3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung wisata Pantai Sri

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KESESUSIAN WISATA DI PANTAI SENDANG SIKUCING KABUPATEN KENDAL SEBAGAI OBJEK WISATA REKREASI PANTAI

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

Lampiran 1. Kuisioner Pengunjung Kuisioner penelitian untuk pengunjung Pantai Putra Deli

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Gambar 1 Lokasi penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 2 Peta lokasi studi

3. METODOLOGI PENELITAN

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

Studi Kesesuaian Wisata dan Mutu Air Laut untuk Ekowisata Rekreasi Pantai di Pantai Maron Kota Semarang

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

METODE PENELITIAN. Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi

Penentuan Nilai Ekonomi Wisata

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

Gambar 3 Lokasi penelitian.

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

Studi Kesesuaian dan Daya Tarik Wisata di Pantai Bosur Tapanuli Tengah Ditinjau dari Aspek Biofisik ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

METODE PENELITIAN di Kawasan WisataDesa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten. 1 dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari

Arahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat

BABI PENDAHULUAN. wisata alam yang sebagian besar dimiliki oleh negara-negara berkembang

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN WISATA SELANCAR BERBASIS POTENSI SUMBERDAYA ALAM DI DESA SAWARNA, BANTEN KAULINA SILVITIANI

Transkripsi:

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri atas lima desa pesisir yaitu Desa Watukarung, Desa Jlubang, Desa Dadapan, Desa Poko dan Desa Candi (Gambar 4). Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan April-Juli 2012. Sebelumnya dilakukan survei pendahuluan pada bulan September 2011. 3.2 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi inventarisasi data, pengumpulan data, analisis dan sintesis (Gambar 5). Secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1) Tahap identifikasi kondisi eksisting yang meliputi pengumpulan informasi kondisi potensi sumberdaya dan jasa lingkungan, pemanfaatan ruang, batas area dan permasalahan yang ada, 2) Tahap analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung, analisis ekonomi yang menyangkut nilai ekonomi sumberdaya dan pemanfaatan, 3) Menganalisa pemanfaatan ruang yang menghasilkan atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan, 4) Menghitung nilai ekonomi dari wisata dan perikanan 5) Penyusunan strategi pengelolaan yang menghasilkan rekomendasi pengelolaan secara berkelanjutan. 3.3 Pengumpulan Data Secara umum data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Masing-masing data diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda. Data primer yang dikumpulkan meliputi kondisi ekologis, keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. Sementara itu data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait.

26 Gambar 4 Peta lokasi penelitian

27 Data spasial Data pemanfaatan Sumberdaya Analisis kesesuaian ekologis Nilai ekonomi Analisis daya dukung Strategi Pengelolaan Gambar 5 Tahapan penelitian 3.3.1 Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, persepsi responden terhadap kawasan, kebijakan pengelolaan, isu-isu dan permasalahan yang terjadi serta kualitas perairan. Adapun jenis, sumber dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 3. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. 3.3.1.1 Wawancara Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, petugas dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian selaku stakeholder serta kepada wisatawan. Dinas yang selama ini mengelola adalah Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan (Disparpora) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Penentuan responden untuk stakeholder dilakukan dengan metode purposive sampling yang terdiri dari penduduk sekitar, pengelola kawasan, dan pegawai dalam kawasan. Penentuan responden tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang mengetahui mengenai pengelolaan kawasan. Tidak semua penduduk, pengelola dan pegawai kawasan diwawancara. Hanya pihak-pihak yang benar-

28 benar mengetahui mengenai pengelolaan kawasan yang diwawancara. Penentuan responden wisatawan dilakukan dengan metode accidental sampling. Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena metode pengambilan sampel dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Pemilihan responden wisatawan dengan metode accidental sampling untuk responden wisatawan berdasarkan kemudahan pengambilan data, yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di dalam kawasan dimana sampel tersebut sesuai dengan kriteria yang akan diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung aktual, yakni pengunjung yang ditemui secara langsung di kawasan wisata. Jumlah wisatawan yang dijadikan responden berjumlah 50 orang dari tiap kawasan. Umur responden dalam penelitian ini dibatasi, dimana pengunjung yang dijadikan responden adalah berusia di atas 15 tahun. Hal ini dikarenakan pada batas usia tersebut, mereka dianggap telah mampu untuk menentukan pengambilan keputusan dalam memilih tempat berwisata. Responden wisatawan diambil sejumlah 50 responden dianggap sudah mencukupi karena peneliti sebelumnya telah melakukan survei pendahuluan dan telah mengetahui sebaran asal wisatawan. Oleh karena itu jumlah responden tersebut sudah memenuhi sebaran data yang dibutuhkan. 3.3.1.2 Observasi lapang Observasi lapang merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter lingkungan yang diperlukan. Parameter yang dimaksud meliputi kualitas air, kondisi lingkungan maupun pemukiman penduduk. Sampel air untuk analisis kualitas air diambil dari perairan pesisir Kecamatan Pringkuku. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air ditentukan dengan bantuan GPS. Pemilihan stasiun pengambilan contoh berdasarkan pada area yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Posisi stasiun yang

