BAB I. Pendahuluan. Perbincangan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) hampir selalu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

9 Penyebaran hate..., Gloria Truly Estrelita, FISIP UI, 2009

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

Presiden Seumur Hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

Daftar Pustaka. Agus Sudibyo, 1999, Citra Bung Karno, Analisis Berita Pers Orde Baru, Yogyakarta: Bigraf.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEDIA MASSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. political competition and struggles, in which the media, as institution, take a. position (Kahan, 1999: 22).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

IN MEMORIAM DR WIJAYA HERLAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

Tap XXXIII/MPRS/1967

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk.

Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dibandingkan pemerintahan masa lalu. Setelah runtuhnya rezim orde

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

Tragedi 1965 dalam Pandangan Sastra dan Politik

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan informasi kepada publik secara serempak. Melalui media massa,

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

Negara Jangan Cuci Tangan

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Sosialisme Indonesia

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam

Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

BAB 3 METODE PENELITIAN

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Masyarakat informasi saat ini, telah menjadikan berita sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dessy Pricilla, 2013

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BAB VI PENUTUP. media yang memberitakan konflik Sunni Syiah Sampang Madura karena alasan

Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. politik yang dimediasikan media telah masuk keberbagai tempat dan kalangan

PEMBATALAN SURAT IZIN USAHA PENERBITAN PERS MAJALAH MINGGUAN TEMPO, EDITOR DAN SURAT KABAR TABLOIT DETIK SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Perbincangan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) hampir selalu menarik perhatian karena masalah tersebut menyangkut salah satu bagian sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Ketika membahas masalah PKI, minimal ada tiga tema yang saling terkait, pertama mengenai ideologi komunis serta para penganutnya, kedua tentang Gerakan 30 September (G30S) 1, dan ketiga tentang para korban. Mengenai komunisme, Orde Baru mendefinisikannya sebagai faham yang anti tuhan, musuh orang-orang beragama, anti demokrasi dan menghalalkan segala cara. Penganut komunisme digambarkan sebagai orang-orang yang anti bahkan memusuhi agama, orang-orang komunis digambarkan sebagai orang yang kejam dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam wacana Orde Baru, kekacauan yang terjadi pada tahun 60-an bukan hanya karena Bung Karno gagal dalam membangun Indonesia dan terlalu mementingkan bangunan politik daripada ekonomi. Lebih dari itu, konflik yang terjadi pada masa itu juga karena ulah orang-orang komunis yang mau menang sendiri, suka meneror, menyerobot tanah orang lain serta memusuhi orang-orang yang taat beragama. Walau sebenarnya komunisme masuk ke Indonesia sebelum Indonesia merdeka, titik tolak yang biasa dijadikan pijakan dalam membahas komunisme adalah Peristiwa G30S tahun 1965, karena dalam peristiwa tersebut bertemu dua label, penjahat dan pahlawan. Melalui berbagai medium, Orde Baru berhasil 1 Dalam wacana Orde Baru biasanya memakai akronim G30S/PKI, namun dalam penelitian ini penggunaan akronim Gerakan 30 September (G30S) tanpa embel-embel PKI karena dinilai lebih netral.

mendefinisikan bagaimana terjadinya Gerakan 30 September, siapa pelaku dan siapa yang menjadi pahlawan. Dalam wacana Orde Baru, G30S adalah percobaan kudeta untuk merebut kekuasaan yang disertai penyiksaan dan pembunuhan terhadap para jenderal. Pelakunya adalah orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) serta tentara yang telah diperdaya sehingga bersedia menjadi antek-antek komunis. Sedangkan pihak yang tampil sebagai pahlawan adalah Angkatan Darat (AD) dan Soeharto. Petinggi AD ini digambarkan sebagai orang yang paling berjasa karena berhasil mengagalkan pemberontakan PKI, memulihkan keamanan dan berhasil membangun kembali Indonesia dengan mengutamakan perbaikan bidang ekonomi. Tentang para korban, yang ditonjolkan dalam wacana Orde Baru sebagai korban adalah tujuh orang jenderal yang dibunuh oleh orang-orang PKI dalam kudeta G30S. Dalam buku-buku pelajaran digambarkan bagaimana kekejaman PKI, bahkan dalam sebuah film produksi Orde Baru digambarkan bagaimana anggota Gerwani, salah satu underbow PKI, dengan sadis menyiksa tubuh para jenderal. Selain para jenderal, pihak lain yang menjadi korban adalah rakyat yang tanahnya diserobot, diteror, dianiaya bahkan dibunuh. Namun Orde Baru tidak pernah bercerita tentang korban dari pihak yang dituduh sebagai PKI. Ratusan ribu orang dibunuh karena dituduh sebagai PKI, ditahan tanpa proses pengadilan, dikebiri hak-hak politiknya, dibatasi lapangan ekonominya dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Kebenaran wacana sebenarnya bukan sebuah kebenaran mutlak, masih ada sisi lain kepingan realitas yang tidak terangkat sehingga menjadi wacana yang 2

