NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

Gambar 8. Lokasi penelitian

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3 METODOLOGI PENELITIAN

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

3. METODOLOGI PENELITIAN

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

KUANTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ACOUSTIC BACKSCATTERING DASAR PERAIRAN DI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA OBED AGTAPURA TARUK ALLO

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

3. METODE PENELITIAN

Oleh: Henry M. ~anik"

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

III METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut

PEMETAAN DAN KLASIFIKASI SEDIMEN DENGAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DI PERAIRAN BALONGAN, INDRAMAYU-JAWA BARAT

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KARANG MASSIVE MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 MUHAMAD YUDHA ASMARA

Lampiran 2. Alat pengambilan sampel sedimen

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

HUBUNGAN TOPOGRAFI DASAR PERAIRAN DENGAN SEBARAN IKAN DI SELAT MALAKA

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

Jatinangor, 10 Juli Matius Oliver Prawira

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI

6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN MAKROZOOBENTOS DI DELTA MAHAKAM

Tekstur Sedimen, Kelimpahan dan Keanekaragaman Foraminifera Bentik di Perairan Teluk Jakarta

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

Scientific Echosounders

PENGARUH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK SKRIPSI

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

STUDI ABRASI PANTAI PADANG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Ferli Fajri 1, Rifardi 1, Afrizal Tanjung 1

Transkripsi:

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Steven Solikin NIM C54110052

ABSTRAK STEVEN SOLIKIN. Nilai Kekuatan Hambur Balik Substrat Berpasir. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI Klasifikasi tipe dasar perairan, seperti dasar perairan berbatu, berpasir, dan berlumpur dapat menggunakan metode hidroakustik. Metode hidroakustik menggunakan prinsip gelombang suara dalam proses pengoperasiannya. Gelombang suara yang mengenai dasar perairan menghasilkan suatu nilai, yaitu nilai hambur balik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai hambur balik dari dasar perairan dan mengetahui hubungan dari nilai hambur balik tersebut dengan ukuran butir dan fraksi dari substrat berpasir di perairan gugus Pulau Pari. Pengambilan data oleh Syahrul Purnawan dilakukan pada sepuluh stasiun, dimana sembilan stasiun memiliki tipe substrat berpasir dan satu stasiun memiliki tipe substrat pasir berlumpur. Komposisi fraksi pada setiap stasiun terdiri dari tiga fraksi, yaitu fraksi pasir, kerikil, dan lumpur. Substrat berpasir memiliki nilai hambur balik yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir berlumpur karena tingkat kekasaran dan kekerasan substrat berpasir lebih besar dibandingkan substrat pasir belumpur. Dari hasil analisis PCA dapat diketahui bahwa hubungan antara komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan nilai hambur balik memiliki keragaman mencapai 80.10%. Kata kunci: hidroakustik, hambur balik, substrat berpasir, Pulau Pari, PCA ABSTRACT STEVEN SOLIKIN. Backscattering Strength Value of Sandy Substrate. Supervised by SRI PUJIYATI. The types of seafloor, such as rocky, sandy, and muddy seafloor can be classified using hydroacoustic method. Hydroacoustic method uses sound wave principle in its operation. The sound wave which hits the seafloor produces some values, which are called backscattering strength values. The aim of this research is to calculate the value of seafloor backscattering strength and to tell the correlation between the backscattering strength value with the grain size and fraction of sandy substrate in Pari Island. Sampling by Syahrul Purnawan is conducted in ten stations, where nine of them have sandy substrate and one has muddy sand substrate. The fraction composition in each station consists of three fractions, which are sand, pebble, and mud fractions. Sandy substrate has higher backscattering strength value than the muddy sand one. The result of PCA analysis shows that the correlation between sediment fraction, fraction diameter, and backscattering strength value has variability up to 80.10% Keywords: hydroacoustic, backscattering strength, sandy substrate, Pari Island, PCA

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi : Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir Nama : Steven Solikin NIM : C54110052 Disetujui oleh Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. Pembimbing I Diketahui oleh Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah akustik dasar perairan, dengan judul Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa, kemudian juga kepada Syahrul Purnawan, S.Pi, M.Si yang telah mengijinkan penulis untuk menggunakan data penelitiannya dan semua pihak yang telah mendukung baik moril maupun materil demi terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015 Steven Solikin

