BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BADAN PUSAT STATISTIK


BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

I. PENDAHULUAN. Menurut Hendrik Budi Untung (2010: 48), mengingat akan begitu besarnya peran

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah maupun nasional serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri 1. Atas dasar kepentingan tersebut di atas, maka adalah sebuah keniscayaan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat membutuhkan dan menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Secara teoritis maupun praktis, faktor investasi dapat dijadikan salah satu instrumen atau faktor utama untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada hubungan yang linier dan berkelanjutan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja bagi masyarakat 2. Sejalan dengan hal tersebut Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan bahwa investasi merupakan kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7% dalam 3 tahun mendatang. Tahun ini, investasi juga menjadi faktor penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi sampai 5,8% 3. Naiknya peringkat investasi Indonesia ke level investment grade zone dengan outlook positif dan stabil yang disematkan oleh sejumlah lembaga pemeringkat 1 Huruf C Konsideran Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 2 Didik J Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, Indeks, Jakarta, 2008, hlm. 12. 3 http://finance.detik.com/read/2015/01/26/103834/2813669/4/ingin-pertumbuhan-ekonomi-tahunini-58-jokowi-kuncinya-investasi

2 internasional seperti The Fitch, Moodys, S&P, merupakan modal bagi kesinambungan pembangunan di masa mendatang. Indonesia kini di mata dunia menjadi destinasi investasi utama di tengah perlambatan ekonomi global sejak tahun 2008 4. Berkat peringkat investasi Indonesia ke level investment grade zone dengan outlook positif dan stabil tersebut realisasi investasi di Indonesia mengalami peningkatan yang menjanjikan. Realisasi investasi pada Januari Juni 2014 adalah sebesar Rp 222,8 T, meningkat 15,6 % dari tahun sebelumnya yaitu Januari-Juni 2013 (Rp 192,8 T), dari investasi sebesar Rp 222,8 Triliun tersebut, jumlah penanaman modal asing adalah sebesar Rp 150,0 Triliun (67,3%) dan penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 72,8 Triliun (32,7%) 5. Sementara penanaman modal asing di Provinsi DIY pada Januari Juni 2014 adalah sebesar US$ 24,97 juta dengan jumlah 33 proyek, sedangkan realisasi penanaman modal dalam negeri adalah sebesar Rp 125,52 Miliar dengan jumlah 5 proyek 6. Meningkatnya realisasi investasi pada Januari Juni 2014 dari realisasi tahun sebelumnya, yaitu Januari-Juni 2013, merupakan sebuah prestasi yang cukup membanggakan, namun apabila melihat potensi ekonomi Indonesia yang sangat besar maka seharusnya peningkatan realisasi investasi tersebut diharapkan dapat lebih signifikani, karena masih banyak sektor usaha yang membutuhkan penanaman modal untuk pengembangannya, salah satunya adalah sektor industri. Sektor industri tidak saja berpotensi memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 4 Firmanzah, Investasi dan Perekonomian Indonesia, Jakarta, 2014, Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, diakses melalui http://setkab.go.id/investasi-dan-perekonomian-indonesia/. 5 Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia, Realisasi Penanaman Modal PMDN- PMA Triwulan II dan Januari-Juni Tahun 2014,hlm. 4. 6 Ibid., hlm. 21.

3 memberikan kontribusi menuju transformasi cultural masyarakat ke arah modernisasi yang menunjang daya saing suatu wilayah 7. Pembangunan bidang industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang harus dilasanakan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga pembangunan bidang industri dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat 8. Kontribusi sembilan sektor lapangan usaha Indonesia menunjukkan bahwa industri manufaktur tetap sebagai the leading sector yang memberikan sumbangan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia 9. Pada tahun 2014 pertumbuhan kumulatif sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) tanpa migas sebesar 5,30% sampai triwulan III tahun 2014 10. Sedangkan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB pada triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 188.155,6 miliar atau sebesar 23,38% 11. Mengingat pentingnya sektor industri manufaktur terhadap PDB Nasional, maka tentunya diperlukan langkah konkret dari pemerintah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi pada sektor industri manufaktur, yakni salah satunya dengan mendorong penanaman modal. Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong pengembangan Industri pengolahan di dalam negeri 12. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bagian integral dari Pemerintah Republik Indonesia, turut berperan serta dan melakukan tindakan proaktif dalam 7 Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 47/08/34/Th.XVI, 4 Agustus 2014, hlm. 1 8 Ibid. 9 Badan Pusat Statistik, Perkembangan Indeks Industri Manufaktur 2012-2014, Badan Pusat Statistik, 2014, Jakarta. Hlm. 11. 10 Ibid. 11 Ibid. hlm. 12. 12 Pasal 31 Undang-undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian

4 upaya mendorong pengembangan industri pengolahan atau industri manufaktur di Provinsi DIY sesuai dengan amanat Pasal 31 Undang-undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian tersebut. Sektor industri manufaktur menjadi salah satu sektor industri yang mampu menggerakkan kegiatan ekonomi sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi industri. Oleh karena itu sektor industri manufaktur sangat berperan sebagai penyumbang dalam peningkatan perekonomian Provinsi DIY. Bahkan menurut Berita Resmi Statistik Provinsi DIY tanggal 5 Agustus 2014, industri manufaktur/pengolahan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam struktur perekonomian Provinsi DIY pada triwulan II 2014, yakni sebesar 14,32%. Nilai tersebut menempati urutan ketiga dalam struktur perekonomian Provinsi DIY pada triwulan II 2014, yakni sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yaitu sebesar 21,44 persen, sektor jasa-jasa sebesar 20,46 persen, sektor industri pengolahan sebesar 14,32 persen, sektor pertanian sebesar 12,15 persen, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar 10,78 persen, sektor konstruksi 10,39 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,47, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 1,36, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,64 13. Demikian pula terkait dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur yang meningkat sebesar 1,72% pada tahun 2012 sehingga sebanyak 300.539 orang terserap dalam sektor industri 13 Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, Berita Resmi Statistik Provinsi DIY No. 48/08/34/Th.XVI, l5 Agustus 2014, hlm. 5.

5 manufaktur/pengolahan 14, jumlah terebut tentunya telah meningkat hingga dengan tahun 2015 ini. Dengan Kontribusinya yang sangat signifikan terhadap struktur perekonomian Provinsi DIY, maka idustri manufaktur seyogyanya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah provinsi DIY demi mempertahankan dan sekaligus meningkatkan kegiatan ekonomi pada sektor usaha tersebut. Penanaman modal sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam pembangunan diharapkan dapat menjadi solusi pembangunan industri manufaktur demi meningkatkan dan mengembangkan kegiatan ekonomi pada sektor industri tersebut. Namun dalam rangka mendorong penanaman modal ke daerah perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien, dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi daerah dan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah perkara mudah, diperlukan komitmen nyata pemerintah daerah untuk dapat menarik investor ke daerahnya. Hasil survei tahunan terhadap perusahaan-perusahaan di 131 negara dari World Economic Forum (2007) yang berpusat di Geneva (Swiss) untuk The Global Competitiveness Report 2007-2008 memperlihatkan permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi pengusaha-pengusaha di Indonesia, infrastruktur yang buruk (dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua, serta keterbatasan akses keuangan berada di peringkat ketiga 15. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan otonomi daerah 14 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) DIY tahun 2015, hlm. 188. 15 Tulus Tambunan, Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing, Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti & Kadin Indonesia, 2008, hlm. 9.

6 yang berdampak pada rumitnya masalah perizinan, padahal perizinan merupakan faktor vital yang menentukan apakah investor bersedia menanamkan modalnya atau tidak. Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak perubahan bagi bangsa Indonesia, perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada sistem penyelanggaraan pemerintah tetapi juga pada perubahan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan daerah 16. Tiga perubahan pokok yang dirasakan oleh daerah adalah: 1. Perubahan kewenangan pengelolaan sumberdaya alam 2. Perubahan kewenangan pengelolaan sumber-sumber keuangan (pajak dan retribusi) 3. Perubahan alokasi anggaran dari pusat ke daerah 17. Ketiga perubahan kewenangan tersebut secara langsung berimplikasi pada rencana pembangunan dan indikator ekonomi makro regional (provinsi) terutama terhadap investasi, kesempatan kerja, laju pertumbuhan ekonomi lokal dan regional, ketimpangan antar daerah (lokal) serta perubahan dalam struktur perekonomian lokal maupun regional 18. Sebagai wujud dari komitmen pemerintah Provinsi DIY untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam memberi pelayanan dan kepastian berusaha bagi investor, maka dibentuklah Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY yang ditetapkan berdasarkan Perda Provinsi DIY Nomor 7 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi 16 Martini Husaeni, Potensi Daerah di Otonomi Daerah; Peluang dan Tantangan Otonomi Daerah, PT. Permata Artistika Kreasi, Jakarta, 2011, hlm. 45. 17 Ibid. 18 Ibid.

7 Pamong Praja, dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Lembaga Teknis Daerah Provinsi DIY sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2010. Hal tersebut menjadikan BKPM Provinsi DIY sebagai garda terdepan dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY. Oleh karena itu, penulis menilai diperlukan sebuah penelitian yang kiranya dapat menjelaskan mengenai peranan BKPM Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, yang diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran kepada pemerintah pusat mengenai pelaksanaan penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, serta sekaligus sebagai bahan pertimbangan bagi BKPM Provinsi DIY dalam menentukan model pelayanan penanaman modal yang tepat demi meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur dalam rangka pembangunan ekonomi Provinsi DIY. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY?

8 2. Apakah kendala yang dihadapi oleh Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal mengenai tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY. b. Untuk Mengetahui kendala yang dihadapi oleh Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan dan penelusuran yang dilakukan oleh Penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum pernah ada

9 penulisan hukum yang mengangkat topik mengenai Peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam Upaya Mendorong Penanaman Modal Pada Sektor Industri Manufaktur di Provinsi DIY. Akan tetapi telah ada beberapa penelitian dengan topik seputar investasi, diantaranya: 1. Tesis yang ditulis oleh mahasiswa S2 Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Anwar (2011), yang berjudul Peran dan Fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah untuk Menarik Investasi Asing di Provinsi Papua Penulisan ini membahas mengenai strategi pemerintah Provinsi Papua untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui peran dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah sebagai lembaga yang menyelenggarakan kegiatan investasi. Pada penulisan hukum ini diambil kesimpulan bahwa Strategi utama BKPMD Provinsi Papua adalah dengan memberikan dukungan penuh kepada dunia usaha dan kerjasama antar daerah, lembaga teknis terkait serta masyarakat, sehingga Peran dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Papua untuk menarik investasi asing telah memberikan hasil yang maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan dan peningkatan investasi asing yang masuk ke Provinsi Papua mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 2. Penulisan Hukum yang ditulis dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Riza Ayu Prihandini (2012), dengan judul Peran Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Penanaman Modal Pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi. Penulisan ini membahas mengenai kewenangan BKPM

10 Pemerintah Provinsi DIY sebagai penyelenggara fungsi kordinasi penanaman modal di Provinsi DIY dalam mendorong penanaman modal pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi UMKMK. Pada penulisan hukum ini diambil kesimpulan bahwa BKPM Pemerintah Provinsi DIY tidak memiliki kewenangan dalam menyentuh urusan yang terkait dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi karena belum adanya peraturan pelaksana yang jelas untuk menjalankan amanat pasal 13 Undang-undang Penanaman Modal yakni pengembangan penanaman modal pada koperasi. Dari beberapa penelitian yang ditemukan oleh penulis, maka penulis beranggapan bahwa penulisan hukum yang dibuat oleh penulis memiliki perbedaan dengan penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. Adapun perbedaan tersebut terletak pada: 1) Lokasi Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis berencana untuk melakukan penelitian di a) Kantor Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Pemerintah Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta, yang beralamat di Jalan Malioboro, Kompleks Kepatihan, Unit 6-7, Danurejen, Yogyakarta. b) Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu BKPPM DIY, yang beralamat di Kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR), Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta. c) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Provinsi DIY, yang beralamat di jl. Kusuma Negara No.9 kota Yogyakarta.

11 2) Isi/Objek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Pemerintah Provinsi DIY sebagai bagian dari Pemerintah Provinsi DIY dalam upaya meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perannya tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis beranggapan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan itikad baik tanpa adanya maksud untuk melakukan tindakan plagiarisme. Apabila terdapat penelitian yang serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat menambah dan memperkaya khasanah penulisan hukum yang bersifat akademis. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi ilmu pengetahuan, bagi pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta menjadi refrensi literatur khususnya dalam hukum penanaman modal, khususnya mengenai peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Daerah dalam upaya meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur.

12 2. Bagi Pemerintah Pusat Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran kepada pemerintah pusat mengenai peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor usaha industri manufaktur di Provinsi DIY. Hasil penelitian hukum ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan yang tepat demi menghindari kendala-kendala dalam pelayanan penanaman modal. 3. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan model pelayanan penanaman modal yang tepat dalam rangka meningkatkan penanaman modal khususnya pada sektor industri manufaktur demi meningkatkan pembangunan ekonomi daerah dan nasional.