BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

Gambar 4. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI LAHAN UNTUK KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

MODEL ZONASI UNTUK KAWASAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM DAN BATUBARA (STUDI KASUS KABUPATEN WAROPEN PROVINSI PAPUA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

DAFTAR ISI. PRAKATA... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... iiv DAFTAR GAMBAR... ix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

BAB III PRODUSER PENELITIAN. Metode Deskriptif Eksploratif, dalam metode yang mengungkap masalah atau

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB I PENDAHULUAN. Balai Kota Denpasar di Lumintang 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan, tempat bercocok tanam, beternak, tempat mendirikan bangunan dan sebagainya. Pertumbuhan populasi manusia memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Bertambahnya manusia ini otomatis membuat kebutuhan lahan khususnya permukiman terus meningkat baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk akan menimbulkan trend perubahan penggunaan lahan pada kawasan tertentu baik pada kawasan yang dilindungi maupun pada kawasan budidaya. Perubahan lahan untuk permukiman merupakan hal yang terus terjadi hingga saat ini. Perubahan lahan untuk permukiman ini biasanya terjadi pada kawasan yang strategis (memiliki aksesibilitas yang baik) dan memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Padahal untuk mendirikan bangunan (permukiman) pada suatu wilayah haruslah disesuaikan dengan berbagai aspek baik aspek fisik maupun aspek sosial sehingga dalam pembangunan suatu wilayah untuk permukiman tidak berdampak buruk bagi lingkungan pada masa kini maupun dimasa yang akan datang. Wilayah pusat permukiman merupakan kawasan yang menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat baik pada kawasan perkotaan maupun perdesaan. Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar wilayah, yaitu wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten atau kota. Keterkaitan antar fungsi kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan, antara lain meliputi keterkaitan antar kawasan lindung dan kawasan budidaya. Keterkaitan antar kegiatan kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan perkotaan dan perdesaan (UU RI No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, hlm. 22).

2 Menurut Bintarto (1983, hlm. 36), permukiman merupakan area yang paling luas dalam pemanfaatan ruang kota mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu menciptakan bentuk dan struktur kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman pada setiap bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karateristik masyarakat, potensi sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota. Peningkatan jumlah penduduk, pembangunan dan penambahan pusat aktivitas baru turut meningkatkan kebutuhan permukiman. Kondisi ini mendorong penduduk mencari lahan yang relatif murah di pinggiran kota. Efek selanjutnya adalah penduduk akan mencari wilayah untuk membangun permukiman terutama di wilayah pinggiran kota yang memiliki harga lahan relatif lebih murah yang mengakibatkan pinggiran kota berkembang menjadi kawasan perumahan-perumahan baru yang tersebar, tidak teratur dan tidak terintegrasi satu sama lain dan memunculkan ruang-ruang kosong antar kawasan permukiman itu sendiri maupun dengan kawasan kota. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kemungkinan tidak semua penggunaan lahan permukiman berada pada lahan yang sesuai dan layak (Wijaya, 2009, hlm 2). Kondisi ini pun berlaku bagi seluruh area pinggiran kota di Indonesia termasuk Kecamatan Padalarang. Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu wilayah yang strategis dan merupakan kawasan pinggiran kota. Kecamatan Padalang merupakan salah satu pintu gerbang penghubung dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Jakarta yang dapat diakses melalui jalan bebas hambatan Cipularang dan Padaleunyi yang merupakan jalan Negara (melalui Purwakarta dan Bandung Jakarta melalui Cianjur). Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki tempat wisata diantaranya adalah Situ Ciburuy. Letaknya yang strategis ini tentunya mendorong pendirian bangunan dan permukiman penduduk. Kota Pendidikan Kota Baru Parahiangan Padalarang merupakan kawasan pemukiman mewah bukti nyata dari pesatnya pembangunan permukiman pada Kecamatan Padalarang ini.

