BAB IV SEJARAH GEOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH SUNGAI TONDO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PASARWAJO, BUTON SELATAN, SULAWESI TENGGARA

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB V SINTESIS GEOLOGI

INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DI DAERAH SAMPOLAWA DAN SEKITARNYA KABUPATEN BUTON, PROVINSI SULAWESI TENGGARA (LEMBAR PETA : )

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU KECAMATAN PASARWAJO KABUPATEN LASALIMU, BUTON SELATAN

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DI DAERAH KULISUSU DAN SEKITARNYA KABUPATEN MUNA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA ( LEMBAR PETA

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN LAPANGAN. Semua materi dalam Bab II ini diambil dari hasil analisa peneliti lain 8.

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

memiliki hal ini bagian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Gambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

PENENTUAN SEBARAN ASPAL MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI LOKASI WKP PT. X KABUPATEN BUTON

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DI DAERAH SAMPOLAWA, KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA. Oleh S. M. Tobing SUBDIT BATUBARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

Bab II Kerangka Geologi

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Perbandingan eksplorasi dan jumlah cadangan hidrokarbon antara Indonesia Barat dengan Indonesia Timur 1

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI REGIONAL Tatanan Tektonik Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Tinjauan Kondisi Aspal Alam dalam Cekungan Buton

Utara dan Barat, Selat Makassar di sebelah Timur dan Laut Jawa di sebelah

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB IV SEJARAH GEOLOGI Penentuan sejarah geologi yang merupakan sintesa geologi daerah penelitian mengacu pada sejarah geologi regional peneliti-peneliti sebelumnya. Model sejarah geologi daerah penelitian dipaparkan sejak zaman Kapur Akhir dimana batuan tertua yang ditemukan di daerah penelitian pertama kali diendapkan, hingga kala Pliosen Akhir. Pertama-tama diawali oleh terjadinya rifting pada Trias Akhir kemudian seiring berlanjutnya rifting diendapkanlah Satuan Batugamping Kalsilutit- Batulempung Formasi Ogena dalam lingkungan passive margin sebagai endapan klastik karbonat laut dalam (Neritik-Batial) dalam keadaan pre-rift.(davidson, 1991). Kemudian pada Kapur Awal seiring bermigrasinya mikrokontinen Buton kearah Sulawesi(Gambar 4.1)diendapkanlah Satuan Batugamping Kalsilutit Formasi Tobelo dalam keadaan rift drift.(davidson, 1991) (Gambar 4.2). Selanjutnya fasa rift drift berlanjut hingga Oligosen. Gambar 4.1. Pergerakan Pulau Buton pada Kapur Akhir (Daly dkk., 1987) Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara 57

Gambar 4.2. Satuan Batugamping Kalsilutit-Batulempung dan Satuan Batugamping Kalsilutitdiendapkan pada lingkungan tektonik passive margin. Pada Kala Miosen Awal, terjadi deformasi pertama yang ditandai dengan tumbukkan antara mikrokontinen Buton dengan mikrokontinen Muna yang menyebabkan Satuan Batugamping Kalsilutit-Batulempung dan Satuan Batugamping Kalsilutit terlipat dan tersesarkan (Gambar 4.3). Deformasi pertama ini membentuk pola kelurusan berarah timurlaut-baratdaya yang disebabkan oleh tegasan berarah baratlaut-tenggara yang membentuk Sesar Naik Lawele, Sesar Naik Tobelo, Sesar Naik Ogena, Antiklin Tobelo 1, Antiklin Tobelo 2, Sesar Geser Lawele dan Tobelo. Pada saat yang sama dengan deformasi tersebut mulai diendapkan Formasi Tondo (Tondo Bawah) (Davidson, 1991). Akan tetapi, pada daerah penelitian Formasi Tondo Bawah tersebut tidak tersingkap melainkan hanya dijumpai Formasi Tondo yang berumur Miosen Tengah yaitu Satuan Konglomerat Forrmasi Tondo. Satuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Satuan Batugamping Kalsilutit Formasi Tobelo pada lingkungan Batial Bawah (Gambar 4.4). Tektonik regional pada saat pengendapan Satuan Konglomerat ini berada pada kompresi maksimum, fase syn-rift. (Davidson, 1991). Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara 58

Gambar 4.3. Satuan Batugamping Kalsilutit terlipat dan tersesarkan pada Miosen Awal. Pada Kala Miosen Tengah Miosen Akhir, Satuan Batupasir-Batulempung Formasi Tondo diendapkan selaras di atas Satuan Konglomerat Formasi Tondo pada lingkungan Neritik Tengah (Gambar 4.4). Selanjutnya pada Kala Pliosen seiring berjalannya deformasi, diendapkan tidak selaras Satuan Batugamping Kalkarenit Formasi Sampolakosa di atas Satuan Batupasir-Batulempung pada lingkungan Neritik Luar (Gambar 4.5). Diwaktu pengendapan Satuan Batupasir- Batulempung dan Satuan Batugamping Kalkarenit intensitas dari tumbukkan sudah jauh berkurang, fase post rift (Davidson, 1991). Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara 59

Gambar 4.4. Pengendapan Satuan Konglomerat dan Satuan Batupasir-Batulempung pada Miosen Tengah sampai Pliosen Gambar 4.5. Pengendapan Satuan Batugamping Kalkarenit pada Pliosen Ketika Pliosen Akhir terjadi deformasi kedua yang ditandai dengan tumbukkan antara mikrokontinen Buton dengan mikrokontinen Tukang Besi yang datang dari arah timur sehingga membuat Satuan Konglomerat, Satuan Batupasir-Batulempung, dan Satuan Batugamping Kalkarenit terlipat dan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara 60

tersesarkan sedangkan sesar-sesar pada Batugamping berumur Mesozoik mengalami reaktifasi dan propagasi ke lapisan batuan di atasnya (Gambar 4.6). Deformasi kedua ini membentuk pola kelurusan berarah timur-timurlaut baratbaratdaya yang disebabkan oleh tegasan berarah utara-baratlaut selatantenggara. Deformasi tersebut mengakibatkan semakin intensifnya deformasi di daerah penelitian. Gambar 4.6. Pengendapan Satuan Batugamping Terumbu Formasi Wapulaka pada Pleistosen Pada Kala Pleistosen diendapkan Satuan Batugamping Terumbu yang terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping bioklastik dengan diiringi pengangkatan regional Buton Selatan yang menyembabkan terbentuknya morfologi teras berundak Wapulaka. Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara 61