1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
1 Universitas Indonesia

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Husni Umakhir Gitardiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kenyataannya, anak ada yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam pendidikan khusus. (Heward & Orlansky, 1992). Anak berkebutuhan khusus juga disebut anak dengan ketunaan. Anak yang mengalami ketunaan memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikisnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dalam kehidupannya. Jenis gangguan atau ketunaan yang ada pada anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah gangguan fisik (tunadaksa), gangguan emosional atau perilaku, gangguan penglihatan (tunanetra), gangguan komunikasi (tunawicara), gangguan pendengaran (tunarungu), kesulitan belajar (tunalaras), dan keterbelakangan mental (tunagrahita). Selain itu, terdapat beberapa anak yang mengalami lebih dari satu gangguan atau ketunaan. Mereka dikenal sebagai anak tunaganda. Departemen Kesehatan menyatakan bahwa prevalensi kecacatan di Indonesia sekitar 39 persen dari populasi keseluruhan, dewasa dan anak-anak (Departemen Kesehatan: 2001). WHO dalam CBS memperkirakan 10 persen dari populasi keseluruhan pada setiap negara adalah orang yang memiliki kebutuhan khusus atau kecacatan (Kasim, 2008). Departemen Sosial RI menjelaskan bahwa populasi orang cacat di Indonesia pada tahun 2003 berjumlah 1.478.667 orang. Rinciannya adalah tunanetra berjumlah 195.332 orang, tunarungu 106.612 orang, tunawicara 118.293 orang, tunarungu ganda 67.575 orang, tunadaksa 521.231 orang, keterbelakangan mental 236.439 orang, psikotik 149.789 orang, dan tunaganda sebesar 83.396 orang (CBS, 2003 dalam Kasim, 2008). Anak yang memiliki beberapa kombinasi ketunaan, yaitu mengalami lebih dari satu gangguan atau ketunaan, atau disebut tunaganda memiliki kombinasi antara lain tunanetra-tunarungu, tunanetra-tunadaksa, tunanetra-tunagrahita, tunarungu-tunadaksa, tunadaksa-tunagrahita. Ada juga yang mengalami tunamajemuk misalnya tunanetra-tunarungu-tunadaksa (Mangunsong, dkk., 1998). Graham (dalam Haring, 1974) mengemukakan bahwa 40% anak tunanetra

2 mempunyai kecenderungan untuk memiliki ketunaan lain yang menyertainya. Sejalan dengan Graham, Lowenfeld (dalam Hatlen, 1973) menemukan bahwa dalam beberapa kasus bahwa jumlah anak penyandang tunanetra dengan ketunaan lain dapat melebihi jumlah anak yang hanya menyandang tunanetra. Fakta bahwa terdapat populasi anak penyandang tunanetra yang juga memiliki ketunaan lain mengarahkan fokus penelitian ini pada anak tunanetra-ganda atau dikenal sebagai Multiple Disability with Visual Impairment (MDVI). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anak tunaganda dan tunamajemuk adalah anak yang menderita kombinasi atau gabungan dari dua atau lebih kelainan atau kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan, psikologis, medis, sosial, dan vokasional melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak yang berkelainan tunggal. Tujuan pelayanan pendidikan adalah agar mereka masih dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin untuk berpartisipasi dalam masyarakat (Mangunsong, dkk., 1998). Anak penyandang tunaganda memiliki beberapa karakteristik yang sama, yaitu kesulitan berkomunikasi, terhambat dalam aktivitas fisik dasar, keterampilan generalisasi yang minim, dan membutuhkan dukungan dalam menjalankan aktivitas kehidupan utama (misalnya dalam hal domestik, vokasional, pemanfaatan waktu luang) (www.nichcy.or). Tunaganda-netra merupakan salah satu kombinasi ketunaan yang terdiri dari gangguan penglihatan dan ketunaan atau gangguan lainnya. Carolina (2008), salah seorang pengajar anak berkebutuhan khusus di SLB-D YPAC menyatakan bahwa anak yang mengalami ketunaan memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikisnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan kehidupannya. Sebagai contoh, ketika bergaul mereka menghadapi sejumlah kesulitan baik dalam kegiatan fisik, psikologis maupun sosial. Ketunaan jenis apapun yang disandang oleh seorang anak merupakan pengalaman personal. Ini berarti, setiap anak penyandang ketunaan memiliki pengalaman yang berbeda dan pada umumnya orang sekitarnya tersebut tidak bisa sepenuhnya merasakan, mengerti atau memahami kebutuhan anak penyandang ketunaan (Carolina, 2008). Dengan adanya ketunaan dalam diri seorang anak, eksistensinya sebagai makhluk sosial

3 dapat terganggu. Akibat dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak itu menimbulkan efek psikologis yang berbeda, tergantung dari seberapa berat ketunaan yang disandangnya, kapan saat terjadinya kecacatan, dan karakteristik anak atau siswa tersebut. Pada beberapa anak, ketunaan menyebabkan mereka menarik diri dari lingkungan dan memilih untuk menyendiri. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri bisa mengakibatkan hambatan dalam melakukan sosialisasi. Untuk mengatasi hambatan sosialisasi dan memperlancar proses penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya, anak membutuhkan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan perkembangan dirinya (Carolina, 2008). Hambatan dalam kemampuan dan perkembangan juga terjadi pada anak tunanetra-ganda. Anak tunanetra-ganda memiliki keterlambatan perkembangan sosial, intelektual, dan fisik. Beberapa anak tunaganda menunjukkan penyimpangan dalam tingkah laku sosial, intelektual, dan bahasa. Penyimpangan dalam tingkah laku yang dimaksud disini adalah anak tunaganda sering melakukan suatu tindakan yang kurang tepat atau melakukan sesuatu pada waktu dan tempat yang tidak tepat (Meyen, 1982). Dengan kata lain, anak tunanetraganda memiliki berbagai sumber stres yang membuatnya digolongkan menjadi individu yang memiliki faktor risiko yang tinggi. Masalah-masalah yang ada pada anak tunanetra-ganda cenderung semakin kompleks ketika mereka beranjak remaja. Masa remaja merupakan transisi perkembangan yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik karena pubertas serta perubahan kognitif dan sosial. Menurut pandangan psikolog G. Stanley Hall (1844-1924), remaja adalah masa yang penuh dengan badai dan tekanan jiwa, yaitu masa di mana terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (dalam Seifert & Hoffnung, 1987). Perubahan inilah yang memberikan tantangan yang lebih berat lagi kepada remaja seiring dengan munculnya tugas-tugas perkembangan yang ada pada masa remaja ini. Remaja tunanetra-ganda membutuhkan kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi sulit, kemampuan ini dinamakan resiliensi. Menurut Rutter (Dugan

4 & Coles; Isaacson, 2002), individu yang resilien adalah individu yang mampu mengatasi keterbatasannya dan berdiri di atas kekurangannya untuk bertahan dalam tekanan. Hal yang sama tentang resiliensi juga dikemukakan oleh Ramsey dan Blieszner (dalam Isaacson, 2002), yaitu kemampuan untuk bangkit kembali pada saat mereka mengalami masa-masa sulit dalam hidup. Bernard (1991) menjelaskan bahwa kapasitas resiliensi ada pada setiap orang atau dengan kata lain semua orang lahir dengan kemampuan untuk dapat bertahan dari penderitaan, kekecewaan, atau tantangan. Resiliensi penting agar seseorang dapat menghadapi stres dalam kehidupan sehari-hari dan penting untuk memperluas serta memperkaya kehidupan seseorang. Individu yang resilien adalah orang-orang yang terus berjuang beriringan dengan kekecewaan. Dalam menghadapi tantangan dan penderitaan yang dialami tersebut terdapat kemungkinan ditemuinya kegagalan-kegagalan serta kekecewaan. Namun inti dari resiliensi adalah bagaimana ia dapat terus menerus bangkit dari kekecewaan tersebut (Wolin dan Wolin, 1999). Penilaian apakah seseorang resilien atau tidak, terlihat dari bagaimana ia menghadapi tantangan sehari-hari yang disebabkan oleh keterbatasannya. Berhubungan dengan tantangan dan penderitaan, Benard (1991) mengatakan bahwa ada orang-orang yang menghadapi sumber stres yang tinggi sehingga ia membutuhkan usaha yang besar untuk dapat berfungsi dengan baik dalam hidupnya. Mereka ini digolongkan sebagai populasi yang memiliki faktor risiko, yaitu mereka yang diprediksikan akan mengalami kemungkinan lebih besar gagal atau diprediksikan akan menghasilkan perilaku dan gaya hidup yang buruk akibat masalah-masalah yang dihadapi oleh mereka. Remaja tunanetra-ganda disini dapat dilihat sebagai salah satu populasi yang memiliki faktor risiko, dimana mereka dengan segala keterbatasan yang dimilikinya memiliki kecenderungan untuk menghasilkan perilaku dan gaya hidup yang buruk. Untuk dapat menjadi seorang pribadi yang resilien bagi remaja tunanetraganda bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan proses yang melibatkan berbagai faktor yang berperan dalam membentuk pribadi yang resilien. Reivich dan Chatte (2002) mengungkapkan bahwa untuk dapat menjadi individu yang resilien diperlukan tujuh faktor yang berperan. Tujuh faktor tersebut adalah