terpinggirkan. Karena kebenaran wacana terkait erat dengan kekuasaan dan pendefinisi kebenaran adalah penguasa, wacana didefinisikan sedemikian rupa melalui berbagai cara agar tetap menguntungkan penguasa, sebagai penopang dan melanggengkan kekuasaan serta sebagai basis legitimasi bagi kekuasaan yang dibangunnya. Demikian juga halnya dengan wacana komunisme, karena Orde Baru lahir lewat keberhasilannya mendefinisikan Partai Komunis Indonesia sebagai penjahat dan Orde Baru sebagai pahlawan, maka wacana komunisme yang menguntungkan penguasa terus diawetkan. Pada sisi lain, Orde Baru juga terus berusaha mengubur dalam-dalam wacana lain yang dinilai bisa mengancam legitimasi kekuasaannya. Hasil penelitian Cornell Paper tentang G30S tidak boleh dipublikasikan di Indonesia karena dalam laporannya mengungkap kemungkinan keterlibatan Angkatan Darat (AD) dalam G30S. Wacana tentang PKI dan komunisme versi Orde Baru dipakai sebagai alat kontrol psikologis bagi rakyat. Dengan merujuk pada masa suram tahun 60-an, Orde Baru menanamkan dalam memori rakyat Indonesia tentang bahaya laten komunisme melalui berbagai perangkat, misalnya lewat pidato kenegaraan, buku pelajaran maupun media massa. Setiap tanggal 30 September diputar film pemberontakan G30S/PKI untuk mengingatkan kembali betapa kejam dan bahayanya PKI. Masyarakat juga selalu diingatkan bahwa komunis bisa muncul setiap saat dalam berbagai bentuk. Pada tahun 80-an, hantu komunisme digambarkan dalam ikon Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) dan hanya negara 3

yang bisa melindungi rakyat dari bahaya tersebut. 2 Melalui liputan media secara luas, peringatan tentang bahaya komunisme kembali membayangi memori masyarakat. Dalam realitasnya, penggunaan label seperti OTB, bahaya laten komunis, ekstrim kiri serta label lain lebih diarahkan sebagai senjata untuk menyingkirkan lawan politik serta membungkam pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Orde Baru. Pentingnya peran media massa dalam kehidupan sosial politik membuat Orde Baru tidak membiarkan media bertindak di luar kontrolnya. Sebagai salah satu perangkat ideologi (Ideological State Apparatus), media terus ditekan dan diawasi secara sistematis. Secara regulatif media dikendalikan lewat Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), pengawasan juga masuk dalam dalam ruang redaksi dan pada individu wartawan, misalnya lewat telepon maupun pemanggilan secara langsung oleh pejabat maupun aparat keamanan. Dampak dari ketatnya kontrol penguasa adalah media massa menjadi jinak, melakukan swa sensor dan hanya memuat informasi sesuai kepentingan penguasa, sedangkan borok penguasa ditutupi atau ditampilkan secara samar, misalnya melalui penghalusan bahasa atau eufimisme. 3 Dalam konteks ini agaknya cukup relevan untuk melihat media massa dari sudut pandang Cultural Studies. Menurut pandangan ini, media massa dilihat 2 Michael van Langenberg, Negara Orde Baru : Bahasa, Ideologi, Hegemoni, dalam Yudi Latif dan Idi Subandi Ibrahim (ed) Bahasa dan Kekuasaan, Politik Wacana di Panggung Orde Baru, Bandung: Mizan, 1996., hal: 230 3 Menurut Mochtar Lubis, eufimisme sebenarnya lebih sebagai gejala perusakan bahasa, bahkan bersifat menyesatkan. Dilihat dari segi informasi, eufimisme merupakan bentuk paling sederhana dari ketidakjujuran informasi. Penggunaannya akan menghalangi kita untuk melihat dengan jernih dan tajam. Kita terbawa untuk menghindari fakta-fakta yang menyakitkan dan menjadi tidak realistis melihat kenyataan. Menipu diri sendiri dan lebih buruk lagi bisa menipu orang banyak. Dalam Mochtar Lubis, Media Massa dan Bahasa yang Terus terang, Prisma no.1 Tahun XVIII/1989, penerbit LP3ES, Jakarta. Hlm.48 4

