A CORRELATION BETWEEN TRAINING, PROMOTION, IMAGING AND PUBLIC INTEREST WITH INCREASE OF SALE IN PRODUCT OF BATIK TULIS IN LAWEYAN, SURAKARTA.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 SUMBER DATA Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

IMPLEMENTASI INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. wahana hiburan bukanlah satu hal yang baru, di mana di setiap tempat daerah

Antok Dian Pranadi, Dr. H. Roemintoyo. S.T., M.Pd., Drs. Bambang Sulistyo Budhi Pendidikan Teknik Bangunan FKIP Universitas Sebelas Maret

Penggunaan Teknologi Informasi dalam Menyiasati Peluang Bisnis Batik

BAB I PENDAHULUAN. oleh UNESCO 2 Oktober 2009 di Abu Dabi, tentu saja meningkatkan citra

BAB V HASIL PENELITIAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda.

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Irian Jaya. Motif-motif tersebut diantaranya bercorak seperti burung, kupu-kupu, dibedakan menjadi batik tulis, cap dan printing.

Peran Serta Wanita dalam Melestarikan Kerajinan Batik Tulis Sri Hariyati Fitriasih & Sri Siswanti 6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. senang menggunakan pakaian yang bermotif batik baik digunakan saat santai, kuliah

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini antar perusahaan bersaing ketat memperebutkan perhatian konsumen

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang perlu digali, dipelihara dilestarikan, dan dilindungi secara

ABSTRAK. Kata-kata kunci: biaya promosi, dan volume penjualan

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

Pengaruh Harga, Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Toko Buku Gramedia Pandanaran Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berkembangnya perekonomian, semakin berkembang pula kegiatan

AWAN SETIYAWAN NIM. B

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan suatu perpaduan antara seni (art) dan kerajinan (craft)

NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN KAMPUNG WISATA BATIK KAUMAN DALAM MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keanekaragaman dalam hal seni maupun budaya. Hal ini sejalan

BAB I PENDAHULUAN. global. 1 Oleh sebab itu penting sekali bagi perusahaan untuk dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan di dalam dunia usaha menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Data Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan teknologi yang begitu dinamis dan perkembangan dunia bisnis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Laweyan. Sejak abad ke-19 kampung ini sudah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. dimana para pengusaha tentu berusaha secara maksimal untuk dapat memenuhi

PENGARUH BIAYA PROMOSI DAN DISTRIBUSI TERHADAPPENINGKATAN VOLUME PENJUALAN PADA PERUSAHAAN BAKERY LARAS DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam acara-acara formal maupun non formal. Dalam era modernisasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. keseluruhan sistem pemasaran. sebelum dan sesudah kegiatan itu berjalan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempersiapkan diri menghadapi terjadinya perubahan-perubahan besar

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sektor penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia (Naude

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

oleh: niken kusdayanti fakultas ekonomi, universitas negeri yogyakarta Pembimbing: Tejo Nurseto, M.Pd.

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Bukan hanya kaum wanita, tapi kaum pria juga membutuhkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

PENGEMBANGAN KAMPOENG BATIK LAWEYAN BERBASIS INDUSTRI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KAIN ENDEK BALI SEBAGAI INDUSTRI PARIWISATA KREATIF (STUDI KASUS DENPASAR)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. disebut juga dengan Batik Girli (Pinggir Kali) 1980-an. Sebab, pionir kerajinan batik di Sregen umunya pernah bekerja

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRACT. advertisement exposure on SCTV with the buying interest s students of

BAB I PENDAHULUAN. batik. Batik Indonesia dibuat di banyak daerah di Indonesia dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Banyak strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk

B A B I PENDAHULUAN. Kota Solo memiliki banyak keunikan salah satunya dikenal sebagai

Transkripsi:

A CORRELATION BETWEEN TRAINING, PROMOTION, IMAGING AND PUBLIC INTEREST WITH INCREASE OF SALE IN PRODUCT OF BATIK TULIS IN LAWEYAN, SURAKARTA. Muhammad Sujanto Dr. Zaini Rohmad, M.Pd Drs. Suparno, M.Si Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The purpose of this research is to detect: (1) a correlation between batik training with increase of sale in product of batik, (2) a correlation between batik promotion with increase of sale in product of batik, (3) a correlation between batik imaging with increase of sale in product of batik, (4) a correlation between public interest with increase of sale in product of batik, (5) a correlation between training, promotion, imaging and public interest with increase of sale in a product of batik tulis in Laweyan, Surakarta The research uses quantitative method. The research population is a whole entrepreneur and devotee of batik in Laweyan, Surakarta. A sample was took through Purposive Sampling technique. The data collection techniques use questionnaire and documentation. A data analysis technique was used with correlation test and double regression technique. Based on the results of research can be concluded that: (1) there is positive correlation and significant between batik training with increase of sale in a product of batik in Laweyan, Surakarta, (2) there is positive correlation and significant between batik promotion with increase of sale in a product of batik in Laweyan, Surakarta, (3) there is positive correlation and significant between imaging batik with increase of sale in a product of batik in Laweyan, Surakarta, (4) ) there is positive correlation and significant between public interest with increase of sale in a product of batik in Laweyan, Surakarta, (5) there are positive correlation and significant collectively between training, promotion, imaging and public interest with increase of sale in a product of batik in Laweyan, Surakarta Keywords : Batik Tulis, Product, Promotion and Imaging 1

PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan terbanyak di dunia yang memiliki suku bangsa beragam tersebar di seluruh kepulauan di nusantara. Keragaman budaya telah menjadi satu dalam Bhineka Tungal Ika untuk merangkul semua ragam budaya di Indonesia. Keragaman ini menjadikan keunikan tersendiri dari setiap suku bangsa di Indonesia. Salah satunya hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang ada sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang adalah batik. Seni membatik tersebar hampir di banyak pulau di Indonesia di antaranya Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Madura, dan sebagian Pulau Bali. Anindito Prasetyo (2010) dalam bukunya Batik Karya Agung Warisan Budaya Dunia, menjelaskan; Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir mennunjukan bahwa teknik ini telah di kenal semenjak abad ke 4 SM, dengan di ketemukannya kain pembungkus mumi yang di lapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti Tang serta di India dan di Jepang semasa Periode Nara. Di Afrika teknik seperti batik di kenal oleh Suku Yakuba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. (hlm. 2) Di Pulau Jawa juga banyak terdapat daerah penghasil batik, Menurut Widodo (1982 : 2) Kotakota penghasil batik di antaranya adalah Solo, Yogyakarta, lasem, Pekalongan, Banyumas, Probolinggo dan lain-lain. Sebagian masyarakat menganggab bahwa Pekalongan, Solo dan Yogyakarta merupakan daerah pusat penghasil batik. Di kota Surakarta atau Solo terdapat dua daerah yang terkenal sebagai daerah penghasil batik yaitu Laweyan dan Kauman. Laweyan pernah memegang peran penting dalam perkembangan batik di Indonesia pada akir abad 19 dan awal abad 20. Kampung Laweyan merupakan daerah yang memiliki peran cukup penting dalam sejarah perkembangan kota Surakarta yaitu sebagai penghasil batik. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soedarmono (2006:66-67) Sejarah ekonomi Laweyan antara tahun 1910 sampai tahun 1930 nampaknya terus menerus mengembangkan identitasnya ke dalam golongan masyarakat saudagar. Sulit di temukan tandingannya, alasan pertama adalah gambaran komposisi perusahaan di Surakarta tahun 1928, jumlah seluruhnya 387,61%. Dari jumlah tersebut (236 perusahaan) milik pengusaha pribumi. Selanjutnya produksi batik di kota itu hampir 85% berada di tangan saudagar-saudagar Laweyan, dengan perincian 182 perusahaan atau 88% lebih dari jumlah keseluruhan (205) adalah pengusaha besar industri batik dan barang-barang yang ada hubunganya dengan itu. Laweyan merupakan wilayah terkenal dan sudah tidak diragukan sebagai daerah penghasil batik. Batik di satu sisi sebagai warisan sejarah kebudayaan sampai saat ini, batik juga menjadi motor pengerak perekonomian masyarakat Surakarta 2