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2 Alat dan Bahan 3 Prosedur Analisis Data 4 Analisis Ukuran Butiran 6 Visualisasi Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Sedimen Dasar Perairan 7 Volume Backscattering Strength (Sv) Dasar Perairan 8 Hubungan antara Nilai E1, E2, Fraksi, dan Diameter Fraksi 11 SIMPULAN DAN SARAN 14 DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 16

DAFTAR TABEL 1 Alat yang digunakan 3 2 Bahan yang digunakan 3 3 Spesifikasi SIMRAD EY60 scientific echosounder system 4 4 Komposisi fraksi pada setiap stasiun 8 5 Nilai hambur balik dasar perairan 10 DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi pengambilan data 3 2 Diagram alir pengolahan data 5 3 Persentase sedimen di lokasi penelitian 7 4 Contoh tampilan echogram substrat berpasir 9 5 Contoh tampilan echogram substrat pasir berlumpur 9 6 PCA untuk komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan nilai hidroakustik pada sumbu F1 dan F2 12 7. Penyebaran stasiun pengamatan pada sumbu F1 dan F2 13

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Substrat dasar perairan merupakan suatu kajian yang menarik untuk dipelajari, karena dasar perairan merupakan habitat bagi hewan bentik, ikan demersal, dan banyak mikrofauna lainnya (Pujiyati 2008). Selain itu, informasi mengenai dasar perairan sendiri sangat berguna dalam aplikasi bidang kelautan, seperti studi habitat ikan, pembangunan pelabuhan, studi geologi, eksplorasi laut, dan pertambangan (Manik 2011). Pada umumnya informasi mengenai tipe dasar perairan didapatkan menggunakan grab dan coring. Namun perolehan informasi dengan teknik tersebut memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah perolehan data dengan waktu yang lama dan wilayah yang terbatas. Oleh karena itu dikembangkanlah metode hidroakustik untuk menutup kekurangan tersebut. Menurut Urick (1983), dasar laut memiliki karakteristik untuk memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara. Metode hidroakustik, yang pada prinsipnya adalah menggunakan gelombang suara tersebut, dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan. Metode hidroakustik sudah dapat mengklasifikasi tipe dasar perairan, seperti batu, pasir, dan lumpur (Stanton 1994). Perbedaan tipe dasar laut dapat digambarkan melalui kekasaran dasar (roughness) dan kekerasan dasar (hardness) dari batu, pasir, lumpur, atau campurannya (Siwabessy et al. 1999). Nantinya informasi yang diperoleh dari metode hidroakustik akan dikombinasikan dengan informasi yang didapat menggunakan grab atau coring untuk mendapatkan hasil yang lebih valid. Perairan di Kepulauan Seribu tergolong perairan dangkal (rata-rata 30 m) dengan ekosistem yang sangat beragam, diantaranya adalah ekosistem terumbu karang dan lamun. Tipe dasar perairan di perairan Kepulauan Seribu sendiri sangat beragam, mulai dari terumbu yang merupakan dasar perairan yang keras hingga lumpur yang merupakan dasar perairan yang halus (Pujiyati et al. 2010). Beberapa penelitian mengenai karakterisitik dasar perairan dengan metode hidroakustik di Indonesia sudah dulakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan metode dan instrumen yang berbeda-beda, diantaranya adalah

2 Manik et al. (2006) yang mengintegrasi echo dasar perairan melalui pengembangan model numerik ring surface scattering menggunakan Quantitative Echo Sounder di perairan Selatan Jawa; Pujiyati (2008) mengukur nilai backscattering volume (E1 dan E2) dari dasar perairan yang berlokasi di perairan Pulau Pari (Kepulauan Seribu), Belitung, Kalimantan Timur, dan Laut Jawa; Allo (2011) yang mengkuantifikasi dan mengkarakterisasi hambur balik dasar perairan di Kepulauan Seribu. Penelitian ini akan memberikan informasi kuantitatif mengenai nilai hambur balik dari tipe dasar perairan yang berpasir, yaitu nilai backscattering volume (E1 dan E2). Pemilihan Pulau Pari sebagai lokasi penelitian karena Pulau Pari dianggap dapat menjadi model bagi pulau-pulau lainnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai hambur balik dari dasar perairan dengan menggunakan instrumen hidroakustik split beam echosounder, serta mengetahui hubungan dari nilai hambur balik tersebut dengan ukuran butir dan fraksi dari substrat berpasir di gugus Pulau Pari. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengolahan data sekunder nilai hambur balik pada substrat berpasir yang dilakukan dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 di Laboratorium Data Processing Akustik Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan berasal dari penelitian Syahrul Purnawan tahun 2009. Lokasi pengambilan data lapang dilakukan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta yang memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu kurang lebih 3 meter. Pengambilan data dilakukan pada sepuluh stasiun. Peta lokasi pengambilan data dapat dilhat pada Gambar 1.