sebagai bagian dari budaya industri yang berpengaruh penting dan mempunyai kontribusi dalam pembentukan kesadaran khalayak melalui bahasa, kode simbolik dan budaya di mana media membingkai dunia dengan cara pandang tertentu. Media tidak dilihat sebagai institusi netral yang melayani kebutuhan publik secara independen, bukan sebagai pilar keempat demokrasi maupun anjing penjaga, tapi sebagai institusi yang dilekatkan dalam pola hubungan sosial yang sudah ada dan bersama institusi lain mereproduksi hubungan sosial di mana kekuasaan mereka ditanamkan. 4 Media beroperasi dalam ranah konstruksi makna secara sosial, menyediakan wilayah di mana masyarakat menjadi sadar dengan dunianya, mengerti orang lain dan masuk dalam dialektika perjuangan melalui makna. 5 Dari sudut pandang ini kita dapat pahami posisi dilematis media massa, satu sisi berfungsi sebagai institusi yang turut membentuk kesadaran masyarakat dan pada sisi lain tidak bisa lepas dari jejaring kekuasaan. Mengenai masalah PKI, kita tidak heran jika media massa secara langsung maupun tak langsung turut mereproduksi wacana komunisme yang diproduksi oleh Orde Baru, sebab Soeharto memang tidak pernah melepaskan media massa dari genggaman kekuasaannya. Media massa hampir tidak punya pilihan lain, wacana tentang PKI dan komunisme versi Orde Baru digelontorkan ke dalam media massa sebagai kebenaran tunggal. Akses terhadap wacana alternatif mengenai masalah PKI juga sangat dibatasi atau bahkan tertutup, orang-orang eks PKI tidak boleh bicara, akses mereka terhadap media massa juga dibatasi, bahkan 4 Lihat Chris Newbold, Approach to Cultural Hegemony within Cultural Studies, dalam, Oliver Boyd-Barrett and Chris Newbold (ed), Approaches to Media, A Reader Arnold: London. New York. Sydney. Auckland. 1995. hlm. 328 5 Stuart Hall, Ideology and Communication Theory, dalam Brenda Dervins et al. (ed) Rethinking Communication: Paradigm Issues. Newbury Park: Sage Publication, 1986, hal.48-49. 5

hampir sama sekali tidak ada. Tema seputar masalah PKI dan komunisme menjadi tabu untuk diangkat media massa kecuali versi pemerintah, media juga tidak berani menampilkan nara sumber dari orang-orang eks PKI karena sangat beresiko. Setelah Orde Baru runtuh, hampir tidak ada lagi batasan struktural yang menghalangi kerja pers. Namun fenomena lain yang muncul dalam pers pasca reformasi adalah pers tidak bisa melepaskan diri dari jerat kapitalisme global yang mengutamakan ekspansi dan akumulasi modal. Situasi tersebut tidak sepenuhnya berkorelasi positif dengan proses demokratisasi di Indonesia, karena kepentingan akumulasi modal berpotensi mempengaruhi kualitas kebebasan pers di tanah air. Tekanan pasar dan kepentingan ekspansi serta akumulasi modal bisa mendorong media hanya memuat isu-isu yang memenuhi selera publik dan menghilangkan isu lain yang tidak menguntungkan bagi media. Bagaimana nasib wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam pers pasca Orde Baru? Apakah media massa masih membangun wacana komunisme sebagaimana definisi Orde Baru? terjerat dalam jaring kapitalisme atau sebaliknya berfungsi sebagai ruang publik 6 yang menampung keragaman wacana sehingga mampu memberi titik terang pada bagian sejarah Indonesia yang masih kelam tersebut. 6 Ruang publik didefinisikan sebagai ruang yang di dalamnya warga negara bisa berunding mengenai kepentingan-kepentingan politik mereka dan berupaya menentukan aksi-aksi apa yang dilakukan untuk mencapai kebaikan bersama. Dalam ruang ini setiap individu bisa melibatkan diri dalam diskursus tentang permasalahan bersama untuk mencapai konsensus di antara mereka serta untuk megontrol negara dan pasar. Media massa menempati posisi sentral sebagai pemasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk menentukan sikap. Media massa menjadi wadah pembentukan opini publik secara independen mengenai tema-tema menyangkut kepentingan bersama dibicarakan. Lihat Susan Smith Reilly, Geo Politik, Media, dan Ruang Publik, Jurnal ISKI No.4/Oktober 1999, hal. 104. 6