29 menyebar sepanjang pantai diharapkan dapat mewakili karakteristik fisika, kimia perairan di sepanjang pantai di lokasi penelitian. Parameter kualitas air yang dianalisis adalah suhu, kecerahan, ph, DO (oksigen terlarut), BOD (Biochemical Oxygen Demand), bau, sampah, salinitas, TSS (Total Suspended Solid). Alat, bahan, dan pengukuran contoh kualitas perairan disajikan dalam Lampiran 1. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.3.2 Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi (Tabel 3). Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan; Bappeda Kabupaten Pacitan; BPS Kabupaten Pacitan; Badan Geospasial Indonesia serta TPI Watukarung. Sumber data sekunder yang dikumpulkan berupa buku penunjang, laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, serta bentuk-bentuk artikel dan jurnal. Jenis data yang dikumpulkan dari sumber tersebut antara lain peta lokasi, jumlah penduduk, ketersediaan air tawar, produksi perikanan, jumlah wisatawan, pendapatan asli daerah dari sektor wisata dan sebagainya. Data sekunder ini digunakan sebagai informasi pendukung dalam melakukan penilaian kesesuaian kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. 3.3.3 Data kesesuaian lahan Data yang dibutuhkan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata pantai ada sepuluh parameter. Sepuluh parameter tersebut diamati secara langsung dalam penelitian (data primer) (Tabel 4).

30 Tabel 3 Jenis, sumber dan cara pengambilan data No Nama data Sumber data Primer Sekunder 1 Keadaan umum lokasi a. Batas asministrasi, luas wilayah, nama Laporan - Studi pustaka wilayah, batas wilayah studi b. Sarana prasarana Responden, Wawancara, Studi pustaka Penginapan, rumah makan, kamar lapangan, laporan observasi lapang mandi/wc, jalan beraspal dan tempat parkir, tempat sampah dan pembuangannya, TPI, area perkemahan c. Demografi Laporan - Studi pustaka d. Topografi wilayah Laporan - Studi pustaka Penutupan dan penguasaan lahan e. Oseanografi kawasan Lapangan, Observasi Studi pustaka Gelombang, pasang surut, material laporan lapang penyusun pantai f. Klimatologi Laporan - Studi pustaka g. Pendidikan dan tenaga kerja Responden, Wawancara, Studi pustaka lapangan, laporan observasi lapang h. Transportasi dan komunikasi Responden, Wawancara, Studi pustaka lapangan, laporan observasi lapang i. Kondisi wisata Lapangan, Observasi Studi pustaka Banyaknya wisatawan, antusias dan perilaku wisatawan, karcis masuk j. Pembuangan limbah dan dampaknya laporan Lapangan lapang Observasi lapang k. Kondisi perikanan Lapangan laporan Wawancara, Studi pustaka observasi lapang 2 Sumberdaya alam (perairan dan daratan) Lapangan laporan Wawancara, Studi pustaka 3 Persepsi terhadap kawasan wisata : penduduk, wisatawan dan pemda yang mengelola Responden, lapangan 4 Kebijakan pengelolaan Responden, lapangan 5 Isu-isu dan permasalahan yang terjadi Responden, lapangan, laporan 6 Kualitas perairan : suhu, kecerahan. ph. Lapangan DO, BOD, bau, salinitas, padatan tersuspensi, sampah observasi lapang Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Observasi lapang Studi pustaka Tabel 4 Data untuk analisis kesesuaian lahan No Kebutuhan Data Jenis Data Teknik Pengumpulan 1 Kedalaman perairan Primer Survei 2 Tipe pantai Primer Survei 3 Lebar pantai Primer Survei 4 Material dasar perairan Primer Survei 5 Kecepatan arus (m/dtk) Primer Survei 6 Kemiringan pantai ( o ) Primer Survei 7 Kecerahan perairan (m) Primer Survei 8 Penutupan lahan pantai Primer Survei 9 Biota berbahaya Primer Survei 10 Ketersediaan air tawar Primer Survei

31 3.3.4 Data EoP (Effect on Production) Data yang dibutuhkan untuk penghitungan EoP terdiri atas data primer dan sekunder (Tabel 5). Pengukuran EoP dilakukan untuk kegiatan perikanan. Data primer diperoleh dari berbagai fenomena di lapangan, baik berasal dari kuisioner, pengamatan langsung dan sebagainya yang mencerminkan kondisi kawasan. sementara itu data sekunder dapat diperoleh dari beberapa pustaka penting yang dapat menunjang kelengkapan data penelitian (Yulianda et al. 2010). Pengumpulan data dilakukan dengan survei pustaka dari beberapa data statistik yang relevan. Beberapa site survey kemudian dilakukan untuk mengestimasi nilai langsung (rapid rural appraisal) yang difokuskan pada nelayan dan pelaku ekonomi lainnya. mendalam dengan panduan kuisioner. Selanjutnya dilakukan wawancara yang Tabel 5 Jenis dan sumber data untuk Effect on Production (EoP). No Kebutuhan Data Jenis Data Teknik Pengumpulan 1 Hasil penangkapan ikan Primer, sekunder Survei, literatur 2 Harga produk Primer Survei 3 Pendapatan Primer Survei 4 Tipologi sosek responden Primer Survei 5 Frekuensi/upaya tangkap per Primer, sekunder Survei, literatur tahun 6 Produksi total kawasan per Sekunder Literatur tahun (ikan, udang, dll) 7 Jumlah pemanfaat kawasan Primer, sekunder Survei, literatur (nelayan) 3.3.5 Data TCM (Travel Cost Method) Data yang dikumpulkan dalam TCM antara lain biaya perjalanan, jumlah kunjungan, data demografi, lokasi wisata alternatif, dan lainnya (Lampiran 2). Selain itu ada faktor sosial ekonomi antara lain pendapatan rumah tangga, umur dan pendidikan. Pendekatan yang dilakukan dalam penghitungan TCM pada penelitian ini adalah pendekatan individu (Tabel 6). Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan individu karena kebutuhan data sudah mencukupi dengan dilakukan pendekatan individu.