3 Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data di perairan gugus Pulau Pari (Purnawan 2009) Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengolahan data Purnawan (2009) ini dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Alat yang digunakan Alat Kegunaan Echosounder SIMRAD EY60, 120 khz Perekaman data akustik Software Echoview 4.0 Mengintegrasi raw data Software Ms. Excel Mengolah dan merapikan data Software Minitab 14 Melakukan analisis PCA Bahan yang digunakan dalam pengolahan data Purnawan (2009) ini dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Bahan yang digunakan Bahan Data rekaman akustik (Syahrul Purnawan tahun 2008) Data hasil analisis lab sedimen (Laboratorium Geologi P2O LIPI) Kegunaan Menentukan hubungan antara ukuran partikel dan nilai hambur balik Menentukan fraksi sedimen dan ukuran butirnya

4 Spesifikasi transducer dalam sistem echosounder SIMRAD EY60 adalah seperti disajikan pada Tabel 3 di bawah ini Tabel 3. Spesifikasi SIMRAD EY60 scientific echosounder system Spesifikasi SIMRAD EY60 Operating frequency Operating models Transmission power Ping rate Maximum ping rate Data collection range Receiver filtering Receiver noise figure Split-beam Synchronization Bottom detection settings Transmit power Receiver instantenous dynamic range Sumber: Simrad (2012) Operation setting 120 khz Active adjustable in steps 50 watt adjustable 60 m 20 pings/sec 0 to 1500 m matched digital filters 4 db complex digital demodulation internal and external Adjustable maximum 4 kw 150 db Prosedur Analisis Data Proses pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Echoview v.4 untuk mengekstraksi nilai mentah dari data akustik yang masih dalam format raw data, seperti nilai rata-rata volume backscattering strength (SV mean), nilai maksimum volume backscattering strength (SV max), nilai minimum volume backscattering strength (SV min), dan nilai NASC (Nautical Area Scattering Coefficient). Pemrosesan data dilakukan dengan memasukkan faktor koreksi terhadap data yang diperoleh dari calibration setting, seperti kecepatan suara dan koefisien absorpsi. Setelah dikalkulasi, akan didapatkan nilai kecepatan suara 1543.32 m/s dan koefisien absorpsi 0.042873 db/m pada suhu 30 C dan salinitas 33 ppt. Langkah selanjutnya adalah mengintegrasi data akustik yang sudah diesktrak. Integrasi dilakukan di lapisan permukaan dasar perairan sampai kedalaman 15 cm di bawah permukaan dasar perairan tiap 100 ping yang berarti satu Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) pada tiap lokasi pengambilan data. Threshold yang digunakan untuk mengintegrasi nilai SV pada hambur balik pertama yang menggambarkan kekasaran (E1) adalah dengan nilai minimum -40

5 db dan nilai maksimum 0 db. Integrasi pada SV hambur balik kedua yang menggambarkan kekerasan (E2) dengan kedalaman dan ping yang sama namun dengan threshold yang berbeda, yaitu dengan nilai minimum -60 db dan nilai maksimum 0 db dengan ketebalan 15 cm. Selanjutnya lapisan yang sudah terintegrasi tersebut diekstrak nilai akustiknya kemudian dicatat untuk dianalisis lebih lanjut. Diagram alir tahapan pengolahan data penelitian disajikan pada Gambar 2. Dasar Perairan Survei akustik SIMRAD EY60 Scientific echosounder RAW Data Integrasi echo α, koef. absorpsi c, kecepatan suara t, suhu s, salinitas Sedimen Sampling Ekstraksi nilai SV per 100 ping tiap stasiun Sv = 10 ( ) ; = ( ) Ukuran butiran dan fraksi sedimen Rata-rata nilai SV tiap stasiun = 10 log ( ) Echo 1 (E1) untuk kekasaran permukaan Echo 2 (E2) untuk kekerasan permukaan Principal Component Analysis Gambar 2. Diagram alir pengolahan data

