BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi cadangan tanah liat sangat besar dan tersebar hampir di seluruh daerah. Melimpahnya tanah liat di beberapa daerah membuat masyarakat berfikir kreatif untuk memanfaatkan tanah liat menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual. Cara pemanfaatan tanah liat berbeda di setiap daerah sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masyarakat dalam mengolah tanah liat itu sendiri. Pada umumnya tanah liat di Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kerajinan seni dan bahan bangunan seperti batu bata dan genteng. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi yang menawarkan keragaman kerajinan seni berbahan dasar tanah liat. Pusat kerajinan tanah liat ini terletak di desa wisata Kasongan, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Kasongan berada sekitar 8 km ke arah barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit berkendara dari pusat kota Yogyakarta. Posisi desa wisata Kasongan dapat dilihat dalam peta Kabupaten Bantul seperti pada Gambar 1.1. Jenis kerajinan tanah liat yang diproduksi dan dijual di Kasongan berupa kerajinan keramik dengan jenis dan bentuk yang beranekaragam. Tanah liat sebagai bahan dasar keramik didefinisikan sebagai partikel mineral berkerangka dasar silikat yang terbentuk dari hasil pelapukan kulit bumi yang sebagian besar terdiri dari batuan feldspatik. Hasil pelapukan tersebut berbentuk partikel-partikel halus yang sebagian besar dipindahkan oleh tenaga air, angin dan gletser ke suatu tempat yang lebih rendah dan jauh dari tempat batuan induk dan dikenal dengan tanah liat sekunder. Sebagian kecil lainnya tetap berada di tempat batuan induk atau yang dikenal dengan tanah liat primer. Tanah liat memiliki sifat membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air (Aminudin, 2010). 1
2 Gambar 1.1 Peta desa Bangunjiwo Terdapat empat jenis tanah liat yang digunakan dalam pembuatan keramik seni, yaitu stoneware clay, earthenware clay, ball clay, dan kaolin. Tanah liat stoneware memiliki sifat tidak terlalu plastis, berbutir halus, dan memiliki susut kering yang rendah. Tanah liat earthenware ada dua jenis, yaitu earthenware merah dan earthenware abu-abu. Tanah liat earthenware memiliki sifat tidak plastis dan memiliki susut kering yang tinggi. Ball-clay memiliki sifat sangat plastis, berbutir sangat halus, memiliki susut kering dan susut bakar sangat tinggi. Kaolin memiliki sifat tidak plastis namun tanah ini tidak dapat langsung digunakan untuk membuat keramik, melainkan harus dicampur dulu dengan bahan-bahan lainnya (Astuti, 2008). Tanah liat sebagai bahan dasar keramik harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang terdapat didalam tanah liat. Proses pemisahan kotoran-kotoran dalam tanah liat dilakukan dengan proses pengayakan. Proses pengayakan penting dilakukan karena hampir semua tanah liat dalam bentuk
3 aslinya banyak mengandung kotoran bertekstur kasar yang harus di pisahkan sebelum tanah tersebut digunakan (Kingery, 1967). Jika pengayakan tidak dilakukan akan mengakibatkan kesulitan dan kerusakan selama proses pembuatan keramik. Proses pengayakan yang digunakan oleh perajin keramik Kasongan adalah dengan metode pengayakan basah (wet screening). Pada proses pengayakan basah material dijatuhkan ke permukaan pengayak. Partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari bukaan ayak (undersize) dapat melewati ayakan, sedangkan partikel yang memiliki ukuran lebih besar dari bukaan ayak (oversize) tidak dapat melewati ayakan dan tertahan di atas permukaan ayakan. Ukuran permukaan ayakan dinyatakan dalam mesh atau mm. Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat pada permukaan pengayak dalam satu inchi linear dan mm menunjukkan ukuran partikel yang melewati bukaan ayak (Brown, 1950). Proses pengayakan menghasilkan tanah liat dengan ukuran kehalusan tertentu yang akan berpengaruh terhadap tingkat keplastisan tanah. Plastisitas adalah kemampuan tanah liat dalam menyesuaikan perubahan bentuk atau volume tanpa terjadinya retak-retak yang disebabkan oleh penyerapan air di sekeliling permukaan partikel tanah liat. Tanah berbutir kasar memiliki kekuatan tekuk yang rendah, sehingga seringkali menimbulkan retak-retak pada proses pembuatan keramik karena luas permukaan dan jumlah ikatannya kecil. Berbeda dengan tanah berbutir halus, tanah berbutir halus memiliki kekuatan tekuk yang lebih besar karena luas permukaaan dan jumlah ikatannya lebih besar, sehingga tidak menimbulkan retak-retak pada proses pembuatan keramik (Hartomo, 1994). Untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalam keramik setelah proses pembentukan, dilakukan proses pengeringan. Air dalam keramik akan menguap secara perlahan selama proses pengeringan. Partikel-partikel tanah liat saling mendekat perlahan-lahan seiring dengan proses menguapnya air. Oleh karenanya, pada proses pengeringan biasa diikuti dengan penyusutan dan menghasilkan keramik yang lebih kecil dari ukuran semula (Clews, 1969). Besarnya penyusutan selama proses pengeringan pada keramik disebut susut
