha usaha berbeda-beda setiap periodenya. Intensitas pemotongan terkecil adalah sebesar 2.012 Kg sedangkan intensitas pemotongan terbesar selama periode pengamatan adalah sebesar 22.994 Kg. Adanya fluktuasi penjualan pada setiap skala usaha menyebabkan pengusaha sulit memprediksi penjualan ayam pada periode berikutnya. Risiko harga dan risiko penjualan yang terjadi di Usaha Pemotongan Ayam menyebabkan terjadinya fluktuasi pendapatan pada setiap skala usaha pemotongan dari skala kecil hingga skala besar. Risiko pendapatan terjadi karena adanya fluktuasi harga input dan output pemotongan serta fluktuasi penjualan output itu sendiri sehingga pendapatan yang diperoleh berbeda-beda. Pendapatan diperoleh karena adanya jumlah harga yang terbentuk dengan banyaknya jumlah komoditas ayam yang dijual. Pada prinsipnya ketika pengusaha telah pemotongan setiap hari untuk mengetahui fluktuasi usaha, seharusnya pengusaha bisa memperoleh kepastian pendapatan sehingga pengusaha dapat mengelola risiko agar mendapatkan harga yang baik, penjualan dan pendapatan yang optimal. Pengukuran risiko ditujukan pula untuk merumuskan alternatif manajemen risiko yang bisa diterapkan oleh Sentra Usaha Pemotongan Ayam. Pengembangan usaha pemotongan ayam akan berhasil apabila pengusaha pemotongan mampu mengelola risikonya dengan baik. Pengelolaan harus ditunjang dengan kemampuan manajemen yang baik, mulai dari manajemen produksi, keuangan, sumber daya manusia, sampai kepada manajemen pemasaran. Pengusaha pemotongan sebagai pengambil keputusan bisnis harus memiliki kompetensi yang baik dalam mengelola seluruh bagian perusahaan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana risiko usaha yang terjadi baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam? 2. Bagaimana manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko usaha pada usaha pemotongan ayam? 29

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis risiko usaha baik itu risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan pada usaha pemotongan ayam. 2. Menganalisis manajemen risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh usaha pemotongan ayam. 1.4 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait, seperti : 1 Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemilik usaha pemotongan dalam mengambil suatu keputusan bisnis, sehingga pengambil keputusan dapat mengambil keputusan bisnis yang strategis dan tepat sasaran. 2 Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Harapannya adalah penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan bisa menganalisis lebih dalam lagi berkaitan dengan penulisan ilmiah tentang usaha pemotongan khususnya tentang risiko dalam usaha pemotongan ayam. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko usaha yaitu risiko harga, risiko penjualan, dan risiko pendapatan Usaha Pemotongan Ayam. Pengukuran risiko menggunakan probabilitas, varian, standar deviasi, koefisien varian. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari pengusaha Sentra Usaha Pemotongan selama enam periode dengan ukuran satu bulan sama dengan satu periode mulai dari bulan September 2009 sampai dengan bulan Februari 2010. Data primer berupa analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan harga. 30

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegiatan Subsistem Agribisnis Hilir Subsistem agribisnis hilir adalah kegiatan yang mengelola komoditas primer menjadi produk olahan, baik untuk produk antara (Intermediet Product) maupun untuk produk akhir (Final Product) beserta kegiatan perdagangannya. Subsistem ini termasuk diantaranya Tempat Pemotongan Ayam/Rumah Potong Ayam (TPA/RPA), industri pengolahan daging unggas, industri pengolahan telur beserta industri jasa boga/restoran (Food Service Industry) seperti Fried Chicken, MC Donald s, Wendy s, A&W (Saragih, 2000). Subsistem agribisnis hilir sangat terkait sekali dengan kegiatan perdagangan. Sistem produksi modern terjadi dari breeding farm/perusahaan pembibit (parent stock) yang melakukan budidaya untuk menghasilkan telur siap tetas/hatching Eggs (HE) yang akan didistribusikan ke Hatchery (penetasan ayam) yang akan ditetaskan selama 21 hari menjadi ayam umur sehari/doc yang siap jual maupun dibudidayakan. DOC Final Stock didistribusikan ke peternak oleh perusahaan pembibit, baik pada peternak yang menjalin kemitraan mupun ke peternak mandiri. Industri pakan mendistribusikan pakan ke seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses budidaya, baik ke Breeding Farm yang melakukan budidaya untuk menghasilkan DOC Final Stock maupun ke peternakan mandiri dan kemitraan yang menghasilkan ayam hidup siap panen untuk dijual sebagai produk konsumsi maupun olahan. Pola ini dikatakan sistem produksi modern karena terjadi pada kegiatan yang membutuhkan sarana produksi ternak yang modern juga karena membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dan trampil untuk proses produksinya. Dikatakan modern juga karena kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai modal yang cukup. Pola distribusi sarana produksi dan produk ternak dapat dilihat dalam bagan 9. 9 Sudirman. April 2007. Babak Baru Perunggasan, Restrukturisasi atau Mati!. Trobos:16 31

Breeding Farm Feedmill Hatchery Sistem Produksi Modern Kemitraan Peternak Mandiri RPA Broker Ayam Penampungan Sistem Pasar Tradisional Pengolahan Lanjutan Pasar Modern Pasar Becek/TPA Konsumen Gambar 2. Pola Distribusi Sarana Produksi Ternak dan Produk Ternak Sumber : Sudirman-Biotek dalam Trobos April 2007 Pola pendistribusian produk unggas sebagian besar melalui sistem pasar tradisional yang dijual dalam bentuk daging ayam utuh atau karkas, adapun pola pendistribusian pada sistem pasar tradisional berawal dari hasil panen pada peternakan kemitraan dan peternak mandiri yang didistribusikan pada broker ayam. Biasanya broker mendatangi langsung kandang untuk membeli atau mengambil ayam hidup, setelah itu broker menjualnya ke penampungan di setiap daerah. Dari penampungan ayam didistribusikan ke pasar becek atau pasar-pasar tradisional baik dijual dalam keadaan hidup maupun sudah disembelih lalu dijual ke konsumen akhir, selain langsung ke pasar tradisional atau pasar becek, dan ke 32

pasar hewan. Produk ternak juga didistribusikan ke TPA (Tempat Pemotongan Ayam) untuk dipotong terlebih dahulu baru ke konsumen akhir. Selain pada broker, peternak kemitraan dan peternak mandiri mendistribusikan ayam hidupnya ke rumah potong ayam, kemudian dari rumah potong ayam mendistribusikan ayam dalam bentuk karkas dan ikutannya ke pasar modern seperti supermarket, hypermarket dan swalayan-swalayan lain, selain ke pasar modern yang dijual, daging ayam didistribusikan untuk pengolahan lebih lanjut, pemain pasar modern biasanya adalah perusahaan-perusahaan besar, baik perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dari hulu sampai hilir, maupun perusahaan pengolahan atau jasa perdagangan saja. Pendistribusian dan pemasaran sangat terkait dengan transportasi atau pengangkutan. Adapun tujuan dari pengangkutan adalah untuk memperlancar pemasaran produk agar sampai ke konsumen. Beberapa fungsi pengangkutan adalah jenis alat angkut, volume diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis produk yang akan diangkut. Produk peternakan yang diangkut tanpa memperhatikan fungsi-fungsi tersebut dapat menyebabkan kerusakan, penyusutan produk, bahkan kematian produk khususnya ternak hidup. Proses pengangkutan ayam harus dengan hati-hati, jangan sampai ternak mengalami stres, pengangkutan pada ayam dapat bertahan maksimum dua hari dan lebih dari itu pengangkutan bisa mengakibatkan kematian (Rahardi, 2008). 2.2 Usaha Pemotongan Ayam Di Indonesia banyak pengusaha pemotong ayam yang masih menerapkan cara pemotongan tradisional dengan tempat pemotongan sederhana serta peralatan dan tata cara pemotongan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga produk yang dihasilkan masih jauh dari aspek higienis daging. Sementara perusahaan pemotongan ayam yang menggunakan mesin pemotongan modern masih sangat sedikit. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan daging ayam dipenuhi oleh pemotongan ayam tradisional ini. Usaha pemotongan ayam dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 557/Kpts/TN.529/9/1976, usaha pemotongan menurut jenis kegiatan usahanya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu 33

Kategori I, Kategori II, dan Kategori III. Usaha pemotongan ayam kategori I adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan ayam milik sendiri di rumah pemotongan sendiri. Usaha pemotongan ayam kategori II adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan menjual jasa pemotongan ayam atau melaksanakan pemotongan ayam milik orang lain. Usaha pemotongan kategori III adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan ayam pada rumah pemotongan ayam atau tempat pemotongan ayam milik pihak lain. 2.3 Studi Terdahulu Mengenai Risiko Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian yaitu penelitian dengan topik manajemen risiko. Selain topik, peneliti juga mengkaji analisis risiko dengan melihat alat analisis yang digunakan yaitu dengan menghitung expected return, ragam (variation), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (standard variation), batas bawah pendapatan, statistik deskriptif dan alat analisis lainnya yang berhubungan dengan manajemen risiko. Hal tersebut bertujuan untuk melihat perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini sehingga dapat menunjukkan adanya persamaan, keunggulan dan kelemahan pada penelitian. Solihin (2009) dan Aziz (2009) memiliki persamaan dalam menganalisis risiko di usaha peternakan ayam. Risiko yang diteliti adalah risiko harga dan risiko produksi serta menganalisis manajemen risiko di usaha peternakan ayam. Pada risiko harga permasalahan yang terjadi adalah fluktuasi harga baik harga input berupa Sarana Produksi Ternak maupun harga jual output berupa ayam broiler. Sedangkan pada risiko produksi adalah penyimpangan hasil produksi yang dipengaruhi oleh cuaca dan iklim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi serta berpengaruh juga terhadap efisiensi penggunaan pakan. Alat analisis risiko yang digunakan keduanya adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation), batas bawah pendapatan, dan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko. 34