BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

BPS PROVINSI JAWA BARAT

A. PERKEMBANGAN EKSPOR

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

A. PERKEMBANGAN EKSPOR

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2016

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

Perdagangan Luar Negeri Ekspor-Impor Sumatera Selatan Agustus 2017

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2017

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JAWA TIMUR DESEMBER 2013

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BULAN OKTOBER 2015


PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2012

A. PERKEMBANGAN EKSPOR

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA


I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2011

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2016

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2014

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KOTA BATAM JANUARI 2017

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015

2. Ekspor Produk DKI Jakarta

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2016

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017


PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2016

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014

EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BULAN OKTOBER 2016

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOVEMBER 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan devisa (Lipsey, 1993). Ekspor Indonesia, dalam sektor migas maupun nonmigas sejak 15 tahun terakhir, diketahui semakin meningkat (G ambar 1.1). Secara garis besar, ekspor nonmigas semakin mendominasi hingga lebih dari 75 persen lebih banyak dibandingkan ekspor migas (BPS, 2014). Hal ini terjadi selain karena adanya krisis 2008 yang mempengaruhi ekspor migas yang menurun, optimisasi pertumbuhan ekspor sektor non migas sendiri yang menjadikan sektor ini menjadi penyumbang cukup besar bagi surplus neraca perdagangan Indonesia hingga saat ini. Kondisi ini berbeda dengan tahun 1970 1980-an, karena saat itu terjadi oil boom yang membuat ekspor migas menjadi primadona bagi Indonesia. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas. Tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88 persen dari total nilai ekspor Indonesia,sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas 1

tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88 persen atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13 persen). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Ekspor non migas kemudian tumbuh kembali pada tahun 2000, selain karena dorongan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam kegiatan ekspor, terlihat adanya peningkatan permintaan dunia terutama dari negara-negara di kawasan Amerika dan Asia. Namun, pada tahun 2001 ekspor kembali menurun, menurut laporan dari Bank Indonesia tahun 2001, penurunan tersebut diakibatkan adanya pelambatan perekonomian dunia dan melemahnya harga komoditas-komoditas unggulan. Nilai ekspor non migas Indonesia juga mengalami sinyal positif dilihat dari total ekspor pada awal tahun 2011 yang meningkat sebesar 29 persen dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong dari sektor pertambangan, industri, dan pertanian. 1.1. Ekspor Migas VS Nonmigas Indonesia ke Dunia, 1998-2012 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 1998 1999 2000 2001 Juta US$ 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun ekspor nonmigas ekspor migas Sumber: BPS (2014), diolah. 2

Apabila ditilik lebih mendalam, di balik terus meningkatnya ekspor non migas Indonesia, ternyata pangsa ekspor subsektor perikanan Indonesia terhadap ekspor nonmigas justru semakin menurun (Gambar 1.2). Padahal, diketahui bahwa total nilai ekspor subsektor perikanan Indonesia meningkat hingga lebih dari 50 persen. Sejak tahun 1998 hingga 2004 total nilai ekspor produk perikanan Indonesia memang sudah tampak semakin menurun, namun mulai awal 2005 total nilai ekspornya menunjukkan perubahan yang positif, akan tetapi pangsanya terhadap sektor non migas justru semakin menurun (BPS, 2014 dan UN Comtrade, 2014). Gambar 1.2. Ekspor Nonmigas VS Ekspor Perikanan Total, 1998-2012 180000 160000 140000 120000 Juta US$ 100000 80000 60000 40000 20000 3,95% 3,93% 3,32% 3,52% 3,31% 3,27% 3,04% 2,71% 2,46% 2,28% 2,29% 2,31% 1,97% 1,96% 2,35% 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Ekapor Nonmigas 40976 38873 47757 43685 45046 47407 55939 66428 79589 92012 10789 97492 12974 16202 15304 Ekspor Perikanan 1619 1529. 1588. 1537. 1491. 1551. 1703. 1800. 1959. 2102. 2472. 2249 2559. 3183 3594 Sumber: BPS (2014) dan UN Comtrade (2014), diolah. Selama ini produk subsektor perikanan belum pernah masuk ke dalam 10 besar komoditi ekspor nonmigas unggulan Indonesia, padahal sebenarnya komoditas perikanan memiliki potensi untuk menjadi produk unggulan ekspor Indonesia. Pada 2012, produk perikanan (ikan dan udang) menempati peringkat ke 15 dari ekspor unggulan dari sektor nonmigas (Gambar 1.3) dengan pangsa 1,80 persen (Kemendag, 2014). 3

