TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Asal Hewan

dokumen-dokumen yang mirip
Mutu karkas dan daging ayam

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

Analisa Mikroorganisme

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

Untuk menjamin makanan aman

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

PENDAHULUAN Latar Belakang

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

Sosis ikan SNI 7755:2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

26 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, P

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Kontaminasi Pada Pangan

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

[Pemanenan Ternak Unggas]

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Aktivitas Air, Total Bakteri Dan Drip Loss

Transkripsi:

5 TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Asal Hewan Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga perlu diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Perhatian pemerintah terhadap ketersediaan pangan diimplementasikan melalui program ketahanan pangan, agar masyarakat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, aman, bergizi, sehat, dan halal untuk dikonsumsi (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2004). Bahan pangan asal ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia, namun menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan manusia apabila tidak aman untuk dikonsumsi (Bahri 2008). Daging dengan kadar air yang tinggi (68.75%) merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba, karena kaya nitrogen dan mineral, dan mengandung mikroorganisme yang menguntungkan bagi mikroba lain. Jumlah mikroba dalam daging juga dipengaruhi perlakuan ternak sebelum pemotongan (Betty & Yendri 2007). Murdiati (2006) mengatakan mikroba dapat mencemari ternak saat masih hidup, dan selanjutnya mikroba masuk dalam rantai pangan. Menurut Syukur (2006), mikroba dapat tumbuh dengan baik dan dapat merusak bahan pangan asal ternak, sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi manusia (Djaafar & Rahayu 2007). Menurut Budinuryanto et al. (2000) jumlah dan jenis mikroba yang berbahaya pada daging ayam yang dipotong dan dijual di pasar tradisional cukup mengkhawatirkan. Mikroba yang berbahaya pada produk segar antara lain adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan E. coli. (Pusat Standarisasi dan Akreditasi 2004). Beberapa contoh mikroba yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Camphylobacter sp., dan Listeria sp (Syukur 2006). Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencemaran dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia, mikroba

6 masuk ke dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan, yang kemudian diserap oleh tubuh, sehingga menyebabkan gejala penyakit (Gustiani 2009). Tabel 1. Beberapa gejala penyakit dan media pencemaran mikroba bahan pangan asal ternak pada Agens Media Gejala Coliform Makanan yang tercemar feses Escherichia coli Makanan/minuman yang tercemar oleh feses Mual, nyeri perut, diare, muntah, berak darah, demam, kejang, kekurangan cairan/ dehidrasi Diare berdarah dan kesakitan karena kram perut yang disertai demam Salmonella Campylobacter Listeria Sumber : Andriani (2005) Air pencuci terkontaminasi Kontak dengan permukaan karkas unggas yang terinfeksi, atau mengonsumsi daging ayam yang masih mentah Makanan mentah, susu yang dipasteurisasi, keju lunak Demam, diare, kram perut Diare, demam, kram perut Infeksi di selaput otak, infeksi meluas ke dalam saluran darah Menurut Gustiani (2009) penyediaan pangan asal ternak yang memenuhi keamanan pangan yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) perlu dilakukan melalui pengendalian residu dan cemaran mikroba. Jaminan keamanan pangan diperoleh melalui penerapan sistem keamanan pangan dalam setiap proses produksi, yaitu: 1) Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygiene Practice yang meliputi sanitasi dan lingkungan sekitar kandang, dan pemberian pakan ternak yang bebas dari jamur atau toksin; 2) Good Manufacture Practices (GMP) perhatian pada peralatan/mesin saat pascapanen; 3) Good Handling Practices (GHP) agar produk yang dihasilkan aman dan sehat konsumsi oleh manusia. Selain produsen, distributor, penjual produk dan bahan pangan juga tidak kalah pentingnya dalam menjamin keamanan pangan yang beredar di pasaran. Distributor pangan di Indonesia masih banyak yang belum memahami dan menerapkan Good Distribution Practice (GDP). Hasil pemeriksaan dalam tahun 1995/1996 terhadap sarana distribusi dan penjualan produk pangan menunjukkan, bahwa lebih dari 40% sarana tidak memenuhi syarat sebagai distributor pangan

