PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1953 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI KALIMANTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. perlu mengadakan peraturan mengenai Dinas Pencahari dan Pemberi Pertolongan, kepentingan :

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2001 TENTA NG RETRIBUSI PEMAKAIAN PASAR HEWAN DAN PEMERIKSAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 3 Tahun 1985 Seri B No. 2 Pada tanggal 21 Januari 1985 S A L I N A N

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

Nomor 162 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2009 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 162 TAHUN 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 9/1956, PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPISI SUMATERA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAII TINGICAT H SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN : 1999 SERI : B NO : 7

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

Undang Undang No. 9 Tahun 1960 Tentang : Pokok Pokok Kesehatan

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 17 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 18 Tahun 1998 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 102 TAHUN 2001 SERI D.99 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 6 Tahun 1996 T E N T A N G PAJAK POTONG HEWAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DAN LALU LINTAS TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : Tahun Seri no.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

BUPATI GIANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN MENGENAI BANK RAKYAT INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH OTONOM PROPISI KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN DAN KALIMANTAN TIMUR *)

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1951 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN KEPADA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 dari Undangundang No. 3 tahun 1950 juncto Undang-undang No. 19 tahun 1950, perlu segera diserahkan beberapa urusan Pemerintah Pusat mengenai kehewanan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengingat: Undang-undang No. 22 tahun 1948 Republik Indonesia (Yogyakarta) dan pasal 98 dan 131 dari Undang-undang Dasar Sementara. Mengingat lagi: Keputusan-keputusan Dewan Menteri dalam rapat ke 38 dan 45 masing-masing pada tanggal 8 Pebruari 1951 dan 10 Maret 1951. MEMUTUSKAN: Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN KEPADA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. BAB I Tentang hal usaha memajukan peternakan Pasal 1 (1) Daerah Istimewa diserahi urusan memajukan peternakan, termasuk juga ternak jenis unggas, dalam daerahnya, terkecuali hal-hal yang tersebut dalam ayat (2). (2) Tidak termasuk dalam kewajiban yang diserahkan kepada Daerah Istimewa ialah urusan-urusan yang tersebut di bawah ini: a. usaha memasukkan bibit ternak dari luar Daerah Istimewa; b. usaha memperternakkan atau menyediakan bibit ternak untuk dibagi-bagikan dalam lingkungan di luar Daerah Istimewa yang bersangkutan; 1 / 12

c. mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan lain dalam urusan peternakan, termasuk juga ternak jenis unggas, yang mempengaruhi lingkungan yang lebih luas dari Daerah Istimewa yang bersangkutan. (3) Yang dimaksud dengan bibit ternak dalam ayat (2) di atas tidak termasuk ternak jenis unggas. Pasal 2 (1) Daerah Istimewa berusaha, supaya daerah-daerah otonom bawahan yang berada dalam lingkungan daerahnya turut membantu usaha-usaha Daerah Istimewa dalam memajukan urusan peternakan, termasuk juga ternak jenis unggas. (2) Daerah Istimewa mengatur cara memberikan pimpinan oleh pegawai-pegawai ahli Daerah Istimewa kepada pegawai-pegawai ahli dari daerah-daerah yang tersebut dalam ayat (1). (3) Untuk pimpinan yang tersebut dalam ayat (2), Daerah Istimewa tidak mendapat pengganti kerugian dari daerah-daerah otonom bawahan yang bersangkutan. BAB II Tentang hal urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu Pasal 3 Daerah Istimewa diserahi menyelenggarakan urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu dalam daerahnya. Pasal 4 Daerah Istimewa menjalankan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban dari daerah-daerah otonom bawahan, yang berada dalam lingkungan daerahnya, dalam hal urusan penjagaan kesehatan ternak dan lainlain hal yang bersangkutan dengan itu, yang diserahkan kepada daerah-daerah otonom bawahan yang bersangkutan. Pasal 5 Untuk kepentingan daerah-daerah otonom bawahan yang berada dalam lingkungan daerahnya, yang tidak atau belum mempunyai pegawai-pegawai ahli, Daerah Istimewa mengatur cara pegawai-pegawai ahli Daerah Istimewa memberikan bantuan kepada daerah-daerah otonom bawahan yang bersangkutan dalam melaksanakan urusan kesehatan ternak dalam daerah masing-masing serta mengatur pembayaran yang diberikan kepada masing-masing tenaga ahli yang melakukan pekerjaan yang diserahkan itu. Pasal 6 Daerah Istimewa mengadakan peraturan-peraturan tentang pemeriksaan hewan-hewan pengangkutan, tentang usaha-usaha memperlindungi dan mencegah serta mengawasi penganiayaan-penganiayaan hewan yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat. BAB III 2 / 12

