BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kebutuhan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan kulit. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Pencernaan Pada Ternak Ruminansia

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

Pokok Bahasan: Metabolisme protein ; Bentuk2 nitrogen di dalam rumen, usus halus dan feses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al., 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan ransum harian dan mampu menyumbang kebutuhan serat (NDF) yang sangat penting bagi stabilitas ekosistem rumen (Tafaj et al., 2007). Kondisi ini lebih sulit dicapai dengan pemberian pakan secara konvensional dimana pakan sumber serat (roughage) dan pakan konsentrat diberikan secara terpisah. Dalam perkembangannya, teknik TMR juga semakin banyak digunakan pada industri penggemukan ternak potong (feedlot) untuk memaksimalkan pertambahan bobot tubuh menjelang dipasarkan (Ginting, 2009). 2.2. Protein By Pass Komponen yang dibutuhkan oleh ternak dari protein adalah asam amino. Ternak ruminansia memperoleh sebagian asam amino berasal dari protein mikroba rumen dan sebagian lagi dari protein ransum yang lolos dari degradasi rumen (Nusi et al., 2011). Ternak dapat mengalami kekurangan asam amino jika kandungan protein kasar pada ransum rendah dan kandungan protein ransum memiliki degradabilitas yang tinggi. Kekurangan asam amino ini dapat dipenuhi melalui suplementasi dengan bahan pakan yang mempunyai tingkat degradasi

18 yang rendah di dalam rumen. Protein yang lolos degradasi dalam rumen (by-pass protein) akan dicerna dan diserap di usus halus sebagai asam amino. By-pass protein penting bagi ternak ruminansia karena besarnya persentase protein yang didegradasi dalam rumen diserap sebagai amonia (Tanuwiria et al., 2005). Konsentrasi amonia yang tinggi dalam rumen akan diekskresikan melalui urin sebagai urea. Pada domba yang sedang berproduksi kondisi ini merupakan pemanfaatan protein yang tidak efisien, sehingga meningkatkan jumlah protein lolos degradasi akan lebih efisien (Mathis, 2003) Protein asal pakan pada prinsipnya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian atas dasar degradasinya di dalam rumen, yaitu protein yang terdegradasi dalam rumen atau rumen degraded protein (RDP) dan protein yang tidak terdegradasi dalam rumen atau rumen undegraded protein (RUDP) (Prawirokusumo, 1994). Tingkat degradasi protein adalah fungsi tingkat proteolisis dan deaminasi oleh mikrobia rumen untuk protein tertentu dan tingkat laju pakan dalam rumen (Parakkasi, 1995). Protein yang terdegradasi di dalam rumen akan menjadi asam amino, peptida, dan amonia (Owens dan Zinn, 1988). Protein yang tidak didegradasi, bersama protein mikrobia dan protein endogen akan mengalir ke abomasum dan intestinum (McDonald et al., 1996). Sebagian atau seluruhnya akan tercerna di usus halus dan terjadi absorbsi sebagai asam amino (Prawirokusumo, 1994). Protein yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi di dalam rumen atau sering juga disebut by pass protein merupakan suatu pakan sumber protein yang terkandung di dalam pakan dan tidak mengalami proses fermentasi atau

19 proteolisis pada rumen (Prawirokusumo, 1994). Akibatnya langsung mengalami pencernaan enzimatis di abomasum dan intestinum, kemudian pakan yang tidak dicerna akan mengalami fermentasi di usus besar dan akhirnya akan diekskresikan lewat feses (Orskov, 1994). Ternak pada masa pertumbuhan cepat, kebutuhan protein tidak tercukupi bila mengandalkan protein mikrobia saja, sehingga protein yang tidak didegradasi dalam rumen menjadi penting (Kempton et al., 1978). 2.3. Jerami Jagung Amoniasi Jerami jagung merupakan limbah yang digunakan setelah jagung dipanen yang berupa batang dan daun. Jerami jagung sudah banyak digunakan sebagai pakan ternak terutama sebagai pengganti sumber serat atau mengganti 50% dari rumput dan hijauan. Jerami jagung memiliki kecernaan dan kadar protein yang rendah. Jerami jagung merupakan bahan pakan yang memiliki kualitas rendah dan tidak mencukupi untuk kebutuhan ternak. Sehingga harus diberi pakan tambahan (suplemen). Jerami jagung sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Pengolahan jerami jagung bertujuan untuk meningkatkan kualitas jerami dan masa simpan. Pakan serat seperti jerami jagung dapat ditingkatkan kualitasnya dengan perlakuan alkali, baik itu dengan menggunakan NaOH, Ca(OH) 2, ataupun gas NH 3 (amoniasi). Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea yang bersifat alkalis sehingga dapat melarutkan hemiselulosa dan meningkatkan kecernaan (Djajanegara et al., 1996). Perlakuan alkali dapat mendelignifikasi dengan cara memutus ikatan ester antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa serta pembengkakan selulosa, sehingga