Gambar 1.3. 15 Komoditi Ekspor Nonmigas Unggulan Indonesia, 2012 BAHAN BAKAR MINERAL MESIN/PERLATANN LISTRIK MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK KENDARAAN DAN BAGIANNYA BERBAGAI PRODUK KIMIA ALAS KAKI BARANG-BARANG RAJUTAN IKAN DAN UDANG 3,99% 3,32% 3,17% 2,57% 2,51% 2,45% 2,30% 2,25% 2,25% 1,84% 1,80% 7,03% 6,84% 13,92% 17,26% Sumber: Kemendag (2014), diolah. Juta US$ Menurut evaluasi Kemendag (2014), ikan dan produk perikanan Indonesia masuk ke dalam 10 komoditi potensial ekspor Indonesia. negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia di antaranya adalah Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Vietnam, Rep. Rakyat Tiongkok, Singapura, Malaysia, Italia, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, Spanyol, Federasi Rusia, Australia, Belgia, Belanda, Perancis, Jerman, Inggris, dan Iran. Secara geografis, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk produk perikanan. Garis pantai Indonesia lebih dari 81.000 km, sehingga memiliki potensi yang luas untuk pengembangan perikanan, baik dalam perikanan budidaya maupun perikanan tangkap (Nurdjana, 2006). Tabel 1.1, menjelaskan potensi pengembangan perikanan Indonesia. Dilihat dari luas laut, jumlah pulau, maupun panjang garis pantainya, Indonesia memang berpotensi sebagai negara yang berbasis kelautan dan perikanan. 4

Tabel 1.1. Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia Rincian Jumlah Luas Daratan Indonesia 1.910.931,32 Km 2 Luas Laut Indonesia 284.210,90 Km 2 Luas Laut Teritorial 2.981.211,00 Km 2 Luas Zona Ekonomi Eksklusif 279.322,00 Km 2 Luas Laut 12 Mil Panjang Garis Pantai Indonesia 104.000,00 Km Jumlah Pulau 17.504 pulau Sumber: KKP (2011) Potensi perikanan yang dimiliki Indonesia juga didukung dengan peluang pasar produk perikanan di pasar global yang prospektif. Perubahan pola konsumsi masyarakat dunia menuju pada makanan yang sehat menjadi salah satu faktor justifikasi. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya kelautan seharusnya dapat mengambil peluang tersebut, sehingga di masa mendatang dapat meningkatkan proporsi ekspor produk perikanannya. Beberapa permasalahan yang seringkali menjadi hambatan bagi pengembangan produk perikanan yaitu adanya standar-standar perdagangan yang diberlakukan baik secara mandatory oleh negara pengimpor dan standar yang bersifat sukarela. Standar ini jika tidak mampu dipenuhi maka akan sangat mempengaruhi kinerja ekspor perikanan di masa mendatang (Lambaga, 2009). Persaingan di pasar global tidak terlepas dari trend liberalisasi perdagangan yang kini semakin diminati oleh negara-negara di dunia. Liberalisasi perdagangan dilakukan melalui pengurangan pada hambatan impor atau memperkenalkan sistem yang sejenis dengan subsidi ekspor (Dean, et al., 1994). Menurut laporan WTO, hingga tahun 2006 terdapat sekitar 200 perjanjian ekonomi regional di seluruh dunia yang berjalan efektif, dan masih ada sejumlah 5

lagi yang masih berada dalam taraf negosiasi. Indonesia sendiri hingga saat ini telah menyepakati 8 perjanijan berkaitan dengan liberalisasi perdagangan Internasional. Penelitan ini akan fokus pada perjanjian perdagangan dengan China dalam kerangka ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area). Perjanjian liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan China telah disepakati pada 2004. Hubungan dalam kerangka ACFTA tersebut menyepakati adanya penghapusan hambatan tarif perdagangan internasional yang dilakukan secara bertahap untuk setiap komoditas yang disepakati (Setiawan, 2012). ACFTA terdiri dari 3 tahap penghapusan tarif perdagangan internasional (Ditjen KPI, 2005), yaitu sebagai berikut: a. Early Harvest Program (EHP) EHP merupakan tahap awal penurunan tarif dalam kerangka ACFTA. Tarif bea masuk turun dari 10 0 persen secara bertahap dari tahun 2004 2006 yang berlaku untuk 8 jenis produk. Delapan produk pertanian dalam kerangka EHP yaitu: 1) kelompok produk hewan hidup (live animals) 2) daging dan jeroan yang bisa dimakan (meat and edible meat & offal), 3) ikan termasuk udang (fish), 4) produk susu (dairy products), 5) produk hewan lainnya (other animal products), 6) tanaman hidup (live trees), 7) sayur (edible vegetables), 8) produk buah serta kacang-kacangan (edible fruits and nuts) 6

b. Normal Track Dalam tahap ini, tarif bea masuk turun dari 20 0 persen secara bertahap dari tahun 2005 2012, berlaku untuk 263 pos tarif. c. Sensitive Track Tahap ini merupakan tahap exclusion, yaitu untuk produk-produk tertentu penurunan tariff yang berlaku ada dua tahap yaitu: 1) Sensitive List (SL) meliputi pengurangan tarif menjadi 20 persen pada 2012 dan pengurangan tarif menjadi 0-5 persen pada 2018. 2) Highly Sensitive List (HSL) adalah pengurangan tarif menjadi 50 persen pada 2015. Perjanjian ACFTA dipilih sebagai pokok pembahasan dalam penelitian ini karena hubungan perdagangan produk perikanan Indonesia dengan China dapat dikatakan sangat baik. Selain itu, produk perikanan termasuk dalam salah satu produk yang paling awal mengalami penurunan tarif nol persen (dalam tahap Early Harvest Program). Keikutsertaan suatu negara dalam suatu Free Trade Area memiliki efek yang diibaratkan sebagai dua mata pedang pada kesejahteraan ekonomi masingmasing negara. Jika dengan bergabungnya suatu negara dalam perjanjian kerjasama dapat menggantikan produk domestik berbiaya tinggi dengan impor dari negara lain yang juga bergabung dalam perjanjian tersebut, negara tersebut mengalami trade creation atau dengan kata lain memperoleh country gains. Tetapi jika dengan bergabung mengakibatkan pergantian dari impor berbiaya rendah dari luar kawasan perjanjian dengan komoditas yang lebih tinggi biayanya, 7

hal ini mengindikasikan terjadinya trade diversion atau dengan kata lain mengalami country loses (Krugman dan Obstfeld, 2009). Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanann (KKP), China merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor hasil perikanan Indonesia menurut volume (Gambar 1.4). Pada tahun 2012, pasar ekspor perikanan utama Indonesia adalah negara China (24 persen), kemudian Amerika Serikat (11 persen), Jepang (10 persen) dan Uni Eropa (7 persen). Ekspor perikanan Indonesia ke China tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 21,90 persen dibandingkan tahun 2011 (KKP, 2013). Gambar 1.4. Negaraa Tujuan Utama Ekspor Hasil Perikanan Indonesia, 2012 China 1.01% 1.64% 2.48% 3.07% 3.49% 4.33% 21.82% 9.66% 10.86% 24.04% 17.61% Thailand USA Jepang Malaysia Singapura Taiwan Korea Hongkong Philipine Sumber: KKP (2013) Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumberdaya kelautan mempunyai potensi yang besar pada sektor perikanan ( Tabel 1.1). Namun, pada kenyataannya, pangsa ekspor produk perikanan Indonesia terhadap ekspor nonmigas (Gambar 1.2) masih sangat kecil (berkisar 2-4 persen) selama 15 tahun terakhir bahkan indikasinya cenderung semakin menurun pasca berlakunya 8

ACFTA (tahun 2004 ). Artinya, masih perlu pengembangan terhadap ekspor perikanan Indonesia untuk dapat mewujudkan misi pemerintahan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim. Oleh karena itu, peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai dampak ACFTA terhadap ekspor sektor perikanan Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Pangsa ekspor produk perikanan Indonesia terhadap sektor nonmigas masih kecil (berkisar 2 3,95%), bahkan pasca disepakatinya ACFTA tahun 2004 justru semakin menurun (hingga 1,96%), padahal perikanan Indonesia masih memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis lebih jauh mengenai dampak ACFTA terhadap ekspor sub sektor perikanan Indonesia. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berikut beberapa pertanyaan penelitian yang akan dianalisis lebih lanjut: 1. Apakah disepakatinya perjanjian liberalisasi perdagangan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) berpengaruh terhadap ekspor produk perikanan Indonesia pada 1998-2012? 2. Bagaimana dampak ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap ekspor produk perikanan Indonesia pada 1998-2012 dalam kaitannya dengan trade creation dan trade diversion? 9

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh disepakatinya perjanjian liberalisasi perdagangan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap ekspor produk perikanan Indonesia pada 1998-2012. 2. Mengetahui dampak ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap ekspor produk perikanan Indonesia pada 1998-2012 dalam kaitannya dengan trade creation dan trade diversion. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan, khususnya bagi pemerintah Indonesia sebagai pengambil kebijakan, mengenai pertimbangan perdagangan produk perikanan Indonesia dalam kerangka ACFTA (Asean-China Free Trade Area). Secara umum, penelitian ini bermanfaat dalam merancang strategi perdagangan produk perikanan Indonesia ke depannya, terutama dalam menghadapi liberalisasi perdagangan. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada ruang lingkup ekspor produk perikanan (HS 4 digit) dengan negara tujuan ekspor 10 negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia, baik negara anggota maupun non-anggota ACFTA. Rentang waktu penelitian terbatas pada tahun 1998 sampai dengan 2012 dengan tujuan dapat mengetahui dampak disepakatinya perjanjian ACFTA tahun 2004 terhadap ekspor produk perikanan Indonesia. 10

1.7. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab yang masing-masing akan membahas pendahuluan, survei literatur, metodologi penelitian, hasil analisis penelitian, serta kesimpulan dan saran. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian. BAB II TINJAUAN LITERATUR Bab ini membahas mengenai teori-teori perdagangan internasional, integrasi perdagangan, liberalisasi perdagangan serta secara khusus mengenai ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Selain itu, p ada bagian ini juga dibahas studi empiris sebelumnya mengenai dampakdampak ACFTA serta studi empiris tentang metode gravitasi. Keaslian penelitian dan hipotesis penelitian juga disampaikan dalam bagian ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan membahas data beserta sumber data yang digunakan, model penelitian dan definisi operasional variabel. Pada bagian ini juga akan dijelaskan alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil analisis dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Hasil dari uji regresi data panel dengan gravity model 11

juga disajikan dalam bab ini. Metode DiD ( Difference in Difference) digunakan dalam penelitian ini untuk dapat melihat dampak sebelum dan sesudah berlakunya ACFTA bagi ekspor sub sektor perikanan Indonesia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi penjelasan tentang ringkasan hasil analisis penelitian. Selain itu, saran-saran untuk pemerintah Indonesia dan penelitian selanjutnya juga ditampilkan di bagian ini. 12