1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH

Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Gerombolan (Shoal) dan Kawanan (School) Ikan

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

5 KLASIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Gambar 8. Lokasi penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005).

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI LAUT BALI. Pengambengan. 20 m. gs ratu. 200 m SAMUDERA INDONESIA

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

Daerah Penangkapan Ikan (fishing ground) Oleh: Ririn Irnawati

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIKDI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

hayati laut pada umumnya (Simbolon et al., 2009), penyebaran organisme di laut serta pengaturannya (Nybakken 1988).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

4 PERIKANAN PELAGIS KECIL YANG BERBASIS DI PANTAI UTARA JAWA

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

SEBARAN VOLUME BACKSCATTERING STRENGTH SCHOOLING IKAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT SUNDA

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1.

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KONDISI DAN PERMASALAHAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei hidroakustik dalam bidang perikanan dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan stok ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang dilakukan selama ini berupaya menyediakan informasi mengenai distribusi dan kelimpahan relatif spesies ikan. Informasi yang lebih rinci dari survei hidroakustik tersebut terdapat pada echogram atau data akustik. Echogram memiliki keterbatasan dalam membedakan gema (echo) spesies yang ada, sehingga sulit menentukan jenis dan kawanan ikan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan teknik atau metode penentu yang benar terhadap echogram yang dikumpulkan tersebut, terutama pada kawanan ikan yang multi spesies (Misund, 1997 diacu dalam Lawson et al., 2001). Algoritma pola pengenalan yang berupa deskriptor akustik merupakan salah satu cara dalam mengatasi keterbatasan dalam membedakan echogram antar spesies. Deskriptor akustik akan mengidentifikasi gema kawanan ikan pada echogram sehingga akan diketahui spesies kawanan ikan yang ada. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti luar untuk mengetahui pola agregasi ikan menggunakan algoritma, antara lain: (1) Rose & Leggett (1998) memulai penelitian di Kanada mengenai klasifikasi sinyal hidroakustik spesies kawanan ikan. Penelitian ini menekankan pada pengklasifikasian pada energi hambur balik (backscatter) dengan diskriminator SPT (Standarized Peak to Trough distance) dan PP (Peak to Peak). (2) Masse & Rouxel (1991) memperbaiki metode kelimpahan akustik dengan membedakan gerombolan (shoal) ikan pelagis menggunakan sistem INES/MOVIES. (3) Richards et al. (1991) berusaha mengklasifikasikan kumpulan ikan di Kanada berdasarkan survei integrasi gema. Penelitian ini berupaya mengenalkan spesies pada dua daerah yang berbeda, yaitu pada dasar perairan dan daerah shelf break.

(4) Weill et al. (1993) menyempurnakan metode Masse dan Rouxel (1991) dalam sebuah perangkat lunak deteksi akustik yaitu MOVIES-B khusus untuk klasifikasi spesies gerombolan ikan (di Indonesia telah dilakukan oleh Sadhotomo, 2001). (5) Marshal & Petitgas (1993) melakukan prediksi perkiraan kelimpahan ikan secara akustik dengan perkiraan shoal by shoal dari biomassa stok sehingga harus diketahui spesies dari gerombolan ikan. (6) Barange (1994) melakukan identifikasi, klasifikasi dan struktur patchiness spesies atau taksonomi secara akustik dihubungkan dengan tampilan frontal. Hasilnya adalah deteksi target dan distribusi frekuensi panjang patchiness dapat dibedakan antar spesies serta pengukuran in situ distribusi target strength (TS). Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan ini merupakan awal mula dikenalkan deskriptor akustik. (7) Lu & Lee (1995) melakukan identifikasi spesies gerombolan ikan dari echogram dengan sistem Echo-signal Image Processing. (8) Simmonds et al. (1996) dan Gerlotto et al. (1999) mengembangkan teknik identifikasi spesies menggunakan wideband, multi frekuensi dan multi beam untuk narrow band echo-sounder namun teknik ini masih dalam percobaan dan mahal. (9) LeFevre et al. (2000) membuat perangkat lunak bernama FASIT (Fisheries Assessment and Species Identification Toolkit) untuk mengidentifikasi spesies menggunakan pengolahan citra digital. Penelitian ini terbatas pada morfologi spesies. (10) Coetzee (2000) meneliti gerombolan ikan sardin menggunakan sistem perkiraan patch dan analisis gerombolan ikan (SHAPES) untuk mengetahui karakteristik kawanan ikan (school) sardin di Afrika Selatan. Hasilnya adalah adanya hubungan yang nyata antara pengukuran morfologi kawanan dan struktur densitas. Variabelvariabel pada deskriptor morfologi adalah variabel yang paling berperan dalam deskriptor kawanan ikan sardin. Lawson et al. (2001) mengidentifikasi spesies kawanan ikan pelagis menggunakan deskriptor akustik dengan ketepatan identifikasi mencapai 88.3%. Deskriptor akustik ini mengacu pada standar baku yang dikembangkan Reid et al. (2000) yaitu: positional (jarak shoal sekitarnya yang paling dekat), morphometric

