BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota selalu menunjukkan suatu keadaan yang dinamis. Kotakota di Indonesia berkembang dengan cepat seiring perkembangan zaman dan teknologi. Namun, beberapa kota memiliki kecenderungan perkembangan yang lebih pesat dari kota lainnya. Morlok (1988) mengemukakan bahwa adanya perbedaan kepemilikan sumber daya alam dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk mengakibatkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Perbedaan sumber daya yang dimiliki menjadi salah satu penyebab terjadinya kesenjangan terhadap perkembangan kota. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari fisik, ekonomi, sosial maupun budaya. Kesenjangan antar wilayah membuat sebagian orang tergiur untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Kesenjangan antar wilayah mengakibatkan banyak masyarakat pedesaaan melakukan urbanisasi. Urbanisasi, dilihat dari arus perpindahan penduduk, merupakan suatu pertambahan jumlah penduduk yang berdiam di perkotaan sebagai akibat proses perpindahan penduduk dari desa ke kota (Mulyandari, 2011). Urbanisasi menyebabkan jumlah dan kepadatan penduduk di kota bertambah dari waktu ke waktu sehingga jumlah populasi di perkotaan kian meledak. Ledakan penduduk memunculkan suatu problematika baru. Jumlah penduduk yang kian meningkat berbanding lurus dengan kebutuhan akan sarana dan prasarana. Pertambahan jumlah penduduk juga menimbulkan permasalahan perkotaan semakin kompleks seperti meningkatnya kebutuhan lahan untuk perumahan, meningkatnya kebutuhan jasa pelayanan transportasi, meningkatnya kebutuhan insfrastruktur perkotaan, meningkatnya permintaan lapangan pekerjaan, meningkatnya kebutuhan pasokan air besih, dan sebagainya. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri untuk daerah perkotaan agar bisa mendukung aktivitas dan kebutuhan masyarakat di dalamnya. 1
Sementara itu, tidak semua pelaku urbanisasi siap untuk menyesuaikan diri dengan kondisi perkembangan kehidupan perkotaan. Pelaku urbanisasi pada umumnya tidak memiliki keterampilan khusus untuk menunjang kehidupannya di kota. Akibatnya, kelompok tersebut dapat mengalami kerentanan ekonomi. Kerentanan ekonomi disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang untuk menghadapi ancaman yang disebabkan oleh sektor ekonomi, salah satunya adalah kemiskinan. Pada akhirnya, tidak sedikit masyarakat yang semakin hari semakin mendekati kondisi kemiskinan akibat tidak adanya keterampilan yang bisa disandarkan. Penduduk miskin atau yang sering disebut sebagai penduduk menuju sejahtera dikelompokkan menjadi beberapa golongan dan mendapat identitas sebagai jaminan perlindungan sosial baik dari tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pengelompokan tersebut dapat berbeda-beda. Pada kasus di Kota Yogyakarta, Pemerintah Kota melalui Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengklasifikasikan penduduk menuju sejahtera menjadi beberapa kelompok, yaitu penduduk rentan miskin, miskin, dan fakir miskin yang kemudian disebut sebagai penduduk menuju sejahtera dan diberikan identitas jaminan perlindungan sosial. Penduduk menuju sejahtera di Kota Yogyakarta umumnya bertahan hidup hanya dengan bekerja di sektor informal yang penghasilan setiap bulannya tidak menentu. Pendapatannya yang terbatas membuat penduduk menuju sejahtera hidup dalam keterbatasan di tengah tekanan kebutuhan dan keinginan yang tak terbatas. Penduduk menuju sejahtera tidak memiliki banyak pilihan lokasi untuk tempat tinggal. Area ilegal, perkampungan liar, daerah kumuh di pusat kota, lahan sengketa, bantaran sungai, lahan pemerintah yang tak terpakai, dan tepian rel menjadi pilihan golongan tersebut untuk tinggal dan menetap. Keterbatasan penduduk menuju sejahtera membuat mereka harus cermat dalam melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keterbatasan yang dimiliki umumnya membentuk suatu perilaku yang berulangulang dan dominan dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan. Penduduk 2
menuju sejahtera selama ini diasumsikan menemui beberapa kesulitan dalam melakukan perjalanan. Di negara-negara berkembang, penduduk menuju sejahtera memiliki kecenderungan sebagai golongan paksawan yang terpaksa menggunakan kendaraan umum karena ketiadaan kendaraan pribadi (Tamin, 2000). Namun tidak menutup kemungkinan perilaku perjalanan yang terbentuk disebabkan faktor lain yang membuat beberapa orang menjadi golongan pilihwan sesuai dengan pertimbangan masing-masing. Pertimbangan yang dilakukan dapat mencakup faktor bentuk kota dan non-bentuk kota yang tidak terlepas dari pembentukan perilaku perjalanan yang dilakukan seseorang. Perilaku perjalanan bekerja menjadi salah satu hal yang penting dalam usaha manusia memenuhi kebutuhannya. Bagi penduduk menuju sejahtera, perilaku perjalanan bekerja terbentuk karena keharusannya memenuhi kebutuhan di tengah himpitan perekonomian. Penelitian ini berusaha memaparkan perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tegalpanggung karena kelurahan tersebut memiliki jumlah penduduk penerima jaminan perlindungan sosial tertinggi di Kota Yogyakarta (26% penduduk menerima kartu KMS pada tahun 2013). Selain itu, letak Kelurahan Tegalpanggung cukup strategis. Kelurahan Tegalpanggung memiliki aksesibilitas yang baik sehingga dapat dipandang sebagai salah satu hal yang menguntungkan penduduk menuju sejahtera dalam melakukan perjalanan bekerjanya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, maka pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera? b. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera? 3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera di Kelurahan Tegalpanggung dan faktor yang mempengaruhinya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pengembangan bidang keilmuan Perencanaan Wilayah dan Kota di bidang transportasi untuk golongan tertentu, seperti golongan penduduk menuju sejahtera. Penelitian ini bersifat verifikasi terhadap penelitian sebelumnya sehingga diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggambarkan kebutuhan pergerakan penduduk menuju sejahtera di pusat kota Yogyakarta dan faktor yang mempengaruhi perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera di Kota Yogyakarta. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pihak-pihak perencana, khususnya bidang perencanaan transportasi, agar dapat membuat suatu produk perencanaan yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan penduduk menuju sejahtera. 1.5 Batasan Penelitian 1. Basis data Basis data yang digunakan untuk sampel penelitian ini adalah data penduduk menuju sejahtera Kota Yogyakarta tahun 2013 menurut Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 390/KEP/2013 Tentang Penetapan Data Penduduk dan Keluarga Sasaran Jaminan Perlindungan Sosial Kota Yogyakarta 2013. 2. Fokus Fokus penelitian ini adalah perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera dan faktor bentuk kota maupun faktor non-bentuk kota yang mempengaruhinya. 4
3. Lokus Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tegalpanggung yang termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta. Kelurahan Tegalpanggung merupakan kelurahan dengan tingkat penerima sasaran jaminan perlindungan sosial tertinggi di Kota Yogyakarta. Terdapat 16 RW yang dijadikan lokus penelitian (Lihat Lampiran 1). Gambar 1.1 Lokus Penelitian Sumber: Bappeda Kota Yogyakarta (2010) dan Quickbird (2005), diolah 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh faktor bentuk kota dan non-bentuk kota terhadap perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera belum ada sebelumnya, namun beberapa penelitian searah sudah berkembang terlebih dahulu walaupun fokus, lokus, maupun metode yang digunakan berbeda. Hariyani (1998) pernah meneliti mengenai perbandingan karakteristik pergerakan pekerja wanita dan pria di pinggiran Semarang. Dalam abstrak tidak disebutkan metode penelitian yang digunakan Hariyani (1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pergerakan bekerja wanita dan pria sudah tidak 5