32 Tabel 6 Data yang dibutuhkan dalam pendekatan individu Data yang dibutuhkan Jenis data 1. Jumlah pengunjung ke lokasi pertahun Data sekunder 2. Biaya perjalanan pengunjung Data primer 3. Pendapatan rumah tangga Data primer 4. Umur Data primer 5. Pendidikan Data primer 6. Lokasi wisata alternatif Data primer 7. Opportunity cost dari waktu Data primer 8. Lain-lain (faktor yang mempengaruhi permintaan) Data primer Sumber: Yulianda et al. 2010 3.4 Analisis data 3.4.1 Analisis kualitas air Hasil pengukuran dan analisa data kualitas perairan yang diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan baku mutu kualitas air untuk pariwisata bahari. Baku mutu kualitas air tersebut berdasarkan Menteri Lingkungan Hidup Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut (Tabel 7). Tabel 7 Baku mutu air laut untuk wisata bahari (Keputusan No 51/MENLH/2004) No Parameter Satuan Baku mutu A 1 2 3 4 5 FISIKA Suhu c Kecerahan a Bau Padatan Tersuspensi Total b Sampah C meter - mg/l - Alami 3 ( c ) >6 Tidak berbau 20 Nihil 1 (4) B 1 2 3 KIMIA ph d Oksigen Terlarut (DO) Salinitas e - mg/l 7 8,5 (d) >5 Alami 3 (e) Keterangan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan) 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim) 4. Pengamatan oleh manusia (visual). a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman eufotik b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 o C dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan ph e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

33 3.4.2 Analisis kesesuaian kawasan 3.4.2.1 Analisis deskriptif Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau uraian singkat terkait hasil penelitian yang diperoleh. Analisis deskriptif merupakan salah satu metode analisis data yang sederhana dan mampu memberikan informasi-informasi penting dari suatu penelitian. Penggunaan analisis jenis ini mampu menggambarkan tentang objek penelitian secara lebih rinci dan terarah. 3.4.2.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai adalah analisis untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan kawasan menyangga segala macam aktivitas wisata. Analisis ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan ekowisata yaitu untuk melakukan pengendalian, memperkirakan dampak lingkungan dan pembatasan pengelolaan sehingga tujuan wisata menjadi selaras. Menentukan kesesuaian wilayah merupakan pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa berapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi wisata, secara ekologis tetap memiliki keterbatasan sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam satu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Analisis kesesuaian wilayah dikaitkan dengan kegiatan di sekitar pantai seperti berjemur, bermain pasir, wisata olahraga, berenang dan aktivitas lainnya. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan 10 parameter yang memiliki empat klasifikasi penilaian. Parameter tersebut antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar (Tabel 8).

34 Tabel 8 Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai. Parameter Bobot Katego Skor Katego Skor Katego Skor Kategori Skor ri SS ri S ri SB TS Kedalaman 5 0 3 3 > 3-6 2 >6-10 1 >10 0 perairan (m) Tipe pantai 5 Pasir putih 0 Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai ( o ) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar 3 Pasir putih, sedikit karang 2 Pasir hitam, berkara ng sedikit terjal 1 Lumpur berbatu, terjal 5 >15 3 10-15 2 3-<10 1 <3 0 3 Pasir 3 Karang, berpasi r 3 0-0,17 3 >0,17-0,34 2 Pasir berlum pur 1 Lumpur 0 2 >0,34-1 >0,51 0 0,51 3 <10 3 10-25 2 >25-45 1 >45 0 1 >10 3 >5-10 2 3-5 1 <2 0 1 Lahan terbuka, kelapa 1 Tidak ada 1 <0,5 km 3 Semak belukar rendah, savana 3 Bulu babi 3 < 0,5-1 (km) 2 Belukar tinggi 2 Bulu babi, ikan pari Sumber: Yulianda (2007) Keterangan : SS = Kategori sangat sesuai/ideal untuk wisata pantai S = Kategori sesuai untuk wisata pantai SB = Kategori sesuai bersyarat untuk wisata pantai TS = Kategori tidak sesuai untuk wisata pantai 1 Hutan bakau, pemukim an,pelabu han 1 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 2 >1-2 1 >2 km 0 Analisis kesesuaian ini diperlukan untuk melihat apakah kawasan wisata Pantai di Kecamatan Pringkuku masih memenuhi standar untuk wisata pantai. Rumus yang digunakan adalah rumus untuk kesesuaian wisata pantai (Modifikasi Yulianda 2007): Ni IKW x100% Nmaks Keterangan : IKW = Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Jumlah = (Skor x Bobot) dimana nilai maksimum = 84 S1 = Sangat sesuai dengan nilai 75 100 % 0 0

