BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

ANALISIS CONFLICT RATE PADA PERHITUNGAN KAPASITAS SISTEM INTERLOCKING YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN FORMULASI KAPASITAS STASIUN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA LINTAS LAYANAN BETUNG SUPAT BABAT SUPAT SUMBER AGUNG

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

STUDI POLA OPERASI JALUR GANDA LINTAS LAYANAN PALEMBANG SEMBAWA

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i ABSTRAK...ii DAFTAR ISI...iii. A. DAOP III Cirebon... II-1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SUMBER AGUNG-SUNGAI LILIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tabel Hasil Hitungan Galian Dan Timbunan

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA

untuk melayani angkutan penumpang dan angkutan barang. Stasiun Sungai

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR KNKT

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

BAB IV METODE PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

KNKT/KA /

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KNKT/KA.04.02/

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Penentuan tata letak jalur kereta api harus selalu disesuaikan dengan jalur kereta api yang sudah ditetapkan, hal ini dimaksudkan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan, yaitu: a. Jika kondisi stasiun pada wilayah relatif dasar. 1) Minimal Jumlah Jalur KA Jalur KA di stasiun operasi jalur tunggal minimal 3 jalur, dengan maksud agar bisa melaksanakan persilangan dan atau penyusulan dalam waktu yang hampir bersamaan. 2) Jalur Simpan. Selang satu stasiun operasi ditambah 1 jalur simpan, diutamakan untuk menyimpan mesin-mesin alat berat perawatan jalan rel (Mesin Pecok, MTT, dsb) dengan maksud jika ada pelaksanaan perawatan jalan tidak perlu mengirim alat-alat berat mesin perawatan dari stasiun jauh atau untuk menyimpan sarana yang mengalami gangguan di perjalanan, sehingga harus dilepas dari rangkaian kereta api dan di parkir di jalur simpan. b. Jika kondisi suatu di wilayah turunan. 1) Jumlah minimal Jalur KA Jalur KA di stasiun operasi jalur ganda minimal 3 atau 4, dengan maksud agar bisa melaksanakan persilangan atau penyusulan dalam waktu yang hampir bersamaan. 2) Jalur Tangkap Yang dimaksud dengan turunan adalah topografi menjelang masuk stasiun memiliki turunan lebih dari 10 permil. Letak jalur tangkap 11

12 tergantung letak turunan yang menuju stasiun tersebut dan di pasang pada wesel pertama dari arah turunan menuju jalur rangkap. Wesel merupakan salah satu perangkat KA yang berfungsi sebagai pemindah sepur dari lurus ke belok atau sebaliknya dan untuk pemindah dari satu sepur ke sepur lainya di emplasemen. Terdapat beberapa jenis wesel yaitu: i. Wesel biasa yang berfungsi untuk mengarahkan KA berjalan ke sepur lurus atau ke sepur bengkok. Ada dua jenis wesel standar yaitu: Wesel kanan Wesel kiri ii. Crossing/Persilangan Pemasangan wesel ini bila pada dua jalur terdapat empat wesel yang saling bersilang pad satu lokasi. Sebagai gambaran dari beberapa jenis wesel tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini: Gambar 3.1 Wesel.

13 Dalam penggambaran skema emplasemen, jalan rel ditunjukan dengan garis tunggal. Emplasemen dikelompokan menjadi beberapa yaitu sebagai berikut : 1. Emplasemen Stasiun Penumpang Emplasemen penumpang digunakan untuk memberi kesempatan kepada penumpang untuk membeli tiket, menunggu datangnya kereta api sampai naik ke kereta api melalui peron. Emplasemen stasiun digolongkan menjadi 3 yaitu emplasemen stasiun kecil, emplasemen stasiun sedang, dan emplasemen stasiun besar. Gambar 3.2 Contoh skema emplasemen stasiun kecil (Sumber : Utomo, 2009) Gambar 3.3 Contoh skema emplasemen stasiun sedang (Sumber : Utomo, 2009)

14 Gambar 3.4 Contoh skema emplasemen stasiun besar (Sumber : Utomo, 2009) 2. Emplasemen Stasiun Barang Emplasmen barang dibuat khusus untuk melayani pengiriman dan penerimaan barang. Sesuai dengan fungsinya, maka emplasemen ini biasanya terletak di dekat daerah industri, perdagangan, dan pergudangan. Gambar 3. 5 Contoh skema emplasemen barang (Sumber : Utomo, 2009) 3. Emplasemen Langsir Emplasemen langsir berfungsi sebagai fasilitas untuk menyusun kereta/gerbong (dan lokomotifnya). Pada suatu kebutuhan angkutan tertentu (misal kereta barang) harus di rangkai sedemikian rupa agar tidak menganggu operasi kereta api lainya, sehingga diperlukan fasilitas tersendiri untuk keperluan emplasemen langsir. Untuk kegiatan langsir, pada umumnya susunan emplasemen langsir terdiri dari : a. Susunan jalur kedatangan. b. Susunan jalur untuk pemilihan jurusan.