3 Kecamatan Padalarang terbagi menjadi 10 desa dengan luas wilayah 51,40 km² (5.140 Ha) dan memiliki jumlah penduduk 161.973 jiwa. Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 42.624 kepala keluarga (BPS Kabupaten Bandung Barat, 2014). Dari data tersebut maka dapat diperoleh kepadatan penduduk kasar di Kecamatan Padalarang dengan cara membagi jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang (jiwa) dengan luas wilayah di Kecamatan Padalarang (dalam km²). Dari hasil perhitungan maka kita bisa mendapatkan kepadatan penduduk kasar kasar Padalarang adalah 3.151 jiwa/ km². Jumlah penduduk, luas wilayah jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk kasar kasar Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada tabel 1.1 dan grafik 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kasar kasar Kecamatan Padalarang No Desa Kelurahan Jumlah Penduduk Luas Wilayah (km²) Jumlah Rumah Tangga Kepadatan penduduk kasar kasar (km²) 1 Laksanamekar 16.670 4,23 4.340 394,09 2 Cimerang 8.145 5,12 2.120 394,09 3 Cipeundeuy 11.978 5,04 3.118 1.590,59 4 Kertajaya 17.832 4,39 4.642 4.061,96 5 Jayamekar 15.599 5,77 4.061 2.703,47 6 Padalarang 30.908 5,11 8.046 6.048,53 7 Kertamulya 22.908 2,48 5.938 9.237,10 8 Ciburuy 17.289 5,66 4.496 3.054,59 9 Tagogapu 10.354 5,79 2.696 1.788,26 10 Cempakamekar 12.169 7,80 3.168 1.560,13 Jumlah 161.973 51,40 42.624 3.151,23 Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 diolah

4 Grafik 1.1 Perbandingan Jumlah Penduduk di Kecamatan Padalarang 35 30 25 20 15 10 5 0 Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 diolah Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa desa yang memiliki penduduk paling banyak adalah Desa Padalarang yaitu 30.575 jiwa yang menjadi pusat pemerintahan dari Kecamatan Padalarang sementara desa yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Desa Cimerang. Jumlah rumah tangga berbanding lurus dengan jumlah penduduk dimana jumlah rumah tangga paling banyak berada pada Desa Padalarang sebanyak 8.046 kepala keluarga dan yang paling sedikit berada di Desa Cimerang sebanyak 2.120 kepala keluarga. Sementara itu wilayah desa yang memiliki wilayah yang paling luas adalah Desa Cempakamekar yakni 7,8 km² (780 Ha) dan yang memiliki wilayah paling sempit adalah Desa Kertamulya. Data yang cukup menarik adalah ketika kita melihat kepadatan penduduk kasar tertinggi berada pada desa yang memiliki luas tersempit yaitu di Desa Kertamulya yang memiliki kepadatan penduduk kasar 9.098 jiwa/ km². Dari data tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang berpusat di pusat pemerintahan yaitu di Desa Padalarang dan pusat pertumbuhan penduduk yaitu Desa Kertamulya yang di dalamnya terdapat kawasan industri dan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai karyawan pada industri (BPS Kabupaten Bandung Barat, 2014). Selain matapencaharian penduduk yang mayoritas bekerja pada sektor industri terdapat fakta lain bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang

Kepadatan Penduduk Kasar 5 pada tahun 2010-2013 menunjukan peningkatan kepadatan penduduk kasar. Penigkatan penduduk dapat dilihat pada tabel 1.2 dan grafik 1.2. Tabel 1.2 Kepadatan penduduk kasar Kecamatan Padalarang Tahun 2010-2013 Tahun Luas Wilayah Penduduk Kepadatan (Km²) (Jiwa) (Jiwa/Km²) 2010 51,58 155.457 3.013,90 2011 51,58 160.404 3.109,81 2012 51,40 161.973 3.151,23 2013 51,40 163.732 3.185,45 Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011-2014 diolah Penduduk yang senantiasa bertambah tentunya akan memproyeksikan perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang. Bertambahnya penduduk ini otomatis akan mendorong perubahan lahan di Kecamatan Padalarang menjadi permukiman. Grafik 1.2 Kepadatan Penduduk Kasar Kecamatan Padalarang Tahun 2010-2013 3200 3150 3100 3050 3000 2950 2900 2010 2011 2012 2013 Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011-2014 diolah Perubahan penggunaan lahan menjadi kawasan permukiman terus terjadi di Kecamatan Padalarang. Berdasarkan hasil analisis peta penggunaan lahan, dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan secara signifikan di Kecamatan Padalarang. Pada tahun 2000 hingga 2010, perubahan lahan terjadi pada lahan sawah yaitu 248,8 Ha. Pada penggunaan lahan lainnya seperti pada kebun/perkebunan, semak, tanah kosong dan tegalan juga mengalami penurunan (luas lahan) dan hutan memiliki luas lahan yang tetap. Kebun atau perkebunan

6 mengalami penyusutan lahan 51,4 Ha, semak belukar 10,3 Ha, tanah kosong 81,9 Ha dan tegalan 30 Ha. Sebaliknya pada penggunaan lahan permukiman mengalami peningkatan luas lahan sebesar 426,1 Ha. Pada tahun 2010 hingga tahun 2015 pun terjadi perubahan menjadi kawasan permukiman. Peningkatan luas lahan permukiman pada tahun 2015 naik 59% atau seluas 796,35 Ha dibandingkan tahun 2010 (analisis citra landsat, 2015). Alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman terjadi pada sawah yang mengalami penurunan lahan sebanyak 25,21% atau 420,2 Ha. Selain itu, tanah kosong dan tegalan pun mengalami penurunan luas lahan. Tanah kosong mengalami penururnan luas 103,49 Ha atau 58% dibandingkan luas lahan pada tahun 2010 dan tegalan mengalami penurunan 272,92 Ha atau 23,94%. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Padalarang dapat dilihat pada Tabel 1.3. Sedangkan peningkatan luas lahan permukiman dapat dilihat pada Grafik 1.3. Berdasarkan Tabel 1.3 dan Grafik 1.3 dapat diketahui bahwa alih fungsi lahan terus terjadi. Perubahan lahan permukiman terus meningkat sementara pada lahan pertanian khususnya sawah terus mengalami penurunan luas lahan. Jika perubahan lahan menjadi kawasan permukiman terus terjadi, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan dan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan bencana pad masa yang akan datang. Tabel 1.3 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Padalarang No Penggunaan Lahan 2000 2010 2015 1 Hutan 21,76 21,76 21,76 2 Kebun / Perkebunan 580,00 525,90 525,90 3 Permukiman 920,90 1.347,00 2143,35 4 Sawah 1.915,00 1.666,20 1246,20 5 Semak Belukar 413,50 403,20 403,20 6 Tanah Kosong 260,10 178,20 74,71 7 Tegalan 1.171,00 1.140,00 867,08 8 Tubuh Perairan 145,90 145,90 145,90 Jumlah 5.428,16 5.428,16 5.428,16 Sumber : Hasil analisis Peta RBI (2001), Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2010) dan Citra Landsat (2015).

Luas Lahan 7 Grafik 1.3 Peningkatan Luas Lahan Permukiman 2500 2000 1500 1000 500 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun Sumber : Hasil analisis Peta RBI (2001), Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2010) dan Citra Landsat (2015). Untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk permukiman terutama di lokasi penelitian, maka perlu diketahui secara pasti sifat-sifat lahannya sekaligus dilakukan evaluasi kemampuan lahannya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat judul Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Di Kecamatan Padalarng Kabupaten Bandung Barat pada penelitian ini. B. Rumusan Masalah Penelitian Setelah mengidentifikasi masalah pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah yang akan diangkat adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah karakteristik fisik lahan Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat? 2. Bagaimanakah kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik fisik lahan Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

8 2. Menganalisis kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Padalarng Kabupaten Bandung Barat. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diraih dari penelitian ini adalah: 1. Bagi instansi, memberikan informasi terkait dalam memberikan kebijakan dalam pembangunan kawasan permukiman di Kecamatan Padalarang. 2. Bagi masyarakat, memberikan gambaran Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung mengenai pentingnya memperhatikan keadaan lahan sebelum mendirikan rumah (permukiman). 3. Bagi dunia pendidikan, sebagai bahan pengayaan pada bahan ajar untuk mata pelajaran geografi sekolah menengah atas pada materi kelas XI IIS dan XII IIS pada kurikulum 2013 yaitu menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia untuk pembangunan dan menyusun konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan nasional. 4. Bagi peneliti lain, sebagai sumber data yang dapat dipertanggung jawabkan dan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian lainnya. 5. Bagi peneliti, menambah pengalaman, wawasan dan pemahaman dalam penerapan konsep dan teori geografi di lapangan. E. Struktur Organisasi Skripsi Sub-bab ini berisi mengenai rincian dari masing-masing bab dalam skripsi, mulai dari bab I sampai dengan bab V. Sistematika skripsi ini mengikuti pedoman penulisan karya tulis ilmiah upi tahun 2014. Bab I berisi mengenai pendahuluan diadakannya penelitian. Bagian pertama adalah latar belakang diadakannya penelitian yang menjelaskan konteks penelitian yang dilakukan. Bagian kedua adalah rumusan masalah yang berisi identifikasi secara spesifik mengenai permasalahan yang diteliti. Bagian ketiga adalah tujuan penelitian yang menyebutkan dengan jelas maksud dari penelitian. Bagian keempat adalah manfaat penelitian yang berisi penjabarkan manfaat secara praktis maupun secara teoritis bagi berbagai pihak, mulai dari manfaat bagi peneliti sendiri, bagi masyarakat hingga bagi pemangku kebijakan. Bagian terakhir adalah