35 S2 = Sesuai dengan nilai 50-<75 % TS = Tidak Sesuai dengan nilai <50 % Kelas S1 yaitu sangat sesuai menunjukkan bahwa kawasan tersebut ideal untuk kegiatan wisata pantai. Kelas S2 yaitu sesuai menunjukkan kawasan tersebut sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas TS yaitu tidak sesuai menunjukkan kawasan tersebut tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas kesesuaian tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan 10 parameter. Tiap parameter memiliki bobot yang berbeda. Kedalaman perairan, tipe pantai dan lebar pantai memiliki bobot paling besar yaitu 5. Material dasar perairan, kecepatan arus, dan kemiringan pantai memiliki bobot 3. Kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar memiliki bobot paling kecil yaitu 1. Kegiatan wisata pantai merupakan semua aktivitas yang berlangsung di kawasan pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga, berenang, berkemah dan aktivitas lainnya. Parameter yang dijadikan kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai antara lain: 1) Kedalaman perairan Perairan yang relatif dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang diadakannya wisata pantai dimana para wisatawan dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Kedalaman 0 5 meter merupakan syarat yang paling sesuai untuk wisata pantai. Toleransi juga diberikan untuk kedalaman >5 10 meter, sedangkan kedalaman >10 meter dianggap kurang ideal untuk kegiatan ini. 2) Material dasar perairan Material dasar perairan sangat menentukan kecerahan perairan. Daerah di sekitar pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk wisata pantai. Toleransi diberikan pada substrat pasir berkarang atau karang berpasir dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Substrat lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air. 3) Kecepatan arus

36 Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Kecepatan arus yang relatif lemah berkisar antara 0-0,17 m/dtk merupakan syarat yang ideal untuk aktivitas berenang, bermain air dan aktivitas lainnya. Kecepatan arus 0,17 0,34 m/dtk masih masuk dalam kategori sesuai dan kecepatan arus di atas 0,51 m/dtk masuk dalam kategori tidak sesuai. 4) Kecerahan perairan Wilayah dengan kondisi perairan yang cerah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata pantai. Wisatawan dapat bermain air, berenang dan aktivitas lainnya. Kecerahan perairan >30 meter merupakan syarat yang sangat sesuai atau diinginkan untuk wisata pantai. Toleransi diberikan untuk kecerahan perairan >10 meter, sedangkan untuk kecerahan perairan <10 meter dianggap tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. 5) Ketersediaan air tawar Ketersediaan air tawar merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam wisata pantai. Selain untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan mandi setelah bermain air laut dan pasir pantai. Ketersediaan air tawar dilihat dari seberapa jauh sumber air tawar terhadap pantai. Jarak lokasi dengan sumber air <0,5 km merupakan syarat yang paling sesuai, sedangkan jarak >2 km merupakan jarak yang tidak sesuai untuk wisata pantai. 6) Tipe pantai Dalam kaitannya dengan wisata pantai, pantai berpasir merupakan lokasi yang paling ideal untuk wisata pantai. Wisatawan dapat berjemur, berolah raga, menikmati pemandangan, bermain dengan santai. Toleransi juga diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun pada daerah yang sedikit terjal, sedangkan pantai berlumpur, berkarang maupun terjal dianggap tidak sesuai untuk kegiatan ini. 7) Lebar pantai Lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan untuk lebar pantai kurang dari 3 meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai.

37 8) Kemiringan pantai Kemiringan pantai berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan di pantai. Wisatawan sebagian besar menyukai pantai yang landai karena lebih mudah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kemiringan pantai yang kurang dari 10 o dianggap paling sesuai untuk wisata pantai, sedangkan kemiringan pantai yang lebih dari 45 o dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai karena dianggap curam. 9) Biota berbahaya Lahan pantai yang nyaman untuk berbagai aktivitas adalah pantai yang aman. Pantai yang aman disini merupakan pantai yang bebas dari biota berbahaya seperti bulu babi, lepu dan hiu. 10) Penutupan lahan pantai Penutupan lahan pantai merupakan faktor sekunder pada kegiatan wisata pantai. Adanya rencana pengembangan pada suatu daerah untuk wisata pantai, penutupan lahan yang ada dapat diubah sesuai dengan perencanaan. Kecuali untuk daerah hutan lahan basah yang dilindungi, dapat dimasukkan ke dalam lokasi yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata pantai. 3.4.3 Daya dukung ekologis Analisa daya dukung ekologis digunakan untuk merencanakan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Penentuan daya dukung ekologis ini perlu dilakukan karena sumberdaya wisata pesisir bersifat mudah rusak dan ruang untuk wisatawan sangat terbatas. Berdasarkan Yulianda (2007), penghitungan daya dukung ekologis wisata pantai dilakukan menggunakan rumus: DDK K Keterangan : DDK = Daya dukung ekologis (orang/hari) K = Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area (orang) Lp = Luas atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (m atau m 2 ) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m atau m 2 ) Wt = Waktu yang disediakan kawasan dalam 1 hari (jam) Wp = Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk kegiatan tertentu (jam) x Lp Lt x Wt Wp