Tentang hal pencegahan dan pembanterasan penyakit hewan menular dan penyakit hewan lain. Pasal 7 Usaha mencegah penyakit-penyakit hewan menular, penjagaan menjalarnya penyakit-penyakit itu sewaktu mengadakan pengangkutan hewan melalui laut ke dalam Negeri, atau bahan-bahan yang berasal dari hewan, demikian pula segala macam rumput dan rumput kering untuk makanan hewan, usaha mencegah penyakit ternak jenis unggas yang menular dan penyakit anjing gila pada anjing, kucing dan kera, adalah semata-mata kewajiban Pemerintah Pusat. Pasal 8 (1) Selama Pemerintah Pusat belum mengadakan peraturan-peraturan pembanterasan, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa berusaha mengadakan peraturan-peraturan dan usaha-usaha tentang: a. pembanterasan penyakit hewan dan ternak jenis unggas yang menular, penyakit anjing gila pada anjing, kucing dan kera; b. pembanterasan penyakit hewan dan ternak jenis unggas lainnya. (2) Peraturan-peraturan dan usaha-usaha yang dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh dijalankan, sebelum mendapat persetujuan dari Menteri Pertanian. (3) Dewan Pemerintah Daerah Istimewa menjalankan dan memerintahkan supaya dijalankan segala petunjuk-petunjuk tehnis yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian tentang usaha-usaha tersebut dalam ayat (1) di atas. Pasal 9 Dewan Pemerintah Daerah Istimewa memesan obat-obatan, alat-alat diagnotika, sera dan paksen untuk keperluan kesehatan hewan dari persediaan Negara dengan perantaraan Menteri Pertanian. Pasal 10 Dewan Pemerintah Daerah Istimewa berusaha supaya daerah-daerah otonom bawahan yang berada dalam lingkungan daerahnya turut menyelenggarakan usaha-usaha dalam urusan pencegahan dan pembanterasan penyakit hewan. Pasal 11 (1) Jikalau dalam suatu Daerah Istimewa berjangkit penyakit hewan menular dengan hebat, maka Menteri Pertanian dengan memperhatikan pendapat Dewan Pemerintah Daerah Istimewa, berhak menarik untuk sementara waktu pegawai-pegawai ahli dari Daerah Istimewa itu guna membantu daerah yang terancam. (2) Biaya untuk tindakan-tindakan yang tersebut dalam ayat (1) ditanggung oleh Menteri Pertanian, dengan tidak mengurangi haknya untuk meminta kembali biaya itu dari daerah yang menggunakan bantuan tersebut. BAB IV Tentang hal penyerahan urusan-urusan lain dari kehewanan kepada Daerah Istimewa 3 / 12

Pasal 12 Mengingat keadaan dan setelah berunding dengan Menteri Dalam Negeri, maka urusan-urusan lain dalam lapangan kehewanan, dengan Peraturan Menteri Pertanian berangsur-angsur diserahkan kepada Pemerintah Daerah Istimewa. BAB V Tentang hal penyerahan urusan-urusan kehewanan kepada daerah-daerah otonom bawahan Pasal 13 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa, dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Pertanian dan setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat daerah otonom bawahan yang bersangkutan, lebih lanjut menyerahkan kepada daerah-daerah otonom bawahan tersebut urusan-urusan yang termasuk dalam pasal I ayat (1) dan pasal 3, beserta segala sesuatu yang bersangkutan dengan urusan-urusan itu. (2) Peraturan-peraturan Daerah Istimewa yang melaksanakan penyerahan urusan-urusan yang tersebut dalam ayat (1) tidak berlaku sebelum mendapat persetujuan dari Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri. (3) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa mengadakan koordinasi dan pengawasan terhadap daerahdaerah otonom bawahan dalam menyelenggarakan urusan-urusan yang diserahkan kepadanya menurut ayat (1). Pasal 14 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa, setelah mendengar pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakyat daerah otonom bawahan yang bersangkutan dan setelah disetujui oleh Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri, dapat menyerahkan kepada pemerintahan-pemerintahan daerah otonom bawahan tersebut sebagian dari hal-hal mengenai urusan kehewanan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah Istimewa. BAB VI Tentang hal bentuk dan susunan Jawatan Kehewanan Daerah Istimewa. Pasal 15 Dalam membentuk dan menyusun Jawatan Kehewanan Daerah Istimewa, Daerah Istimewa memperhatikan petunjuk-petunjuk dari Menteri Pertanian. BAB VII Tentang hal Pendidikan Pegawai-pegawai Ahli Pasal 16 4 / 12