6 Analisis Ukuran Butiran Dalam menghitung nilai rata-rata ukuran butiran dipergunakan rumus sebagai berikut: () (!) "#$ (!) Visualisasi Data... (1) Penyajian data ditampilkan dengan menggunakan Microsoft Excel dan Principal Component Analysis (PCA). Penyajian data dengan Microsoft Excel ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. PCA digunakan untuk menerangkan struktur ragam per ragam melalui kombinasi linear variabel konsep utama mereduksi data dana menginpretasikannya. Principal Component Analysis atau Analisis Komponen Utama bertujuan untuk menyusutkan dimensi dari sekumpulan variabel yang tak bertata untuk keperluan analisis dan interpretasi sehingga variabel yang jumlahnya cukup banyak akan diganti dengan variabel yang jumlahnya lebih sedikit tanpa diiringi hilangnya objektivitas analisis (Andi 2002). Dalam penelitian ini, analisis PCA digunakan untuk melihat hubungan antara komposisi fraksi sedimen dan diameter fraksi dengan nilai akustik. Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar keterikatan antara satu komponen dengan komponen yang lain. Komposisi fraksi sedimen yang digunakan dalam analisis ini meliputi fraksi pasir, fraksi lumpur, dan fraksi kerikil, sedangkan untuk parameter akustik meliputi nilai E1 dan E2. Menurut Soemartini (2008), keuntungan menggunakan analisis PCA dibandingkan analisis yang lain adalah: 1. Menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0) 2. Dapat digunakan untuk segala kondisi data/penelitian 3. Dapat digunakan untuk mengurangi jumlah variabel asal 4. Kesimpulan yang diberikan dari analisis PCA lebih akurat dibandingkan penggunaan metode lain

7 Dalam analisis PCA, suatu korelasi dinyatakan berhubungan positif atau berbanding lurus jika nilainya 0.50 1.00. Parameter yang dinyatakan berhubungan negatif atau berbanding terbalik jika nilainya berada pada kisaran - 0.50 sampai dengan -1.00 dan jika nilainya berada di antara -0.50 hingga 0.50 dianggap tidak mempunyai pengaruh yang nyata baik secara positif maupun negatif (Legendre dan Legendre 1983 dalam Allo et al. 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Sedimen Dasar Perairan Tipe sedimen di lokasi penelitian dari hasil analisis laboratorium memiliki dua tipe, yaitu pasir dan pasir berlumpur. Klasifikasi tersebut ditentukan berdasarkan komposisi fraksi pada contoh sedimen. Tipe pasir berlumpur ditemukan pada Stasiun 10 karena lokasi tersebut berdekatan dengan padang lamun. Sedimen yang ditemukan mengandung kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang merupakan campuran dari pecahan karang dan cangkang kerang (Purnawan 2009). Fraksi pasir memiliki persentase rata-rata sebesar 81.8000%, fraksi lumpur memiliki persentase rata-rata sebesar 15.4000%, dan fraksi kerikil memiliki persentase rata-rata sebesar 2.8000%. Wibisono (2005) menyatakan bahwa perairan Kepulauan Seribu merupakan perairan yang memiliki sedimen tersortir dengan baik. Wilayah pantai, karang, pasir, dan lumpur tertata rapi secara alami. Persentase Sedimen (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 STA 1STA 2STA 3STA 4STA 5STA 6STA 7STA 8STA 9 STA 10 Fraksi Pasir Fraksi Lumpur Fraksi Kerikil Selatan Utara Tepian Pulau Tikus Tepian Gugus Pari Gambar 3. Persentase sedimen di lokasi penelitian (Sumber: Hasil analisis laboratorium sedimen LIPI)