9 sturktur organisasi skripsi yang memberikan gambaran deskriptif yang memaparkan kerangka dari skripsi ini. Bab II berisi tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini sangatlah penting dalam sebuah penelitian Karena berperan sebagai landasan teoritis yang dapat membantu menjawab pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Bab ini berisi mengenai teori dan konsep lahan, penggunaan lahan, evaluasi lahan, rumah, perumahan, permukiman dan evaluasi kesesuaian lahan permukiman. Bab III berisi mengenai metodologi penelitian yang terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama berisi metode penelitian yang menjelaskan cara pengambilan data pada penelitian. Bagian kedua menjelaskan desain penelitian yang menunjukan bagan alur desain penelitian, termasuk konsep dan tahapan penelitian hingga diperoleh kesimpulan dan rekomendasi. Bagian ketiga pendekatan penelitian yang merupakan sub-bab pembeda antara penelitian geografi dengan penelitian lainnya yang meliputi pendekatan kelingkungan, kewilayahan dan kerungan. Bagian keempat populasi dan sampel yang menunjukan daerah penelitian dan cara pengambilan sampel pada penelitian. Bagian kelima variable penelitian, berisi variable-variabel yang akan diteliti. Bagian keenam definisi Operasional, memberikan batasan dari konsep yang diangkat dalam judul penelitian agar tidak terdapat kesalahan penafsiran. Bagian ketujuh instrumen penelitian, menjabarkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Bagian kedelapan teknik pengumpulan data, menjelaskan prosedur pengumpulan data. Bagian kesembilan teknis pengolahan data, memaparkan secara sistematis pengelolaan data yang telah siperoleh dari penelitian baik berupa data primer maupun data sekunder. Bagian terakhir analisis data, pada bagian ini dijelaskan teknis penganalisisan data yang digunakan, yaitu pengharkatan. Bab IV berisi mengenai Hasil dan Pembahasan Penelitian yang terdiri dari beberapa bagian. Pada penelitian ini Bab IV disusun dengan cara tematik, sehingga sub-bab pada Bab IV terdiri atas lokasi luas dan waktu penelitian, kondisi fisik lahan lokasi penelitian dan evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman.

10 Bab V merupakan penutup dari skripsi ini. Pada bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap analisis pada temuan di Bab IV. Bab V terdiri dari kesimpulan yang memaparkan kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian dan saran yang ditujukan pada berbagai elemen agar dapat membangun kawasan permukiman pada wilayah yang sesuai. F. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini berisi daftar penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti sebelumnya untuk menghindari adanya tumpang tindih penelitian dan atau meminimalisir terjadinya tindak plagiarisme. Peneliti menuliskan beberapa penelitian mengenai Evaluasi Kesesuaian Lahan karena peneliti mengangkat judul Evauasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Penelitian terdahulu tersaji pada LAMPIRAN 5. Berdasarkan LAMPIRAN 5 maka dapat diketahui perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode explorative dengan metode pengharkatan (scoring) pada analisis data dan diakhiri overlay pada peta potensi bencana. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mayoritas menggunakan bantuan SIG tanpa melakukan pendekatan survey lapangan. Jika terdapat yang menggunakan surveri lapangan pun hanya menggunakan analisis deskriptif pada teknik analisis data tanpa memperhatikan potensi kebencanaan. 2. Penelitian ini berbasis data peta satuan lahan yang telah dibuat oleh peneliti sebelum melakukan penelitian sehingga pengambilan sampel terfokus pada data. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang membuat peta setelah dilaksanakannya kegiatan penelitian. 3. Karena berbasis peta satuan lahan, peneliti dapat menentikan koordinat lokasi penelitian sebelum penelitian dilaksanakan. 4. Penelitian ini memberikan peta zonasi kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Padalarang secara actual dan potensial berdasrkan hasil penelitian.

11 Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya mengkomparasikan hasil penelitian dengan RTRW setempat dan jarang yang menampilkan peta zonasi kesesuaian lahan untuk permukiman (beberapa masih bersifat penjabaran atau berupa narasi tanpa menampilkan dalam peta). 5. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Padalarang yang merupakan salah satu pintu gerbang penghubung dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Jakarta. Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki kondisi fisik lahan yang heterogen mulai dari geomorfologi vulkanik hingga karst (yang biasanya berasosiasi dengan laut), topografi yang beragam hingga jenis tanah yang berbeda yang membuat penelitian menjadi menarik dibandingkan penelitian di wilayah lainnya yang relatif memiliki karakteristik homogen. 6. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan geografi khususnya pendekatan kelingkungan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan disiplin ilmu lainnya. Pada penelitian ini seluruh aspek dikaitkan secara menyeluruh antara parameter yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada saat menjelaskan kondisi geologi peneliti tidak hanya menjelaskan geologi saja akan tetapi dikaitkan dengan kemiringan lereng, jenis tanah, potensi kebencanaan dan kesesuaian untuk permukiman yang merupakan focus pada penelitian ini.