20 menurunkan kristanilitas dan membengkakkan serat (Prasetyo, 2009). Teknologi pengolahan pakan amoniasi dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai kecernaan dan meningkatkan kadar protein kasar (Wardhani dan Musofie, 1991). Penambahan amonia yang optimal pada proses amoniasi berkisar 3-5%. Kadar amonia 4% dalam proses amoniasi setara dengan urea 7% (Prastyawan et al., 2012). 2.4. Kecernaan In Vitro Kecernaan merupakan banyaknya nutrien yang dicerna dan diserap tubuh ternak yang tidak diekskresikan dalam bentuk feses. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara in vivo, in vitro, dan in sacco. Teknik kecernaan in vitro adalah teknik penentuan kecernaan yang dilakukan secara biologis di laboratorium dengan meniru proses pencernaan yang terjadi di dalam tubuh ternak ruminansia (Van Soest, 1994). Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan penyangga, suhu fermentasi, derajat keasaman, sumber inokulum, periode fermentasi, mengakhiri fermentasi dan prosedur analisis. Peningkatan jumlah mikroorganisme rumen akan menyebabkan peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam mencerna bahan pakan (Anggorodi, 1995). Populasi mikroorganisme yang lebih banyak dan jenis mikoorganisme rumen yang lengkap akan meningkatkan kecernaan substrat terutama serat (Tampoebolon, 1997).

21 2.4.1. Kecernaan Bahan Kering Kecernaan bahan kering merupakan banyaknya bahan organik dan bahan anorganik dalam pakan yang dapat dicerna oleh tubuh (Arora, 1995). Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010). Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering antara lain kandungan serat kasar dan protein kasar pakan, perlakuan terhadap bahan pakan, faktor spesies ternak dan jumlah pakan (Tilman et al., 1998). Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pencampuran pakan, bentuk fisik dari pakan, pengaruh dari perbandingan dengan zat lainnya dari bahan pakan, cairan rumen dan inokulum, ph kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Bayu, 2004). 2.4.2. Kecernaan Bahan Organik Kecernaan bahan organik merupakan banyaknya nutrien dalam pakan yang meliputi protein, karbohidrat, dan lemak yang dapat dicerna oleh tubuh (Arora, 1995). Kecernaan bahan organik pada bahan pakan dipengaruhi oleh bahan pakan, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob. Kecernaan bahan organik ini sejalan dengan kecernaan bahan kering, ini disebabkan karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering (Andayani, 2010). Semakin tinggi kecernaan bahan kering, semakin meningkat kecernaan bahan organik, dan semakin tinggi nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk memenuhi kebutuhan (Muhtarudin dan Liman, 2006).

