BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Menikah adalah penggabungan atau pencampuran antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keharmonisan serta menjadi dambaan bagi pasangan suami istri. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan.

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang merusak sel-sel hati (liver)

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Makna Hidup. diraih. Makna hidup ini bila berhasil dipenuhi akan menyebabkan kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wanita mempunyai kecenderungan untuk mencari dan menemukan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

SUSI RACHMAWATI F

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang makna hidup dikembangkan oleh Victor Frankl, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. mencitrakan (to describe), menerangkan sifat bumi, serta menganalisa gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seorang individu, di mana pernikahan ini memiliki beberapa tujuan yaitu mendapatkan kebahagiaan, kepuasan, cinta kasih, dan keturunan (Patmonodewo, 2001). Pasangan yang telah menikah, tentunya mereka menginginkan untuk segera memiliki anak. Kehadiran anak dalam rumah tangga menjadi suatu hal yang berarti bagi pasangan suami istri. Pasangan menikah yang telah menjadi orang tua setuju bahwa anak menambah kasih sayang, memperbaiki ikatan keluarga, dan membuat mereka merasa panjang umur serta memberikan sense of accomplishment. Kebanyakan orang tua rela berkorban banyak demi anak-anaknya dan berharap mereka akan tumbuh bahagia dan menjadi sukses (Kail dan Cavanaugh, 2008). Kenyataan di atas mencerminkan begitu pentingnya kehadiran anak dalam sebuah keluarga yang telah dibangun melalui pernikahan, namun WHO memperkirakan 8-12% pasangan di dunia mengalami kesulitan untuk memiliki anak dan jumlah ini tersebar di seluruh negara dan negara bagian (Wiersema dkk, 2006). Van Hoose dan Worth (dalam Kail, 2000) mengatakan bahwa pasangan yang tak kunjung memiliki anak harus siap menghadapi kritik sosial dari masyarakat yang berorientasi pada anak, karena masyarakat tersebut melihat keadaan sebelum memiliki anak sebagai sesuatu yang positif. Kondisi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sebenarnya bukan merupakan kondisi yang hanya memberikan dampak negatif. Kondisi ini dapat memberikan dampak positif bagi beberapa pasangan. Menurut Olds (dalam Santrock, 1995), pasangan akan memiliki banyak waktu untuk mempertimbangkan tujuan hidupnya, seperti apa yang mereka inginkan dari peran keluarga dan karir mereka; pasangan akan semakin matang dan dapat menarik manfaat dari pengalaman kehidupan mereka untuk menjadi orang tua yang lebih kompeten; dan pasangan akan menjadi lebih mapan dalam karir dan mempunyai penghasilan lebih banyak untuk pengeluaran dari perawatan anak.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kehadiran seorang anak dalam keluarga menjadi harapan yang cukup besar bagi pasangan yang sudah menikah. Oleh karena itu, pasangan yang sudah berumah tangga berusaha untuk memiliki anak karena anak dipandang sebagai hal penting dalam berkeluarga. Campbell (dalam Sugiarti, 2008) mengatakan bahwa sekalipun anak dan perkawinan memiliki kaitan yang erat tetapi tidak semua perkawinan memiliki anak di dalamnya. Menurut McQuillan, Greil, White dan Jacob (2003), keadaan belum memiliki anak ini dibedakan menjadi dua, yaitu involuntary childless dan voluntary childless. Involuntary childless yaitu suatu keadaan dimana pasangan belum memiliki anak bukan karena keinginan mereka untuk menunda atau tidak ingin memiliki anak. Sedangkan voluntary childless yaitu keadaan belum memiliki anak dikarenakan beberapa hal. Involuntary childless bisa diartikan juga sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang secara fisik, misalkan infertilitas. Infertilitas merupakan kegagalan konsepsi setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual teratur tanpa perlindungan. Setelah 12 bulan tanpa penggunaan kontrasepsi, sekitar 50% pasangan akan mengalami konsepsi secara spontan dalam waktu 36 bulan berikutnya. Jika pasangan tidak mengalami konsepsi, maka infertilitas akan terjadi secara persisten tanpa intervensi medis (Beckmann dkk, 2010). Kesulitan mengalami konsepsi bisa jadi hal yang menekan secara emosi (Beckmann dkk, 2010). Keadaan ini akan menimbulkan tekanan bagi pasangan yang belum kunjung memiliki keturunan. Namun, bila dibandingkan dengan pria, kondisi wanita yang tidak memiliki anak menunjukkan adanya tekanan (distress) psikososial yang lebih besar (Lee dkk, 2001). Menurut Donelson (dalam Sugiarti, 2008), banyak wanita yang ingin merasakan menjadi ibu dan menikmatinya karena anak memberikan nilai-nilai tertentu bagi wanita. Pada aspek psikologis, anak dinilai sebagai curahan kasih sayang serta dapat membuat wanita bersemangat menjalani hidup dan anak merupakan segalagalanya bagi wanita. Pada aspek sosial, pernikahan akan terasa lengkap jika dikaruniai anak dan dapat mendekatkan hubungan antara suami dan istri. Selain itu, anak juga dianggap sebagai penerus keturunan. Ditinjau dari aspek ekonomi,