Daerah Istimewa, yang dalam Jawatan Kehewanannya mempunyai Dokter Hewan, dengan persetujuan Menteri Pertanian boleh mengadakan pendidikan pegawai-pegawai ahli, yakni Mantri-mantri Hewan dan Juru-juru Pemeriksa hewan, daging dan susu (kirmester). BAB VIII Tentang hal rapat-rapat dengan Menteri Pertanian Pasal 17 (1) Dewan Pemerintah Daerah Istimewa mengusahakan, supaya Kepala Jawatan Kehewanan Daerah Istimewa memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri Pertanian untuk mengadakan pembicaraanpembicaraan bersama tentang urusan-urusan tehnis dalam lapangan kehewanan. (2) Biaya untuk memenuhi panggilan-panggilan itu ditanggung oleh Menteri Pertanian. BAB IX Tentang hal bantuan dalam penyelidikan Pasal 18 (1) Dewan Pemerintah Daerah Istimewa memberikan bantuannya yang diminta oleh Menteri Pertanian guna penyelidikan tentang keadaan hewan dan sebab-sebab yang mempengaruhi keadaan itu. (2) Biaya untuk usaha Istimewa yang diperlukan untuk itu ditanggung oleh Menteri Pertanian. BAB X Tentang hal bangun-bangunan, tanah-tanah, alat-alat dan hutang piutang Pasal 19 (1) Kepada Daerah Istimewa diserahkan untuk diurus dan dipelihara segala bangun-bangunan dan tanahtanah guna menyelenggarakan kewajiban Daerah Istimewa dalam urusan kehewanan. (2) Kepada Daerah Istimewa diserahkan untuk menjadi miliknya segala alat-alat dan perkakas-perkakas yang dipakai guna kepentingan urusan yang tersebut dalam ayat (1). (3) Hutang piutang yang bersangkutan dengan urusan-urusan kehewanan yang diserahkan, yang ada pada waktu penyerahan ini, menjadi urusan Daerah Istimewa. BAB XI Tentang hal Pegawai Pasal 20 (1) Untuk menyelenggarakan kewajiban Daerah Istimewa dalam urusan kehewanan, dengan ketetapan Menteri Pertanian, kepada Daerah Istimewa: 5 / 12

a. diserahkan pegawai-pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai-pegawai Daerah Istimewa; b. diperbantukan pegawai-pegawai Negara untuk dipekerjakan pada Daerah Istimewa. (2) Pemindahan pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah Istimewa ke lain Propinsi diatur oleh Menteri Pertanian, sesudah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Istimewa. (3) Pemindahan pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah Istimewa dalam lingkungan Daerah Istimewa, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah Istimewa dengan memberitahukan kepada Menteri Pertanian. BAB XII Tentang hal Keuangan Pasal 21 Untuk penyelenggaraan urusan kehewanan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tahun dinas 1951 diserahkan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta uang sejumlah yang akan ditetapkan dalam Ketetapan Menteri Pertanian. BAB XIII Penutup Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini dinamakan: "Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta". Pasal 23 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 27 Juni 1951 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEKARNO MENTERI DALAM NEGERI, Ttd. 6 / 12

Mr. ISKAQ TJOKROHADISURJO MENTERI PERTANIAN, Ttd. Ir. SOEWARTO Diundangkan Pada Tanggal 23 Juli 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i., Ttd. M.A. PELLAUPESSY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1951 7 / 12

