TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi-bunyian yang berirama 1. Banyak manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

AGAR ANGGARAN HIBURAN TIDAK KEBABLASAN

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi ini, banyak orang bersaing untuk mendapatkan kehidupan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN CATATAN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN. PRAKATA.. LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK...

ABSTRAK. Penghargaan ini berguna untuk memotivasi mereka menampilkan musik yang terbaik. Dan tolak

PERANCANGAN INTERIOR FAMILY KARAOKE PROPOSAL PENGAJUAN TEMA TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperbanyak suatu barang. 1 Melihat dari Undang-undang Hak Cipta Pemerintah Mengenai hukum pembajakan dan

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CINEPLEX DI KOTA PALANGKARAYA

GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi ini bukanlah sekedar lembaga kursus biasa, tapi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

WEDDING CENTRE DI SURAKARTA

ENTERTAINMENT CENTER DI PURWODADI

AUDITORIUM MUSIK KLASIK DI BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar Gambar 5.1 Skema Site Plan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Daftar Isi. Judul Kata Pengantar. Daftar Foto

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dan kejayaan suatu bangsa tidak terlepas dari peranan generasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepuluh tahun belakangan ini, perkembangan otomotif di tanah air sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. 1 P e n d a h u l u a n

BAB I PENDAHULUAN. Jaman era globalisasi sekarang ini, tingkat kesibukan dalam bekerja semakin

BAB I LATAR BELAKANG. Universitas Kristen Maranatha 1

Kekerasan (loudness) yang cukup Kekerasan menjadi masalah karena ukuran ruang yang besar Energi yang hilang saat perambatan bunyi karena penyerapan da

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.4 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODE PERANCANGAN. data dari sumber literatur hingga survey langsung obyek-obyek komparasi untuk

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota pendidikan dan budaya yang sangat kuat

BAB 1 PENDAHULUAN 3, , ,59. 14,16 Rata-rata ,29 8,85

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pusat Perawatan Hewan Peliharaan

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

BAB 1 PENDAHULUAN. diri seseorang. Musik tidak hanya menyentuh, tetapi meresap dan merasuk jiwa

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL...x

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dan gaya hidupnya dewasa ini semakin berkembang. Hal

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelatihan kebugaran merupakan suatu program yang bertujuan untuk

[ANALISIS JUDGMENT SUBJEKTIF KUALITAS AKUSTIK GEDUNG TEATER TERTUTUP DAGO TEA HOUSE]

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan dewasa ini telah masuk dalam era baru, dimana menonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota

BAB I PENDAHULUAN. seperti halnya perkembangan ekonomi, industri dan pusat-pusat rekreasi dan hiburan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PUSAT SENI PERTUNJUKAN DI BANDUNG

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah


BAB II DATA AWAL PROYEK

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

Transkripsi:

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Fenomena Bioskop Di Indonesia Bioskop adalah pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara). Bioskop itu sendiri mempunyai fungsi sebagai tempat untuk menonton pertunjukan film, dimana di dalam bangunan bioskop ini sendiri hanya mengakomodasi satu jenis aktivitas saja yaitu menonton pertunjukan film. 1 Movie theatre atau bioskop memang tempat yang selalu diminati masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa, sejak jaman dulu hingga sekarang. Selain karena sifatnya yang "universal", bioskop menjelma sebagai satu-satunya tempat hiburan yang membuat melupakan jam tangan selama pertunjukan. Bioskop sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti "gambar hidup". Bioskop klasik pertama di Indonesia sudah ada sejak 1900, tepatnya di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat dengan nama Talbot. Bioskop ini menggelar pertunjukan dengan harga karcis dua Gulden (perak) untuk kelas I dan setengah Gulden untuk kelas II. Pada waktu itu, film yang diputar masih tanpa suara alias film bisu. Pertunjukan film sendiri dilengkapi orkestra sebagai backsound-nya. Era 90-an sebagai awal masa keemasan dan perkembangan bioskop ditandai dengan hadirnya sejumlah bioskop, salah satunya Rivoli. Selama dasawarsa itu tercatat produksi film nasional mencapai 112 judul. Bioskop dengan layar tunggal juga mulai ditinggalkan. Para usahawan mulai mengembangkan bioskopnya menjadi cineplex (bioskop lebih dari satu studio). Cineplex modern ini biasanya ditempatkan di daerah pusat perbelanjaan, dengan restoran atau toko mainan di sekitarnya. Memasuki era 2000, bioskop yang ada mulai membenahi diri dan menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Bioskop-bioskop pun merenovasi gedung mereka dan 1 Sumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1991 1

memasukkan fasilitas tambahan demi kepuasan konsumen. Inilah tempat yang kemudian disebut dengan one stop entertainment theatre. 2 Beberapa tahun lalu, saat VCD bajakan meledak di pasaran dan para penegak hukum tutup mata soal ini, kondisi mayoritas gedung bioskop kolaps dan beberapa mesti "menggulung tikarnya". Saat teknologi piringan cakram berkembang dari VCD ke DVD, derap hukum hak cipta Indonesia masih berjalan di tempat. Dan masih tetap saja membiarkan lapak sampai kios menjual VCD maupun DVD bajakan. Namun dalam panca warsa terakhir ini, bioskop-bioskop mulai menggeliat kembali. Penonton berduyun-duyun memasuki gedung bioskop. Tapi secara nominal tetap saja lebih mahal nonton di bioskop daripada beli DVD bajakan. Ada beberapa faktor lain, tidak hanya masalah murah-mahal, yang membuat orang ingin menonton di bioskop. Lepas dari faktor teknis, bahwa sound yang lebih daripada di rumah, menonton di bioskop adalah masalah kebutuhan pokok manusia akan sosialitas. Bahkan, ada pula yang beralasan karena diajak teman, pacar, sahabat, suami atau istri sekalipun. Selain itu, ada juga yang tidak mau ketinggalan, keinginnya untuk segera menonton film terbaru, mencari suasana baru, refreshing, dan seterusnya. Apapun alasan di atas, para penonton bioskop itu tadi keluar dari rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Meskipun dalam satu gedung bioskop itu tidak saling kenal, namun menonton bersama itu sudah ada interaksi, minimal saling menghargai dengan tidak bersuara keras atau tidak membunyikan ponsel. Akhir-akhir ini muncul budaya baru, yaitu nonton bareng. Nonton bareng ini biasanya muncul dari satu komunitas. Nonton bareng ini adalah budaya yang positif, di tengah-tengah deburan arus individualisme dan semakin terasingnya manusia dengan manusia lain. Lewat nonton bareng, kita memuaikan sisi-sisi kehidupan setiap orang sebagai mahkluk sosial. 3 Maraknya film Indonesia yang beredar di bioskop tanah air juga mulai menjadi fenomena tersendiri. Apalagi dengan terintegrasinya ruang pertunjukan film dengan pusat perbelanjaan terus menjadi hal yang menarik. 2 Sumber dari News West Sumatra.com, Jum at, 20 juli 2007 3 Sumber dari Post Metro Balikpapan, Kamis, 5 Februari 2009 2

Pasalnya, kian hari taraf menonton bioskop seakan menjadi kebutuhan seperti kebutuhan konsumsi barang lainnya. Di sisi lain, mulai banyak pengusaha bioskop yang menampilkan fasilitas layanan yang semakin memanjakan. Sehingga ritual menonton film sudah bergeser dari masa lampau, yang cuma orang datang, beli tiket, dan nonton. Sekarang orang bisa berlama-lama di bioskop, karena disediakan lobby tunggu yang nyaman dan ada pertunjukan musik. 4 1.2 Rumusan masalah Bagaimana merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik ruang yang berkualitas yaitu adanya kekerasan (loudness) yang cukup, difusi bunyi, pengendalian dengung, eleminasi cacat akustik ruang, dan pengendalian bising dan getaran. 1.3 Tujuan Merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik ruang yang berkualitas. 1.4 Sasaran Melakukan studi tentang gedung bioskop Melakukan studi tentang sarana hiburan umum Melakukan studi tentang penataan kota Singaraja Melakukan studi tentang akustik ruang yang berkualitas 1.5 Lingkup Gedung bioskop yang mengacu pada bangunan cinema yang dibatasi pada jenis bioskop Cineplex (bioskop yang terdiri lebih dari satu studio) Sarana hiburan umum dibatasi pada sarana hiburan visual indoor atau dalam ruangan 4 Sumber dari Kapan Lagi.com, Rabu, 12 Maret 2008 3

Penataan kota Singaraja dibatasi pada hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk bangunan tersebut Studi tentang akustik ruang yang berkualitas dibatasi pada kekerasan yang cukup meliputi bentuk desain lantai, dinding, dan plafond. Difusi bunyi dibatasi pada material permukaan pelingkup ruang dalam auditorium bioskop. Pengendalian dengung dibatasi pada perhitungan waktu dengung dalam ruang. Eliminasi cacat akustik ruang meliputi eliminasi gema, gaung, dan pemusatan bunyi. Dan pengendalian bising dan getaran dibatasi pada konstruksi penyerapan bunyi dalam ruang auditorium bisokop 1.6 Metode Pencarian Data Wawancara Ditujukan kepada kantor dinas Bappeda Kabupaten Buleleng, pengelola gedung-gedung bioskop di Singaraja Kuesioner Ditujukan penikmat dan peminat film dan bioskop di Singaraja dan masyarakat Singaraja pada umumnya Observasi Pengamatan langsung ke bioskop 21 di Yogyakarta Studi Pustaka/Literatur Mempelajari buku tentang tipologi bangunan bioskop dan buku tentang akustik lingkungan dan akustik ruang Studi Banding Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Yogyakarta serta dari pustaka/literature 1.7 Metode Menganalisa Data 1. Kuantitatif Temuan-temuan dikombinasikan dengan angka-angka (numerik), contoh dari data jumlah penduduk Kota Singaraja dan laju pertumbuhan penduduk Kota Singaraja untuk mengetahui penambahan kebutuhan fasilitas Kota Singaraja, selanjutnya dirangkum dan diolah dalam bentuk tabel 4

2. Kualitatif Temuan-temuan dikombinasikan secara naratif (menggunakan kata-kata), contoh dari data survey yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk tulisan seperti berdasarkan hasil survey maka diperoleh bahwa pada tahun 1900-an terdapat 3 gedung bioskop di Singaraja, tapi sekarang ketiga bioskop itu sudah ditutup. 1.8 Metode Perancangan Menggunakan konsep perancangan Gedung Bioskop berdasarkan design requirement bangunan bioskop. Mulai dari tampilan fisik bangunan, kebutuhan ruang, pola sirkulasi ruang, kegiatan atau pola aktifitas, pola sirkulasi kegiatan, sistem pencahayaan, sistem penghawaan, utilitas bangunan, dan juga pengolahan ruang luar bangunan. Perancangan akustik pada ruang bioskop akan menjadi fokus utama dimana prinsip-prinsip akustik ruang akan diterapkan pada kekerasan bunyi yang dihasilkan yang cukup meliputi bentuk desain lantai, dinding, dan plafond. Difusi bunyi meliputi pada material permukaan pelingkup ruang dalam auditorium bioskop. Pengendalian dengung meliputi pada perhitungan waktu dengung dalam ruang. Eliminasi cacat akustik ruang meliputi eliminasi gema, gaung, dan pemusatan bunyi. Dan pengendalian bising dan getaran meliputi pada konstruksi penyerapan bunyi dalam ruang studio bioskop 1.9 Sistematika Penulisan Bab I : PENDAHULUAN Mengungkap latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistematika penulisan proyek Gedung Bioskop. Bab II : TINJAUAN GEDUNG BIOSKOP DI KOTA SINGARAJA Mengungkap kota Singaraja dan potensi kota Singaraja secara umum, serta potensi pengembangan sarana atau fasilitas pertunjukan di kota Singaraja pada khususnya. Bab ini juga membahas tentang keberadaan gedung bioskop di Singaraja dan potensinya serta animo masyarakat Singaraja terhadap bioskop di Singaraja. Bab III : TINJAUAN GEDUNG BIOSKOP DAN AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM 5

Mengungkap tinjauan dari gedung bioskop dan akustik ruang pertunjukan film. Bab ini secara terperinci mengungkapkan design requirement dari Gedung Bioskop dan mengungkapkan teori-teori akustik ruang pertunjukan film yang dapat diterapkan pada ruang Gedung Bioskop. Bab IV : ANALISIS MENUJU KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG BIOSKOP Mengungkap analisa menuju konsep perencanaan dan perancangan Gedung Bioskop, yang berisi proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanaan dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site tertentu. Bab V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG BIOSKOP Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural proyek Gedung Bioskop. 6

Skema Pemikiran Menuju Perancangan Latar Belakang Namun dalam panca warsa terakhir ini, bioskop-bioskop mulai menggeliat kembali. Pasalnya, kian hari taraf menonton bioskop seakan menjadi kebutuhan seperti kebutuhan konsumsi barang lainnya. Karena sudah tidak ada lagi fasilitas hiburan bagi para penggemar film di Singaraja, banyak masyarakat di Singaraja harus pergi ke ibukota yaitu Denpasar untuk menyaksikan pertunjukan film di bioskop. Pengumpulan data Wawancara Studi literature Studi banding survey Permasalahan Bagaimana merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik ruang yang berkualitas yaitu adanya kekerasan (loudness) yang cukup, difusi bunyi, pengendalian dengung, eleminasi cacat akustik ruang, dan pengendalian bising dan getaran. Yang harus diperhatikan dalam pemecahan masalah : Akustik, pencahayaan, penghawaan, sirkulasi, layout, ruang dan bangunan. Tujuan Merancang gedung bioskop yang dapat melengkapi sarana hiburan umum dalam penataan kota Singaraja dengan dilengkapi akustik ruang yang berkualitas. Analisa permasalahan dan pemecahan masalah KONSEP TRANSFORMASI DESAIN 7