anak membuat tenang di hari tua karena hari tua terjamin dan anak juga dipandang sebagai pewaris harta (BKKBN, 2013). Lebih lanjut Donelson (dalam Sugiarti, 2008) menjelaskan bahwa terdapat stereotipe sosial yang mengatakan bahwa menjadi seorang ibu adalah pencapaian utama seorang wanita. Wanita setidaknya harus memiliki dua orang anak dan bertanggung jawab terhadap perkembangan mereka sampai dewasa, dan kesalahan seorang ibu jika anak-anak tidak menjadi sukses. Kondisi di mana seorang wanita belum memiliki anak mempengaruhi self-efficacy-nya akan kehadiran anak di dalam perkawinannya. Oleh karena itu wanita yang tidak memiliki anak akan merasakan kegagalan lebih dibanding pria. Ketidakhadiran anak dipandang wanita sebagai keadaan yang menyebabkan penderitaan baginya, seperti yang diungkapkan beberapa wanita yang belum dikaruniai seorang anak dalam pernikahannya, yaitu T (35) yang mengaku merasa sangat bersalah pada suaminya karena belum juga mengandung dan D (32) mengaku bahwa beban psikologis sering dialami manakala keluarga besar bertanya tentang dirinya yang hingga kini belum dikaruniai buah hati (Wishingbaby, t.t.). Namun tidak semua wanita atau pasangan yang terus menerus larut dalam kesedihan dan penderitaan mereka. Dalam penelitian yang dilakukan Nurfita (2007) beberapa pasangan berusaha mencari dan mengikuti program pengobatan baik secara medis maupun tradisional, mencari informasi, pasrah dan berdoa, berusaha sabar, mencari dukungan dari keluarga dan teman, mengambil hikmah dari kondisi yang dialaminya, melakukan adopsi atau pengangkatan anak untuk meramaikan suasana keluarga. Berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti, S (30 tahun) yang belum juga memiliki keturunan di usia pernikahannya yang ke-10 tetap berusaha untuk dapat memiliki keturunan. Berikut kutipan pernyataannya: Da kalo punya anak sekarang juga kan saya pasti cemburu ke suami saya. saya juga masih muda, masih banyak sifat yang harus diperbaiki. Kan kalo punya anak saya juga harus bisa mendidik gitu. Saya sih mengambil hikmahnya aja. Saya dan suami saya tetep berdoa dan berusaha. Saya punya keyakinan saya pasti punya anak, cuma belum waktunya.