38 Potensi ekologis wisatawan ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang dilakukan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh wisatawan ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan alam dalam memberi toleransi kepada wisatawan sehingga keaslian sumberdaya alam akan tetap terjaga. Potensi ekologis wisatawan dan luas area kegiatan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Potensi ekologis wisatawan (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis kegiatan K ( wisatawan) Unit area (Lt) Keterangan Rekreasi pantai 1 50 m 1 orang setiap 50 panjang pantai Wisata olah raga 1 50 m 1 orang setiap 50 panjang pantai Berenang 1 50 m 1 orang setiap 50 panjang pantai Berjemur 1 50 m 1 orang setiap 50 panjang pantai Memancing 1 10 m 1 orang setiap 10 panjang pantai Area berkemah 5 100 m 2 5 orang setiap 100 m 2 Sumber: Modifikasi Yulianda (2007) Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk melakukan kegiatan (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu yang dihabiskan wisatawan diperhitungkan dengan mempertimbangkan waktu yang disediakan kawasan (Wt). Waktu yang disediakan kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 10 jam (07.00 WIB-17.00 WIB). Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp- (jam) Total waktu 1 hari Wt-(jam) 1. Berenang 2 4 2. Berjemur 2 4 3. Rekreasi pantai 3 6 4. Wisata olah raga 2 4 5. Memancing 3 6 6. Berkemah 24 24 Sumber: Modifikasi Yulianda (2007) 3.4.4 Effect on Production (EoP) Pendekatan EoP memerlukan sebuah pendekatan yang integratif antara flow ekologi dan flow ekonomi karena pendekatan ini lebih memfokuskan pada aliran fungsi ekologis yang memberikan dampak pada nilai ekonomi sumberdaya alam yang dinilai (perikanan). EoP diukur dengan menggunakan harga bayangan yang

39 dihitung berdasarkan harga pasar yang telah didiskon dengan menggunakan faktor perubahan pasar atau ekuitas sosial. Dalam analisis integrasi ekologi-ekonomi (dalam konteks metode EoP) terdapat beberapa langkah (Hufschmidt et al. 1983 in Adrianto 2006 b ) yaitu: 1) Mengidentifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan residual sumberdaya dari sebuah kebijakan/kegiatan, 2) Melakukan kuantifikasi aliran fisik dari sumberdaya, 3) Melakukan kuantifikasi keterkaitan antar sumberdaya alam, 4) Melakukan kuantifikasi aliran dan perubahan fisik ke dalam terminologi kerugian dan manfaat ekonomi. EoP merupakan nilai langsung yang digunakan untuk mengestimasi fungsi ekosistem secara tidak langsung. Teknik EoP yang digunakan dalam penelitian ini adalah surplus konsumen. 3.4.4.1 Surplus konsumen Surplus konsumen merupakan kepuasan atau kegunaan tambahan yang diperoleh konsumen dari pembayaran harga suatu barang yang lebih rendah dari harga dimana konsumen bersedia membayarnya. Pendugaan nilai ekonomi dari suatu sumberdaya memerlukan langkah-langkah: a) menduga fungsi pemintaan, b) mentransformasi intersep baru fungsi permintaan, c) mentrasformasikan kembali fungsi permintaan baru ke fungsi permintaan asal, d) menduga total kesediaan membayar, e) menduga consumer surplus, f) menduga nilai ekonomi, harga yang dibayarkan dan consumer surplus per unit sumberdaya, dan g) menduga total nilai ekonomi. Menduga fungsi permintaan terhadap penggunaan suatu sumberdaya 1 2 1 2 Q X X... 0 n X n Keterangan : Q = Jumlah sumberdaya yang diminta (hasil tangkap) X 1 = Harga X 2,.X n = Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga Mentransformasikan fungsi permintaan terhadap harga linier Ln Q Ln LnX LnX... LnX 0 1 1 2 2 n n Ln Q (( Ln 0 2 ( LnX 2 )... n ( LnX n )) 1LnX 1 Ln Q ' 1LnX 1 Transformasikan kembali fungsi permintaan ke bentuk persamaan asal

40 Q ' X 1 Menduga total kesediaan membayar (Nilai ekonomi sumberdaya) U f ( Q) d( Q) 0 a Keterangan : U = Utilitas terhadap sumberdaya a = Batas jumlah sumberdaya rata-rata yang dikonsumsi/diminta f(q) = fungsi permintaan Menduga Consumer surplus CS U P t X 1 Q Keterangan : CS = Surplus konsumen Pt = Harga yang dibayarkan Q = Rata-rata jumlah sumberdaya yang dikonsumsi/diminta X 1 = Harga per unit sumberdaya yang dikonsumsi (diturunkan dari fungsi permintaan) Pendugaan total nilai ekonomi sumberdaya Keterangan : NET = Nilai ekonomi sumberdaya CS = Surplus konsumen N = Jumlah SDM yang terlibat L = Luas kawasan sumberdaya NET CS P t N L 3.5 Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method/TCM) Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method/TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar. Teknik ini mengasumsikan bahwa pengunjung pada suatu tempat wisata menimbulkan atau menanggung biaya ekonomi, dalam bentuk pengeluaran perjalanan dan waktu untuk mengunjungi suatu tempat (Lipton et al. 1995 in Yulianda et al. 2010). Pada penelitian ini penghitungan TCM menggunakan Individual Travel Cost Model. Individual Travel Cost Model yaitu memperkirakan rata-rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dimana dalam pendekatan ini pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran (Grigalunas et al. 1998 in Yulianda et al. 2010).

41 Nilai wisata berhubungan dengan manfaat konsumen surplus dari pemanfaatan aktual wisata dimana nilai pelestarian dihubungkan dengan manfaat dari kepuasan. Nilai pelestarian termasuk nilai pilihan (mempertahankan peluang wisata yang mungkin digunakan di masa datang), nilai keberadaan (pengetahuan bahwa sumberdaya perlu dilestarikan) dan nilai hibah (kepuasan diturunkan dari memberikan subsidi pada generasi mendatang dengan sumberdaya alam) (Lee dan Mjelde 2007). Tujuan melakukan TCM adalah menghitung nilai ekonomi suatu kawasan wisata melalui estimasi rata-rata permintaan terhadap kunjungan wisata di lokasi tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan estimasi fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata. Fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata yaitu: V = f(tc,s) Dimana : V =Jumlah kunjungan wisata TC =Biaya perjalanan pada suatu lokasi wisata S =Vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif antara lain: Kunjungan seseorang terhadap lokasi wisata dipengaruhi oleh beberapa hal 1) Biaya waktu bagi seseorang individu ketika mengunjungi lokasi wisata (T). Biaya waktu merupakan opportunity cost yang dihadapi oleh seorang pengunjung yaitu kehilangan pendapatan karena ia melakukan perjalanan wisata. 2) Vektor dari kualitas lokasi wisata yang dirasakan (Q) 3) Pendapatan rumah tangga (Y) Dapat ditulis sebagai berikut : V = f(tc, S, T, Q, Y) Dimana : V = Jumlah kunjungan wisata TC = Biaya perjalanan pada suatu lokasi wisata S = Vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif Q = Vektor dari kualitas lokasi wisata yang dirasakan T = Biaya waktu bagi seseorang individu ketika mengunjungi lokasi wisata Y = Pendapatan rumah tangga Dalam penghitungan menggunakan TCM (Individual Travel Cost Analisis), terdapat beberapa tahapan yaitu (Grigalunas et al. 1998 in Yulianda et al. 2010): 1) Menentukan lokasi,

42 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisata ke lokasi tersebut, 3) Menurunkan metode untuk mengestimasi opportunity cost dari waktu, 4) Merancang survei untuk mengumpulkan data tentang biaya perjalanan dan informasi lain dari pengunjung, 5) Merancang survei untuk mengumpulkan data dari sampel yang mewakili populasi pengunjung lokasi, 6) Mengestimasi hubungan permintaan biaya perjalanan, 7) Mengestimasi jumlah total pengunjung per musim, 8) Menghitung consumer surplus per individu dan untuk seluruh lokasi. Fungsi permintaan atas kunjungan wisata untuk model individual sebagai berikut (Yulianda et al. 2010): LnVi ln 0 1 lntci 2 lnyi 3 ln Si Keterangan : Vi = Trip kunjungan individu ke-i TC i = Biaya perjalanan individu ke-i Y i = Pendapatan individu ke-i = Biaya perjalanan ke lokasi wisata substitusi yang dikeluarkan oleh individu ke-i S i Kemudian menentukan surplus konsumen dari pendekatan individu (Yulianda et al. 2010): CS i V Keterangan : Vi = Jumlah kunjungan individu ke-i 1 = Total biaya perjalanan CSi = Surplus konsumen individu ke-i Menghitung total benefit dari pendekatan individu (Yulianda et al. 2010): TB CS i TV Keterangan : TB = Total manfaat ekonomi lokasi wisata CS i = Surplus konsumen individu ke-i TV = Total kunjungan per tahun (data sekunder) 3.6 Analisis SIG (Sistem Informasi Geografis) Analisis kesesuaian kawasan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yaitu sistem informasi spasial berbasis komputer dengan melibatkan perangkat lunak Arc View3.3. Pada analisis ini prinsipnya 1 i

43 berupa basis data primer maupun data sekunder seperti data biologi, data fisik dan data oseanografi. Berdasarkan data tersebut terdapat parameter sumberdaya yaitu: 1) Sumberdaya hayati: penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan sumberdaya ikan (jenis ikan dan hasil tangkap) 2) Sumberdaya non hayati: kedalaman perairan atau batimetri, tipe atau karakteristik pantai, lebar pantai, material dasar atau sedimen perairan, kemiringan pantai Masing-masing komponen keruangan dimasukkan dalam peta tematik Rupa Bumi Indonesia) dengan skala 1:25.000 (Bakosurtanal 2007), kemudian dioverlaykan untuk mendapatkan peta komposit (peta hasil analisis dengan cara overlay antara seluruh tema peta dalam penentuan kawasan wisata pantai kategori rekreasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan) (Gambar 6). Gambar 6 Gambaran overlay peta. 3.7 Analisis Kesenjangan (GAP Analisis) GAP analisis menyediakan kesempatan untuk merefleksikan praktek yang terjadi pada petunjuk informasi dan untuk melakukan analisis dengan memperhatikan isu potensial yang terjadi. Kemudian analisis yang digunakan dalam GAP analisis ditandai dan membuat rekomendasi dari hal tersebut (Barling

44 dan Simpson 2009). Pada GAP analisis, diidentifikasi perbedaan nilai pada kondisi aktual dengan nilai pada kondisi sesuai dengan daya dukungnya. Analisis GAP disini dianalisis dengan menggunakan Trade Off Analysis. Trade off analysis dimulai dengan melakukan analisis stakeholder untuk mengidentifikasi stakeholder. Informasi dari analisis ini dapat digunakan untuk pengembangan skenario, manajemen kriteria maupun prioritas manajemen. Dalam Trade Off Analysis pertama kali yang dilakukan adalah membuat skenario pengelolaan. Skenario pengelolaan dibuat pada tahap perencanaan. Skenario pengelolaan yang dibuat mencakup dampak ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. Penentuan skenario bagi pengembangan pariwisata (tourism development) dan pengelolaan lingkungan (environmental management) terdapat 4 skenario (A, B, C dan D) dengan 3 kriteria (ekonomi, sosial, dan ekologi) dimana masing-masing kriteria memiliki beberapa sub criteria (Brown et al. 2001). Langkah kedua yaitu menentukan kriteria dan penilaian dampak. Kriteria yang digunakan antara lain ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penilaian dampak diperoleh dari hasil diskusi para pakar dan stakeholders yang memiliki kepentingan dalam pengambilan keputusan. Langkah ketiga yaitu menentukan skor (skoring). Kriteria yang sudah ditentukan kemudian dipilah dengan melihat kriteria yang memberikan manfaat (a benefit) atau kriteria yang membutuhkan biaya (a cost). Setiap kriteria (baik ekonomi, sosial, ekologi) memiliki skor terendah 0, dan skor tertinggi 100. Kriteria yang hasil bagusnya sedikit dinilai 0, sebaliknya yang paling banyak dinilai 100. Langkah keempat yaitu melibatkan stakeholder dalam menyusun peringkat (skenario kebijakan). Pilihan stakeholders yang berbeda dapat dilakukan dengan berbagai cara akan menghasilkan prioritas yang akan mengubah posisi ranking dari skenario sebelumnya. Data yang dikumpulkan dapat berupa data nominal, ordinal, interval atau rasio yang kemudian diubah menjadi ranking dari masingmasing skenario. Langkah kelima yaitu pembobotan peringkat. Pembobotan peringkat dapat dilakukan dalam dua tahapan: pembobotan kriteria dan pembobotan sub kriteria. Pembobotan kriteria menunjukkan prioritas dari pengelolaan, sementara itu pembobotan sub criteria menunjukkan tingkat kepentingan sub kriteria tersebut.

45 Kemudian ranking dikalikan dengan skor dari masing-masing kriteria. Penjumlahan hasil kali rangking dan skor akan menghasilkan bobot skenario. Hasil yang diperoleh adalah peringkat skenario, sehingga dapat memilih skenario yang paling diinginkan. Pembobotan peringkat untuk manajemen prioritas ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Pembobotan peringkat untuk manajemen prioritas Prioritas Pengelolaan Bobot Ekonomi 0,40 Ekologi 0,55 Sosial 0,05 Skenario yang ada kemudian dinilai secara menyeluruh. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja dari berbagai skenario dan setelah itu dikomunikasikan dengan pengambil keputusan. Diharapkan dengan menilai skenario dapat membuat kinerja lebih baik. Tiap kriteria menghasilkan keluaran lebih baik (nilai 100) maupun kurang (nilai 0). Angka dari kolom bobot kemudian dikalikan dengan angka pada skor rata-rata (average scores). 3.8 Analisis Kepuasan Wisatawan Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kepuasan wisatawan adalah metode MUSA (Multicriteria Satisfaction Analysis). Metode MUSA menyajikan hasil analisis dalam bentuk diagram yang dapat membantu menentukan langkah perbaikan (aksi) yang dapat dilakukan. Kombinasi antara bobot dan rata-rata indeks kepuasan akan mendukung terhadap serangkaian aksi/tindakan pengelolaan yang mungkin dikembangkan (Gambar 7). Diagram yang dihasilkan dengan metode MUSA menunjukkan posisi indikator tingkat kepuasan yang dinilai berdasarkan 2 sumbu utama yaitu tingkat kepentingan dan pemanfaatan. Melalui diagram ini akan telihat adanya kesenjangan antara potensi yang ada dengan pemanfaatan yang sudah dilakukan. Analisis kepuasan pengunjung menunjukkan kesenjangan dari apa yang pengunjung inginkan (tingkat kepentingan) dengan apa yang pengunjung dapatkan (tingkat pemanfaatan) (Arabatzis dan Grigoroudis 2010).

46 MUSA digunakan untuk mengukur dan menganalisa kepuasan pengunjung. Evaluasi dilakukan pada tingkat kepuasan pada wisatawan berdasarkan pada nilai dan ungkapan yang dipilih mereka. MUSA secara kualitatif berdasarkan pertimbahan dan pilihan pengunjung (Grigoroudis dan Siskos 2002). Analisis kepuasan wisatawan dibagi menjadi kriteria utama dan sub kriteria. Kriteria utama terbagia atas lima kriteria yaitu petugas di kawasan, karakteristik alam, infrastruktur, fasilitas dan informasi-komunikasi. Dari setiap kriteria utama tersebut terdapat sub kriteria yaitu : 1. Petugas di kawasan terdiri atas: pengetahuan, pelayanan, komunikasi dan kesopanan 2. Karakteristik alam terdiri atas: keindahan alam, pantai berpasir, dan kejernihan air, 3. Infrastruktur terdiri atas: jalan dan penginapan, 4. Fasilitas terdiri atas: pusat informasi, tempat duduk, kios, toilet, tempat sampah, dan tempat ibadah, 5. Informasi-komunikasi terdiri atas: tanda dan papan petunjuk Masing-masing kriteria utama dan sub kriteria memiliki bobot. Bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan dari tiap kriteria dan sub kriteria (Arabatzis dan Grigoroudis 2010). Bobot untuk kriteria dan sub kriteria disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12 Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama Kriteria Bobot (%) Petugas di kawasan 18,38 a Karakteristik alam 23,76 a Infrastruktur 20,43 a Fasilitas 19,07 a Informasi-komunikasi 18,36 a Keterangan: a = adaptasi dari Arabatzis dan Grigoroudis 2010 Tiap kriteria dan sub kriteria dihitung indeks kepuasannya. Indeks kepuasan tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara skor dan nilai kepuasan wisatawan yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil yang diperoleh yaitu nilai

47 antara 1-100. Pada sub kriteria perhitungan indeks kepuasan juga dilakukan dengan cara yang sama. Secara rinci ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 13 Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria Sub kriteria Bobot (%) Pengetahuan 9,70 a Pelayanan 2,80 a Komunikasi 2,85 a Kesopanan 3,03 a Keindahan alam 7,25 a Pantai berpasir 8,38 a Kejernihan air 8,14 a Jalan (menuju kawasan) 8,52 a Penginapan 11,91 a Pusat informasi 2,28 a Tempat duduk 4,79 a Kios 3,16 a Toilet 2,53 a Tempat sampah 3,48 a Tempat ibadah 2,84 a Tanda 7,68 a Papan petunjuk 10,68 a Keterangan: a = adaptasi dari Arabatzis dan Grigoroudis 2010 Tabel 14 Perhitungan indeks kepuasan wisatawan Kriteria Bobot Skor 1 (Kurang) 2 (Cukup) 3 (Puas) Total Petugas kawasan (a) 18,38 a*1 a*2 a*3 a Karakteristik alam (b) 23,76 b*1 b*2 b*3 b Infrastruktur (c) 20,43 c*1 c*2 c*3 c Fasilitas (d) 19,07 d*1 d*2 d*3 d Informasi-komunikasi (e) 18,36 e*1 e*2 e*3 e Sumber : Arabatzis dan Siskos 2010 Keterangan : a = petugas di kawasan b = karakteristik c = infrastruktur d = fasilitas e = informasi-komunikasi Indeks ( a x bobot) 100 ( b x bobot) 100 ( c x bobot) 100 ( d x bobot) 100 ( e x bobot) 100 Diagram aksi terbagi dalam 4 kuadran berdasarkan tingkat pemanfaatan (rendah sampai dengan tinggi) dan tingkat kepentingan (rendah sampai dengan

48 tinggi). Kuadran tersebut mengklasifikasikan aksi/tindakan yang dapat dilakukan bersarkan indeks kepuasan konsumen, yaitu: 1) Status Quo (pemanfaatan rendah dan kepentingan rendah): secara umum, tidak ada aksi/tindakan yang diperlukan, 2) Leverage opportunity (pemanfaatan tinggi/kepentingan tinggi): area ini dapat dikembangkan/digunakan sebagai area yang memiliki daya saing tinggi, 3) Transfer resources (pemanfaatan tinggi/kepentingan rendah): sumberdaya perusahaan yang ada dapat digunakan dengan baik dimanapun 4) Action opportunity (pelaksanaan rendah/kepentingan tinggi): kuadran yang membutuhkan perhatian untuk dikembangkan. Gambar 7 Diagram aksi (Costumers Satisfaction Council 1995 in Arabatzis dan Grigoroudis 2010)