BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

AMOBILISASI LIPASE DARI MUCOR MIEHEI MENGGUNAKAN POLYURETHANE FOAM SEBAGAI BIOKATALIS PADA PEMBUATAN BIODIESEL. Ika Sylvia Sepdiani

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

PENDAHULUAN Latar Belakang

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ester gula asam lemak merupakan non-ionik emulsifier yang bersifat

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB I PENDAHULUAN I.1

4 Pembahasan Degumming

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang sedang dikembangkan. Secara konvensional pembuatan biodiesel disintesis melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis homogen. Tetapi penggunaan katalis homogen menimbulkan beberapa masalah, seperti susahnya proses pemurnian produk biodiesel sehingga biaya produksinya pun akan tinggi. Secara teknis biodiesel merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui karena pada umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga matahari maupun minyak sawit. Biodiesel merupakan bahan bakar berbasis non-petruleum yang diperoleh dari transesterifikasi trigliserida maupun esterifikasi asam lemak bebas (Free Fatty Acids/FFAs) menggunakan alkohol dengan berat molekul yang rendah. Biodiesel atau fatty acid methyl esters dapat dipergunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar sebab memiliki sifatsifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel tanpa perlu modifikasi yang signifikan terhadap mesin tersebut. Sebagai perbandingan, biodiesel murni menghasilkan energi sekitar 90% seperti yang dihasilkan solar, sehingga unjuk kerja mesin yang diharapkan pun hampir sama dalam hal torsi mesin dan daya kuda [17]. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak bekas, lemak binatang, atau minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi Methyl Ester melalui proses transeseterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum dan dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel [18]. Biodiesel dapat diproduksi secara katalis dan non-katalis. Katalis yang biasa digunakan dapat digolongkan kedalam kedalam tiga jenis yaitu katalis enzim, katalis asam, atau katalis basa. Contoh dari katalis basa yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH), contoh katalis 5

asam adalah asam sulfat (H 2 SO 4 ), sedangkan untuk katalis enzim adalah enzim lipase. Lipase sebagai biokatalis mampu mengarahkan reaksi secara spesifik ke arah produk yang diinginkan tanpa terjadinya reaksi samping yang merugikan. Biokatalis ini merupakan katalis heterogen, sehingga pemisahannya dari produk setelah reaksi berakhir dapat dilakukan dengan mudah. Namun, enzim lipase mudah terdeaktivasi oleh alkohol yang merupakan reaktan dalam proses enzimatik sintesis biodiesel ini [19]. Salah satu minyak nabati potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku biodiesel adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dimana CPO ini sudah cukup komersial dan Indonesia sudah menjadi negara penghasil CPO kedua terbesar di dunia [20]. Adapun, potensi CPO sebagai bahan baku biodiesel dapat dilihat berdasarkan komposisi kandungan CPO itu sendiri seperti yang dijelaskan pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Utama Crude Palm Oil (CPO) [21] Konstituen Jumlah Trigliserida 95 % Free Fatty Acids (FFA) 2 5 % Moisture & Impurities 0,5 3 % Crude palm oil mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam jumlah sedikit dibandingkan minyak nabati lainnya. Berdasarkan kandungan asam lemaknya CPO digolongkan ke dalam minyak asam oleat, karena kandungan asam oleatnya yang paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya [21]. Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar pada tahun 2011 dengan produksi sebesar 23 juta ton per tahun. Pola peningkatan permintaan CPO untuk ekspor maupun konsumsi domestik menunjukkan bahwa komoditas non migas ini memiliki potensi untuk dikembangkan. Konsumsi negara-negara tujuan ekspor ratarata meningkat dengan laju 26,97% dari tahun 1980-2010. Tahun 2010 ekspor CPO sebesar 16.480.000 ton. Konsumsi domestik CPO tercatat juga mengalami kenaikkan dari tahun ke tahun, sampai bulan Agustus tahun 2010 konsumsi CPO dalam negeri tetap mengalami kenaikkan hingga 5.240.000 ton [22]. Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita II (1969-1978) dengan peningkatan produksi maupun volume ekspor mencapai 72-99 persen dari total produksi yang 6