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1951 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN KEPADA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENJELASAN UMUM 1. Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penyerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta, penyerahan mana dalam azasnya dan dalam garis-garis besarnya telah ditentukan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dari Undang-undang No. 3 tahun 1950 Juncto No. 19 tahun 1950. 2. Dalam melakukan penyerahan urusan kehewanan yang dimaksud itu, maka urusan Daerah-Istimewa dibagi atas: a. urusan kehewanan yang termasuk urusan rumah tangga Daerah istimewa sendiri (otonomi); b. urusan kehewanan yang karena sifatnya menjadi urusan Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian), akan tetapi hanya cara pelaksanaannya diserahkan kepada Daerah Istimewa (medebewind); dan c. urusan dalam hal kehewanan yang semata-mata bersifat pertolongan terhadap usaha-usaha dari Pemerintah Pusat, yang tiada mengakibatkan suatu penyerahan tanggung jawab. 3. Untuk dapat membeda-bedakan dasar sifat urusan-urusan yang dimaksud di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini digunakan perkataan-perkataan, masing-masing: a. "Daerah Istimewa" (lihat pasal-pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 15, dan 16); b. "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah istimewa" atau "Dewan Pemerintah Daerah Istimewa", satu dan lain sesuai dengan ketentuan dalam pasal 24 Undang-undang No. 22 tahun 1948 (lihat pasal-pasal 8 ayat (1) dan (3), 10, 11, 13, 14 dan 20 ayat (3)); c. "Dewan Pemerintah Daerah istimewa" (lihat pasal-pasal 9, 17, dan 18). 4. Penyerahan urusan kehewanan yang dilakukan dengan Peraturan Pemerintah ini, disesuaikan pada keadaan sekarang, berhubung dengan kesukaran-kesukaran mengenai soal pegawai penempatan tenaga-tenaga ahli tenaga-tenaga tekhnik dan sebagainya. Hal inilah berarti, bahwa mengingat keadaan urusan-urusan kehewanan yang masih belum diserahkan menurut Peraturan ini, berangsur-angsur akan diserahkan kepada Daerah Istimewa. Penyerahan ini dilaksanakan dengan keputusan Menteri Pertanian sesudah tentang soal-soal yang akan diserahkan itu diadakan perundingan-perundingan dengan Menteri Dalam Negeri (Pasal 12 Peraturan Pemerintah). 5. Selanjutnya diterangkan disini, bahwa segala urusan-urusan kehewanan yang sebenarnya harus diselenggarakan oleh daerah-daerah otonom di bawah tingkat Daerah Istimewa dengan Peraturan Pemerintah sementara turut diserahkan kepada Daerah Istimewa, dengan maksud supaya Daerah Istimewa lebih lanjut menyerahkan urusan-urusan itu kepada daerah-daerah otonom yang berkepentingan. Untuk menjaga agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa yang dikuasakan untuk melaksanakan kewajiban tersebut betul-betul menjalankannya, maka dalam penyerahan lanjutan itu, Dewan Perwakilan rakyat Daerah Istimewa memperhatikan petunjuk-petunjuk dari Menteri Pertanian dan setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakyat Daerah bawahan yang bersangkutan, 8 / 12

