7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Ikatan akuntan publik Indonesia (IAI) (2011) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: 1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja sejumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. 2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aset (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aset entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan standart akuntansi keuangan di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aset entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aset, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aset dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. 7
8 Menurut Tuanakotta (2007) para akuntan sering menyamakan kecurangan dengan fraud, namun dalam Kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP), menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti: 1. Pasal 362: Pencurian: Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lalin, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum. 2. Pasal 368: Pemerasan dan pengancaman: Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang. 3. Pasal 372: Penggelapan: Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. 4. Pasal 378: Perbuatan curang: Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang. 5. Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit. 6. Pasal 406: Menghancurkan atau merusak barang: Dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai atau
9 menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset sebagaimana dijelaskan dalam Pernyataan Standar Akunting (PSA) No. 70 (SA316). Tiga kondisi tersebut dinamakan dengan segitiga kecuranga (fraud triangle) yang terdiri atas: 1. Insentif/Tekanan : Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. 2. Kesempatan : situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan, 3. Sikap/Rasionalisasi : Adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai etika yang memungkinkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan prilaku yang tidak jujur tersebut. 2.1.2 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai principle (yaitu pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agent (yaitu manajer), untuk melakukan jasa untuk kepentingan principle termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Situasi ini akan memicu munculnya
10 suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan dalam memperoleh informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham sebagai pengguna informasi (user). Rahmawati (2012:97) menyatakan bahwa teori keagenan merupakan suatu cabang dari teori permainan yang mempelajari pendesaianan kontrak berdasarkan motivasi agent secara rasional terhadap kepentingan principle ketika kepentingan agent berlawanan sebaliknya dengan principle. Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah adalah seperti hubungan antara principle dan agent. Masyarakat adalah principle dan pemerintah adalah agent. Principle memberikan wewenang pengaturan kepada agent, dan memberikan sumberdaya kepada agent (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agent memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap principle. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989) Asumsiasumsi dibedakan menjadi tiga jenis, yakni asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara principle dan agent. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
11 Untuk menganstisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak agent, maka principle harus melakukan pengawasan terhadap kinerja agent dengan mengadakan suatu sistem pengendalian yang efektif. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya prilaku menyimpang dari pihak agent. 2.1.3 Pengendalian Internal Istilah pengendalian interen baru resmi digunakan oleh IAI pada tahun 2001. Sebelumnya istilah yang dipakai adalah sebagai berikut : Sistem pengendalian intern, sistem pangawasan intern, dan struktur pengendalian intern. Pengendalian intern itu sendiri mempunyai definisi yang berbeda sesuai dengan istilahnya pada masa itu, namun dalam definisinya kurang lebih tetap sama. IAI (2001:319.2) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Agoes, 2004). Pengendalian internal adalah proses yang dirancang, diimplementasi dan dipelihara oleh TCWG, manajemen dan karyawan lain untuk, memberikan asurans yang memadai tentang tercapainya tujuan entitas mengenai keandalan pelaporan keuangan, efektifitas dan efisiensinya operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan. Istilah pengendalian bermakna satu atau beberapa unsur pengendalian internal. ISA 315 alinea 4c. (Tuanakotta, 2014).
12 Di Indonesia sendiri perkembangan pengendalian intern khususunya pada entitas pemerintah ditandai dengan diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) nomer 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP). Dalam PP SPIP, sistem pengendalian intern didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sedangkan SPIP sendiri adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh dilingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selanjutnya di dalam PP No. 60 tahun 2008 disebutkan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah terdiri dari lima unsur: 1. Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian suatu organisasi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggungjawabnya sehingga meningkatkan efektifitas pengendalian internal. 2. Penilaian resiko, merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan terjadinya situasi yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola resiko yang relevan bagi proses atau kegiatan organisasi. 3. Kegiatan pengendalian, merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penerapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur
13 untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif. 4. Informasi dan komunikasi. Informasi merupakan data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. 5. Pemantauan, merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian internal dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindak lanjuti. Adanya sistem pengendalian internal yang efektif memungkinkan organisasi terhindar dari kecendrungan kecurangan akuntansi yang dapat dilakukan oleh pihak agent. 2.1.4 Aturan Akuntansi Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) aturan didefinisikan sebagai cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) yang telah ditetapkan supaya diturut dan tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Demikian pula dalam suatu organisasi pasti terdapat banyak aturan yang telah ditetapkan salah satunya adalah aturan akuntansi. Sedangkan menurut Jusup (2011) akuntansidapat didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisaan data keuangan suatu entitas. Definisi ini menunjukkan bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-
14 macam kegiatan. Pada entitas pemerintah khususnya terdapat standart akuntansi pemerintah (SAP) yang didalamnya terdapat aturan-aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang harus diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan organisasi pemerintah, berdasarkan pada PP nomer 71 tahun 2010. 2.1.5 Asimetri Informasi Baiman (1982), Chow et.al (1988), Blanchard dan Chow (1983) dan Waller (1988) Dalam Aranta (2013) menyatakan bahwa di beberapa organisasi, bawahan memiliki informasi lebih akurat yang dapat mempengaruhi pengukuran kinerja dibandingkan atasannya. Baiman dan Evans (1982) dalam Aranta (2013) menyarankan agar bawahan yang memiliki informasi pribadi mengenai perusahaan ikut berpartisipasi sesuai dengan sistem pengendalian manajemen dengan menyampaikan atau menyertakan informasi pribadinya untuk dipadukan dengan standar anggaran pemerintahan dalam rangka penetapan kinerja pemerintah. Bentuk-bentuk asimetri informasi, yaitu: 1. Asimetri informasi vertical Yaitu informasi yang mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (atasan). Setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik dengan meminta atau memberi informasi kepada atasan. 2. Asimetri informasi horizontal Yaitu informasi yang mengalir dari orang ke orang dan jabatan yang sama tingkat otoritasnya atau informasi yang bergerak diantara orang-orang dan jabatan-jabatan yang tidak menjadi atasan maupun bawahan satu dengan yang
15 lainnya dan mereka menempati bidang fungsional yang berbeda dalam organisasi tapi dalam level yang sama. 2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan teoritis serta permasalahan yang telah dikemukakan di atas, berikut ini digambarkan rerangka pemikiran dari apa saja yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Rerangkapemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan seperti yang tersaji pada gambar 1 berikut ini:
16 Teori Keagenan Principle (Masyarakat) Agent (Pemerintah) Perbedaan kepentingan antara Agent(pemerintah) dan Principle (Masyarakat) Asimetri Informasi Ketaatan pada Aturan Akuntansi Kecurangan Akuntansi Pengendalian Internal Gambar 1 Rerangka Pemikiran Dari gambar di atas akar dari penelitian ini adalah Agency Theori, menurut teori ini terjadi perbedaan kepentingan antara antara agent dan principle. Dalam hal ini yang menjadi agent adalah pemerintah, sedangkan yang menjadi principle adalah masyarakat. Dalam hal ini pihak agent atau pemerintah memiliki informasi
17 keuangan yang lebih banyak dari pada pihak principle atau masyarakat. Perbedaan informasi inilah yang dinamakan asimetri informasi. Karena perbedaan informasi ini memungkinkan pihak agent atau pemerintah memungkinkan untuk melakukan kecurangan akuntansi. Terutama bila pihak principle atau masyarakat ingin menilai kinerja melalui laporan keuangan. Selain asimetri informasi ada juga faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi yaitu pengendalian internal dan ketaatan pada aturan akuntansi. 2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Hubungan Pengendalian Internal Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Menurut Mulyadi (2006) sistem pengendalian internal meliputi sistem organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sedangkan Saputra, Dharmawan dan Purnamawati (2015) berpendapat bahwa pengendalian yang cukup dan efektif dapat memperkecil celah bagi para pelaku kecurangan untuk melakukan tindakan yang merugikan perusahaan dan menguntungkan mereka sendiri. Semakin efektif pengendalian internal maka semakin dapat dicegah terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi dalam suatu perusahaan. Terdapat banyak cara melakukan suatu kecurangan dari pada memperlengkapi untuk mencegahnya. Suatu kumpulan pengendalian internal yang baik melindungi suatu organisasi terhadap kecenderungan
18 kecuranganakuntansi dan memungkinkan deteksi lebih dini pelanggaran prosedur atau suatu ketidak beresan dalam keuangan yang memungkinkan menunjukkan suatu kecurangan. Kecurangan akuntansi sering terjadi karena adanya kesempatan yang terbuka lebar dalam organisasi. Semakin lebar suatu kesempatan tercipta, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi kecurangan akuntansi. Untuk itu salah satu cara menanggulanginya adalah dengan menciptakan sistem pengendalian internal yang baik dalam organisasi tersebut. Dengan sistem pengendalian internal yang efektif dapat mengurangi bahkan menutupi kesempatan untuk terjadinya kecurangan akuntansi. H1 : Pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi 2.3.2 Hubungan Ketaatan pada Aturan Akuntansi TerhadapKecenderungan Kecurangan Akuntansi Chandra dan Ikhsan (2015) menyatakan Semakin tinggi tingkat ketaatan terhadap penegakan peraturan maka semakin kecil pegawai tersebut untuk berbuat atau melakukan tindakan yang merugikan instansi, sebaliknya jika tingkat ketaatan terhadap peraturan rendah maka pegawai tersebut cenderung mengesampingkan peraturan yang berlaku dan cenderung untuk melakukan tindakan kecurangan. Hal ini juga berlaku pada entitas publik dimana tingkat ketaatan penyusunan laporan akuntansi terhadap aturan atau standar akuntansi yang berlaku, yakni SAP berpengaruh terhadap timbulnya kecurangan akuntansi.
19 Semakin besar tingkat ketaatan penyusunan maka semakin kecil pula timbulnya kecurangan akuntansi dalam entitas tersebut. H2 : Ketatan pada aturan akuntansi berpengaruh negatif terhadapkecenderungan kecurangan akuntansi 2.3.3 Hubungan Asimetri Informasi TerhadapKecenderungan Kecurangan Akuntansi Anthony dan Govindrajan (2001), dalam Zainal (2013), menyatakan bahwa kondisi asimetri informasimuncul dalam teori keagenan (Agency Theory), yaitu principle(pemilik/atasan) memberikanwewenang kepada agent(manajer/bawahan)untuk mengatur perusahaan yang dimilikinya. Pendelegasian wewenang akan menyebabkan manajer sebagai pengelola perusahaan akan lebih mengetahui prospek dan informasi perusahaan sehingga menimbulkan ketidak seimbanganinformasi antara manajer dengan pemilik yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi akan mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principle, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan kecurangan akuntansi. Dalam hal ini yang bertindak sebagai agent adalah pemerintah dan yang bertindak sebagai principle adalah masyarakat. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer.
20 Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya. Perbedaan informasi ini disebut sebagai asymmetric information(putri dan nasir, 2006). Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Zilmy (2013) dan Aranta (2013) membuktikan bahwa asimetri informasi yang terjadi akan berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. H3 : Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi