II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

DISTRIBUSI DAN KEPADATAN SIMPATRIK UNGKO (Hylobates agilis) DAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU, SUMATERA UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

STUDI POPULASI SIAMANG (Simphalangus syndactilus) DI HUTAN LINDUNG REGISTER 25 PEMATANG TANGGANG KABUPATEN TANGGAMUS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

KAJIAN HABITAT, TINGKAH LAKU, DAN POPULASI KALAWET (Hylobates agilis albibarbis) DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH YULIUS DUMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI

II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

IV. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Habitat

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

IV. BAHAN DAN METODE

Cheyne SM, Thompson CJH, Phillips AC, Hill RMC, Limin, SH Density and Population Estimate of Hylobatidaes (Hylobates agilis albibarbis) in The

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

Struktur Kelompok, Daerah Jelajah, dan Jenis Makanan Ungko (Hylobates agilis) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi Universitas Andalas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber:

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

STUDI KELOMPOK SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI REPONG DAMAR PAHMUNGAN PESISIR BARAT

KAJIAN PERILAKU DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI PAKAN DROP IN SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI TAMAN AGRO SATWA DAN WISATA BUMI KEDATON

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus (Napier dan Napier, 1985). Klasifikasi Siamang Kingdom Animalia Filum Chordata Kelas Mammalia Ordo Famili Primates Hylobatidae Genus Hylobates Spesies Hylobates syndactylus Gloger 1841 Nama lokal Siamang Siamang yang hidup di Sumatera adalah H.syndactylus syndactylus yang berbeda dengan siamang yang hidup di Malaysia (Semenanjung Malaya) yakni H.syndactylus continensis (Gittins dan Raemaerkers, 1980). B. Morfologi Siamang memiliki ukuran fisik yang paling besar diantara jenis Hylobatidae lainnya. Siamang dapat dikenali melalui warna rambutnya yang hitam pekat dengan warna sedikit keabu-abuan diantara dagu dan mulut mereka. Selain itu

10 siamang juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding Hylobatidae lain yaitu terdapatnya kantung suara (gular sacs) yang dapat membesar ketika mereka melakukan panggilan suara (Ankel-Simon, 2000). Siamang dapat tumbuh hingga mencapai ukuran lebih dari 1 meter ketika mereka dewasa dan bobot tubuh siamang jauh lebih berat dari pada ungko dengan berat rata-rata mencapai 10-15 kg (Palombit, 1997). Siamang merupakan anggota keluarga Hylobatidae yang paling besar. Panjang rentang tangan mencapai 1,5 m dengan panjang badan berkisar antara 800-900 mm. Berat tubuh rata-rata siamang dewasa sekitar 11,2 kg. Rambut siamang berwarna hitam pekat baik jantan maupun betina, kecuali rambut dimuka yang berwarna kecoklatan (Supriatna dan Wahyono, 2000). Siamang mempunyai kantong suara yang dapat membesar, dengan warna kelabu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Individu jantan dibedakan dari individu betina melalui rambut skrotal yang menjuntai diantara kedua paha dari individu jantan sedangkan pada betina tidak. Betina relatif lebih kecil dari jantan, beratnya kurang lebih 92% dari berat jantan (Fedigan, 1992 dalam Baren, 2002). C. Komposisi kelompok Keluarga Hylobatide hidup berkelompok dalam kelompok sosial monogami. Satu kelompok Hylobatide berisi sepasang jantan-betina dewasa dengan anaknya. Satu kelompok ini dapat terdiri dari 3-5 individu. Pasangan Hylobates secara umum melahirkan anak dengan selang waktu 2-3 tahun sekali. Tingkat kelas umur dapat

11 dibagi berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, yaitu sebagai berikut (Gittins dan Raemaerkers, 1980): 1. Bayi (infant) Individu siamang yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu yang baru dilahirkan hingga umur 2 tahun, dengan ukuran badan yang sangat kecil. Bayi siamang belum bisa beraktivitas dan selalu dalam gendongan induk betinanya pada tahun pertama. Induk jantannya selanjutnya akan mengambil alih pengasuhan bayi pada tahun kedua (paternal care). 2. Juvenile I (anak-anak) Adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4 tahun. Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi. Telah bisa beraktivitas sendiri, namun cenderung lebih dekat dengan induknya. 3. Juvenil II (remaja besar) Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-individu yang berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran badannya sedang dan sering melakukan aktivitas sendiri namun tidak dalam jarak yang sangat jauh dari kelompoknya. 4. Sub-adult (pra-dewasa) Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari kelompoknya, namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya, belum matang secara seksual dan badannya hampir sama dengan ukuran badan individu dewasa.

12 5. Adult (dewasa) Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari kelompoknya. Ukuran badan telah maksimal. Jantan dan betina hampir dewasa atau mencapai dewasa kelamin akan meninggalkan kelompoknya dan hidup sendiri dengan pasangannya sebagai keluarga baru (Duma, 2007). Ukuran kelompok dengan jumlah lebih dari 4 jarang ditemukan. Adanya kelompok berjumlah 5 individu biasanya disebabkan anak umur dewasa belum keluar dari kelompok induknya untuk membentuk kelompok baru (Sultan, 2009). D. Populasi Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Alikodra, 1990). Menurut Alikodra (1990), populasi satwa liar berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti keadaan fluktuasi lingkungannya. Fluktuasi populasi satwa liar dipengaruhi oleh beberapa parameter populasi seperti angka kelahiran, angka kematian, kepadatan populasi, struktur umur dan struktur kelamin. Populasi suatu jenis dapat berubah karena beberapa faktor, yaitu keadaan lingkungan hidup satwa, kedaan sifat hidup satwa (natalitas, mortalitas, survival) dan pergerakan satwa itu sendiri (Wiersum, 1973 dalam Alikodra, 2002). Kepadatan populasi merupakan ukuran populai yang dinyatakan sebagai jumlah atau biomasa per satuan luas atau per satuan volume (Suin, 2003). Harianto

13 (1988), menyebutkan, kepadatan populasi tergantung kepada tipe habitat, bentuk sosial kelompok, daerah jelajah dan teritorialnya. Iskandar (2007), menjelaskan, penyebaran Hylobates tergantung pada kualitas habitatnya. Kualitas habitat yang semakin baik, semakin banyak pula jumlah kelompok yang ada di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka jarak antar kelompok semakin berdekatan dan angka kepadatannya juga semakin tinggi. E. Perilaku Aktivitas harian pada satwaliar adalah refleksi fisiologis terhadap lingkungan sekitarnya. Hylobates umumnya melakukan aktivitas harian di tajuk- tajuk pohon (arboreal) yaitu dimulai dari meninggalkan pohon tidur hingga masuk ke pohon tidur selanjutnya (Chivers, 1978). Chivers (1980) dalam Duma (2001) menyebutkan, Hylobates mulai beraktivitas sebelum matahari terbit dan mengakhirinya pada sore hari untuk beristirahat lebih awal dari jenis primata diurnal lainnya. Waktu aktivitas hariannya kurang lebih berlangsung 9,5 jam, dari pukul 06.19 hingga 15.43. Aktivitas yang dilakukan antara lain bersuara, berpindah, makan, bermain dan istirahat. Aktivitas harian kelompok Hylobates diawali dengan bersuara, hal ini dilakukan untuk menunjukkan teritorial dan pengaturan ruang antar kelompok. Aktivitas bersuara dilakukan sebagai pengaturan ruang dengan alasan suara keras dilakukan agar terdengar oleh kelompok lain sebagai komunikasi antar kelompok kemudian saling bersautan dan jarang terjadinya kontak langsung antar kelompok (Bates, 1970). Gittins dan Raemaerkers (1980), menyebutkan aktivitas bersuara Hylobates dilakukan selama ± 15 menit yang terdengar hingga 1 km. Pada Hylobates jantan hampir

14 dewasa kegiatan bersuara juga dilakukan untuk menarik lawan jenis. Aktivitas bersuara biasanya dilakukan di pohon sumber pakan atau yang berdekatan. Makan merupakan aktivitas yang dilakukan setelah bersuara. Hylobates dapat melakukan kegiatan makan pada satu pohon yang sama selama 2-3 hari berturutturut. Pada saat itu, satwa jenis ini melakukan perpindahan dan biasanya tidur di sekitar atau di dekat pohon pakan. Lama aktivitas makan tergantung pada jenis dan kelimpahan jenis pakan. Hylobates makan dengan cara memetik satu per satu buah atau daun muda yang dimakan (Rinaldi, 1992). Secara umum, jenis-jenis Hylobatidae (Hylobates syndactylus, Hylobates agilis, Hylobates moloch, Hylobates klosii, Hylobates lar, dll) memiliki perilaku yang sama. Iskandar (2007), menyatakan perilaku yang dilakukan siamang yaitu makan, sosial, lokomosi agresi dan istirahat. Secara umum jenis-jenis Hylobatidae memiliki perilaku yang sama. Hasil penelitian Iskandar (2007) perilaku yang dilakukan yaitu makan, sosial, lokomosi agresi dan istirahat. Owa jawa paling banyak melaksanakan aktifitas istirahat dan makan. Hampir sama dengan hasil penelitian Duma (2007) pada klawet, aktivitasnya lebih banyak makan dan istirahat. Lebih jauh menjelaskan, klawet memulai aktivitas harian antara pukul 04.50-07.10 WIB yaitu vokalisasi (duet call). Setelah itu mulai meninggalkan pohon tidur untuk berpindah, makan dan istirahat. Setelah pukul 16.00 WIB, klawet sudah beristirahat penuh.

15 F. Penyebaran dan habitat Habitat adalah suatu kawasan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar populasi, yaitu tempat berlindung, pakan dan air (Alikodra, 2002). Siamang dapat hidup di hutan primer, hutan hujan dataran rendah, hutan sekunder dan hutan rawa (Supriatna dan Wahyono, 2000). Menurut Curtin & Chivers (1979) dalam Bangun (2009), satwa ini dapat beradaptasi terhadap beberapa perubahan lingkungan habitat. Hutan primer memiliki peranan penting sebagai habitat jenis Hylobatidae karena kondisinya lebih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Siamang jarang sekali turun ke lantai hutan dan pergerakannya berayun dari pohon ke pohon lain (brakhiasi) sehingga habitat dengan vegetasi yang memiliki tajuk kontinyu antar pohon memiliki peranan penting (Sultan, 2009). Kebutuhan air siamang dipenuhi dari buah-buahan yang dimakan, dari sisa-sisa air hujan yang ada di daun dan kulit pohon serta terkadang meminum langsung dari mata air (Napier dan Napier, 1976). Hylobatidae dapat ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara. Ada lima jenis Hylobates yang tersebar di Indonesia yaitu H. agilis, H. lar, H. klosii, H. moloch dan H. muelleri. Ada 2 spesies Hylobates yang hidup simpatrik dengan siamang yaitu H. agilis dan H. lar. H. agilis simpatrik di Pulau Sumatera dari Danau Toba ke selatan hingga Lampung dan di Semenanjung Malaysia di utara Sungai Muda. H. lar simpatrik dengan siamang di Pulau Sumatera bagian utara tepatnya di utara Danau Toba dan di Malaysia tepatnya di selatan Sungai Muda. Daerah jelajah primata merupakan area habitat yang digunakan untuk melakukan aktivitas hidup suatu kelompok satwa primata. Siamang memiliki luas daerah

16 jelajah yaitu 31 ha (Chievers, 2001). Daerah jelajah dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada ketersediaan sumber pakan, air, perubahan iklim, persaingan antar kelompok dan beberapa masalah perubahan habitat (Rowe, 1996 dalam Duma, 2007). Berdasarkan penelitian Iskandar (2007) luas daerah jelajah siamang memiliki perbedaan anatara habitat hutan primer dan hutan sekunder. Selain itu, juga terjadi perbedaan luas pada saat musim hujan dan musim kemarau. Iskandar (2007) menyebutkan luas daerah jelajah pada musim hujan lebih sempit daripada saat musim kemarau. Pada hutan primer, luas daerah siamang saat musim hujan 16,58 ha, sementara pada musim kemarau 18,91 ha. Berbeda dengan klawet, hasil penelitian Duma (2007) menunjukan luas daerah jelajah klawet sebesar 29,5 ha dengan teritori diperkirakan seluas 23,6-26,6 ha. G. Persaingan Hylobates adalah spesialis buah masak yang menggunakan buah ficus sebagai sumber utama (Chivers, 2001). Asumsi bahwa siamang adalah folivorous benar, namun gagasan bahwa siamang bergantung pada buah ficus ke tingkat yang sama seperti Hylobatidae lain juga ditunjukan dalam berbagai penelitian (Palombit, 1997). Chivers (1980), mengusulkan bahwa siamang lebih akurat digambarkan sebagai ''pencari ficus,'' pemikiran ini didukung juga oleh Palombit (1997). Chivers (1980), menunjukan Hylobates sebagai spesialis buah lunak, namun Palombit (1997), menemukan bahwa owa bertubuh kecil (H. lar and H. albibarbis) menekankan buah ficus pada tingkat yang sama seperti siamang. Dua spesies menempati relung ekologi yang sama dalam satu wilayah, akan menjadi sangat kompetitif (Brown et al., 1986). Spesies Hylobatidae bertubuh

17 kecil memiliki distribusi yang lebih luas (dari Cina hingga Jawa) dari siamang dan memungkin hidup dalam tempat yang sama (simpatrik) atau berbeda (allopatrik) dengan siamang (Geissmann, 1995). Jenis-jenis Hylobatidae bertubuh kecil umumnya allopatric dalam distribusinya, tersebar di Thailand, Malaysia, dan Kalimantan (Gittins, 1978). Berbeda dengan siamang yang tumpang tindih dengan spesies Hylobatidae lain (H. lar atau H. agilis) di seluruh rentang mereka (Geissmann, 1995). Oleh karena itu, siamang selalu menghadapi kompetisi intraspesifik dan persaingan dalam memperoleh sumberdaya sangat tinggi (O'Brien et al., 2004). Ukuran tubuh besar siamang menjadi peran kunci sehingga memungkinkannya hidup bersama dengan jenis yang ukurannya lebih kecil (Raemaekers, 1984). Elder (2009), berasumsi bahwa siamang mengkonsumsi lebih banyak daun untuk mengurangi persaingan langsung dengan Hylobatidae lain saat mereka hidup simpatrik.