khususnya adalah masyarakat kampung Laweyan. Anindito Prasetyo (2010) dalam bukunya Batik Karya Agung Warisan Budaya Dunia, menjelaskan; Laweyan adalah salah satu sentral batik di Solo. Kampung ini tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kampung ini dan menjadi icon Batik Solo. Sejarah pembatikan di indonesia berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak di lakukan pada masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta (hlm.20) Di era kemerdekaan, Laweyan mengalami puncak-puncak kejayaan saat Pemerintahan Ir Soekarno, karena batik di masa itu di produksi dalam berbagai pesanan, sehingga para pengrajin batik banyak pesanan. Dengan begitu para juraganjuragan di Kampung Laweyan sangat kaya raya, tetapi di era itu generasi penerusnya seperti di ninabobokan, karena memiliki semboyan biar orang tua yang susah, yang penting anak cucu nanti bahagia. Dari sinilah para anak-anak juragan-juragan banyak yang mulai tidak begitu berminat di bidang batik dan memilih bidang lain. Seiring perkembangan zaman batik mulai mengalami kemunduran, Solichul H.A Bakri dalam penelitiannya yang berjudul Potensi Industri Perbatikan di Kampung Batik Laweyan, memberikan penjelasan Proses regenerasi di kalangan pembatik mengalami hambatan karena generasi muda enggan meneruskan kegiatan industri perbatikan. Padahal mereka berasal dari keturunan pengusaha batik. Mereka lebih suka memilih karier profesional di luar batik, seperti menjadi dokter, pengacara, dosen, atau pengusaha di bidang lain. Selain itu kalangan generasi muda yang berasal dari jalur batik, keminiman regenerasi juga terjadi di jalur non pengusaha, terutama bagi mereka yang mengenyang pendidikan tinggi. Ada indikasi terjadi krisis penerus pelaku batik, antara lain tidak bertambahnya jumlah pengusaha batik sejak dua dasawarsa lalu. Hingga kini, hanya ada 22 pengusaha batik di laweyan. Banyak dari pengusaha itu yang telah menjalankan usahanya di atas 20 tahun, bahkan ada yang 35 tahun. Sedangkan sejarahwan dan budayawan UNS S memberi pendapat mengenai regenerasi pengusaha batik di laweyan: Pada awalnya itu pengusaha batik di Laweyan di pegang sebagian besar oleh golongan pengusaha wanitanya, atau Mbok mase. Dulu itu anak-anak mereka sebagian besar waktunya di gunakan untuk menbantu usaha orang tuanya, tetapi seiring perkembangan zaman, pola pikir para pengusaha batik di Laweyan sudah berubah. Kebanyakan anak-anak mereka di sekolahkan sampai ke tingkat yang tinggi hal itu juga menyebabkan anak-anak itu bekerja di luar industri batik, jadi mereka enggan untuk meneruskan usaha orang tua mereka, selain juga karena sebagian besar waktu mereka juga tidak mereka gunakan untuk membantu 3

usaha orang tuanya. Hal inilah yang menyebabkan industri batik di Laweyan mengalami masa kemunduran, hingga saat ini masih ada sekitar tiga puluhan jumlah pengusaha batik. (W/S/2/6/2008) Hal ini perlu penelitian yang serius dan teliti, agar tidak terjadi pembenaran presepsi secara sepihak saja, dengan asumsi kebudayaan batik telah mulai di tinggalkan, tanpa melihat dan mengkaji masalah yang terjadi secara nyata di lapangan. Batik adalah milik seluruh bangsa indonesia, yang mana pelestariannya perlu di dukung oleh semua pihak. Jangan sampai peninggalan sejarah hilang seiring modernisasi, karena sejarah kebudayaan merupakan jati diri leluhur bangsa Indonesia pada jaman dahulu, dan seharusnya di lestariakan dan di pertahankan sebagai warisan sejarah di masa sekarang untuk di kembangkan mengikuti perkembangan Zaman. Selain sebagai sentral industri batik di Surakarta, laweyan juga bisa menjadi wisata unik yang penuh dengan muatan budaya. Tentu di perlukan modal yang tidak sedikit untuk mewujudkan ini, tetapi ini merupakan infestasi jangka panjang untuk tetap melestarikan budaya bangsa di masa mendatang. Pemerintah kota Surakarta dalam hal ini, dalam Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 534.05/136- B/1/2004 di jelaskan : Bahwa dalam rangka upaya untuk meningkatkan peran Kampung Laweyan sebagai kawasan batik dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat khususnya usaha batik di Laweyan Surakarta, perlu pengembangan usaha industri batik dengan tetap mempertahankan nilai budaya dan kelestarian lingkungan. Promosi batik di era sekarang ini harus selalu di lakukan, maka perlu memiliki adanya kemampuan mengusai tehnologi dan menjaga relasi dengan baik. Kedua hal ini sangat lekat sekali seiring keadaan pasar yang semakin kompetitif baik berupa batik ataupun produk lain di luar batik. Kecermatan dalam mencari peluang pasar harus di perhatikan dengan teliti, salah-satunya dengan selalu meningkatkan kemampuan dan selalu mengikuti perkembangan produk lain. Dalam rangka meningkatkan promosi Wisata Batik Laweyan dapat di lakukan langsung, cetak ataupun elekronik, hal ini sangat membantu dalam era modern saat ini. Saat ini, untuk meningkatkan pencitraan batik di masyarakat dalam rangka meningkatkan penjualan hasil produksi batik perlu adanya inovasi baru dalam rangka mengikuti selera pasar, mulai dari eksistensi Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing. Dari ketiga jenis produksi batik ini, hanya batik cap dan printing yang sangat sering di jumpai, karena selain pembuatanya lebih cepat dan harganya relatif terjangkau. Sedangkan keadaan batik Tulis lambat laun mulai di tinggalkan karena harganya sangat mahal. Beberapa usaha keras telah di tempuh pemerintah bekerja sama dengan pengusaha batik di laweyan untuk melestarikan batik tulis baik dengan kunjungan wisata ataupun menjadi salah satu ekstrakulikurer di sekolahan dan ada sebagian sekolah di Solo yang menjadikanya sebagai Muatan Lokal Sekolah. Hal ini masih mengalami kendala seperti minat masyarakat dan generasi penerus yang kurang tertarik dengan usaha batik 4