sedang peraturan-peraturan Daerah Istimewa yang mengatur penyerahan lebih lanjut itu baru dapat dijalankan jikalau sudah mendapat persetujuan dari Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri. 6. Lain daripada yang disebut dalam penjelasan sub 5 di atas Peraturan Pemerintah ini memberi kesempatan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa untuk menyerahkan sebagian dari halhal yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah Istimewa sendiri kepada Daerah-daerah Otonom bawahan (pasal 14). PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Menurut peraturan dahulu yang ditetapkan dalam "Reglemen op de Veeart senijkundige Overheidsbemoeienis en de Veeartsenijkundige politie in Nederlandsch Indie" dimuat dalam Staatsblad tahun 1912 No. 432, reglement mana sejak beberapa kali telah diubah dan ditambah, a.l. menurut Staatsblad tahun 1936 Nos. 205, 715 dan Staatsblad tahun 1938 No. 371, usaha memajukan peternakan meliputi usaha yang bersifat umum dan usaha yang bersifat kedaerahan. Usaha memajukan peternakan yang bersifat umum itu adalah tugas kewajiban Pemerintah Pusat. Menurut pasal 1 Daerah Istimewa diserahi urusan memajukan peternakan yang bersifat kedaerahan dalam lingkungan daerahnya, asal saja tidak mengenai urusan-urusan Pemerintah Pusat yaitu urusan-urusan yang dimaksudkan dalam sub a, b dan c dalam ayat (2) pasal 1. Menurut ketentuan dalam pasal ini maka Daerah Istimewa berhak untuk mengadakan aturan-aturan Daerah Istimewa tentang hal-hal pemeliharaan ternak, pengembirian hewan-hewan ternak dan tentang hal mengadakan pemeriksaan dan larangan-larangan pemotongan (penyembelihan) hewan ternak jantan dengan maksud untuk memperbaiki keadaan ternak dalam daerah Istimewa serta mengadakan peraturan Daerah istimewa untuk mengadakan cacah jiwa banyaknya hewan ternak seperti : sapi, lembu, kerbau, kuda, kambing (geiten en schapen) dsbnya. Untuk memajukan hewan ternak dalam daerahnya, Daerah Istimewa dapat berusaha mendirikan pasar-pasar hewan untuk umum dan memungut biaya penjualan hewan (retributie pasar hewan) dalam pasar tersebut. Pasal 2 Menurut ketentuan ini daerah-daerah otonom bawahan dalam lingkungan daerah Istimewa diharuskan turut membantu usaha-usaha Daerah Istimewa dalam urusan memajukan peternakan dalam daerahnya. Pasal 3 Urusan-urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu meliputi urusan-urusan yang bersifat umum dan urusan-urusan yang bersifat kedaerahan. Urusan tentang kesehatan peternakan yang bersifat umum adalah kewajiban Pemerintah Pusat. Dalam pasal-pasal 3 dan 4 dari Bab II ini, yang dimaksud dengan "urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu" tidak lain ialah urusan kesehatan peternakan yang bersifat kedaerahan, atau dengan perkataan Belanda lazim disebut "de plaatselijke zorg voor de veterinaire hygiene". Urusan ini seluruhnya diserahkan kepada Daerah Istimewa. Urusan tersebut mengenai hal pengaturan pemotongan hewan (slachterijen, pemotongan hewan untuk umum), hal-hal lain yang bersangkutan dengan pemotongan hewan itu, seperti menyimpan daging, pemeriksaan hewanhewan yang akan dipotong (levende keuring slachtvee), pemeriksaan daging (keuring van vleesch), penetapan tentang biaya-biaya pemeriksaan dan biaya-biaya pemotong (retributies untuk pemeriksaan dan pemotongan). Daerah Istimewa berhak pula mengadakan aturan-aturan Daerah Istimewa tentang hal peridzinan mendirikan 9 / 12

