BAB III LANDASAR TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

BAB III PEMBAHASAN. Perangkat transmisi terdiri dari berbagai macam produk yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB II WIDE AREA NETWORK

Application of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB III TEORI PENDUDUKUNG

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

Frequency Division Multiplexing

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

KISI UJI KOMPETENSI 2014 PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI


Jaringan VSat. Pertemuan X

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

BAB III LANDASAR TEORI

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB II TEORI PENDUDUKUNG

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

Synchronous Optical Networking SONET

Dukungan yang diberikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI BACKHAUL GSM MELAUI SATELIT, TINJAUAN TEORI PORTER S 5 FORCE

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 3 Penjamakan Digital

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT

Jaringan Komputer Multiplexing

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)

MAKALAH KOMUNIKASI DIGITAL

MULTIPLEXING Komunikasi Data. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Lab. Telefoni Gedung D4 Lt. 1

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

MULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM)

Jurnal Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN :

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

BAB II JARINGAN MICROWAVE

Media Transmisi Jaringan

BAB III FUNGSI DAN DASAR KERJA RADIO COMBA

Pengertian Multiplexing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Proses Pengolahan Sinyal untuk Ditransmisikan

MULTIPLEKS VI.1 PENGERTIAN UMUM

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER

Guide Media Unguide Media

Pengiriman Data Serial Tanpa Kabel Menggunakan Transceiver 2.4Ghz

BAB III IMPLEMENTASI JARINGAN VSAT

Modul 3 Teknik Switching dan Multiplexing

Bluetooth. Pertemuan III

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 193 /DIRJEN/2005 T E N T A N G

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011

Wireless N. Certified Mikrotik Training Advance Wireless Class Organized by: Citraweb Nusa Infomedia (Mikrotik Certified Training Partner)

BAB III PERANGKAT 3G RBS 3116

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

SISTEM KOMUNIKASI S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 1 Pendahuluan

BAB III RADIO MICROWAVE

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB IV INSTALASI RADIO UHF

BAB III PERANCANGAN SFN

METODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless.

ANALISIS PERFORMANSI PERANGKAT SIEMENS RADIO ACCESS LOW CAPACITY

BAB II TEORI PENUNJANG

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY

IEEE n. Mariza Azhar, Gotama Edo Priambodo, Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

MODUL 5 MULTIPLEXING

8. Multiplexing dan Multiple-Access

BAB II LANDASAN TEORI

VDSL (Very High bit-rate DSL)

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

ANALISIS PARAMETER BER DAN C/N DENGAN LNB COMBO PADA TEKNOLOGI DVB-S2

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III MEKANISME KERJA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

WIRELESS NETWORK. Pertemuan VI. Pengertian Wireless Network. Klasifikasi Wireless Network

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 8 Jaringan Telefon

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANSI DAN TRAFFIK JARINGAN HFC (HYBRID FIBER COAXIAL) UNTUK LAYANAN TRIPLE PLAY

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

MULTIPLEXING. Jajang Kusnendar/Komdat Halaman 1 3/25/2010

BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

MEDIA TRANSMISI. Materi Ke-5 Sistem Telekomunikasi Politeknik Telkom

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAHAN AJAR MANDIRI RADAR DAN NAVIGASI 2 SKS

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

Analisis Parameter Ber Dan C/N Dengan Lnb Combo Pada Teknologi Dvb-S2

Transkripsi:

BAB III LANDASAR TEORI 3.1 Sistem Transmisi PDH Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah teknologi yang digunakan dalam jaringan telekomunikasi untuk mengangkut data dalam jumlah besar melalui peralatan transportasi digital seperti serat optic dan microwave sistem. Istilah plesiochronus berasal dari plēsiosyunani, yang berarti dekat, dan chronos, waktu, dan mengacu pada kenyataan bahwa jaringan PDH dijalankan dalam keadaan di mana bagian yang berbeda dari jaringan dan kemudian disinkronkan. PDH merupakan sebuah multiplex orde tinggi yang digunkan untuk berbagai macam tipe dari pemultiplex time slot untuk menghasilkan kecepatan transmisi yang lebih tinggi sampai 565 Mbps. PDH tidak dapat mengakses sinyal orde lebih rendah secara langsung. PDH merupakan salah satu bentuk tingkatan multiplexing yang berasal dari beberapa sinyal dengan bit rate rendah menjadi sinyal yang memiliki bit rate yang lebih tinggi. Metode multiplexing yang digunakan PDH adalah bit by bit interleave. 1.2 Bit rate berdasarkan ANSI dan CEPT. Standarisasi bit rate pada PDH Terdapat dua macam hirarki multiplexing yang ada di dunia : 1. Standarisasi multiplexing PDH berdasarkan ANSI dengan bit rate dasar 1,5 Mbps. Standarisasi ini digunakan di Amerika. 2. Standarisasi multiplexing PDH berdasarkan CEPT dengan bit rate dasar 2 Mbps. Standarisasi ini digunakan di Eropa. Indonesia juga menggunakan standarisasi ini. 11

12 Gambar 3.1 PDH Architecture Akibat kebutuhan penyaluran kanal yang semakin besar, maka dilakukan proses multiplexing secara bertingkat (hierarchy). Beberapa tingkat yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak kanal yang akan ditransmisikan. Hierarchy multiplex PDH yaitu : PCM 30/E1/PDH 2M dengan bit rate 2Mbit/s PDH 8M, 4 E1, dengan bit rate 8Mbit/s PDH 34M, 16 E1, dengan bit rate 34Mbit/s PDH 140M, 64 E1, dengan bit rate 140Mbit Dari hierarchy tersebut dapat diketahui bahwa terdapat kerumitan dalam system multiplex jaringan transport PDH. Perangkat tidak dapat langsung memultiplex suatu sinyal dari kecepatan rendah langsung ke kecepatan yang lebih tinggi 2 tingkat diatasnya (dilakukan step by step).

13 Karakteristik PDH : Multiplexing bit per bit Penyelarasan terhadap bit rate dari frame dilakukan dengan cara Positive Justification Struktur frame berbeda pada setiap tahap multiplexing Sinyal input tidak mengalami sinkroniasai Perlu proses demultiplexing di sisi penerima Kelemahan telknologi PDH : Akibat dari struktur PDH yang menggunakan konfigurasi point to point, maka sulit dilakukan proses Add/Drop dan CrossConnect pada jaringan transport PDH System multiplex PDH menggunakan system multiplex bertingkat sehingga tidak simple dan ekonomis Adanya 3 standard yang berbeda yaitu standard CEPT(Eropa), Jepang, dan USA System operasi yang primitif dan berlandaskan manajemen jaringan PSTN. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, technology PDH masih terus digunakan. Hal ini bukan lain karena teknologi PDH lebih fleksible, technology ini merupakan tekhnologi wireless yang bisa diaplikasikan di berbagai kondisi.

14 3.1.1. Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu informasi melalui satu saluran. Istilah ini adalah istilah dalam dunia telekomunikasi. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar & penerima (transceiver), atau kabel optik. Dalam sistem tranmisi, terdapat proses multiplex yaitu penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu pada bagian pengirim (transmitter) atau Tx. Proses ini terbagi menjadi 2 yaitu, proses analaog dan digital. Teknik Multiplexing PDH didasari dengan proses multiplexing pada bit rate 2 Mbps,8 Mbps, 34 Mbps dan 140 Mbps sehingga memerlukan banyak peralatan digital multiplexing berupa Add / Drop Multiplexing dan Cross Connection PDH. Sinyal 2048 kbps atau sering disingkat 2 Mbps merupakan orde terendah dari system multiplex PDH untuk hierarki Eropa. Sinyalini dibentuk dari proses sampling 32 channal suara dan dimultiplex kedalam satu bearer ( digital ), dimana satu timeslot atau satu channel suara bit ratenya 64 kbps, sehingga dengan mudah memperoleh sinyal 2 Mbps atau 32 x 64 kbps. Pada proses multiplexing terdapat slip yang nilainya sangat kecil serta masih dapat ditolerir (misalnya plus/minus 50 bit atau 5 10-5 untuk jaringan/kanal 2,048 atau 1,544 Mbps). Mode operasi seperti ini barangkali memang merupakan suatu implementasi yang paling sederhana karena bersifat menghindari pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan.