15 c. Susunan jalur untuk pemilihan menurut stasiun. d. Susunan jalur keberangkatan. Gambar 3.6. Contoh skema emplasemen langsir (Sumber : Utomo, 2009) Pola operasi kereta api di emplasemen sistem jalur ganda sama sekali berbeda dengan pola operasi kereta api di sistem jalur tunggal. Pada sistem jalur kereta api ganda, tata letak jalur gerak operasi kereta api saling berlawanan arah digambarkan tidak boleh saling menganggu (no-interference), kecuali jika ada keadaan teknik yang tidak memungkinkan. 2. Panjang Efektif Jalur Stasiun. Panjang efektif jalur stasiun menurut Peraturan Dinas No. 10 tahun 1986 adalah panjang jalur aman penempatan rangkaian sarana kereta api dari kemungkinan terkena senggolan pergerakan kereta api atau langsiran yang berasal dari jalur sisi sebelahnya. Panjang jalur efektif dibatasi oleh sinyal, patok bebas wesel, bantalan putih, rambu batas berhenti kereta api, ataupun track sirkuit seperti terlihat pada Gambar 3.1. Patok bebas wesel adalah suatu patok tanda atau batas meletakan sarana kereta api pada daerah yang aman dari kemungkinan tersenggol

16 oleh langsiran atau kereta lain yang sedang datang atau berangkat dari jalur bersebelahan denganya. Panjang efektif tiap-tiap emplasemen harus dicantumkan pada daftar pengguna jalur kereta api dalam Reglemen Pengaman Setempat (RPS). Hal ini untuk memperhitungkan panjang rangkaian suatu kereta api yang akan menyilang atau menyusul dalam keadaan aman. Panjang jalur efektif ideal adalah 270 m dengan asumsi ( 12 kereta x 20 m) + (2 lok x 15 m) = 240 m + 30 m = 270 m atau dibulatkan menjadi 300m. a II X Y b I Keterangan : a = sepur efektif jalur II kearah X b = sepur efektif jalur I kearah Y Gambar 3.7. Panjang jalur efektif di emplasemen (Sumber: Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986) B. Pengaturan Lalu Lintas Kereta Api (KA) Di Stasiun Menurut Peraturan Pemerintah (PM) No. 72 tahun 2009 Pasal 1 bahwa jaringan pelayanan perkeretaapian adalah gabungan lintas-lintas pelayanan perkeretaapian. Lalu lintas kereta api adalah gerak sarana perkeretaapian di jalan rel. Pada PM tersebut bab III pasal 17 menyebutkan bahwa jalur kereta api untuk kepentingan perjalanan kereta api dibagi dalam beberapa petak blok, petak blok dibatasi oleh dua sinyal berurutan sesuai arah perjalanan yang terdiri atas: 1. Sinyal masuk dan sinyal keluar pada 1 (satu) stasiun. 2. Sinyal keluar dan sinyal blok. 3. Sinyal keluar dan sinyal masuk di stasiun berikutnya. 4. Sinyal blok dan sinyal blok berikutnya.

17 5. Sinyal blok dan sinyal masuk. Dalam satu petak blok pada jalur kereta api hanya diizinkan dilewati oleh satu (1) kereta api. Dalam keadaa tertentu pada 1 petak blok pada jalur kereta api dapat dilewati lebih dari 1 kereta api berdasarkan izin yang diberikan oleh petugas pengatur perjalanan kereta api. Perjalanan kereta api yang memasuki petak blok yang di dalamnya terdapa kereta api atau sarana perkeretaapian dilakukan dengan kecepatan terbatas dan pengamanan khusus. Pada PP No. 72 tahun 2009 pasal 18 bahwa pengoperasian kereta api pada jalur ganda atau lebih harus menggunakan jalur kanan, dalam keadaan tertentu pengoperasian kereta api pada jalur ganda atau lebih dapat menggunaka jalur kiri. Penggunaan jalur kiri dilaksanakan dengan ketentuan sebgai berikut: 1. Setelah mendapat perintah dari petugas pengatur perjalanan kereta api. 2. Terdapat sinyal jalur kiri (sinyal berjalan jalur tunggal sementara) yang mengizinkan kereta api untuk berjalan pada jalur kiri dengan kecepatan terbatas. Pada PP No. 72 tahun 2009 pasal 19 menyebutkan bahwa kereta api yang berjalan langsung di stasiun dilewatkan pada jalur kereta api lurus, kecuali di stasiun persimpangan untuk jalur tertentu, di peralihan jalur kereta api dari jalur ganda ke jalur tunggal dan sebaliknya, atau stasiun yang tidak memiliki jalur lurus sesuai dengan peraturan pengamanan setempat, dalam hal jalur kereta api lurus tidak dapat dilewati karena adanya gangguan operasi, kereta api yang berjalan langsung dilewatkan melalui jalur kereta api belok dengan kecepatan terbatas dan pengamanan khusus.