8 Persentase komposisi fraksi pasir terbesar terdapat pada Stasiun 3 sebesar 93.5599% yang berada pada posisi 106 36'58.56'' BT dan 5 52'13.08'' LS pada kedalaman 1.73 meter dan terendah pada Stasiun 10 sebesar 66.6111% pada posisi 106 35'56.40'' BT dan 5 51'40.68'' LS yang berada pada kedalaman 1.29 meter. Persentase komposisi fraksi lumpur terbesar terdapat pada Stasiun 10 sebesar 30.8009% dan terendah pada Stasiun 3 sebesar 6.0649% yang berada pada posisi 106 36'58.56'' BT dan 5 52'13.08'' LS dengan kedalaman 1.78 meter, sedangkan untuk fraksi kerikil terbesar terdapat pada Stasiun 9 sebesar 7.6839% yang berada pada posisi 106 35'57.84'' BT dan 5 51'42.12'' LS dengan kedalaman 1.67 meter dan terendah pada Stasiun 2 sebesar 0.1159% yang berada pada posisi 106 36'59.28'' BT dan 5 52'10.92'' LS dengan kedalaman 1.44 meter (Tabel 4). Tabel 4. Komposisi fraksi pada setiap stasiun Stasiun Posisi Persentase Fraksi (%) Diameter Bujur (BT) Lintang (LS) Pasir Kerikil Lumpur Fraksi (cm) Tipe Substrat STA 1 106 35'51.72'' 5 51'29.52'' 91.755 0.2888 7.9561 0.5358 Pasir STA 2 106 36'59.28'' 5 52'10.92'' 90.444 0.1159 9.4401 0.6906 Pasir STA 3 106 36'58.56'' 5 52'13.08'' 93.5599 0.3752 6.0649 0.6484 Pasir STA 4 106 36'57.84'' 5 52'12.36'' 76.9381 1.5308 21.9545 0.3065 Pasir STA 5 106 36'2.88'' 5 51'50.76'' 78.6889 3.5707 17.7404 0.4806 Pasir STA 6 106 36'0.18'' 5 51'44.57'' 84.8258 4.8681 10.3061 0.5822 Pasir STA 7 106 35'59.28'' 5 51'44.64'' 78.2694 1.3991 20.3315 0.2753 Pasir STA 8 106 35'58.56'' 5 51'43.20'' 78.0042 5.9533 16.0424 0.5382 Pasir STA 9 106 35'57.84'' 5 51'42.12'' 78.8784 7.6839 13.4377 0.8431 Pasir STA Pasir 10 106 35'56.40'' 5 51'40.68'' 66.6111 2.5881 30.8009 0.3591 Berlumpur Volume Backscattering Strength (Sv) Dasar Perairan Hasil ekstrak data menggunakan program Echoview 4.0 menghasilkan tampilan echogram yang merupakan hasil penjabaran setiap ping dari nilai backscattering strength (Sv) dalam unit decibel (db). Semakin kasar dan semakin keras jenis dasar perairan tersebut, semakin besar pula nilai backscattering (E1 dan E2) yang diberikan dasar perairan tersebut (Hamilton 2001). Gambar 4 dan

9 Gambar 5 merupakan salah satu contoh echogram dari tipe substrat berpasir dan pasir berlumpur. Echo 1 dasar perairan Echo 2 dasar perairan Gambar 4. Contoh tampilan echogram substrat berpasir Echo 1 dasar perairan Echo 2 dasar perairan Gambar 5. Contoh tampilan echogram substrat pasir berlumpur Echogram memberikan informasi dengan tepat lokasi dasar perairan pada proses integrasi untuk mendapatkan nilai Sv. Gambar 4 merupakan representasi dari stasiun dengan tipe substrat berpasir (Stasiun 1), sedangkan Gambar 5 merupakan representasi dari stasiun dengan tipe substrat pasir berlumpur (Stasiun 10). Jika diperhatikan dengan seksama, terdapat perbedaan pada kedua echogram tersebut. Gambar 4 menunjukkan bentuk dasar perairan yang kasar, sedangkan Gambar 5 menunjukkan bentuk dasar perairan yang lebih halus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan material yang dikandung oleh masing-masing stasiun. Menurut Burczynski (2002) dalam Allo (2011), bagian dasar perairan yang keras akan menghasilkan echo yang tajam dengan amplitudo yang tinggi sementara bagian dasar perairan lunak akan menghasilkan echo yang panjang dengan amplitudo yang rendah. Hasil kuantifikasi nilai hambur balik dasar perairan menunjukkan bahwa tipe dasar perairan yang ditemukan di lokasi penelitian, substrat pasir memiliki