15 Gambar 3.2 PDH Multipelxing Perangkat radio microwave yang digunakan BTS dalam 2 kategori yaitu outdoor unit (ODU) dan indoor unit (IDU) dan masing-masing perangkat berbeda fungsinya. Bagaimana alur sinyal informasi yang diterima radio microwave dengan frekuensi 7 Ghz, diawali dari percakapan atau SMS, data dan gambar pelanggan yang diterima BTS dalam bentuk 2 Mbps seterusnya dikirim ke perangkat Multiplexer (IDU) untuk dikumpulkan/digabungkan menjadi baseband. Selanjutnya dikirim ke perangkat Modem (IDU) untuk dirubah menjadi sinyal Intermediate Frequency (IF) sebesar 70/140 Mbps tergantung dari peralatan yang digunakan. Langkah berikutnya dikirim ke perangkat Transmitter (ODU) dimana IF ditranslasi (digabung) menjadi sinyal Radio Freqeuency (RF) 7 Ghz. Pada saat translasi juga dilakukan penguatan daya dan seterusnya dipencarkan oleh antenna. Begitu juga sebaliknya, pada saat menerima sinyal informasi telepon selular dari radio microwave lawan, proses awalnya diterima antena masuk perangkat Transmitter (ODU) dalam bentuk sinyal Radio frequency (RF) 7 Ghz. Sinyal RF ini akan dirubah menjadi sinyal IF 70/140 Mpbs untuk dikirim ke perangkat Modem (IDU), dan sinyal IF dirubah (de modulasi) menjadi base band selanjutnya dikirim ke perangkat Multiplexer (IDU) untuk dipisahkan menjadi 2 Mbps dan dikirim ke link BTS.

16 3.2 Minilink-TN Minilink adalah perangkat PDH keluaran dari salah satu perusahaan vendor Telekomunikasi dunia yaitu Ericsson. Sistem yang diadopsi oleh minilink sepenuhnya menggunakan prinsip dari sistem PDH. Minilink terus berkembang mengikuti perkembangan telekomunikasi. MINI-LINK TN merupakan microwave link radio lengkap dengan kemampuan penanganan PDH, SDH, Ethernet dan ATM di node yang sama, di hop yang sama, menggunakan semua frekuensi yang diperlukan dalam kisaran 6-38 GHz. Scalable edge, repeater dan node agregasi memungkinkan untuk menemukan solusi optimal untuk site apapun, 1-18 modem. Minilink TN merupakan generasi penerus dari versi sebelumnya yaitu Minilink E. System Minilink TN menggabungkan fitur radio microwave dengan traffic routing. Mekanisme terintegrasi ini akan meminimalkan penggunaan kabel, ruang dan juga memningkatkan kualitas karena minim noise. Dengan fitur ini, penggunaan ruang dapat dikurangi hingga 70% dibandingkan dengan produk terdahulunya. Minlink TN memiliki fleksibilitas jauh lebih baik daripada microwave radio lain karena fleksibilitasnya. Minilink TN terintegrasi dengan gelombang mikro dari 2x2 ke 3x3 Mbit/s, dan beropasi pada frekuensi 7-8 GHz, menggunakan skema modulasi C-QPSK dan 16 QAM. Hal ini dapat diproteksi menggunakan konfigurasi 1+0 maupun 1+1. Peningkatan kapasitas telah menjadi faktor utama dalam produk ini. Bahkan 64xE1/128 kapasitas QAM sudah didukung oleh MINI-LINK TN untuk mempertimbangkan kemampuan penanganan traffic capacity dan unit radio baru. Fleksibilitas Transmisi mengambil lompatan kuantum dengan teknologi terbaru yang diperkenalkan. Saat ini versi terbaru dari Minilink yaitu minilink-tn. Minilink-TN merupakan perangkat yang sangat mudah digunakan. Jika perangkat PDH dari vedor Telekomunikasi lain mengharuskan crossconnect E1 fisik saat melakukan troubleshoot, dengan adanya Minilink-TN kita tidak perlu repot-repot melakukan