berorientasi kepada kawasan pusat kota. Para pekerja lebih memilih bekerja di kawasan pinggiran Semarang yang dekat dengan tempat tinggalnya. Srinivasan dan Rogers (2002) melakukan penelitian tentang perilaku perjalanan penduduk berpenghasilan rendah pada 2 wilayah yang berbeda. Lokus penelitian berada di Chennai, India dengan 2 studi kasus yaitu Srinivasapuram dan Kannagi Nagar. Di dalam jurnal penelitian tidak disebutkan secara spesifik metode penelitian yang digunakan, namun hasil-hasilnya menunjukkan bahwa salah satu metode yang dipakai adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian tersebut adalah lokasi tampaknya menjadi sesuatu yang signifikan mempengaruhi perilaku perjalanan penduduk berpenghasilan rendah di Chennai, India karena lokasi mempengaruhi seluruh perilaku perjalanan (pemilihan moda, lama waktu tempuh, frekuensi perjalanan, dan biaya). Zegras dan Srinivasan (2006) melakukan penelitian tentang pendapatan keluarga, perilaku perjalanan, lokasi, dan aksesibilitas di 2 negara berkembang dengan kondisi umum yang berbeda, yaitu China dan Chili. Lokus penelitian di China adalah Chengdu sedangkan lokus penelitian di Chili adalah Santiago. Penelitian ini dilakukan secara komparatif studi kasus dari tiap lokus. Hasil penelitian tersebut adalah aksesibilitas merupakan manfaat mendasar dari interaksi ruang antara guna lahan dan transportasi. Tanangsnakool (2011) melakukan penelitian tentang bentuk kota dan perilaku perjalanan di 2 distrik di Bangkok, yaitu Ratchathewi dan Bangkhen. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan eksperimen, histori dan studi kasus. Hasil penelitian tersebut adalah guna lahan di perkotaan dapat digunakan untuk mengelola perilaku perjalanan penduduk dengan tujuan untuk mengurangi permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh transportasi dan untuk mendapatkan suatu sistem transportasi yang berkelanjutan. Setiawan (2011) melakukan penelitian tentang perilaku perjalanan anak SMP di area perkotaan Sleman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode statistik desriptif, korelasi, dan regresi. Hasil penelitian tersebut adalah perubahan faktor bentuk kota dan non-bentuk kota hanya akan berpengaruh 6
sedikit terhadap perilaku perjalanan anak SMP di Sleman karena kualitas sekolah merupakan faktor terpenting dalam memilih sekolah. Penelitian mengenai masyarakat miskin di perkotaan pernah dilakukan Sitanggang (2012). Fokus penelitiannya adalah tingkat mobilitas penduduk menuju sejahtera di Kotagede, Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deduktif-kuantitatif. Dari penelitian ini didapat hasil bahwa kaum miskin perkotaan di Kotagede masih bermasalah dalam hal aksesibilitas. Mereka khawatir dengan keamanan dan kenyamanan dari asal ke tujuan. Tingkat keterjangkauan angkutan umum di sana juga berbeda-beda antar kelompok dengan pendapatan yang berbeda. Kecamatan Danurejan pernah menjadi lokus penelitian dari Atianta (2014). Penelitian tersebut berfokus kepada pengaruh kekompakan kota terhadap karakteristik pergerakan penduduk dengan 2 lokasi amatan, yaitu Kecamatan Danurejan dan Kecamatan Umbulharjo. Metode penelitian yang digunakan adalah deduktif kuantitatif, sedangkan metode analisis yang digunakan adalah uji hipotesis, analisis chi square, dan analisis univariat. Hasil dari penelitian tersebut adalah kekompakan suatu kawasan dapat memperpendek jarak tempuh pergerakan penduduk dan dapat mengurangi penggunaan kendaraan tidak ramah lingkungan. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera di Kelurahan Tegalpanggung belum pernah dilakukan sebelumnya karena penelitian ini berusaha mengidentifikasi bagaimana kecenderungan perilaku perjalanan bekerja penduduk menuju sejahtera di lokasi amatan dan faktor bentuk kota dan faktor non-bentuk kota yang memiliki keterkaitan dengan perilaku perjalanan tersebut. 1.7 Sistematika Penulisan 1. Bab 1 yaitu Pendahuluan. Memuat pendahuluan yang didalamnya terdapat uraian mengenai latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan. 7
2. Bab 2 yaitu Tinjauan Pustaka. Memuat tinjauan pustaka dan kerangka teori yang menguraikan tentang kajian pustaka dari buku-buku, jurnal ilmiah, maupun sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini. 3. Bab 3 yaitu Metode Penelitian. Memuat metode penelitian yang menguraikan tentang pendekatan penelitian, unit amatan dan unit analisis, instrumentasi penelitian, cara dan langkah pengumpulan data, cara analisis data, tahapan penelitian, dan hambatan penelitian. 4. Bab 4 yaitu Deskripsi Wilayah Penelitian. Menguraikan gambaran umum Kota Yogyakarta dan karakteristik kawasan Kelurahan Tegalpanggung sebagai lokus penelitian. 5. Bab 5 yaitu Hasil dan Pembahasan. Menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan dari data yang telah diperoleh dan diolah. 6. Bab 6 yaitu Penutup. Menyajikan kesimpulan dan saran. 8