22 Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah spesies ternak, umur ternak, perlakuan pakan, kadar serat kasar dan lignin, pengaruh asosiasi pakan, defisiensi nutrisi, komposisi pakan, bentuk fisik pakan, level pakan, frekuensi pemberian pakan dan minum, umur tanaman serta lama tinggal dalam rumen (Van Soest, 1994). Jumlah residu bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) merupakan refleksi dari pakan yang tidak tercerna di dalam rumen, semakin rendah jumlah residu BK dan BO menunjukkan semakin tinggi jumlah pakan yang didegradasi di dalam rumen (Makkar et al., 1995). Nilai rata-rata kecernaan bahan organik pada TMR adalah 67,79% (Pujowati, 2012). 2.5. Volatile Fatty Acids (VFA) Volatile Fatty Acids adalah asam lemak yang mudah menguap dan merupakan sumber energi bagi ruminansia. Volatile Fatty Acids merupakan hasil akhir dari pencernaan karbohidrat dalam rumen (Parakkasi, 1995). Karbohidrat yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proses degradasi oleh mikroba rumen menjadi glukosa dan kemudian glukosa tersebut diubah menjadi piruvat melalui lintasan glikolitik Embden Meyerhof (Russen dan Hesfel, 1981). Piruvat selanjutnya akan diubah oleh mikroorganisme intraseluler menjadi asam lemak terbang yang terdiri dari asam asetat, propionat, butirat, (Sutardi, 1997). Asam lemak terbang atau VFA rumen merupakan sumber energi utama dan karbon untuk pertumbuhan ternak. Sebanyak 70 80% kebutuhan energi ternak ruminansia dipenuhi oleh produksi VFA rumen. Energi digunakan oleh ternak untuk hidup pokok dan produksi. Jumlah produksi VFA yang baik untuk

23 memenuhi sintesis mikroba rumen yaitu sekitar 80 160 mm (Sutardi et al., 1983). Produk fermentasi yang berupa VFA di dalam rumen diserap melalui epitel rumen lalu masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Sebagian mikroba yang tumbuh dalam rumen bersama digesta akan bergerak (passage) ke abomasum untuk selanjutnya mengalami pencernaan enzimatis dan penyerapan. Komponen asam lemak terbang rumen adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat dan asam-asam lemak rantai cabang yaitu isobutirat, 2-metil butirat, dan isovalerat. Asam-asam lemak rantai cabang berasal dari katabolisme protein. Adanya pergerakan dan kontraksi dinding rumen sangat berperan untuk mendukung proses metabolisme VFA. Pergerakan dan kontraksi rumen membantu proses pengadukan digesta dan inokulasi mikroorganisme ke dalam partikel pakan dan pergerakan digesta ke abomasum (Erwanto, 1995). Konsentrasi VFA dalam cairan rumen sangat dipengaruhi oleh fermentabilitas, jenis dan kualitas ransum yang difermentasi oleh mikroba rumen (Tillman et al., 1998). jumlah VFA rumen juga dipengaruhi oleh jumlah NH 3 dalam cairan rumen. NH 3 digunakan oleh mikroba sebagai zat untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai yang disampaikan Arora (1995), bahwa amonia dapat digunakan untuk membangun sel mikroba. 2.6. Amonia (NH 3 ) Amonia dalam rumen merupakan indikator antara proses degradasi dan sintesis protein oleh mikroba rumen. Protein pakan dalam rumen akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia, karbondioksida, dan VFA. Menurut Sutardi

24 (1980) protein ransum akan dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba menjadi oligopeptida dan kemudian menjadi asam amino, asam keto alfa dan NH 3. Amonia pada ruminansia berasal dari 2 sumber yaitu dari degradasi protein dan NPN. Jika pakan defisien protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (Mc Donald et al., 1996). Amonia merupakan sumber nitrogen (N) utama untuk sintesis protein mikroba. Mikroba merupakan penyumbang protein terbesar bagi ternak ruminansia, oleh karena itu konsentrasi amonia dalam rumen perlu diperhatikan. Sebanyak 82% mikroba memanfaatkan NH 3 sebagai sumber nitrogen untuk membentuk protein mikrobial (Arora, 1995). Schaefer et al., (1980) menyatakan bahwa mayoritas bakteri rumen dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogennya dan bakteri rumen adalah pengguna amonia yang paling efisien. Kadar NH 3 yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal adalah 3,57 7,14 mm (Sutardi et al., 1983). Konsentrasi NH 3 yang melebihi 7,14 mm menyebabkan pengaruh buruk terhadap tampilan produksi ternak dan efisiensi penggunaan nitrogen. Konsentrasi amonia rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sumber nitrogen, kelarutan dan degradabilitas protein, sumber energi, dan absorbsi amonia (Tillman et al., 1998).