17 action fisik, karena Minilink-TN support untuk crossconnect via software. Minilink- TN tidak hanya support untuk output E1, karena Minilink-TN saat ini support untuk outpot Ethernet bahkan hingga kecepatan 1 Gbps. Produk dari Minilink TN antara lain adalah sebagai berikut : AMM 20P Pada AMM 20P, module unit yang dapat diintstal sebanyak 18 unit. Selain module unit yang berisi MMU ( main module unit ), LTU dan juga SMU. Selain module unit, masih ada bagian lain dari AMM 20P, yaitu PFU (Power Fan Unit ), dan juga FAU ( Fan Unit ). AMM 20P diasumsikan untuk digunakan pada jaringan transmisi dengan handle traffic kapasitas besar. Karena biasanya satu AMM 20P dengan full configuration memiliki 9 radiolink. Gambar 3.3 AMM 20P

18 AMM 6P Pada AMM 6P, plugin-unit yang dapat diinstall diantaranya adalah 1 buah NPU ( Network Processor Unit ), 5 modul MMU/ MMU dan juga 1 buah PFU. AMM 20P biasanya terinstall pada site dengan jumlah traffic sedang. Gambar 3.4 AMM 6P AMM 2P Pada AMM 2P, plugin-unit yang dapat terinstall adalah 1 unit NPU, 2 unit MMU dan 1 buah PFU. AMM 2P hanya bisa terinstall untuk jaringan dengan traffic rendah. Biasanya terinstall pada end site. Gambar 3.5 AMM 2P

19 3.2.1 Indoor Unit ( IDU ) IDU ( Indoor Unit ) adalah perangkat microwave yang terdapat pada bagian indoor. Perngakt IDU pada Minilink TN meliputi backplane dan juga module unit. Gambar 3.6 Backplane Minilink TN Gambar 3.6 merupakan contoh dari backplane Minilink TN. Perbedaan mendasar dari AMM 20P dan AMM 6P adalah kapasitas slot module unit. Pada AMM 20P support sampai 19 slot module unit sedangkan AMM 6P hanya support 6 slot module unit.

20 Gambar 3.7 Module Unit 3.2.2 Outdoor Unit ( ODU ) ODU merupakan perangkat microwave yang terinstall pada bagian outdoor. Contoh perangkat ODU adalah radio dan antenna. Implementasi ODU akan sangat berkaitan dengan frekuensi. Pemakaian jenis ODU akan disesuaikan dengan kondisi lapangan seperti jarak point-to-point dan kapasitas traffic yang akan dilewatkan. Adapun jenis-jenis ODU Minilink-TN adalah sebagai berikut : Radio 7GHz Radio jenis ini digunakan untuk link dengan jarak loss diatas 10km. Radio ini biasanya digunakan didaerah pedesaan dengan coverage yang cukup jauh. Untuk radio 7Ghz, jenis yang digunakan oleh Ericcsson adalah RAU 1 N, dengan range Tx frequency 7426 7484. Radio 15 Ghz Radio 15 Ghz digunakan pada jaringan dengan jarak antar antenna 3 5 km.

21 Radio 15 GHz Tabel 3.1. Radio 15 GHz Type Tx ( MHz ) RAU 15/13 14709,25-14823 RAU 15/16 15024-15138 Radio 18 GHz Radio 18 GHz dignunakan didaerah perkotaan dengan traffic cukup tinggi namun hanya memiliki coverage 500m 2km. Tabel 3.2. Radio 18 GHz Type Tx ( MHz ) RAU 1 18/11 17706.5-18009.5 RAU 1 18/15 18716.5-19019.5 Radio 23 GHz Tabel 3.3. Radio 23GHz Type ( MHz ) RAU 23/56 22002.75-22513.75 RAU2 L 23/76 22002.75-22288 RAU2 N 23/76 22002.75-22288 RAU2 M 23/77 22288-22590.75 RAU2 M 23/79 23296-23598.75

22 Radio 26 GHz Tabel 3.4. Radio 26 GHz Type Tx ( MHz ) RAU 26/24 24995.25-25445 RAU 26/29 26003.25-26453 Radio 38 GHz Tabel 3.5. Radio 38 GHz Type Tx ( MHz ) RAU 38/12 37338-37619.75 RAU 38/16 38598-38879.75