(tinggi gerombolan ikan, area), energetic (rata-rata dan variasi energi hambur balik) dan bathymetric (kedalaman gerombolan ikan). Alat yang digunakan untuk menduga kelimpahan kawanan ikan adalah scientific echosounder split beam. Pengukuran geometri, dimensi, energi atau disebut juga deskriptor akustik, jika dilakukan secara manual akan menghabiskan waktu dengan hasil yang tidak akurat pada volume data yang besar selama survei akustik. Perkembangan terkini di bidang sains perikanan, teknologi akustik, pengolahan sinyal digital dan pengolahan citra digital, memungkinkan diintrepretasikan informasi tersebut untuk identifikasi kawanan ikan dengan sinyal akustik menjadi lebih baik. Beberapa peneliti sudah ada yang mengembangkannya berupa karakteristik kawanan ikan dengan digitalisasi sinyal hambur balik (back-scattered). Bahkan dapat membedakan antar spesies ikan di lingkungan sub tropis, dengan berbagai tingkat kesuksesan (Coetzee, 2000). Salah satu arahan dalam disertasi ini adalah mengembangkan perangkat lunak untuk memudahkan perhitungan deskriptor akustik menggunakan pengolahan citra digital pada sinyal hambur balik. Pengembangan perangkat lunak ini sebagai langkah awal dalam pendeteksian kawanan ikan pelagis di suatu perairan. Pendugaan stok ikan sulit dilakukan di lingkungan tropis karena keanekaragaman spesies lebih beragam dibandingkan dengan di lingkungan sub tropis. Identifikasi kawanan ikan pelagis menjadi lebih riskan atau rawan untuk dilakukan. Untuk mengatasinya, perlu dipastikan komposisi spesies di suatu perairan yang di dominasi oleh satu atau dua spesies dan identifikasi ditekankan pada spesies yang membentuk kelompok bukan pada individu spesies. Berkaitan dengan hal tersebut, maka data akustik yang digunakan dalam penelitian ini adalah data survei akustik di perairan Selat Bali. Hal ini didasarkan pada, hasil penelitian Wudianto (2001) yang mengemukakan bahwa ikan pelagis yang dominan tertangkap di perairan Selat Bali menggunakan pukat cincin (purse seine) antara lain lemuru (Sardinella lemuru), layang (Decapterus spp.), tembang (Sardinella fimbriata), banyar (Rastrelliger kanagurta), slengseng (Scomber australasicus), dan tongkol (Auxis spp.). Ikan pelagis sebagian besar didominasi oleh jenis lemuru (kisaran 14-98%, rata-rata 67%), selanjutnya tongkol (kisaran 0.5-56%, rata-rata 19%), layang (kisaran 0.1-61%, rata-rata 10%) dan ikan lainnya (kisaran 0.1-14%, rata-rata 4%) pada Tahun 1996-1998. Disamping itu, perikanan lemuru untuk industri lokal berkembang pesat dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat setempat di perairan Selat Bali.