4 kering. Jumlah persentase penyusutan kering yang di persyaratkan sebaiknya berkisar antara 3 10% (Aminudin, 2010). Berdasarkan survei dan wawancara kepada perajin keramik Kasongan, tanah liat yang digunakan untuk pembuatan keramik Kasongan adalah earthenware merah, eathenware abu-abu, dan stoneware yang merupakan hasil pengayakan dengan nomor ayakan 80 dan 100 mesh. Menurut para perajin, tanah liat hasil pengayakan 80 dan 100 mesh memiliki kualitas yang baik karena mudah di bentuk dan memiliki susut kering yang rendah. Hal tersebut yang mendasari perajin untuk tidak menggunakan nomor ayakan yang berbeda dalam pengayakan tanah liat. Oleh perajin Kasongan, tanah liat earthenware abu-abu digunakan sebagai bahan dasar pembuatan patung-patung pemodelan seperti patung raja, dewa, dan miniatur-miniatur candi. Tanah liat earthenware merah digunakan sebagai bahan dasar pembuatan guci, vas bunga, poci, anglo, seperangkat meja kursi, dan masih banyak jenis lainnya. Tanah liat stoneware digunakan untuk pembuatan keramik bergelasir penunjang interior seperti patung sepasang pengantin, patung penari, guci, dan masih banyak jenis lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengukuran kualitas bahan tanah liat menggunakan nomor ayakan berbeda dari yang biasa digunakan oleh perajin Kasongan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan referensi kepada perajin Kasongan dalam penggunaan nomor ayakan yang mampu menghasilkan keramik berkualitas. Diperlukan suatu sistem yang mampu memberikan informasi kualitas bahan tanah liat tanpa merusak struktur dan bentuk dari tanah liat itu sendiri. Radiografi digital sinar-x diharapkan mampu memberikan informasi kualitas tanah liat sebagai bahan dasar pembuatan keramik. Radiografi digital sinar-x adalah teknik pencitraan obyek menggunakan radiasi sinar-x, dimana sensor sinar-x digital digunakan sebagai pengganti film fotografi konvensional. Sensor sinar-x yang digunakan berbasis layar fluoresense yang akan terpendar jika terkena sinar-x. Saat sinar-x menabrak layar fluoresens akan menghasilkan cahaya yang intensitasnya tergantung dari banyaknya sinar-x yang mengenainya. Cahaya tersebut akan ditangkap menggunakan kamera CCD
5 yang dilengkapi dengan unit pengubah citra. Unit pengubah citra mengubah cahaya yang melewati layar fluoresense menjadi sinyal video yang bersifat analog. Sinyal-sinyal video analog hasil keluaran unit pengubah citra kemudian didigitisasi menggunakan framegrabber menghasilkan citra digital yang dapat ditampilkan pada layar komputer. Proses sinkronisasi dapat dilakukan saat proses digitisasi, yang dilakukan bersamaan pada saat pancaran sinar-x (Suparta et al., 2005). Berdasarkan pemaparan diatas, maka pada penelitian ini berupaya untuk menganalisa kualitas bahan tanah liat earthenware dan stoneware hasil pengayakan dengan nomor 40, 60, 80, 100, dan 120 mesh menggunakan sistem radiografi digital sinar-x. Radiografi yang digunakan merupakan radiografi digital sinar-x yang dikembangkan oleh Grup Riset Fisika Citra (GRFC) FMIPA UGM. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijabarkan di atas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana cara mengukur parameter-parameter kualitas bahan tanah liat menggunakan metode radiografi digital sinar-x? 2. Adakah hubungan antara nomor pengayakan dengan kualitas bahan tanah liat sebagai bahan dasar keramik Kasongan? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Proses pengambilan citra tanah liat menggunakan fasilitas radiografi digital yang terdapat di laboratorium Grup Riset Fisika Citra FMIPA UGM. 2. Jenis tanah liat yang digunakan adalah tanah liat stoneware yang berasal dari Semin (Gunungkidul), tanah earthenware abu-abu yang berasal dari Banjarnegara (Jawa Tengah), dan tanah earthenware merah yang berasal dari Bangunjiwo (Bantul).
6 3. Parameter penilaian kualitas tanah liat hanya meliputi koefisien serapan linear (µ) dan susut kering berdasarkan citra digital radiograf. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui cara mengukur parameter-parameter kualitas bahan tanah liat menggunakan metode radiografi digital sinar-x. 2. Mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara nomor pengayakan dengan kualitas bahan tanah liat sebagai bahan dasar keramik Kasongan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Diperolehnya informasi cara mengukur atau metode pengukuran sebagian parameter-parameter kualitas bahan tanah liat dengan metode radiografi digital sinar-x 2. Diperolehnya bahan penyusun rekomendasi kepada para perajin tentang spesifikasi kualitas bahan keramik berdasarkan informasi nomor ayakan. 3. Diperolehnya informasi dan pengetahuan hubungan antara nomor pengayakan dengan kualitas bahan tanah liat sebagai bahan dasar keramik Kasongan. 4. Diperolehnya catatan rekam jejak pemanfaatan sistem radiografi digital yang dikembangkan di Jurusan Fisika FMIPA UGM. 1.6 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari enam bab dengan sistematika penulisan tesis mengikuti aturan penulisan tesis seperti berikut. BAB I PENDAHULUAN meliputi uraian latar belakang apa yang mendasari tema, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA diuraikan secara sistematis informasi hasil penelitian yang disajikan dalam
7 pustaka yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, serta posisi penelitian ini relatif terhadap penelitian-penelitian sebelumnya tersebut. Pada BAB III DASAR TEORI diuraikan tentang teori yang mendasari penelitian yang dilakukan. Kemudian, BAB IV METODOLOGI PENELITIAN menyajikan secara lengkap setiap langkah yang akan dilakukan dalam penelitian, yang meliputi: bahan, peralatan, prosedur kerja, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis hasil. Pada BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil yang telah diperoleh berdasarkan rangkaian eksperimen dalam penelitian ini. Akhirnya, BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN memuat secara singkat dan jelas tentang hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian, beserta saran-saran yang mungkin dapat dilakukan untuk mengembangkan penelitian ini. Pada bagian paling akhir disampaikan DAFTAR PUSTAKA dan LAMPIRAN terkait.