10 nilai E1 yang berkisar antara -21.5854 db hingga -8.7073 db dengan nilai ratarata sebesar -13.9843 db, sedangkan substrat pasir berlumpur yang hanya ditemukan pada satu stasiun memiliki nilai E1 sebesar -20.5613 db. Nilai E1 tertinggi untuk substrat berpasir terdapat pada Stasiun 1 sebesar -8.7073 db dan terendah pada Stasiun 4 sebesar -21.5854 db. Nilai ini diperoleh dengan mengintegrasikan dasar perairan dengan ketebalan lapisan 15 cm dengan nilai minimum threshold yang digunakan sebesar -40 db dan maksimum 0 db untuk E1, sedangkan untuk E2 nilai minimum threshold yang digunakan sebesar -60 db dan maksimum 0 db. Nilai hambur balik dari pantulan kedua (E2) untuk substrat berpasir berkisar antara -63.4268 db hingga -39.9477 db dengan nilai rata-rata sebesar - 44.7129 db. Sama halnya dengan nilai hambur balik dari pantulan pertama (E1), nilai tertinggi dan terendah untuk E2 ditemukan pada Stasiun 1 dan Stasiun 4. Nilai E2 untuk substrat pasir berlumpur yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebesar -61.8364 db (Tabel 5). Tabel 5. Nilai hambur balik dasar perairan Stasiun Sv E1 E2 E1 E2 Min Max Min Max STA 1-8.7073-39.9477-17.23-5.85-55.03-34.24 STA 2-19.9725-56.2131-30.86-14.76-72.29-48.42 STA 3-14.8162-51.1158-24.49-10.60-62.66-41.52 STA 4-21.5854-63.4268-28.28-15.50-82.95-56.19 STA 5-13.4429-39.4105-23.77-7.38-81.09-24.91 STA 6-14.1001-43.2813-26.87-6.57-61.38-35.30 STA 7-15.1510-52.2561-22.72-8.29-61.28-44.63 STA 8-15.7375-49.5916-22.16-12.75-53.84-45.69 STA 9-14.7441-48.5961-20.92-10.90-54.38-44.21 STA 10-20.5613-61.8364-32.50-17.43-87.42-54.77 Menurut Siwabessy (2001), faktor yang mempengaruhi nilai E1 dan E2 dasar perairan, selain kedalaman adalah ukuran butiran. Hal ini dikarenakan tiap tipe substrat memiliki diameter ukuran yang berbeda-beda. Umumnya substrat pasir memiliki tingkat kekasaran yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir berlumpur, demikian juga untuk tingkat kekerasan, substrat berpasir akan memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir

11 berlumpur. Semakin besar komposisi fraksi pasir yang dikandung pada substrat berpasir, maka nilai E1 dan E2 juga akan semakin besar. Hal berlawanan didapatkan pada Stasiun 1 yang merupakan stasiun dengan nilai E1 tertinggi (- 8.7073 db), namun stasiun dengan komposisi fraksi pasir yang tertinggi justru dimiliki oleh Stasiun 3. Hal ini dapat disebebakan karena Stasiun 1 yang lokasinya sudah cukup jauh dari daratan dibandingkan Stasiun 3, sehingga endapan lumpur yang merupakan proses sedimentasi dari daratan juga sudah berkurang. Jadi, walaupun komposisi fraksi pasir Stasiun 1 lebih rendah dibandingkan Stasiun 3, nilai E1 yang dimiliki Stasiun 1 tetap lebih tinggi dibandingkan Stasiun 3. Hal serupa juga ditemukan pada Stasiun 4 dan Stasiun 10, dimana Stasiun 4 merupakan stasiun dengan nilai E1 terendah (-21.5854 db), namun Stasiun 10 merupakan stasiun dengan komposisi fraksi pasir yang terendah. Sama dengan kasus sebelumnya, Stasiun 4 yang lokasinya dekat dengan daratan menyebabkan adanya proses sedimentasi berupa endapan lumpur yang menyebabkan nilai hambur baliknya menjadi lebih rendah dibandingkan Stasiun 10 yang berada jauh dari daratan. Dari hasil penelitian Purnawan (2009), dengan menggunakan data yang sama namun menggunakan metode pengolahan yang berbeda, didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda. Nilai hambur balik yang didapat dari penelitian Purnawan (2009) berkisar antara -16.35 db hingga -9.74 db. Rentang nilai yang didapatkan Purnawan masih berada dalam rentang nilai yang didapat penelitian ini. Perbedaan yang muncul disebabkan karena pengolahan data dalam penelitian Purnawan menggunakan syntax Matlab, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan Echoview versi demo. Hubungan antara Nilai E1, E2, Fraksi, dan Diameter Fraksi Hasil analisis PCA terhadap komponen nilai E1 dan E2, fraksi sedimen, dan diameter fraksi dapat dilihat pada Gambar 6.