dihasilkan. Peningkatan volume ekspor tersebut secara langsung dipengaruhi oleh tingginya konsumsi CPO dunia sebagai salah satu minyak nabati dengan pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun melampaui volume perdagangan jenis minyak nabati lainnya [23]. Adapun perkembangan ekspor CPO Indonesia tahun 2000-2010 dilihat pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Data Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia pada Tahun 2001-2013 [24] Tahun Nilai Ekspor (US $) Volume Ekspor (kg) 2001 476.438.245 1.817.644.367 2002 406.409.025 1.849.142.144 2003 891.998.644 2.804.792.251 2004 1.061.214.890 2.892.130.288 2005 1.444.421.828 3.819.926.626 2006 1.593.295.437 4.565.624.657 2007 1.993.666.661 5.199.286.871 2008 3.738.651.552 5.701.286.129 2009 6.561.330.490 7.904.178.630 2010 5.702.126.189 9.566.746.050 2011 7.649.965.932 9.444.170.400 2012 6.948.103.408 7.252.519.443 2013 4.978.532.881 6.584.732.226 2.2 PROSES SINTESIS BIODIESEL Proses sintesis biodiesel jika ditinjau dari donor gugus asilnya dapat dibedakan menjadi dua proses yaitu: 2.2.1 Proses Transesterifikasi Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek yang menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Transesterifikasi merupakan reaksi perubahan dari suatu ester ke tipe ester yang lain. Ester adalah rantai hidrokarbon yang akan terikat dengan molekul yang lain. Molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester yang menempel pada satu molekul gliserin. Sekitar 20% dari minyak nabati adalah gliserin. Gliserin pada minyak nabati mempunyai viskositas yang tinggi dan berubah-ubah terhadap temperatur. Pada proses transesterifikasi, gliserin diganti kedudukannya oleh alkohol. Pada dasarnya molekul trigliserida merupakan triester dari gliserol. Mono dan digliserida dapat diperoleh dari trigliserida dengan mensubstitusi dua dan satu asam lemak sebagian dengan gugus 7

hidroksil. Pada saat ini alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah metanol karena harganya murah dan reaktivitasnya tinggi [17]. Adapun skema reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) disajikan pada gambar 2.1 : Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol [17] 2.2.2 Proses Interesterifikasi Reaksi interesterifikasi adalah suatu cara untuk mengubah struktur dan komposisi minyak dan lemak melalui penukaran gugus radikal asil di antara trigliserida dan asam alkohol (alkoholisis), lemak (asidolisis), atau ester (transesterifikasi). Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan ganda. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah sifat dan profil asam lemak yang ada, tetapi mengubah profil lemak dan minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda dari trigliserida awalnya [25]. Pada interesterifikasi trigliserida dapat digunakan aseptor asil seperti metil asetat. Reaksi interesterifikasi trigliserida dengan metil asetat ini menghasilkan triasetilgliserol dan asam lemak metil ester, bukan gliserol seperti esterifikasi dan 8

transesterikasi dengan alkohol. Keuntungan triasetilgliserol yang dihasilkan tidak berefek pada aktifitas lipase yang merupakan salah satu kelebihan dengan mekanisme interesterifikasi ini [19]. Adapun skema reaksi interesterifikasi untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) disajikan pada gambar 2.2 : katalis Gambar 2.2 Reaksi Interesterifikasi Trigliserida dengan Metil Asetat [26] Untuk proses interesterifikasi, dapat digunakan metil asetat sebagai donor gugus asil. Metil asetat merupakan sumber alkil yang menggantikan metanol dalam produksi biodiesel, dimana dengan penggantian ini menjadikan reaksi pembentukan biodiesel berupa reaksi interesterifikasi yang menghasilkan biodiesel dan triasilgliserol [27]. Keuntungan metil asetat yang menggantikan metanol sebagai penyuplai gugus metil adalah untuk mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan stabilitas biokatalis selama berlangsungnya proses reaksi. Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Metil Asetat [28] Sifat Fisika Sifat Kimia Berwujud Cair Tidak bersifat korosif Berat Molekul : 74,08 g/mol Stabil pada suhu kamar Titik Didih : 57 0 C Larut dalam air Titik Leleh : - 98,05 0 C Reaktif terhadap alkali Spesific Graviti : 0,92 Larut dalam metanol 2.3 ENZIM LIPASE Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai katalisator reaksi biologi (biokatalisator) [29]. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Secara ringkas struktur sebuah enzim yang aktif dapat dilihat pada bagan di bawah ini: 9

Gambar 2.3 Bagan Struktur Molekul Enzim [30] Substrat berikatan dengan sisi aktif suatu enzim melalui beberapa bentuk ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi aktif enzim, substrat bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk produk. Ketika produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat [30]. Gambar 2.4 Mekanisme Kerja Enzim [30] Lipase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ester karboksilat pada molekul triasilgliserol untuk membentuk asam lemak bebas, di-dan monogliserida dan gliserol. Selain untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis ester karboksilat, lipase juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi, penghubung alkohol antara gugus hidroksil dan gugus karboksil dari asam karboksilat. Oleh karena itu, mereka dapat mengkatalisis, hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi dan transesterifikasi. sehingga mereka memiliki spektrum yang luas dari aplikasi bioteknologi. Lipase juga sangat spesifik sebagai kemo-, regio-katalis dan enantioselektif. Berkat adanya evolusi langsung dan rekayasa protein, ini memungkinkan untuk meningkatkan potensi katalitik lipase dan untuk menyesuaikan mereka pada aplikasi dan kondisi proses tertentu, serta memungkinkan perluasan penggunaan lebih lanjut pada industri [7]. 10

Di antara lipase dari tanaman, hewan dan mikroba, yang paling sering digunakan adalah lipase mikroba. Lipase mikroba memiliki banyak keunggulan dibandingkan lipase dari hewan dan tumbuhan. Penggunaan mikroorganisme memungkinkan untuk mendapatkan enzim lipase dalam jumlah yang banyak dengan sifat yang diinginkan untuk konversi lemak dan minyak alami menjadi biodiesel [7]. Penggunaan lipase sebagai biokatalis memungkinkan untuk sintesis alkil ester secara spesifik, pemurnian gliserol yang mudah dan reaksi transesterifikasi gliserida dengan kandungan free fatty acid (FFA) yang tinggi [9]. 2.4 IMOBILISASI ENZIM Imobilisasi enzim adalah kurungan enzim untuk fase (matriks/dukungan) berbeda antara substrat dan produk. Enzim terimobilisasi dengan efisiensi fungsional dan reproduktifitas yang ditingkatkan digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi biaya yang mahal. Biokatalis terimobilisasi dapat berupa enzim atau seluruh sel.. Polimer inert dan bahan organik biasanya digunakan sebagai pembawa matriks karena keuntungannya yang bisa bertahan lama karena bentuk dan kekuatan fisik yang kuat dibandingkan dengan matrik pembawa lain seperti gel atau yang lainnya. Selain terjangkau, matriks yang ideal harus mencakup karakteristik seperti inertness, kekuatan fisik, stabilitas, regenerability, kemampuan untuk meningkatkan kekhususan dan aktivitas enzim dan mengurangi produk inhibisi, adsorpsi spesifik dan cemaran mikroba. Imobilisasi menghasilkan operasi ekonomi berkelanjutan, otomatisasi, rasio investasi/kapasitas yang tinggi dan pemulihan produk dengan kemurnian yang jauh lebih besar [31]. Kinerja enzim terimobilisasi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor guna untuk menunjang agar selalu aktif untuk mengkatalisis suatu reaksi. Adapun berbagai yang mempengaruhi kinerja enzim terimobilisasi disajikan dalam tabel 2.4 berikut: 11

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Enzim Terimobilisasi [31] Faktor Efek pada Imobilisasi Partisi Hidrofobik Peningkatan laju reaksi dari substrat hidrofobik Mikro Pembawa Hidrofobik alami mennyetabilkan enzim Kendala Difusi Aktivitas enzim yang menurun dan stabilitas meningkat Struktur alami pembawa seperti ukuran Retensi aktivitas tergantung pada pori ukuran pori Kehadiran substrat dan inhibitor Retensi aktivitas yang cukup tinggi Perlakuan fisik Meningkatkan kinerja enzim Mekanisme kinerja lipase terimobilisasi dan proses inhibisi dapat dijelaskan dengan gambar berikut: (a) Reaction Substrate Active site Enzyme (b) Inhibiton Inhibitor Active Enzyme binds substrate Enzyme conditions products Enzyme Enzyme binds inhibitor Inhibitor compounds With substrate Gambar 2.5 Mekanisme Kinerja Lipase Terimobilisasi [32] Pada gambar 2.5 dapat dilihat mekanisme kinerja lipase terimobilisasi. Substrat dalam keadaan bebas masuk ke bagian aktif enzim yang terimobilisasi sehingga terjadi ikatan antara substrat dan enzim untuk menghasilkan produk. Selain itu, pada gambar 2.5 juga menjelaskan inhibitor yang menutupi bagian aktif enzim terimobilisasi sehingga substrat tidak dapat masuk ke bagian aktif enzim. Imobilisasi enzim terbagi menjadi beberapa macam yang dibagi berdasarkan metode imobilisasinya seperti berikut, metode adsorpsi menggunakan pembawa yang tidak larut dalam air seperti derivate polisakarida, polimer sintetik dan kaca. Pada metode cross-linking, digunakan reagen multifungsi seperti glutaraldehid, bisdiobenzidin dan hexametilena diisosianat. Polimer seperti kolagen, selulosa dan k-carrageenan digunakan pada metode entrapment, 12

sedangkan metode kurungan membran mencakup perumusan liposom dan mikrokapsul [31]. 2.4.1 Metode Adsorpsi Adsorpsi fisik seperti pada gambar 2.6 dianggap sebagai metode yang paling sederhana untuk imobilisasi enzim. Fiksasi enzim dilakukan melalui ikatan hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal. Proses ini dilakukan dalam kondisi ringan, tanpa atau dengan dukungan aktivasi minimal dan aplikasi prosedur bersih, dan tidak adanya reagen tambahan. Dengan demikian adsorpsi merupakan metode ekonomis dan memungkinkan untuk menjaga aktivitas dan spesifisitas enzim. Komposisi kimia pembawa, rasio molar hidrofilik terhadap kelompok hidrofobik, serta ukuran partikel dan luas permukaan yang menentukan jumlah enzim terikat dan perilaku enzim setelah imobilisasi [33]. Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Metode Adsorpsi [34] Pada gambar 2.6 dapat dilihat enzim teradsorp pada permukaan partikel pembawa melalui ikatan hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal antara enzim dan partikel pembawa. 2.4.2 Metode Penjeratan dan Pengkapsulan Penjeratan melibatkan penangkapan enzim dalam matriks polimer, meskipun penjeratan enzim mengacu pada pembentukan membran seperti penghalang fisik sekitar enzim. Matriks biasanya terbentuk selama proses imobilisasi, dimana matriks yang terbentuk tidak memiliki muatan yang dapat mempengaruhi larutan dalam reaksi yang berlangsung. Enzim terperangkap dalam matriks gel seperti pada gambar 2.7 sehingga terkapsulasi. Kedua proses membutuhkan peralatan sederhana dan reagen yang relatif murah. Hal ini menyatakan bahwa enzim amobil dengan jeratan dan / atau enkapsulasi lebih stabil daripada metode adsorpsi fisik. Pada saat yang sama enzim amobil mempertahankan aktivitas dan stabilitasnya. Banyak bahan dan teknik telah 13

digunakan untuk menjerat dan / atau pengkapsulan lipase seperti k-carrageenan, silika gel, silika aerogel dll [33]. Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Metode Penjeratan dan Pengkapsulan [34] Pada gambar 2.7 dapat dilihat enzim terperangkap dalam matriks sehingga enzim menjadi amobil. Enzim yang terperangkap tidak sepenuhnya tertutup oleh matriks, namun masih terdapat celah-celah yang menjadi sisi aktif untuk kerja enzim terhadap substrat. 2.4.3 Metode Covalent Attachment Covalen Attachment merupakan hasil dari reaksi kimia antara residu asam amino aktif diluar katalitik aktif dan bagian pengikat dari enzim, dan fungsi aktif dari pembawa. Meskipun rumit dan dipengaruhi kuat oleh sifat pembawanya, covalen attachment seperti pada gambar 2.8 merupakan teknik yang paling efisien untuk imobilisasi enzim. Beberapa pembawa yang digunakan untuk metode covalent attachment ini seperti resin, chitosan, silika, polimer dll [33]. Gambar 2.8 Imobilisasi Enzim dengan Metode Covalent Attachment [34] Pada gambar 2.8 dapat dilihat enzim terikat pada pembawanya. Enzim dapat terikat pada pembawa nya akibat hasil dari reaksi kimia antara residu asam amino aktif pembawa dan bagian pengikat pada enzim. 2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi terakhir tahun 2013 sebesar 6.584.732 ton. Produksi CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Karena 14

memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel. Harga CPO = Rp 7500/ liter [35] Harga Biodiesel = Rp 8400/ liter [35] Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101%. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati (fatty acid methyl ester/ FAME) yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi telah mencapai 116.261 kiloliter.mulai September 2013, perusahaan di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai FAME (fatty acid methyl ester) minimal 10% dalam campuran solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai 15

Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia. 16