7 karena faktor sanitasi, bangunan dan fasilitas yang tidak memenuhi syarat, dan menjual produk-produk yang tidak memenuhi syarat (Ditjen POM 1996). Pengawasan pangan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan keamanan dan mutu pangan. Beberapa hambatan dalam program pengawasan pangan di Indonesia seperti: (a) belum mantapnya kelembagaan dan koordinasi pengawasan pangan, (b) peraturan dan pedoman yang belum lengkap, (c) jumlah dan kualitas sumber daya manusia yang terbatas, (d) sumber dana yang terbatas, dan (e) kemampuan laboratorium analisis pangan yang terbatas. Keterbatasan dalam jumlah tenaga pengawas pangan dan dana pengawasan mengakibatkan rendahnya jumlah sarana produksi pangan yang mendapatkan pengawasan (Ditjen PPM PLP 1994). Kontaminasi pada Daging Ayam Cemaran atau masuknya zat asing yang tidak diinginkan dalam makanan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : cemaran biologi, kimia dan fisik. 1. Cemaran Biologi Mikroba yang biasanya terdapat pada karkas ayam adalah Campylobacter, Clostridium, Listeria, Salmonella, Staphylococcus, E. coli dan Yersinia (Cox et al. 2005). Salah satu persyaratan kualitas produk unggas adalah bebas mikroba patogen. Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong. Sumber pencemaran tersebut antara lain adalah : 1) hewan (kulit, bulu, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki, 3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan (lantai), 5) lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan, sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan secara higienis (Gustiani 2009). Jumlah bakteri pada kulit ayam sebelum pemotongan ayam adalah 6.0x10 2-68.1x10 2 cfu/cm 2, dan setelah pemotongan dan pengeluaran jeroan menjadi 1.1x10 4-9.3x10 4 cfu/cm 2 (Mountney 1983). Banyak kasus penyakit yang diakibatkan oleh cemaran mikroba patogen (foodborne diseases) pada daging ayam maupun produk olahannya. Daging ayam

8 cocok sebagai medi perkembangan mikroba, karena ayam dalam kehidupannya selalu bersentuhan dengan lingkungan yang kotor. Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia (Raharjo 1999). Menurut Poloengan et al. (2005) 20-100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi dan Tangerang tercemar bakteri Campylobacter. Tabel 2. Batas maksimum cemaran mikroba pada karkas ayam No Jenis Satuan Persyaratan 1. Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 10 6 2. Coliform cfu/g maksimum 1 x 10 2 3. Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 10 2 4. Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 10 1 5. Salmonella sp per 25 g negatif 6. Campylobacter sp per 25 g negatif SNI 01-7388 (BSN 2009) a. Total Plate Count (TPC) Jumlah cemaran dalam suatu pangan dapat ditentukan melalui metode Total Plate Count (TPC) atau disebut juga Angka Lempeng Total (ALT). Jumlah mikroorganisme pada contoh pangan yang diperoleh pada metode ini merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh tersebut. Jumlah mikroorganisme yang tumbuh (membentuk koloni) yang berasal dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis media, ketersediaan oksigen, suhu dan lama inkubasi), karena mikroorganisme lain yang terdapat pada contoh tidak dapat tumbuh atau bahkan menjadi mati. Metode hitung cawan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: pour plate methode (metode tuang) dan surface or spread plate method (metode permukaan atau metode sebar). Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per ml luasan tertentu dari contoh (per cm 2 ). Ketepatan metode ini dipengaruhi beberapa faktor, antar lain : a) media dan kondisi inkubasi (ketersediaan oksigen, suhu dan waktu inkubasi), b) kondisi sel mikroorganisme (cedera atau injured cell), c) adanya zat penghambat pada peralatan atau media yang dipakai, atau yang diproduksi oleh mikroorganisme lainnya, d) kemampuan pemeriksa untuk mengenal koloni, e) peralatan, pelarut dan media yang kurang steril, ruang kerja yang tercemar, f) pengocokan pada saat pengenceran yang

9 kurang sempurna, g) adanya artifak yang sulit dibedakan dengan koloni, h) kesalahan menghitung koloni dan perhitungan yang kurang tepat terhadap koloni yang menyebar atau yang sangat kecil (Lukman dan Purnawarman 2009). b. Coliform Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air dan makanan, yang menunjukkan kemungkinan adanya mikroorganisme yang bersifat toksogenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform terbagi dua yaitu: coliform faecal (contohnya Escherichia coli) yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia, dan coliform non faecal (contohnya Enterobacter aerogenes) yang ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati (Fardiaz 1989). Coliform adalah bakteri berbentuk batang, gram negatif dan tidak berspora, dan dapat tumbuh pada suhu 2-50 C dan pada kisaran ph 4.4-9.0 (Jay 2000). Kelompok bakteri coliform terdiri atas jenis Escherichia, Enterobacter dan Klebsiella. Keberadaannya di dalam bahan pangan sering digunakan sebagai indikator kontaminasi asal kotoran (McGraw 1999). Coliform terdapat dimanamana dan ditemukan pada bermacam-macam produk bahan pangan terutama yang berasal dari hewan. Pada ayam hidup coliform biasanya terdapat pada bulu, kulit dan kuku, sehingga pada saat proses pemotongan ayam coliform dapat mencemari karkas. Kontaminasi coliform pada karkas ayam juga berasal dari isi saluran pencernaan pada saat dilakukan eviserasi (Banwart 1989). Kontak langsung antara peralatan dan tangan pekerja dengan karkas serta air yang digunakan dalam pencucian karkas selama proses produksi memungkinkan terjadinya kontaminasi sejumlah coliform pada permukaan karkas ayam broiler (Cunningham & Cox 1987). 2. Cemaran Kimia Pada tahap praproduksi, penggunaan obat hewan merupakan suatu keharusan agar produktivitas ternak dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Pemakaian antibiotik terutama pada peternakan ayam pedaging dan petelur cenderung berlebihan tanpa memperhatikan aturan pemakaian yang benar (Bahri et al. 2000). Menurut Murdiati dan Widiastuti (2003) daging dan hati ayam banyak juga yang tercemar residu antibiotika, terutama golongan penisilin dan

10 tetrasiklin dan cemaran pada organ hati lebih tinggi dibanding pada daging. Pada tahap produksi, cemaran kimia dapat terjadi karena penggunaan pewarna pada karkas ayam. Pada tahap pascaproduksi, deterjen yang digunakan untuk membersihkan peralatan dan ruang pengolahan yang tidak dibersihkan secara tuntas dapat mencemari karkas. 3. Cemaran Fisik Cemaran fisik yang tidak boleh/hanya sedikit sekali dalam makanan dan tidak boleh menimbulkan luka bahkan patah gigi, yang umumnya disebabkan beberapa faktor sebagai berikut: cemaran dari bahan baku (batu/kerikil, potongan tulang, ranting, duri rumput, kotoran dan serangga), cemaran dari manusia (rambut, potongan kuku dan perhiasan), cemaran pada saat proses pengolahan (pecahan kaca/gelas, logam, pengemas dan plastik) (Thaheer 2005). Pengujian fisik dilakukan secara visual (inspeksi), perabaan (palpasi) dan penyayatan (insisi) (BSN 2009). Teknik Pemotongan Ayam 1. Tata Cara Penyembelihan Daging yang berasal dari hewan dapat menjadi tidak halal jika disembelih tanpa mengikuti aturan syariat Islam. Hal-hal yang menjadi titik kritis proses penyembelihan hewan adalah sebagai berikut : penyembelih (harus seorang muslim yang taat dan melaksanakan syariat Islam sehari-hari), pemingsanan (tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih), peralatan/pisau (harus tajam), dan proses pasca penyembelihan (hewan harus benar-benar mati sebelum proses selanjutnya dan darah harus keluar secara tuntas) (LPPOM MUI 2008). Penyembelihan harus memutuskan trachea, kerongkongan dan pembuluh darah arteri utama dan daerah leher (CAC 1997). 2. Tahapan Proses Pemotongan Ayam Berikut ini adalah diagram tahapan pemotongan ayam pada tempat pemotongan ayam (USDA 1999) :

11 Penerimaan bahan-bahan yang dikemas Penerimaan/penyimpanan ayam hidup Menggantung/stunning/menyembelih/pengeluaran darah Scalding/pemotongan kepala/mencuci/ hock cutter/menggantung Membuang kelenjar minyak/memotong leher/venting/opening Eviceration Pengeluaran paru-paru/tembolok/pemanenen hati Inspeksi Pemanenan hati, gizzard Processing Pencucian akhir Chilling- Karkas/leher/jeroan Penyimpanan Penyimpanan bahan-bahan yang dikemas Pengemasan/pelabelan Penyimpanan produk akhir Pengiriman Gambar 1. Tahapan Proses Pemotongan Ayam a. Penerimaan/penyimpanan ayam hidup. Ayam yang datang dari peternakan biasanya ditempatkan dalam keranjang bambu/plastik. Ayam diistirahatkan selama beberapa jam hingga tiba proses penyembelihan. b. Menggantung. Sebelum proses penyembelihan, ayam digantung pada bagian sendi kaki dengan posisi kepala di bawah. Ini untuk memudahkan proses penyembelihan. c. Stunning. Pencegahan ayam agar tidak stres dan tidak memberontak pada saat proses penyembelihan, maka ayam dipingsankan (stunning) dengan melewatkan

12 kepala ayam ke dalam bak air yang diberi Automatic Stunner dengan tegangan 60-70 volt pada bak air selama 3 detik hingga tubuh dan jaringan otot ayam melemas, sehingga ayam tidak banyak bergerak saat disembelih. d. Menyembelih. Proses penyembelihan dilakukan dengan pemotongan ketiga urat yang terletak di leher, yaitu saluran makanan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), dan pembuluh darah di kanan dan kiri leher (vena jugularis dan arteri carotis) sampai putus, sehingga darah dapat mengucur keluar sampai habis. e. Mengeluarkan darah. Darah kemudian dikeluarkan, dengan cara menggantung ayam dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Pengeluaran darah harus tuntas sehingga tidak menurunkan mutu karkas ayam, juga akan mempengaruhi warna kulit ayam dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroba, sehingga daging cepat busuk. f. Scalding. Setelah darah ayam ditiriskan, kemudian ayam dimasukkan ke dalam bak atau panci berisi air panas dengan suhu 52-55 C selama 45 detik. Proses ini bertujuan agar memudahkan dalam proses pencabutan bulu. g. Mencabut bulu. Proses ini dapat dilakukan dengan mencabut bulu (mesin pencabut bulu/plucker) atau dapat juga dilakukan dengan tangan. Pembersihan bulu-bulu kecil dilakukan dengan tangan. Saat proses berlangsung, air dingin disiramkan ke dalam mesin plucker agar kulit ayam tidak rusak, juga untuk membersihkan bulu-bulu pada tubuh ayam. h. Pemotongan kepala. Proses ini sebaiknya dilakukan di atas meja yang dilapisi keramik atau porselen, atau baja tahan karat yang dilengkapi dengan keran air. i. Pencucian. Pencucian dilakukan pada karkas ayam untuk membersihkan ayam dari kotoran dan darah yang masih menempel pada karkas ayam. j. Penggantungan kembali. Karkas yang telah dicuci kemudian digantung kembali, untuk meniriskan air yang terdapat pada karkas, sehingga pada saat pengemasan bobot karkas tidak bertambah. k. Membuka rongga abdomen dan dada. Rongga perut dibuka dengan cara mengiris kulit perut melintang dari anus hingga ke ujung tulang dada dengan menggunakan pisau yang tajam. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati agar daging dada dan usus tidak ikut terpotong.

13 l. Pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kesesuaian proses pemotongan sudah sesuai, dan tidak sampai membelah perut dan dada terlalu lebar yang nantinya akan mengurangi nilai jual karkas. m. Pemanenan hati, jantung. Karkas dipegang dengan tangan kiri, dada karkas menghadap ke atas. Menggunakan jari-jari tangan kanan, pertautan antara saluran pernafasan, saluran pencernaan dan pembuluh darah ayam dilonggarkan. Ampela dijepit di antara jari telunjuk dan jari tengah, lalu ditarik. n. Pemotongan saluran pencernaan. Pemotongan usus buntu dari usus halus kemudian dilakukan. Pada beberapa tempat pemotongan unggas, usus dibersihkan, dengan menyobek usus membujur searah panjang usus, dan isi usus dikeluarkan dengan menyemprotkan air ke usus yang telah terbelah tersebut. Kemudian usus dicuci bersih, selanjutnya direbus setengah matang, didinginkan, dan dikemas. o. Pemanenan ampela. Ampela dipisahkan dari hati dan jantung serta usus secara hati-hati hingga tidak rusak dan empedu tidak pecah. Ampela dipisahkan dari tembolok dan dicuci bersih, lalu dikemas. p. Pengambilan paru-paru. Menggunakan jari tangan kanan paru-paru kemudian dilepaskan dari karkas ayam. q. Pemotongan leher. Leher kemudian dipisahkan dari kepala dan karkas, dicuci dan dikemas. r. Pemotongan kaki (ceker). Pemotongan dilakukan pada sendi di bawah lutut sehingga hasil pemotongan membentuk seperti angka 8. s. Pemotongan retail. Pemotongan retail dilakukan sesuai dengan permintaan. Karkas dipotong menjadi delapan potong yang terdiri atas dua paha bawah, dua paha atas, dua sayap, dua bagian dada. t. Pencucian akhir. Setelah isi rongga perut dikeluarkan dan karkas dipotongpotong, lalu karkas dicuci bersih. u. Penyortiran. Klasifikasi kualitas karkas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas A (untuk pasar swalayan, rumah makan siap hidang, dan hotel-hotel), kualitas B (untuk rumah makan padang atau pasar tradisional), dan kualitas C (untuk karkas potongan dan karkas tanpa tulang/boneless). v. Packing. Setelah proses pemotongan dan penyortiran, kemudian karkas dikemas. Kemasan dapat berupa kantung plastik, styrofoam atau coolbox.

14 Ukuran kemasan disesuaikan dengan karkas atau produk sampingan yang akan dibungkus. w. Penyimpanan karkas dingin. Karkas yang telah dibungkus lalu diatur rapi dalam keranjang karkas. Pada bagian atas dan samping keranjang ditutup dengan hancuran es setebal kurang lebih 5-10 cm, lalu diatas lapisan es ini diletakkan lagi bungkusan karkas. Demikian selanjutnya hingga keranjang penuh. Selanjutnya semua produksi yang telah dikemas dan akan dikirim dimasukkan ke dalam boks kendaraan pengangkut yang dilengkapi dengan pendingin dengan suhu 0-15 C (TAS 2006). Proses penyembelihan harus memenuhi persyaratan teknis dan kesejahteraan ternak, ayam yang akan disembelih, penyembelih dan proses pemotongan. Sebelum pemotongan, ayam-ayam tidak boleh makan, tetapi harus diberi air minum, minimal 8-12 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan tembolok ayam sebelum menyembelih, untuk mencegah kemungkinan ekskresi isi usus, kemudian dilakukan pemeriksaan ante-mortem yaitu pemeriksaan kesehatan ayam sebelum menyembelih. Kesejahteraan ternak juga harus diperhatikan, yaitu: bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku normal, bebas dari rasa takut dan stres (Deptan 2006). Persyaratan Tempat Pemotongan Ayam Rumah pemotongan unggas adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Menurut SNI 01-6160 (BSN 1999), Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : 1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK). 2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya, dan letaknya lebih rendah dari rumah penduduk.

15 3. Memiliki sarana jalan yang baik untuk kendaraan pengangkutan daging unggas. 4. Memiliki sumber air dan listrik yang cukup. 5. Memiliki tempat penurunan unggas hidup (unloading). 6. Memiliki kamar mandi dan wc. 7. Memiliki sarana penanganan limbah. 8. Memiliki daerah kotor (penurunan, pemeriksaan antemortem dan penggantungan unggas hidup, pemingsanan, penyembelihan, scalding, pencabutan bulu, pencucian karkas, pengeluaran jeroan dan pemeriksaan postmortem, penanganan jeroan). 9. Memiliki daerah bersih (pencucian karkas, pendinginan karkas, seleksi, penimbangan karkas, pemotongan karkas, pemisahan daging dan tulang, pengemasan, penyimpanan segar). 10. Sistem saluran pembuangan limbah cair. 11. Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di rumah pemotongan unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat. 12. Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Sanitasi diperlukan untuk menghilangkan kontaminan dan mencegah terjadinya kontaminasi kembali pada karkas. Sumber kontaminasi dapat berasal dari karkas itu sendiri, peralatan, air atau ruangan tempat penyembelihan. Prosedur standar dalam proses sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure SSOP) meliputi delapan aspek, yaitu : 1. Keamanan air, yang didalamnya akan ditetapkan tahapan-tahapan perlakuan untuk air yang diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas tertentu. 2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan karkas, yang berisi standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan dan petugas yang bertanggung jawab.

16 3. Pencegahan kontaminasi silang, yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi silang dari pekerja dan karkas. 4. Kebersihan pekerja, meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan. 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, untuk mencegah tercampurnya bahan-bahan nonpangan seperti senyawa pembersih, sanitizer, serta cemaran kimia dan fisik dengan karkas. 6. Penyimpanan karkas yang tepat sebelum dibeli konsumen. 7. Pengendalian kesehatan karyawan, agar karyawan yang menderita sakit tidak menjadi sumber kontaminasi bagi karkas. 8. Pemberantasan hama yang tidak dikehendaki keberadaannya, seperti: tikus, burung, nyamuk, kecoa, semut, lalat dan lebah (Winarno & Surono 2004). Penyusunan SSOP harus memenuhi kelayakan antara lain: pendokumentasian program sanitasi, pemantauan program kelayakan, penerapan kelayakan dasar, melakukan tindakan koreksi jika kelayakan dasar tidak memenuhi syarat, dan perekam program yang dilaksanakan (Wiryanti 2002). Juga perlu dipertimbangkan tata letak bangunan, lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, jendela dan pintu yang tidak mudah memunculkan penyebaran serangga. Bangunan dapat terbuat dari bahan besi, kayu, stainless steel, logam monel, karet dan bahan enamel. Sanitasi pada peralatan, ruang, pekerja, penanganan dan pengolahan limbah juga perlu diperhatikan (Ditjen Keswan 1987).