Ada dua peristiwa yang bisa dipakai untuk melihat wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam media massa pasca reformasi. Moment pertama muncul pada tahun 2000 ketika Presiden Gus Dur mengusulkan pencabutan Tap nomor XXV/MPRS/1966 tentang komunisme. Moment kedua muncul pada tahun 2004 saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa orang-orang eks PKI berhak menjadi calon anggota legislatif dalam pemilu 2009. Penelitian ini mengambil surat kabar Kompas dan Republika sebagai subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan karakteristik serta sirkulasi kapital yang berbeda, Kompas telah eksis saat peristiwa G30S terjadi sedangkan Republika lahir di tengah kekuasaan Orba. Kedua media juga mempunyai kecenderungan ideologis yang berbeda. Meskipun tidak berafiliasi secara langsung dengan partai tertentu, Kompas dekat dengan kelompok Katolik sedang Republika memposisikan diri sebagai surat kabar Islam. Perbedaan tersebut diasumsikan mempengaruhi orientasi pemberitaan kedua media dan akan menghasilkan wacana yang berbeda. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Surat Kabar Kompas dan Republika mewacanakan tentang Partai Komunis Indonesia dalam berita mengenai Usulan Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004? 2. Mengapa Kompas dan Republika dalam berita mengenai Usulan Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah 7

Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004 menghasilkan wacana tertentu tentang Partai Komunis Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Ingin mengetahui wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika berkenaan dengan berita mengenai Usulan Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004 2. Ingin mengetahui mengapa Kompas dan Republika dalam berita mengenai Usulan Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004 menghasilkan wacana tertentu tentang Partai Komunis Indonesia. D. Signifikansi Penelitian 1. Penelitian ini sebagai wujud sumbangan bagi penelitian ilmu komunikasi terutama dalam perspektif kritis dan diharapkan bisa merangsang pihak lain untuk melakukan penelitian sejenis dengan lebih konprehensif. 2. Sebagai kritik terhadap pola pemberitaan media massa, terutama Kompas dan Republika dalam mengangkat isu-isu penting dalam masyarakat. 3. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan penyadaran bagi masyarakat dalam mengkonsumsi berita. Sebagai produk media massa, berita bukan cermin realitas karena penyusunannya melibatkan aspek individu, organisasi dan kondisi sosial politik tertentu sehingga tidak sepenuhnya bersifat obyektif 8

E. Sistematika Penulisan Agar dapat melihat gambaran utuh dari penelitian ini, perlu disampaikan sistematika penulisannya dalam bab-bab secara keseluruhan. BAB I berisi latar belakang pengambilan tema Partai Komunis Indonesia sebagai subyek penelitian, rumusan masalah, tujuan serta signifikansi dari penelitian yang dilakukan. BAB II meninjau beberapa teori tentang media massa dan teori serta perkembangan pers Indonesia yang dianggap relevan dengan penelitian ini. BAB III membahas metode, karakteristik metode dan ruang lingkup penelitian. BAB IV merupakan pembahasan yang didahului dengan kajian mengenai Partai Komunis Indonesia, setelah itu dilakukan analisis teks berita mengenai PKI dan analisis konteks sosial yang mempengaruhi produksi wacana tentang PKI. BAB V menjadi penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi. 9