18 C. Rute Perjalanan Kereta Api (KA) 1. Rute yang Terbentuk. Rute yang terbentuk merupakan sejumlah rute yang dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan dari rute yang direncanakan untuk pengoperasian perjalanan kereta api. 2. Rute yang Terpakai. Rute terpakai merupakan sejumlah rute yang digunakan dari rute yang terbentuk untuk pengoperasian perjalanan kereta api 3. Rute yang berkonflik. Kapasitas interlocking tidak dapat terpisahkan dari pemahaman terkait Conflict Rate (CR), karena pada perhitungan CR, tata letak dari susunan interlocking dibagi menjadi unsur unsur tata letak yang lebih kecil yang boleh mengandung beberapa kemungkinan terjadinya rute rute paralel yang akan ditunjukan pada (Gambar 3.8.) maka rute dari setiap kereta api yang berjalan melalui unsur tata letak lintasan tunggal tersebut akan berkonflik dengan rute rute dari semua kereta api lain yag melalui unsur tata letak lintasan yang sama. Gambar 3.8. Pembagian interlocking menjadi elemen tunggal penggunaan Kelebihan dari analisis perhitungan ini adalah mendapatkan informasi tentang unsur unsur paling penting dalam susunan interlocking yang kompleks

19 yang berkaitan dengan kapasitas stasiun, akan tetapi permasalahanya adalah saling ketergantungan diantara unsur unsur tata letak sepur kereta api di stasiun yang belum di pertimbangkan. Tapi, permasalahanya adalah saling ketergantungan diantara unsur unsur tata letak jalur kereta api di stasiun yang belum dipertimbangkan. Ketika dua rute mengalami konflik pada unsur lintasan tunggalnya, bisa jadi kedua rute tersebut juga mengalami rute konflik dengan rute ketiga yang tidak menyentuh lintasan ini. Hal tersebut ditunjukan pada Gambar 3.9. Gambar 3.9. Contoh hubungan saling ketergantungan diantara tiga rute Masalah ini hanya dapat dipecahkan dengan baik melalui metode simulasi. Akan tetapi, dalam susunan interlocking yang sangat kompleks, seringkali tidak mudah untuk memilih strategi simulasi yang dapat mengidentifikasi secara jelas unsur unsur penting dari infrastruktur tersebut. Oleh karena itu, penelitian kapasitas yang efektif tentang sususan interlocking yang kompleks dan besar memerlukan derajat pengalaman yang tinggi dalam operasi kereta api dan pengetahuan terperinci tentang berbagai kemungkinan dan batas batas dari model komputer yang digunakan. Sebelum melakukan penyelidikan yang membutuhkan biaya mahal, seringkali digunakan metode metode yang disederhanakan untuk membantu membandingkan desain desain yang berbeda dari susunan interlocking yang kompleks. Tipikal metode tersebut menggunakan tabel konflik rute pergerakan KA

20 di stasiun. Dalam tabel konflik rute tersebut, semua rute dipresentasikan dengan baris dan kolom seperti yang dicontohkan pada Gambar 3.10 sementara Gambar 3.11 menunjukan notasi asal tujuan. Gambar 3.10. Tabel Rute Konflik Gambar 3.11. Notasi asal dan tujuan rute

21 Untuk sederhananya, dalam gambar 3.11 bahwa setiap rute diberi label dengan huruf tunggal pada jalan masuk dan keluar. Semua unsur tabel yang memperlihatkan rute rute yang berkonflik ditandai dengan singkatan untuk menandai jenis koflik (bersilang = X = Crossing), bercabang (D = Divergen), atau bertemu ( C = Convergen). Dengan bantuan dari tabel konflik rute, tingkat konflik dapat ditentukan sebagai jumlah dari kombinasi rute berkonflik yang dibagi dengan jumlah total dari kombinase rute. Untuk perhitungan berkonflik ditunjukan pada persamaan 3.1. Self correlation (S) = hubungan antara 2 KA yang bergerak pada rute yang sama atau tumpang tindih (asal yang sama, dan tujuan yang sama atau 2 rute yang sama). Convergen (C) = hubungan antara 2 KA yang bergerak dari asal yang berbeda, tetapi tujuanya sama, bisa diselingi dengan/ tanpa persilangan terlebih dahulu (2 rute yang menyatu). Divergen (D) = hubungan antara 2 KA yang bergerak dari asal yang sama, tetapi tujuan berbeda (2 rute yang bercabang). Crossing (X) = hubungan antara 2 KA yang bergerak dari asal yang berbeda, dan juga tujuan yang berbeda (rute saling bersilang). CRr = Ʃ ( cij ). r 2... (3.1) CR = derajat atau presentase rute konflik Cij = pembentukan kombinase rute ij Conflict = Cij = 1 No Conflict = Cij = 0 r = total rute

22 Gambar 3.12. Rute Divergen A-B Gambar 3.13. Rute Convergen A-E Gambar 3.14. Rute Crossing B-C