tulis. Inilah yang disebut sebuah pergeseran makna, dari batik yang dahulu sebagai identitas dan gaya hidup masyarakat, sekarang nilai-nilai itu bergeser dan mulai hilang seiring perkembangan zaman. Maka tidak hanya di perlukan sebuah pencitraan saja, tetapi nilai ini harus sengaja di tanamkan sebagai sebuah brand yang tentu hal ini tidak akan terkesan ketinggalan zaman, justru akan memiliki kesan unik dan modern. Maka ini akan sangat efektif untuk tetap mempertahankan eksistensi batik tulis yang mana ini adalah cikal dari penciptaan batik di era modern dan masa mendatang, tantu batik tulis harus mendapatkan perlakuan istimewa agar selera pasar terhadap batik tulis meningkat. Tetentu hal ini tidak mudah karena di satu sisi batik sebagai warisan budaya yang harus di jaga kelestariannya karena merupakan cikal bakal pembuatan batik di hadapkan dengan cara pandang konsumen yang menginginkan barang murah tanpa melihat nilai seni dan kerumitan dari pembuatanya yang menjadikan batik itu sendiri yang memiliki daya tarik sendiri. Setelah di tetapkanya batik oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi ( masterpieces of the Oral and intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009, memberikan dampak yang signifikan terhadap gairah industri perbatikan di Indonesia terutama di Kampung Laweyan yang menjadi salah satu sentral penghasil batik untuk bangkit dan berbenah lebih baik lagi. Seberapa pentingkah batik untuk di pertahankan, tetapi setelah ada negara lain seperti malaysia mengeklaim batik sebagai milik mereka, menunjukan bahwa betapa Bangsa ini merasa kehilangan dan menyadari betapa pentingnya menjaga warisan batik yang di turunkan dari generasi terdahulu kepada generasi di masa mendatang. Batik juga menjadi pangsa pasar yang menjanjikan baik di ranah Nasional maupun Global. Hal inilah yang salah satunya di gagas oleh FPKBL (Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan) yang di pimpin oleh Ir. Alpha Fabela Priyatmono,MT untuk turut menjaga dan mewadahi dari aspirasi dan masukan dari para pengusaha batik dalam meningkatkan Kampung Laweyan. FPKBL juga memberikan informasi kepada setiap pengunjung dan para wisatawan yang datang ke Kampung Laweyan. Data FPKBL ( Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan) 2013 menunjukan jumlah pengrajin batik di Kampung Laweyan adalah 57 pengrajin, 17 batik tulis dan sisanya terbagi di antara batik cap,batik printing,dan sisanya pengrajin rumahan berskala kecil. Untuk lebih rinci dapat di lihat pada tabel berikut: Dari data ini batik tulis memiliki ruang sempit untuk meningkatkan eksistensinya dalam zaman modern saat ini, minimnya peminat dan minimnya generasi muda yang tertarik untuk mengembangkannya. Seiring bertambahnya pabrik-pabrik yang memproduksi batik dengan skala besar yang tentu bukan tandingan pengrajin lokal seperti di Kampung Laweyan, ini akan menambah semakin sulitnya ruang gerak batik tulis untuk berkembang. KAJIAN TEORI 5

Batik tulis saat ini dalam keadaan yang tidak menentu karena erat kaitanya dengan adanya batik cap, batik sablon, batik painting, batik printing. Dengan ditemukannya teknik produksi baru menyebabkan ketidak stabilan pangsa pasar terhadap batik tulis. Teknik pembuatan batik berevolusi dengan zaman, di mulai pada dahulu batik di produksi untuk keperluan pakaian keraton, hingga pada akirnya masyarakat luas juga tertarik untuk menggunakan pakaian jenis batik. Inilah era awal di temukan inovasi baru dalam pembuatan batik untuk memenuhi pangsa pasar. Tinjauan Tentang Pelatihan Mangkuprawira (2003:135) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Mangkuprawira memberikan perbedaan pada pengertian pelatihan dan pendidikan. Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum, terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang. Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen menurut As'ad(1987: 73); 1. Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri. 2. Pelatih (Trainer): pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuanketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaian yang ditetapkan. 3. Bahan-bahan latihan: bahanbahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan 4. Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat. 5. Peserta : Peserta merupakan komponen vang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya. Tinjauan Tentang Promosi Menurut Sistaningrum (2002 : 98) Suatu upaya atau kegiatan perusahaan dalam mempengaruhi konsumen aktual maupun konsumen potensial agar mereka mau melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan, saat ini atau dimasa yang akan datang. Konsumen aktual adalah konsumen yang langsung membeli produk yang ditawarkan pada saat atau sesaat setelah promosi produk tersebut dilancarkan perusahaan. Dan konsumen potensial adalah konsumen yang berminat melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan dimasa yang akan datang. 6