dan mengusahakan perusahaan-perusahaan kandang atau pemeliharaan babi-babi, perusahaan-perusahaan susu, aturan-aturan tentang pemeriksaan susu, pengangkutan dan penjualan susu dan hasil-hasil dari bahan susu, aturan-aturan tentang cara-caranya mengusahakan kandang-kandang sapi pemerasan, mengadakan peraturan-peraturan Daerah Istimewa tentang perusahaan-perusahaan dogkar, cikar dan pemeliharaannya kuda-kuda dan hewan-hewan tarikan yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut. Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Pasal 6 Jika Daerah Istimewa mengadakan aturan-aturan untuk melindungi hewan, maka disamping ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam Undang-undang lalu lintas tentang hal hewan tarikan untuk dogkar, cikar dan sebagainya yang berkenaan dengan ukuran-ukuran dan muatan-muatan dari kendaraan-kendaraan tersebut tadi, satu sama lain tidaklah boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan yang bertingkat lebih tinggi. Pasal 7 Umumnya Pemerintah Pusat mempunyai tugas kewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki keadaan umum dari pada ternak (zorg algemene gezondheidstoestand veestapel) dan ternak jenis unggas. Urusan ini mengenai usaha-usaha mencegah dan usaha-usaha memberantas penyakit-penyakit hewan menular dan penyakit ternak jenis unggas yang menular serta usaha-usaha mencegah dan memberantas penyakit anjing gila pada anjing, kucing dan kera. Pencegahan mengenai umpama mengadakan aturan tentang pemasukan ternak dari luar negeri atau tentang pengangkutan ternak atau barang-barang berasal dari hewan dan segala macam rumput dan rumput kering untuk makanan hewan melalui darat, udara atau laut diseluruh daerah Negara Indonesia. Dalam peraturan-peraturan tersebut di atas bisa juga D.P.D. Istimewa diberi kekuasaan untuk menunjuk tempattempat memasukkan atau mendaratkan hewan ternak yang berasal dari luar daerah Istimewa, atau tempattempat dimana hewan ternak boleh dikeluarkan dari daerahnya. Penyelenggaraan Peraturan-peraturan Pemerintah Pusat mengenai hal tersebut di atas ini sebanyak-banyaknya akan diserahkan in medebewind kepada Daerah Istimewa dan daerah-daerah otonom bawahan dalam lingkungannya. Pasal 8 Ketentuan dalam pasal 8 ini memberi kekuasaan kepada Daerah Istimewa untuk mengadakan peraturan Daerah Istimewa mengenai hal pembanterasan penyakit hewan menular dan penyakit anjing gila dalam lingkungan daerahnya, jika oleh Pemerintah Pusat peraturan-peraturan serupa itu belum diadakan. Menurut ketentuan dalam ayat (2) pasal tersebut, peraturan-peraturan Daerah Istimewa baru boleh dijalankan, jika sudah mendapat persetujuan dari Menteri Pertanian, ini untuk menjaga jangan sampai aturan-aturan Daerah Istimewa tentang hal itu berlainan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh daerah-daerah setingkat Propinsi lain. Daerah Istimewa harus memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian tentang hal itu. 10 / 12

Cukup jelas. Pasal 9 Cukup Jelas. Pasal 10 Pasal 11 Pasal 11 dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada Menteri Pertanian mengerjakan sementara seorang pegawai dari sesuatu Propinsi (Daerah Istimewa) ke Propinsi yang terserang penyakit hewan menular dengan hebat dan yang tidak mempunyai cukup tenaga untuk berusaha membanteras penyakit tersebut dengan sebaik-baiknya. Biaya untuk tindakan-tindakan tersebut sementara ditanggung oleh Menteri Pertanian, dengan tidak mengurangi haknya untuk meminta kembali biaya itu dari Daerah Istimewa atau Propinsi yang menggunakan bantuan itu. Dipersilahkan melihat Penjelasan umum, ayat (4). Pasal 12 Pasal 13 Dipersilahkan melihat Penjelasan Umum, ayat 5 dan 6. Pasal 14 Dipersilahkan melihat Penjelasan Umum, ayat 5 dan 6. Pasal 15 Dalam membentuk dan menyusun Jawatan kehewanan Daerah Istimewa, maka daerah Istimewa sendiri pada azasnya dapat menyelenggarakan urusan ini. Walaupun demikian, perlu dikemukakan disini, bahwa pada masa sekarang, hal penyusunan Jawatan i.c. pengangkatan pegawai-pegawai baru masih merupakan salah satu-satunya soal yang meminta penuh perhatian yang khusus dari Pemerintah Pusat. Untuk memecah soal ini, seperti dimaklumi, telah dicari jalan bagaimana dapat mengadakan cara-cara pengangkatan pegawai yang rasionil dan efficient. Supaya Daerah Istimewa untuk kepentingan umum dapat melaraskan penyusunan Jawatannya terhadap aturan-aturan dari Pemerintah Pusat, maka penyusunan itu diikat oleh petunjuk-petunjuk Menteri Pertanian, umpamanya tentang hal formasi dsb. Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 20 11 / 12

Pasal 21 Anggaran belanja Pemerintah Pusat untuk tahun dinas 1951 pada waktu sekarang belum ditetapkan. Maka dari itu belanja mengenai hal urusan kehewanan bagi Daerah Istimewa pun belum dapat ditentukan. Akan tetapi supaya Daerah Istimewa dapat membelanjai urusan kehewanan yang diserahkan itu, maka jumlah uang untuk tahun dinas ini selekas-lekasnya akan ditentukan oleh Menteri Pertanian. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128 12 / 12