Identifikasi spesies berguna untuk menduga stok ikan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang tepat. Untuk melengkapi identifikasi diperlukan klasifikasi kawanan berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap identifikasi. Klasifikasi membantu dalam pembuatan kelas-kelas kawanan secara sistematis. Langkah terakhir adalah struktur kawanan. Struktur kawanan menggambarkan pembentukan kawanan ikan dalam kolom perairan secara lebih rinci. Ketiga poin tersebut (identifikasi, klasifikasi dan struktur) merupakan satu rangkaian untuk menentukan karakteristik kawanan ikan sehingga stok ikan di suatu daerah dapat diperkirakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Pembuatan program (perangkat lunak) untuk pengolahan echogram dan ekstraksi deskriptor akustik (2) Identifikasi, klasifikasi dan analisis struktur kawanan ikan pelagis berdasarkan deskriptor akustik di perairan Selat Bali (3) Perumusan karakteristik kawanan ikan pelagis berdasarkan deskriptor akustik di perairan Selat Bali 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam hal: (1) Pendugaan stok ikan di perairan Selat Bali dan ikan pelagis lainnya (2) Peningkatan produktifitas penangkapan ikan target. 1.4 Hipotesis (1) Deskriptor akustik dan back-scattering Strength Volume (Sv) dapat dijadikan dasar untuk identifikasi, klasifikasi dan struktur kawanan ikan pelagis (2) Kawanan ikan pelagis di perairan Selat Bali dapat diidentifikasi berdasarkan spesies (3) Klasifikasi kawanan ikan lemuru dapat dibedakan berdasarkan musim dan ukuran ikan (4) Adanya pola pembentukan kawanan ikan lemuru pada analisis struktur kawanan ikan lemuru 1.5 Kerangka Pemikiran

Azis et al., 1998 mengulas mengenai potensi, pemanfaatan dan peluang pengembangan sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia dengan mengelompokkan sumber daya ikan laut Indonesia menjadi 12 kelompok yaitu ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, ikan hias, udang dan krustasea, moluska dan tripang, sepalopoda, penyu, mamalia, rumput laut, induk dan benih alami komersial. Selanjutnya membagi wilayah perairan Indonesia menjadi 9 (sembilan) Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Sumberdaya ikan laut yang telah diduga potensinya berdasarkan WPP terdiri dari tujuh kelompok, yaitu: ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang peneid, lobster, cumi-cumi dan ikan hias. Jika ditarik benang merahnya maka potensi, pemanfaatan dan peluang pengembangan sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu: taksonomi (ikan dan non-ikan), habitat (pelagis, demersal dan karang), ukuran ikan (pelagis besar dan kecil) dan benih komersial. Hal yang perlu dicermati adalah pendugaan potensi ikan laut belum menyentuh pada hal yang bersifat fundamental yaitu pendugaan stok ikan berdasarkan spesies. Pendugaan stok ikan berdasarkan spesies diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara lebih terarah dan sistematis. Di perairan tropis, dalam hal ini perairan Indonesia, permasalahan utamanya adalah keanekaragaman spesies menyulitkan dalam pendugaan stok ikan per spesies di suatu perairan (Gambar 1.1). Langkah awal untuk mengatasi hal tersebut adalah mendapatkan data dan informasi mengenai komposisi spesies ekonomis penting yang dominan di suatu perairan. Dalam kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan, maka lokasi kajian difokuskan di perairan Selat Bali dimana komposisi dan dominasi spesies ikan pelagis kecil telah diketahui. Ada dua pendekatan dalam menduga stok ikan pelagis kecil, yaitu (1). metode semi-kuantitatif dan (2). metode hidroakustik. Metode semi-kuantitatif lebih beresiko untuk dilakukan karena menggunakan metode penalaran (reasoning) dan perhitungan (calculating) sehingga mendapatkan perkiraan sementara (preliminary) dan kasar (Azis et al., 1998). Disertasi ini menggunakan metode hidroakustik. Keunggulan metode ini adalah kemampuannya menganalisis distribusi kelimpahan dengan jangkauan jarak yang luas terhadap suatu organisme atau agregasi/kumpulan yang tidak merusak lingkungan dan menggambarkan kondisi saat itu juga.

Tetapi, metode hidroakustik memiliki keterbatasan yaitu ketidakmampuannya dalam membedakan gema spesies yang ada pada echogram, sehingga sulit menentukan jenis dan kawanan ikan. Barange (1994) berusaha menentukan jenis dan kawanan zooplankton dan horse mackerel dengan mengenalkan deskriptor akustik sebagai parameter penentu kawanan ikan. Penelitian terus berlanjut sampai akhirnya hasil penelitian Lawson et al (2001) menunjukkan bahwa deskriptor akustik dapat digunakan untuk identifikasi spesies anchovy, sardine dan round herring dengan ketepatan 88.3%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disertasi ini menggunakan deskriptor akustik sebagai dasar dalam identifikasi, klasifikasi dan struktur kawanan ikan pelagis kecil di perairan tropis khususnya perairan Selat Bali. Hal yang perlu dicermati adalah identifikasi kawanan ikan merupakan kunci untuk mengetahui spesies ikan di suatu perairan. Langkah berikutnya adalah klasifikasi kawanan ikan yang dapat menggambarkan ciri-ciri spesies secara spesifik berdasarkan musim. Struktur kawanan ikan merupakan pelengkap dalam melihat pembentukan kawanan dalam kolom perairan. Hasil perhitungan deskriptor akustik identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan akan dianalisis lebih mendalam menggunakan Analisis Faktor (Factor Analysis) untuk mencari keeratan hubungan antar deskriptor akustik, Analisis Gerombol (Cluster Analysis) untuk mengelompokkan kawanan ikan pelagis dan Analisis Diskriminan (Discriminant Analysis) untuk menentukan deskriptor akustik yang berpengaruh terhadap pemisahan kelompok kawanan ikan. Analisis yang digunakan untuk struktur kawanan ikan adalah teknik variogram. Teknik ini sebagai indikator apakah deskriptor akustik yang digunakan untuk mengukur kawanan ikan memiliki struktur atau tidak. Ketiga rangkaian tersebut (identifikasi, klasifikasi dan struktur) diharapkan saling menunjang untuk mendapatkan karakteristik kawanan ikan di perairan tropis dalam hal ini perairan Selat Bali, sehingga stok spesies ikan dapat diperkirakan keakuratannya. Dalam disertasi ini, tahapan pendugaan stok ikan berdasarkan analisis deskriptor akustik dibagi menjadi 4 (empat) tahap yakni:

Tahap I. Identifikasi kawanan ikan pelagis Tahap ini memerlukan data survei akustik dari lapangan yang meliputi data echogram dan data oseanografi (suhu dan salinitas). Identifikasi kawanan ikan diarahkan untuk dapat membedakan spesies kawanan ikan pelagis kecil khususnya yang dominan tertangkap. Tahap II. Klasifikasi kawanan ikan lemuru Pada tahap ini spesies kawanan ikan pelagis kecil yang telah diketahui (dititik beratkan pada kawanan ikan lemuru) selanjutnya dibuat ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan strata/klasifikasinya dan diperlukan parameter agar suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelas tertentu. Tahap III. Analisis struktur kawanan ikan lemuru Tahap ini difokuskan pada penentuan bentuk spesies kawanan ikan lemuru berdasarkan distribusi spasial dan temporalnya. Tahap IV. Pembahasan umum Tahap ini merupakan upaya mencari hubungan dan keterpaduan dari setiap tahapan yang telah dilakukan. Tahapan I, II dan III memerlukan deskriptor akustik yang sesuai. Adapun deskriptor akustik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptor akustik yang dikembangkan dari rumusan Lawson et al. (2001), Coetzee (2000), dan Bahri & Freon (2000) untuk identifikasi, klasifikasi dan struktur kawanan ikan. Standar baku pemilihan deskriptor akustik dirujuk dari Reid et al. (2000). Hasil akhir disertasi ini adalah mendapatkan karakteristik kawanan ikan pelagis di perairan tropis khususnya perairan Selat Bali sehingga akan bermanfaat langsung dalam usaha penangkapan ikan dan pelestarian sumberdaya ikan.

P er mas alahan ST OK IKAN Pendekatan Hidroakustik S emi kuantitatif Permasalahan Utama S ulit menentukan jenis & kawanan ikan pada echogram Pemecahan masalah Analisis Faktor, Gerombol & Diskriminan Des kriptor akustik T eknik Variogram Hasi l I dentifikasi, klasifikasi & analisis struktur spesies kawanan ikan pelagis Karakteristik kawanan ikan pelagis Gambar 1.1 Kerangka pemikiran identifikasi, klasifikasi dan struktur spesies kawanan ikan pelagis berdasarkan deskriptor akustik