I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. langsung dari payudara ibu. Menyusui secara ekslusif adalah pemberian air susu

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 3 METODE PENELITIAN

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

I.PENDAHULUAN. tengkorak dan rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

Analisa Ruang Metode Moyers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jaringan lunak. Gigi digerakkan dalam berbagai pola, dan berbagai cara perawatan

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Gangguan wicara atau tuna wicara adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Van der Linden, 1986). Ukuran dan pola pertumbuhan pada anak bervariasi, baik menurut kelompok umur maupun jenis kelamin. Hal ini disebabkan oleh karena adanya proses interaksi antara faktor genetik dan lingkungan yang berjalan secara terpadu dan berkesinambungan (Helle, et.al., 1984). Dimensi vertikal adalah jarak antara rahang atas dan rahang bawah, yang dibagi menjadi dimensi vertikal istirahat dan dimensi vertikal oklusi. Perkembangan dimensi vertikal dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara otot-otot lidah, bibir, pipi, dan oklusi gigi-geligi dalam perkembangan kompleks dentofasial. Kekuatan oklusal berfungsi untuk menjaga keseimbangan dimensi vertikal dalam kompleks orofasial (Bishara, 2001). Dimensi vertikal istirahat ditentukan oleh kekuatan aktif dan kekuatan pasif. Kekuatan pasif berasal dari sifat elastisitas otot dan elemen jaringan ikat, sedangkan kekuatan aktif berasal dari aktivitas unit motorik otot-otot yang menempel pada mandibula (Basker, et.al., 1996). Otot merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas oklusi gigigeligi (Mundiyah-Mokhtar, 1974). Otot mastikasi terdiri dari otot masseter, temporalis, pterygoideus lateralis dan pterygoideus medialis (Koesoemahardja, 2004). Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi di dalam lengkung gigi teratur dan 1

baik, serta terdapat hubungan yang serasi antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah, tulang rahang terhadap kranium, tulang rahang dengan otot-otot di sekitarnya, dan ada keseimbangan fungsional (Bernett, 1974). Melakukan fungsi pengunyahan adalah salah satu usaha yang paling berat dari otot-otot mastikasi. Makanan dengan bantuan lidah bercampur dengan saliva dibawa ke oklusal gigi-geligi dan kemudian oleh gerak ritmis dari otot pipi, makanan itu dibawa kembali diantara lidah dan palatum. Supaya makanan tetap berada diantara oklusal gigi-geligi, mandibula ditahan oleh gaya dari otot-otot hyoid. Kemudian mandibula bergerak ke lateral untuk mengunyah makanan dan akhirnya mandibula ini ditutup dengan kuat oleh aktivitas otot temporalis dan masseter (Mundiyah-Mokhtar, 1974). Besarnya Free Way Space merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya kunyah seseorang (Kamegai, et.al., 2005). Setelah melakukan proses pengunyahan, gigi-geligi cenderung kembali ke posisi istirahat. Pada posisi ini, semua otot yang mengontrol posisi mandibula berada dalam keadaan istirahat, dan celah diantara gigi-geligi atas dan bawah adalah merupakan Free Way Space (Foster, 1997). Menurut Johnson et al. (2002), Free Way Space atau jarak interoklusal adalah jarak diantara permukaan oklusal gigi-geligi rahang atas dan bawah ketika mandibula dalam keadaan posisi istirahat. Terdapat perbedaan daya kunyah pada anak dengan ukuran Free Way Space yang berbeda (Kamegai, et.al., 2005). Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi daya kunyah adalah tingkat keparahan maloklusi, struktur fasial, kekuatan otot, dan perbedaan jenis kelamin. 2