Selain itu, ada E (32 tahun) yang tidak terlalu memikirkannya di mana ia lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan rumahnya namun ia juga tetap bersabar dan berdoa kepada Tuhan. Ya saya mah gak terlalu mikiran belum hamil, belum punya anak teh. Saya mah paling ya sabar aja sambil doa terus. Paling kalo lagi di rumah mah ya ini aja saya suka nyibukin diri beres-beres rumah, bersihin rumah. Sama seperti S, W (27 tahun) sudah melakukan pemeriksaan ke dokter namun belum berhasil. Setelah mendapatkan dirinya belum kunjung dikaruniai anak, W mengatakan bahwa Tuhan belum memberinya keturunan. Ah mungkin Allah belum ngasih gue anak aja.. Gue udah ke dokter tapi belum juga ada hasilnya. Ya mungkin Allah belum ngasih aja. Gue berdoa aja sih sekarang-sekarang mudah-mudahan gue bisa cepet punya anak. Berbeda dengan ketiga wanita di atas, A yang sudah mencapai usia 40 tahun sudah mulai menerima ketidakhadiran anak. Ia mengambil sisi positif dari situasi yang dialaminya. Ia bersyukur tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk anak. Saya mah gak apa-apa gak punya anak juga. Jadi, gak harus repot keluarin banyak uang buat jajan anak, buat sekolah anak hehehe. Selain hal-hal tersebut di atas, pada kasus wanita yang mengalami masalah reproduksi, mereka memilih untuk menjalani program bayi tabung. Seperti yang dilakukan oleh G (36 tahun) dan S (31 tahun). Setelah sembilan tahun menikah G belum juga memiliki keturunan, begitu juga S hingga usia pernikahan yang kelima belum juga memiliki anak hingga pada akhirnya mereka mencoba melakukan program bayi tabung (Masrokhan, 2007). Uraian peristiwa-peristiwa di atas dapat menunjukkan cara pandang wanita terhadap ketidakhadiran anak dalam pernikahannya. Menurut Seligman (1990) cara pandang terhadap situasi yang baik maupun situasi yang buruk terbagi menjadi optimisme dan pesimisme. Optimisme didefinisikan sebagai cara pandang individu dalam menghadapi keadaan, baik keadaan baik (good situation), yaitu kemajuan dalam usahanya untuk memiliki keturunan, maupun keadaan buruk (bad situation), yaitu belum adanya kemajuan dalam usahanya untuk memiliki keturunan. Kedua keadaan tersebut (good situation dan bad situation)

merupakan situasi yang ada pada explanatory style atau gaya eksplanatori. Explanatory Style atau gaya eksplanatori adalah cara pandang individu untuk menerangkan kepada diri mereka mengapa suatu peristiwa terjadi. Orang dengan gaya eksplanatori optimis cenderung menginterpretasikan kejadian dalam hidup mereka melalui perspektif yang positif, bahkan mempersepsikan kejadian netral sebagai sesuatu yang positif dan melihat adanya potensi hasil akhir yang positif dari suatu kejadian negatif. Sebaliknya, orang dengan gaya pesimis cenderung berfokus pada kemungkinan hasil akhir yang negatif dari suatu situasi. Dalam penelitian Silvania (2012), gaya eksplanatori mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Maka, terdapat kemungkinan wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan yang pesimis akan menjadi optimis begitu juga sebaliknya. Dari fenomena yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan. B. Fokus Penelitian Pada tahun pertama usia pernikahan, pasangan akan mengalami banyak tekanan untuk memiliki keturunan. Tekanan tersebut meningkat selama tahun ketiga dan keempat dari pernikahan (Benyamini dkk, 2005). Wanita merupakan individu yang paling merasakan dampak dari kejadian tersebut. Saat berada dalam situasi tersebut wanita akan mengalami situasi atau kejadian buruk, misalnya lamanya keadaan dirinya yang tidak kunjung memiliki keturunan, usaha yang dilakukannya belum berhasil, menganggap hal ini sebagai ketidakmampuan dirinya. Situasi atau kejadian baik pun akan dirasakan wanita, misalnya mulai ada tanda-tanda kehamilan, wanita mampu melakukan hal-hal untuk menetralkan situasi buruk yang tengah terjadi. Fokus dari penelitian ini adalah mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah didapatkan rumusan masalah Bagaimana gaya eksplanatori wanita menikah yang belum memiliki ketuturun?. Rumusan masalah ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan ditinjau dari aspek permanence? 2. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan ditinjau dari aspek pervasiveness 3. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan ditinjau dari aspek personalization? 4. Bagaimanakah harapan-harapan wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan fakta empiris mengenai gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fakta empiris mengenai: 1. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan dari aspek permanence. 2. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan dari aspek pervasiveness. 3. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan dari aspek personalization. 4. Mengetahui harapan-harapan wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan.

E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis/aplikatif. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan keilmuan psikologi terutama di bidang psikologi klinis berkenaan dengan gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan 2. Manfaat Praktis/Aplikatif Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi acuan bagi wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan untuk dapat mengembangkan gaya eksplanatori optimis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi pasangan dan keluarga wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan untuk dapat membantu wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan memperbaiki personal adjustment sehingga dapat mengembangkan gaya eksplanatori optimis. F. Struktur Penulisan Skripsi Struktur penulisan skripsi diuraikan sebagai berikut: Judul Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN BAB II GAYA EKSPLANATORI, PERNIKAHAN DAN PERNIKAHAN TANPA ANAK BAB III METODE PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN