BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam penelitian terdahulu dikemukakan bahwa prestasi belajar siswa

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada kegiatan pelaksanaan penelitian, sampel diberi perlakuan (treatment)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Discovery-

Daftar Isi KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan yang telah dijelaskan dalam kajian pustaka bahwa cara untuk

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. BAB I PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 1 ISSN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ARTIKEL ILMIAH PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian tindakan kelas atau Classroom Actions research.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, karena pendidikan merupakan kegiatan manusia yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x. A. Latar Belakang Masalah...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggambarkan keadaan atau suatu fenomena (Sukmadinata, 2009).

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. instrumen penelitian dan teknik pengolahan data. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pra experiment

DAFTAR ISI Utami Widyaiswari,2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan metode eksperimen yaitu metode penelitian yang digunakan

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TAPPS (THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING)

Lusi Lusiyana Aminah, Wardani Rahayu, Ellis Salsabila Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA UNJ. Abstrak

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Metode Penelitian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemerintah, diantaranya dengan melakukan perbaikan dan

BAB II PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL ARGUMENT- DRIVEN INQUIRY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengumpulan data penelitian, hasil analisis data dan pembahasannya. Dari uraian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Nana (2009: 52) metode penelitian merupakan rangkaian cara

ISSN Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volum 2, Nomor 6, Agustus 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan scientific dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian dan Desain Penelitian. mengumpulkan data penelitiannnya (Arikunto, 2006: 160).

BAB III METODE PENELITIAN. Sintaks model pembelajaran fisika konsep kapasitor keping sejajar

BAB III METODE PENELITIAN. berpendekatan aunthentic inquiry learning ini merupakan desain Research

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 4.1 Model Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi ini tidak terlepas dari kontribusi bidang matematika karena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Kemmis & Mc. Taggart (Basrowi, 2008: 26) memandang PTK sebagai

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DITINJAU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COMPLETE SENTENCE DAN TEAM QUIZ

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan model Pembelajaran

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI...

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Matematika telah memberikan kontribusi dalam pemecahan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VII-B SMP MUHAMMADIYAH 13 SURABAYA

DAFTAR ISI PERNYATAAN.. ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah bertujuan mengetahui efektivitas

DAFTAR ISI BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN & MOTTO... KATA PENGANTAR...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SMPN 11 PADANG

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... A. Latar Belakang Masalah...

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian pengembangan, model yang

DAFTAR ISI... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk mengkaji keefektifan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Observasi pembelajaran menerapkan metode TAPPS bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran metode TAPPS yang telah direncanakan. Observasi ini dilaksanakan dengan bantuan observer menggunakan lembar format observasi mencakup beberapa aspek kegiatan yang diamati keterlaksanaannya (Lampiran F). Hasil observasi pembelajaran disajikan dalam gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut. Persentase (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 87,50 89,29 87,50 89,29 89,29 87,50 75,00 62,50 68,75 Pendahuluan Kegiatan Inti Penutup 0,00 Pertemuan 1 Pertemuan2 Keseluruhan Gambar 4.1. Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Bagan gambar 4.1 di atas ditunjukkan prosentase hasil pengukuran observasi aktivitas guru dalam mengimplementasikan metode TAPPS pada pelaksanaan penelitian. Hasil observasi pembelajaran ini dibagi menjadi tiga sesi kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 59

Pada bagan ditunjukkan nilai pencapaian prosentase pada tiap pertemuan memiliki perberbedaan yang kecil. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pembelajaran metode TAPPS yang diberikan pada tiap pertemuan tidak berbeda secara berarti. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan yang diberikan pada sampel selama penelitian tidak berbeda. Sebagaimana ditampilkan dalam bagan gambar 4.1, prosentase masingmasing sesi pada tiap pertemuan juga menunjukkan prosentase pencapaian yang relatif sama. Terkecuali dalam sesi penutup, terdapat peningkatan pencapaian prosentase keterlaksanaan dari pertemuan satu ke pertemuan dua. Dalam sesi penutup, persentase yang dicapai pada pertemuan pertama sebesar 62,50% sedangkan pada pertemuan berikutnya sebesar 75,00%, meningkat sebesar 12,5% dari hasil pertemuan sebelumnya. Keterlaksanaan aktivitas pembelajaran pada sesi penutup mencapai prosentase dibawah pencapaian kegiatan lainnya disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu faktor lingkungan yang tidak kondusif. Pembelajaran pertama maupun kedua dilaksanakan pada hari sabtu di jam ke 7 dan 8 (jam terakhir). Pada waktu tersebut konsentrasi siswa telah menurun, kemudian ditambah dengan aktivitas diluar kelas yang ramai. Dalam upaya mengkondisikan perhatian siswa ke dalam pembelajaran membuat aktivitas yang telah direncanakan pada sesi penutup ini menjadi tidak terlaksana dengan baik. Prosentase keterlaksanaan sesi penutup pada pertemuan kedua meningkat setelah dilakukan penanggulangan kondisi tersebut di atas dengan menutup 60

pintu dan sebagian jendela agar aktivitas siswa diluar kelas tidak terlihat. Akan tetapi usaha ini belum memberikan hasil yang maksimal dalam menanggulangi kendala tersebut. Selain kondisi di atas, dalam pembelajaran metode TAPPS ditemukan barbagai tantangan yang menjadi hambatan bagi keterlaksanaannya, sehingga nilai prosentase yang dicapai tidak maksimal. Diantara hambatan yang ditemukan yaitu dalam melaksanakan pengawasan diskusi pasangan (pairs). Dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang, pasangan yang dibentuk sebanyak 14 pasang kemudian dikelompokkan ke dalam 7 kelompok. Dengan jumlah kelompok tersebut menuntut mobilitas yang tinggi dari guru dalam membimbing keterlaksanaan metode. Dengan keterbatasan guru memungkinkan tidak terbimbingnya seluruh kelompok selama proses pembelajaran dilaksanakan. Selanjutnya, banyak ditemukan pasangan siswa dalam kelompok yang mengalami kesulitan dan kesalahan dalam langkah menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan mengelompokan pasangan PS dan L diharapkan pasangan yang mengadapi masalah dapat berdiskusi dengan pasangan lain pada kelompok yang sama. Akan tetapi pada kondisi tertentu pasangan sekelompok tersebut juga tidak dapat membantu sehingga kelancaran akivitas TAPPS menjadi terhambat. Kendala lainnya yang ditemui yaitu pelaksanaan peran PS dan L oleh siswa. Banyak pasangan siswa yang kurang memahami bahwa diskusi TAPPS berbeda dengan diskusi kelompok biasa, sehingga pada pertemuan pertama 61

banyak siswa sampel yang belum melaksanakan perannya dalam pasangan dengan baik sesuai petunjuk yang diberikan di dalam lembar diskusi TAPPS. Dari hasil observasi untuk tiap sesi pembelajaran dianalisis pula untuk melihat prosentase keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran pada masing-masing pertemuan dan prosentase keterlaksanaan secara keseluruhan. Hasil analisis tersebut disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Rekap Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru Hasil Observasi Pertemuan 1 Pertemuan 2 Keseluruhan** Skor* 44 45 85 Prosentase pembelajaran 84,62% 86,54% 85,58% Catatan: *Skor ideal = 52 poin, **Skor Ideal = 104 poin Sebagaimana ditampilkan dalam tabel 4.1, perencanaan pembelajaran dengan menerapkan metode TAPPS yang dilakukan dengan mengantisipasi berbagai kendala yang mungkin muncul dalam pelaksanaan metode mampu memberikan pencapaian prosentase keterlaksanaan metode dari hasil observasi hingga 84,62% pada pertemuan pertama dan 86,54% pada pertemuan kedua. Secara keseluruhan prosentase pelaksanaan pembelajaran dengan metode TAPPS dalam dua pertemuan sebesar 85,58%. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa keterlaksanaan metode perlu ditingkatkan lagi agar dapat memberikan pengaruh atau hasil yang lebih baik. B. Observasi aktivitas Diskusi Metode TAPPS Siswa Pengamatan terhadap aktivitas diskusi kelompok bertujuan memberikan gambaran pelaksanaan metode TAPPS siswa selama perlakuan diberikan. 62

Observasi dilakukan dalam beberapa aktivitas yang dimunculkan melalui diskusi TAPPS untuk peran PS maupun L. Pengamatan aktivitas diskusi kelompok ini diambil berdasarkan hasil lembar observasi yang dilaporkan oleh observer. Satu orang observer mengamati dan mengukur perilaku siswa sebanyak empat (satu kelompok) sampai delapan orang (dua kelompok). Hasil pengolahan skor pengamatan aktivitas siswa dalam melaksanakan diskusi pasangan mengikuti metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) disajikan pada tabel 4.2 berikut ini. Aspek Pengamatan 1) Vebalisasi pengetahuan (PS) 2) Pemeriksaan Ketelitian (L) 3) Verbalisasi gagasan (PS) 4) Menuntut verbalisasi (L) Aktivitas Diskusi TAPPS Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aktivitas Diskusi Kelompok TAPPS Persentase Pertemuan 1 71,40% 73,20% 53,50% (Cukup) 32,10% (Rendah) 59,50% Persentase Pertemuan 2 75,00% 76,80% 57,10% (Cukup) 39,30% (Rendah) 63,70% Rata-rata Aktivitas 73,20% 75,00% 55,40% (Cukup) 35,70% (Rendah) 61,60% Thinking Aloud Interaksi verbalisasi pengetahuan: 74,10% Interaksi verbalisasi gagasan: 48,81% (Cukup) Aspek pengamatan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan aktivitas dalam diskusi TAPPS yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil yang disajikan dalam tabel 4.2 dijelaskan sebagai berikut: 63

o Keterlaksanaan peran Problem Solver (PS) Dilihat dari skor untuk dua pertemuan yang dilaksanakan nilai prosentase keterlaksanaan tugas PS oleh siswa sebesar 61,31% pada kriteria baik. Tugas siswa PS yang diamati yaitu aktivitas verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan selama siswa melaksanakan diskusi memecahkan masalah. Akivitas verbalisasi pengetahuan mencakup aspek memberikan penjelasan yang dicapai dengan prosentase 73,20% dengan kriteria baik. Kemudian aktivitas verbalisasi gagasan mencakup aspek mengungkapkan gagasan dan menjawab pertanyaan. Dari pengamatan aktivitas ini terlaksana dengan prosentase 55,30% dengan kriteria cukup. o Keterlaksanaan peran Listener (L) Tugas L yaitu memberikan monitoring bagi siswa PS selama melaksanakan diskusi pasangan. Prosentase keterlaksanaan tugas L oleh siswa hasil observasi sebesar 61,90% pada kriteria baik. Tugas siswa L ini terdiri dari dua aspek, yaitu pemeriksaan ketelitian yang merupakan monitoring bagi PS untuk memverbalkan pengetahuannya, dan menuntut verbalisasi yang merupakan monitoring bagi PS untuk memverbalkan gagasanya. Kedua aspek tersebut menunjukkan prosentase keterlaksanaannya berturut-turut yaitu 76,80% pada kriteria baik, dan 39,30% pada kriteria cukup. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa dengan pencapaian monitoring oleh siswa L pada kriteria baik membantu siswa PS dalam melaksanakan aktivitas verbalisasi pengetahuan hingga terlaksana dengan baik pula. Akan tetapi 64

untuk aktivitas verbalisasi gagasan siswa PS belum terlaksana hingga kriteria baik, salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu kurangnya monitoring siswa L dalam mendukung siswa PS untuk melaksanakannya. Dengan berdasarkan hasil di atas, analisis faktor yang dipandang memberikan pengaruh pada temuan yang diperoleh diantaranya dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor siswa Tugas siswa dalam pasangan (pairs) yaitu menjalankan peran sebagai PS dan L. Tugas PS adalah melaksanakan thinking aloud yaitu verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan, sedangkan tugas L adalah memberikan umpan balik dengan membantu PS memeriksa ketelitian dalam pemecahan masalah, dan menuntut verbalisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan oleh siswa yang belum terbiasa. Siswa yang mampu melakukan thinking aloud ini ditandai dengan semakin lengkapnya penjelasan verbal yang dilakukan selama melaksanakan pemecahan masalah. Sebagaimana dijelaskan Johnson dan Chung (1999) bahwa berpikir sambil menjelaskan kepada orang lain (thinking aloud) bukan hal yang mudah. Seseorang akan mengalami kesulitan memilih kata-kata ketika menjelaskan, terlebih bagi seseorang yang tidak terbiasa melakukannya. Selain itu menjadi seorang Listener (L) dengan tugas mengikuti Problem Solver (PS) dalam memecahkan masalah sekaligus memonitor setiap langkah yang dilakukan oleh PS tanpa berpikir untuk mengerjakan sendiri 65

soal yang dihadapi juga bukan hal yang mudah. Kondisi inilah yang dipandang menjadi penyebab rendahnya pelaksanaan akivitas-aktivitas tersebut ketika perlakuan diberikan di dalam pembelajaran. Dengan kata lain siswa tidak menjalankan aktivitas-aktivitas dalam diskusi metode TAPPS tersebut dengan baik. 2. Faktor pengukuran Metode observasi dengan bantuan observer memiliki kelemahan dalam mengumpulkan informasi yang diharapkan dari diskusi TAPPS. Diantara kelemahan tersebut yaitu terbatasnya jumlah observer yang dapat dilibatkan dalam penelitian. Jika observer yang dilibatkan dalam pengamatan aktivitas diskusi terlalu banyak maka aktivitas dan konsentrasi siswa dalam melaksanakan diskusi TAPPS akan tengganggu. Hal ini berpotensi mempengaruhi hasil penelitian sehingga observer menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil yang diperoleh. Sebaliknya jika jumlah observer yang dilibatkan dalam penelitian sedikit maka tidak akan sebanding dengan jumlah kelompok yang harus diamati. Hal ini menyebabkan informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas diskusi TAPPS tidak lengkap dan akurat. Dengan kata lain penggunaan metode pengumpulan data aktivitas diskusi dalam metode TAPPS melalui observasi dengan bantuan observer kurang mampu memberikan informasi yang diharapkan secara lengkap. Dengan kelemahan ini analisis yang dilakukan untuk mendukung data hasil 66

penelitian melalui proses selama perlakuan diberikan memberikan hasil yang kurang teliti dan hanya dapat memberikan gambaran kasar. Untuk itu sebaiknya dilakukan pemilihan metode pengumpulan data lain yang mampu mengamati aktivitas diskusi tanpa mempengaruhi hasil penelitian dalam melaksanakannya atau setidaknya pengaruh yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Dengan keterbatasan tersebut secara keseluruhan hasil observasi diskusi metode TAPPS dalam menyelesaikan masalah secara berpasangan menunjukkan pencapaian prosentase pelaksanaan sebesar 61,60%. Berdasarkan hasil ini diperoleh gambaran bahwa penerapan metode TAPPS dalam diskusi dilaksanakan dengan kriteria baik. Meskipun pelaksanaan metode berada pada kriteria baik, akan tetapi masih diperlukan adanya perbaikan dan penyempurnaan dalam menerapkan metode, khususnya dalam aktivitas interaksi verbalisasi PS dan L dalam penyelesaian masalah. C. Pengaruh Penerapan Metode TAPPS Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Tes kemampuan pemecahan masalah dilaksanakan sebelum (pretest) dan setelah (posttest) perlakuan dengan metode TAPPS. Pengolahan dan interpretasi hasil pengukuran tes kemampuan pemecahan masalah dibahas dalam tiga komponen kemampuan pemecahan masalah yaitu pada kemampuan memahami masalah, kemampuan membuat rencana pemecahan masalah, dan kemampuan melaksanakan pemecahan masalah. 67

Hasil pengolahan skor tes kemampuan pemecahan masalah mencakup nilai rata-rata skor pretest, nilai rata-rata skor posttest, Gain (G), dan gain ternormalisasi <g>, serta standar deviasi (SD) disajikan dalam diagram pada bagan gambar 4.2 berikut ini. 25,00 21,07 20,00 Skor Rata-rata 15,00 10,00 5,00 0,00 1,75 7,86 Memahami masalah 5,43 0,23 2,09 0,11 0,08 0,11 0,14 Membuat rencana 7,79 0,83 0,59 0,86 0,7 Melaksanakan rencana Pemecahan masalah 76 0,09 Pretest Posttest <g> Gambar 4.2 Diagram Rekapitulasi Skor Rata-Rata Pretest, Posttest, dan Gain Ternormalisasi <g> Hasil Pengukuran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah. Bagan gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan kategori tinggi (g = 0,76; SD = 0,09). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah diukur pula untuk tiap komponen kemampuan merujuk pada strategi pemecahan masalah Polya, yaitu: 1. Kemampuan memahami masalah Kemampuan siswa dalam memahami masalah meningkat dengan kategori tinggi (g = 0,83; SD = 0,08). Dalam memahami masalah siswa menunjukkan indikator mengidentifikasi variabel data yang diberikan dalam soal dan masalah yang ditanyakan. Kemudian siswa juga membuat gambar ilustrasi masalah yang mereka pahami. Akan tetapi dalam 68

mengungkapkan kembali masalah berdasarkan pemahaman mereka pada soal belum ditunjukkan siswa dengan baik. Siswa hanya meringkas permasalahan yang mereka pahami dari soal. Untuk itu masih dibutuhkan perbaikan dalam aktivitas untuk melatih kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali masalah dalam kata-kata mereka sendiri sesuai pemahaman siswa terhadap masalah. 2. Kemampuan membuat rencana pemecahan masalah Kemampuan siswa dalam membuat rencana pemecahan masalah meningkat dengan kategori sedang (g = 0,59; SD = 0,11). Dalam membuat rencana pemecahan masalah siswa baru menunjukkan kemampuan dalam menentukan persamaan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi. Siswa belum menunjukkan kemampuan dalam mengaitkan antara permasalahan dengan materi fisika yang sesuai. Dengan penunjukkan tersebut rencana pemecahan masalah belum memperlihatkan alur rencana pemecahan masalah secara lengkap dan sistematis. 3. Kemampuan melaksanakan pemecahan masalah Kemampuan siswa dalam melaksanakan pemecahan masalah meningkat dengan kategori tinggi (g = 0,86; SD = 0,14). Kemampuan ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mensubstitusikan hasil identifikasi variabel ke dalam persamaan pada rencana pemecahan masalah. Siswa juga menunjukkan kemampuan dan ketelitian yang baik dalam melakukan perhitungan hingga diperoleh besaran yang ditanyakan. Kelemahan dalam 69

melaksanakan perhitungan ditunjukkan pada penyertaan satuan. Hal tersebut belum ditunjukkan oleh seluruh siswa sampel. D. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil penelitian dari data observasi diskusi TAPPS dan tes kemampuan pemecahan masalah disajikan pada gambar 4.2 berikut ini. Tabel 4.3. Hasil Observasi Diskusi TAPPS dan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Observasi Diskusi TAPPS Interaksi Verbalisasi Pengetahuan Interaksi Verbalisasi Gagasan Persentase 74.1% 45.5% (Cukup) Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Memahami masalah Melaksanakan rencana Membuat rencana Persentase 83.3% (Tinggi) 86.1% (Tinggi) 58.6% (Sedang) Dalam gambar 4.2 di atas, hasil observasi diskusi dianalisis untuk dua aktivitas thinking aloud dalam diskusi TAPPS, yaitu interaksi verbalisasi pengetahuan dan interaksi verbalisasi gagasan. Verbalisasi pengetahuan adalah aktivitas siswa untuk memvokalkan identifikasi materi-materi fisika yang relevan dan perhitungan dalam proses pemecahan masalah. Sedangkan verbalisasi gagasan (ide-ide) merupakan aktivitas siswa untuk memvokalkan pemikirannya dalam menyusun suatu alur atau jalan dalam proses pemecahan masalah. Verbalisasi pengetahuan ditunjukkan dengan aktivitas memberikan penjelasan terhadap masalah, dan menjelaskan informasi yang tercakup dalam 70

soal. Selain itu verbalisasi ini juga mencakup penjelasan dalam pelaksanaan perhitungan sesuai aturan dasar dalam matematika. Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan verbalisasi gagasan dalam diskusi terlaksana pada kriteria cukup. Verbalisasi gagasan mencakup mengungkapkan gagasan dalam penyelesaian masalah berdasarkan pemahaman siswa terhadap soal dan materi yang relevan. Analisis terhadap proses pembelajaran selama perlakuan diberikan dan hail tes kemampuan pemecahan masalah menunjukkan temuan sebagai berikut: 1. Metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami masalah melalui aktivitas interaksi verbalisasi pengetahuan. Dengan pencapaian aktivitas interaksi verbalisasi pada kriteria baik, peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap maalah meningat dengan kategori tinggi. 2. Interaksi verbalisasi pengetahuan dalam metode TAPPS juga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan pemecahan masalah yang juga meningkat dengan kategori tinggi. Kedua hasil ini sejalan dengan temuan MacGregor bahwa dialog pada TAPPS membantu membangun kerangka kerja kontekstual yang dibutuhkan untuk pemahaman (MacGregor, 1990). Selain itu Slavin juga menemukan bahwa thinking aloud memungkinkan siswa untuk melatih konsep-konsep, menghubungkannya dengan kerangka kerja yang sudah ada, dan 71

menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi (Slavin, 1995). 3. Metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rencana pemecahan masalah melalui aktivitas interaksi verbalisasi gagasan dalam diskusi pasangan. Data penelitian menunjukkan bahwa dengan keterlaksanaan interaksi verbalisasi pada kriteria sedang, hasil tes kemampuan membuat rencana pemecahan masalah siswa meningkat dengan kategori sedang. Hasil ini sejalan dengan temuan Stice bahwa aktivitas thinking aloud menuntut PS untuk berpikir sambil menjelaskan, sehigga dapat melatih pola berpikir mereka agar lebih terstruktur. Selain itu TAPPS juga dapat membantu siswa untuk menjadi pemikir yang lebih baik dan lebih mampu untuk menggunakan apa yang mereka ketahui (Stice, 1987). Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas, kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui metode TAPPS dalam aktivitas thinking aloud pada interaksi verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan. Aktivitas thinking aloud ini dilaksanakan dalam diskusi pasangan (pairs). Jika aktivitas thinking aloud dalam diskusi pasangan (pairs) terlaksana dengan baik, maka kemampuan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan secara signifikan. 72