Menurut (Kotler, 2001:98-100) Ada lima jenis kegiatan promosi, antara lain : 1. Periklanan (Advertising), yaitu bentuk promosi non personal dengan menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang pembelian. 2. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling), yaitu promosi secara personal dengan presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian. 3. Publisitas (Publisity), yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai, pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan jalan mengulas informasi/berita tentangnya (pada umumnya bersifat ilmiah) 4.Promosi Penjualan (Sales promotion), yaitu suatu bentuk promosi diluar ketiga bentuk diatas yang ditujukan untuk merangsang pembelian. 5.Pemasaran Langsung (Direct marketing), yaitu suatu bentuk penjualan perorangan secara langsung ditujukan untuk mempengaruhi pembelian konsumen. Tinjauan Tentang Pencitraan Pencitraan dari kata dasar citra dan dalam bahasa inggris citra adalah Image Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) citra adalah rupa; gambar; gambaran atau gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Maka pencitraan adalah sebuah perupaan, penggambaran, yang di miliki orang banyak mengenai pribadi,perusahaan, organisasi, atau produk. Menurut Vos (1992) seperti di kutip Ardianto (2008 : 21), citra dapat di bedakan ke dalam dua pengertian. Pertama, citra adalah sebuah gambaran atau imitasi dari bentuk seseorang ataupun barang ( kita bisa bertanya, kepada bentuk apa citra tersebut akan bergantung dalam sudut pandang yang terpilih). Kedua, citra adalah sebuah gambaran yang terlihat dan bisa di lihat, inkarnasi (penjelmaan), sebuah bentuk ilustrasi dan sesuatu yang muncul secara tibatiba. Para politisi membangun gambaran dalam bentuk iklan yang di kemas dan di sajikan kepada masyarakat untuk mempengaruhi pola pikir khalayak dan berpihak kepada politisi tersebut melalui apa yang di sebut politik pencitraan. (Ansor : 230) Tinjauan Tentang Minat Masyarakat Minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek ( Sumadi Suryabrata, 1988 : 109 ). Menurut Crow and Crowminat adalah pendorong yang menyebabkan seseorang memberi perhatian terhadap orang, sesuatu, aktivitas-aktivitas tertentu. ( Johny Killis, 1988: 26 ) Menurut Crow and Crow, ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu Faktor yang timbul dari dalam diri individu, faktor motif sosial dan faktor emosional yang ketiganya mendorong timbulnya minat,(johny Killis, 1988 : 26 ). Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Sudarsono, faktorfaktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa 7

kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. 1. Faktor motif sosial, Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada. 2. Faktor emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu ( 1980 : 12 ) Berdasarkan pendapat para ahli dapat di simpulkan bahwa minat masyarakat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih dan melakukan aktivitas karena ada perhatian, rasa senang dan pengalaman dari banyak orang yang merasa menginginkan sesuatu untuk dimiliki, dalam suatu kelompok individu pada suatu dinamika masyarakat di daerah tertentu. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Narbuko dan Achmadi, 2002). Alasan peneliti memilih menggunakan metode penelitian ini sebab, penelitian ini dirancang untuk menentukan apakah ada dan seberapa kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan menggunakan metode korelasional peneliti dapat membandingkan hasil pengukuran antara dua variabel yang berbeda sehingga dapat ditentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Disini peneliti ingin menetapkan apakah ada hubungan antara Pelatihan (X1), Promosi (X2), Pencitraan (X3) dan Minat Masyarakat (X4) dengan Peningkatan Penjualan Hasil Produksi Batik (Y) di Kampung Laweyan Surakarta. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pelatihan batik tulis dengan peningkatan penjualan hasil produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. Dengan demikian semakin tinggi pelatihan batik tulis, maka semakin tinggi pula produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. 2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara promosi batik tulis dengan peningkatan penjualan hasil produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. Dengan demikian semakin tinggi promosi batik tulis, maka semakin tinggi pula produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. 3. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pencitraan batik tulis dengan peningkatan penjualan hasil produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. Dengan demikian semakin tinggi pencitraan batik tulis, maka semakin tinggi pula produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. 4. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat masyarakat dengan peningkatan penjualan hasil produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. Dengan demikian semakin tinggi minat masyarakat, maka semakin tinggi pula produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. 8

5. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersamasama antara pelatihan batik tulis, promosi batik tulis, pencitraan batik tulis, dan minat masyarakat dengan peningkatan penjualan hasil produksi batik tulis di Laweyan Surakarta, dengan demikian semakin tinggi pelatihan batik tulis, promosi batik tulis, pencitraan batik tulis, dan minat masyarakat, maka semakin tinggi pula produksi batik tulis di Laweyan Surakarta. A. Saran 1. Kepada Pemerintah a. Perlu pemerintah dalam membantu dalam menysukseskan pelatihan batik tulis yang ada di kampung Laweyan, agar batik tulis terjaga kelestariannya. b. Pemerintah membantu dalam mempromosikan batik tulis Laweyan, sebagai salah satu peningkatkan hasil produksi batik tulis kepada masyarakat luas. c. Pemerintah membantu dalam meningkatkan pencitraan batik tulis Laweyan sebagai branding kota Solo, agar batik tulis tetap lestari sampai kapanpun. DAFTAR PUSTAKA Anindito Prasetyo. (2010). Batik Karya Agung Warisan Budaya Jawa..Pura Pustaka. Ansor. (2011). IPTEK-KOM, Jurnal Penelitian Komunikasi dan Informatika. Yogyakarta. Peneliti Muda Pada BPPKI Yogyakarta. Cholid Narbuko & Abu Achmadi. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. d. Pemerintah membantu meningkatkan minat beli masyarakat terhadap batik tulis Laweyan. 2. Kepada Pengusaha batik tulis a. Memberikan sertifikat kepada setiap pembeli batik tulis dan buku yang berisi filosofi tentang batik yang dibeli. b. Meningkatkan pelatihan membatik kepada setiap orang yang ingin belajar membatik. c. Mengoptimalkan sarana bantuan yang sudah diberikan oleh Pemerintah. d. Meningkatkan dan memodifikasi motif batik tulis untuk mampu bersaing dengan produk batik cap, printing, samblon baik dari lokal Solo maupun luar Solo. Edi Kurniadi. 1996. Seni kerajianan batik. Surakarta : UNS Press E. A. Purnonto & D. R. Sulistyastuti. Metode Penelitian Kuantitatif untuk Administrasi Publik dan Masalah - Masalah Sosial. Yogyakarta. Gava Media. Heriyanto Atmojo. 2008. Batik Tulis Tradisional Kauman Solo Pesona budaya nan Eksotik. Solo. Tiga Serangkai. Heriyanto Atmojo. 2008. Batik Tulis Tradisional Kauman Solo Pesona budaya nan Eksotik. Solo. Tiga Serangkai. 9

Koentjaraningrat..Pengantar Ilmu Antropologi.. Rineka Bahasa. Rasjoyo. (2008). Mengenal Batik Tradisional.. Azka Press. Sewan Susanto. (1980). Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta : Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Soedarmono. (2006). Mbok Mase, Pengusaha Batik di Laweyan Solo Awal Abad 20, Jakarta :Yayasan Warna Warni Indonesia Solichul HA. (2003). Potensi Industri di Kampung Batik Laweyan. Surakarta. Universitas Islam Batik Sonny Sumarsono. (2004). Metode Riset Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu. Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif Ilmu Sosial.Yogyakarta: Risel Press. Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi (edisi revisi). Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sutrisno Hadi. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. /2009/10/02/akhirnya-batiktulis-indonesia-diakuiunesco-12466.html Admin. (2010) Jurnal Manajemen, Bahan Kuliah Manajemen. Diperoleh 29 Agustus 2013, dari http://jurnalsdm.blogspot.com/2010/11/p elatihan-tenaga-kerjadefinisitujuan_11.htdmlhttp://jurnalsdm.blogspot.com/2009/08/st rategi-promosi-penjualandefinisi.html Sarjanaku.com (2012,12) Pengertian Minat Belajar. Diperoleh 27 September 2013 http://www.sarjanaku.com/20 12/12/pengertian-minatbelajar-siswa-menurut.html Info Kampus.com. (2012,5). Pengertian Produksi Menurut Para Ahli. Diperoleh 29 September 2013 http://www.kampusinfo.com/2012/05/pengertianproduksi-menurut-paraahli.html Sumber Internet Kompaiana. (2009, 2 Oktober). Akirnya Batik Tulis Indonesia Diakui UNESCO. Diperoleh 26 Agustus 2013, dari http://umum.kompasiana.com 13