5 regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis kausal, empati, efikasi diri, serta reaching out. Setiap individu memiliki kekuatan yang berbeda-beda terhadap setiap faktor. Selain tujuh faktor resiliensi, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan resiliensi seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor risiko dan faktor protektif. Werner dan Smith (dalam Benard, 1991) menyatakan bahwa keberhasilan individu dalam menghadapi masalah dalam hidupnya tergantung pada keseimbangan antara faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko dapat berasal dari kondisi budaya, ekonomi, atau medis yang menempatkan individu dalam risiko kegagalan memulihkan diri dalam menghadapi situasi yang sulit (Christle, n.d.), sedangkan faktor protektif dapat merupakan trait, kondisi, situasi, dan episode, yang dapat mengubah prediksi dari hal-hal negatif serta membuat individu mengelakkan stressor dalam hidupnya (Benard, 1991). Dalam menghadapi masalah-masalahnya, anak penyandang tunanetra-ganda, bisa saja menjadi individu yang mampu mengatasi masalahnya. Isaacson (2002) mengatakan bahwa karakteristik resilien tidak muncul begitu saja, melainkan terdapat tiga faktor yang dapat memunculkan karakteristik individu yang resilien, yaitu keluarga, sekolah, dan komunitas. Tiga hal ini disebut sebagai faktor protektif. Peneliti berpendapat remaja tunanetra-ganda mengembangkan resiliensi dalam diri mereka, agar mereka lebih adaptif dalam menghadapi berbagai kesulitan, masalah, dan tantangan yang berhubungan dengan keterbatasan yang mereka miliki. Berdasarkan pernyataan Isaacson (2002) mengenai tiga faktor yang dapat memunculkan karakteristik individu yang resilien, yaitu keluarga, sekolah, dan komunitas; peneliti menitikberatkan ketiga faktor ini sebagai faktor yang berpotensi untuk dapat mengembangkan resiliensi anak tunanetra-ganda. Pengambilan data dilakukan melalui metode wawancara yang mendalam untuk melihat karakteristik-karakteristik resiliensi yang ada pada remaja tunaganda. Karakteristik resiliensi diperoleh melalui wawancara dengan remaja tunanetraganda itu sendiri dan significant others dari remaja tunanetra-ganda yang bersangkutan yaitu, keluarga dan guru remaja tunanetra-ganda. Selain itu, akan dilihat kemampuan remaja tunanetra-ganda, dengan menggunakan asesmen perkembangan kemampuan yang telah disusun oleh tim payung penelitian

6 tunanetra-ganda. Berdasarkan penjelasan di atas tersebut, maka peneliti melihat perlunya dilakukan penelitian mengenai gambaran resiliensi dan kemampuan remaja tunanetra-ganda. 1.2 Permasalahan Penelitian Permasalahan utama yang ingin ditelaah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran resiliensi pada remaja tunanetra-ganda. 2. Bagaimana gambaran kemampuan remaja tunanetra-ganda. Permasalahan turunan dari permasalahan di atas adalah: 1. Apakah kedua subjek sudah memiliki tujuh faktor resiliensi? 2. Apa sajakah faktor risiko yang terdapat pada remaja tunanetra-ganda? 3. Apa sajakah faktor protektif yang dapat menyangga akibat dari faktor risiko serta mengelakkan stressor yang ada pada remaja tunanetra-ganda? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh 1. gambaran resiliensi yang berkembang dalam diri remaja penyandang tunanetra-ganda 2. gambaran karakteristik yang memunculkan resiliensi remaja tunanetraganda dari keluarga, guru, dan komunitasnya. 3. Gambaran kemampuan remaja tunanetra-ganda. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu dan Teori Penelitian ini diharapkan dapat memacu tumbuhnya kajian teoritis maupun penelitian yang berhubungan dengan anak tunanetra-ganda sebagai bagian dari kajian anak berkebutuhan khusus.

7 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara khusus bagi para praktisi yang bekerja dengan anak penyandang tuna netra ganda agar dapat mengidentifikasi dan membantu mengembangkan karakteristik-karakteristik resiliensi dalam diri anak tunanetra-ganda, sehingga jumlah remaja tunanetra-ganda yang berkembang menjadi individu yang resilien akan semakin bertambah. Selain itu, hasil penelitian juga dapat dijadikan sebagai salah satu program edukasi bagi keluarga di berbagai wilayah. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB 1: Bab ini berisi berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, yaitu permasalahan yang dialami oleh remaja tunanetra-ganda sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu, dibahas juga permasalahan penelitian, serta tujuan dan manfaat penelitian. Terakhir, bab ini ditutup dengan sistematika penulisan tentang keseluruhan penelitian.. BAB 2: Bab ini merupakan bagian tinjauan pustaka yang berisi teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah dalam penelitian. Teori-teori tersebut antara lain mengenai tunanetra-ganda, perkembangan kemampuan anak tunanetra-ganda, resiliensi dan remaja. BAB 3: Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, termasuk di dalamnya adalah pendekatan penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan kredibilitas penelitian. BAB 4: Bab ini merupakan hasil dan analisis penelitian, di dalamnya termasuk gambaran umum subyek, gambaran umum kemampuan subjek dan analisa serta interpretasi terhadap hasil penelitian. BAB 5: Bab ini berisi kesimpulan atas hasil penelitian berdasarkan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian, diskusi dan saran dari penelitian ini.