Daya kunyah juga dipengaruhi oleh konsistensi makanan seseorang. Seseorang yang sering makan makanan yang lunak, kekuatan kunyahnya lebih rendah dibandingkan seseorang yang sering makan makanan yang berserat (Gaviao, et.al., 2006). Daya kunyah dapat diukur dengan menentukan kapasitas individu dalam memecah makanan menjadi partikel yang lebih kecil. Hasil kunyah biasanya dievaluasi dengan beberapa tes yang didasarkan atas pengunyahan makanan yang dapat dikunyah. Hampir semua tes yang digunakan di literatur menggunakan makanan alami dengan satu atau lebih saringan untuk mengukur tingkat pengunyahan (Slagter, 1992 cit. Murti, 2000). Dataran tinggi dan dataran rendah menuntut jenis dan besar aktivitas fisik yang berbeda. Pada tempat yang tinggi akan menerima stress ekologis yang lebih kompleks, diantaranya tekanan barometer yang rendah, kelembapan udara yang rendah, dan suhu udara yang dingin, sehingga dibutuhkan aktivitas muskular yang tinggi yang dapat mempengaruhi bentuk badan dan antropometri anak (Janatin- Hastuti, 2005). Menurut Hamilton (1967) cit. Iwa-Sutardjo (1993), suhu dingin dapat meningkatkan konsumsi makanan, sedangkan suhu panas mengurangi konsumsi makanan, hal ini kemungkinan disebabkan kekurangan energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan suhu badan. Selain itu pada dataran rendah juga lebih banyak makanan lunak dan fast food, dibandingkan dengan dataran tinggi. Secara fisik, anak laki-laki memiliki struktur fisiologi yang lebih kuat, yaitu biasanya memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan massa otot wanita. Hal ini dikarenakan adanya hormon testosteron pada anak laki-laki. Selain itu anak laki- 3

laki memiliki aktivitas yang lebih dominan dibandingkan anak perempuan, sehingga membutuhkan asupan nutrisi lebih banyak untuk menghasilkan energi. Hal ini menjadikan otot mastikasi anak laki-laki lebih aktif, dan tentunya memiki daya kunyah yang lebih kuat dibandingkan anak perempuan (Helle, et.al., 1984). Usia 7-8 tahun merupakan masa tumbuh kembang anak, dan dalam fase gigi bercampur. Pada usia tersebut biasanya gigi molar permanen pertama telah erupsi sempurna (Mundiyah-Mokhtar, 1974). Seperti yang juga dikatakan oleh Koesoemahardja (2004), bahwa erupsi gigi permanen yang pertama adalah pada usia 6 tahun, ditandai dengan erupsinya molar permanen pertama yang kemudian diikuti dengan erupsi gigi geligi insisivus. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Sebagian besar penduduk Indonesia didominasi ras Melayu yang kemudian dibedakan atas Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Suku Jawa termasuk dalam Deutero Melayu (Hasibuan, 2011). Setiap manusia secara intra ras memiliki kecepatan dan percepatan pertumbuhan yang berbeda, terlebih lagi secara inter ras menunjukkan perbedaan yang bermakna (Iwa-Sutardjo, 1993). Di Yogyakarta, suku bangsa tersebar dan beranekaragam, tetapi mayoritas penduduk asli yang ada di kota Yogyakarta adalah suku Jawa. 4

B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka timbul pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana pengaruh besarnya Free Way Space dan jenis kelamin terhadap daya kunyah anak yang bertempat tinggal di dataran tinggi dan rendah. C. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah : 1. Gaviao, et.al (2006). Penelitian dilakukan pada anak-anak dalam periode gigi bercampur dengan hasil bahwa daya kunyah anak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti otot-otot mastikasi dan biomekanik rahang, tetapi ukuran tubuh tidak berpengaruh signifikan terhadap daya kunyah anak. Penelitian ini berbeda dengan penelitian diatas, antara lain dalam lokasi penelitian (dataran tinggi dan rendah di Yogyakarta), dan jenis variabel independen (Free Way Space, jenis kelamin). D. Tujuan Penelitian Untuk memperoleh data dan mengetahui pengaruh besarnya Free Way Space dan jenis kelamin terhadap daya kunyah anak yang bertempat tinggal di dataran tinggi dan rendah. 5

E. Manfaat Penelitian 1. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan : a. Memberikan informasi mengenai pengaruh besarnya Free Way Space dan jenis kelamin terhadap daya kunyah anak yang bertempat tinggal di dataran tinggi maupun di dataran rendah. b. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya berkenaan dengan daya kunyah anak pada sistem mastikasi 2. Untuk klinisi : Sebagai panduan dalam perawatan ortodontik anak dalam kaitannya dengan tumbuh kembang anak. 3. Untuk masyarakat : Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya orangtua mengenai pertumbuhan dan perkembangan dentofasial khususnya mengenai ukuran Free Way Space, jenis kelamin, dan daerah dengan topografi yang berbeda berpengaruh dalam fungsi pengunyahan anak. 6