12 Variables (axes F1 and F2: 80,1%) 0,75 Fraksi Kerikil 0,50 F2 (24,6%) 0,25 0,00 E2 Diameter Fraksi E1 Fraksi Lumpur -0,25 Fraksi Pasir -0,50-0,50-0,25 0,00 F1 (55,5%) 0,25 0,50 Gambar 6. PCA untuk komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan nilai hidroakustik pada sumbu F1 dan F2 Faktor 1 dan Faktor 2 merupakan hasil reduksi/penyusutan parameter yang diamati, namun tidak mengurangi objektivitas dari parameter-parameter yang lain. Berdasarkan Gambar 6 dapat dijelaskan bahwa faktor 1 memiliki nilai keragaman sebesar 55.5000% dan faktor 2 memiliki nilai keragaman sebesar 24.6000%. Hasil analisis PCA yang dilakukan terhadap data pengamatan di perairan Pulau Pari dapat menjelaskan keragaman data sampai 80.1000%, sehingga interpretasi analisis komponen dianggap mewakili keadaan yang terjadi tanpa mengurangi informasi yang banyak dari data. Gambar 6 juga menjelaskan juga menjelaskan bahwa faktor 1 didukung oleh 5 parameter, baik secara positif maupun negatif. Faktor 1 positif didukung oleh parameter fraksi lumpur, sedangkan faktor 1 negatif didukung oleh parameter E1, E2, diameter fraksi, dan fraksi pasir. Faktor 2 didukung oleh 1 parameter secara positif, yaitu fraksi kerikil. Hasil tersebut juga dapat menjelaskan bahwa fraksi kerikil yang berdiri sendiri pada faktor 2 merupakan representasi dari hasil E1 dan E2 yang tidak serta merta dapat disejajarkan karena substrat yang memiliki nilai E1 yang besar (permukaan kasar) belum tentu memiliki nilai E2 yang besar juga (permukaan keras) karena adanya kemungkinan sinyal yang dipantulkan oleh permukaan kasar tersebut tidak diterima oleh transducer atau receiver dengan sempurna karena sinyal tersebut menyebar ke segala arah (Penrose et al. 2005).

13 Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti Gambar 7, dapat diperoleh adanya empat kelompok: 1. Kelompok 1 yang meliputi Stasiun 5, 6, 8, dan 9 adalah stasiun yang memiliki komposisi fraksi pasir yang lebih kecil dibandingkan Stasiun 1, 2, dan 3 dengan nilai E1 dan E2 yang lebih kecil dibandingkan Stasiun 1, 2, dan 3 pula. 2. Kelompok 2 yang meliputi Stasiun 1, 2, dan 3 adalah stasiun yang memiliki komposisi fraksi pasir yang lebih besar dibandingkan stasiun lainnya yang ditandai dengan nilai E1 dan E2 yang lebih besar. 3. Kelompok 3 yang meliputi Stasiun 4 dan 7 adalah stasiun yang memiliki diameter fraksi yang lebih kecil dibandingkan stasiun lainnya. 4. Kelompok 4 yang meliputi stasiun 10 adalah stasiun dengan tipe substrat pasir berlumpur. Hasil yang didapatkan pada Gambar 7 tidak menunjukkan penyebaran stasiun berdasarkan kedekatan lokasi stasiun, melainkan berdasarkan karakteristik sedimen yang dimiliki oleh setiap stasiun. Hal ini disebabkan karena sedimen dasar perairan Pulau Seribu memiliki keunikan tersendiri, yaitu mudah bersifat tidak kompak (unconsolidated) yang selalu dalam keadaan siap terurai dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun (Wibisono 2005 dalam Pujiyati 2008). Variables (axes F1 and F2: 80,1%) 2 9 Kelompok 1 8 1 6 5 Kelompok 4 F2 (24,6%) 0-1 Kelompok 2 1 3 2 7 4 10 Kelompok 3-2 -3-2 -1 0 1 F1 (55,5%) 2 3 4 Gambar 7. Penyebaran stasiun pengamatan pada sumbu F1 dan F2

14 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nilai hambur balik (E1) substrat berpasir di sekitar perairan gugus Pulau Pari berkisar antara -21.5854 db hingga -8.7073 db dengan nilai rata-rata sebesar -13.9843 db, sedangkan nilai E2 berkisar antara -63.4268 db hingga -39.9477 db dengan nilai rata-rata sebesar -44.7129 db. Substrat pasir berlumpur yang ditemukan memiliki nilai E1 sebesar -20.5613 db dan nilai E2 sebesar -61.8364 db. Hasil analisis Principal Component Analysis (PCA) menunjukkan bahwa hubungan antara komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi dengan nilai hambur balik substrat (E1 dan E2) memiliki keragaman mencapai 80.10%. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sedimen dengan tipe yang lebih beragam sehingga dapat diketahui nilai hidroakustik dari berbagai jenis sedimen. Selain itu, perlakuan integrasi dengan ketebalan lapisan yang berbeda juga perlu dilakukan agar dapat diketahui perbedaan nilai E1 dan E2. Memperbanyak jumlah stasiun juga akan semakin baik agar hasil yang didapat lebih heterogen. DAFTAR PUSTAKA Allo OAT, Pujiyati S, dan Jaya I. 2009. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY-60 di Perairan Sumur, Pandeglang, Banten. Jurnal Kelautan Nasional. 2(Edisi Khusus Januari): 129-139. Allo OAT. 2011. Kuantifikasi dan Karakterisasi Acoustic Backscattering Dasar Perairan di Kepulauan Seribu-Jakarta. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andi. 2002. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 14. Edisi IV. Andi Offseet. Yogyakarta. Wahana Komputer. Semarang. Falco GD, Tonielli R, Martino GD, Innangi S, Simeone S, dan Parnum IM. 2010. Relationships between multibeam backscatter, sediment grain size and Posidonia oceanica seagrass distribution. Continental Shelf Research. 30(18): 1941 1950. Gavrilov N. Duncan AJ, McCauley RD, Parnum IM, Penrose JD, Siwabessy PJW, Woods AJ, Tseng YT. 2005. Characterization of the seafloor in Austarlia s

coastal zone using acoustic techniques. Proc. International Conference Underwater Acoustic Measurement: Technology&Results, 28 Juni-1 Juli 2005, Heraklion, Crete, Greece. Hamilton, LJ. 2001. Acoustic seabed classification systems. DSTO-TN-0401. DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory. Australia. Kenny, AJ. 2003. An overview of seabed-mapping technologies in the context of marine habitat classification. ICES Journal of Marine Science. 60(2):411-418. Manik, HM, Furusawa M, and Amakasu K. 2006. Quantifying Sea Bottom Surface Backscattering Strength and Identifying Bottom Fish by Quantitative Echosounder. Japanese Journal of Applied Physics 45(5B):4.865-4.867. Manik, HM. 2011. Underwater acoustic detection and signal processing near the seabed. Di dalam: Nikolai Kolev, editor. Sonar Systems; ISBN: 978-953-307-345-3, InTech. Penrose JD, Siwabessy PJW, Gavrilov A, Parnum I, Hamilton LJ, Bickers A, Brooke B, Ryan DA, Kennedv P. 2005. Acoustic Techniques for Seabed Classification. Report prepared for the CRC for Coastal Zone Estuary and Waterway Management. Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Analisis Keterkaitan antara Tipe Substrat Dasar Perairan dengan Komunitas Ikan Demersal. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pujiyati S, Hartati S, dan Priyono, W. 2010. Efek Butiran, Kekasaran, dan Kekerasan Dasar Perairan terhadap Nilai Hambur Balik Hasil Deteksi Hidroakustik. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(1):59-67. Purnawan, S. 2009. Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) sebagai Salah Satu Metode untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran. Bandung Simrad. 2012. Simrad EY 60 Portable scientific echosounder. Horten. Siwabessy PJW, Penrose JD, Kloser RJ, Fox DR. 1999. Seabed habitat classification. Proc. International Conference on High Resolution Surveys in Shallow Waters DSTO, 18-20 October 1999, Sydney, Australia. Siwabessy PJW. 2001. An investigation of the relationship between seabed type and benthic and benthopelagic biota using acoustic techniques. [thesis]. Australia: Curtin University of Technology. Stanton, TK. 1994. Sound scattering by marine objects. Lecture Notes. Meeting of Marine Acoustic Society of Japan. 21(4). Urick, RJ. 1983. Principles of Underwater Sound, 3 rd ed. Mc-Graw-Hill. New York. Walpole RE, Myers RH, Myers SL, Ye KE. 2011. Probability & Statistics for Engineers & Scientist, 9 th ed. Pearson Education. New Jersey. Wibisono, MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta. 15

16 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 Februari 1994 dari Ayah Robert Solikin dan Ibu Marjam Tanizar. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Regina Pacis Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2013/2014 hingga periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Dasar-dasar Akustik Kelautan (2013), Akustik Kelautan (2014), dan Oseanografi Fisik (2014) di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB, serta berbagai kepanitiaan seperti Orientasi Mahasiswa Baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (OMBAK) (2013) dan menjadi ketua Ekspedisi HIMITEKA (2014). Dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir.