BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Maka tidak diragukan lagi bahwa pengalaman-pengalaman pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

Tri Windha Isnandar F

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

PENGARUH PENDEKATAN TIDWELL DAN BACHUS DALAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP AGRESIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII PAGI SMPN 9 TAMBUN

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut (Hurlock, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat di berbagai sektor kehidupan termasuk informasi dan arus komunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan didalamnya. Dampak positif tersebut terlihat pada tumbuhnya rasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia saling bekerja sama dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong termasuk dalam bentuk perilaku prososial. Perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat terjadi pada siapa saja mulai dari anak-anak, remaja, sampai pada orang dewasa. Perilaku prososial dapat terjadi pada individu sebagai makhluk sosial dan bagian dari suatu masyarakat. Setiap individu berhak dan berkewajiban menolong sesama manusia termasuk juga remaja sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat remaja dituntut untuk dapat memperlihatkan peran dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Menurut (Hurlock, 1996) secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua. Sebuah fase yang terjadi antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum, perkembangan kognitif, keadaan emosi, kemandirian, dan sosial. Dengan kata lain, pada masa ini remaja mengalami perubahan dari aspek fisik dan aspek psikis. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya 1

pada perilaku, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Berkaitan dengan hal tersebut tugas perkembangan remaja antara lain mampu mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk berperan sebagai anggota masyarakat serta mampu mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki masa dewasa. Hal ini juga berkaitan dengan munculnya minat pada remaja. Salah satu minat yang biasanya muncul pada masa remaja adalah minat sosial yaitu untuk menolong orang lain. (Hurlock, 1996). Adapun aktivitas remaja yang memperlihatkan minat sosial diantaranya menjadi relawan bencana alam, menjadi pendonor darah, dan membantu tetangga yang terkena musibah. Namun, di sisi lain masa remaja merupakan masa yang bermasalah terkait dengan kemampuan tanggung jawab remaja sebagai individu yang cenderung mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua. Hal ini terlihat dari kenyataan di lapangan bahwa remaja saat ini seringkali terlibat aksi-aksi kriminal yang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Dengan kata lain perilaku remaja yang tampak pada akhir-akhir ini bertolak belakang dengan perilaku prososial. Bagi para remaja, perilaku prososial sering disalahartikan dengan mengikuti ajakan serta tekanan dalam kelompok teman sebaya yang menyimpang. Misalnya agar dianggap bersahabat, remaja mau merokok, tawuran, membolos, ataupun memalak temannya, bahkan mengkonsumsi narkoba. Di Padang misalnya, seorang remaja 16 tahun hampir tewas setelah menjadi korban aksi tawuran antar pelajar yang bersenjata tajam (Joewono, 2

2010). Di Cipayung Jakarta Timur, seorang remaja SMP (14 tahun) tewas setelah dibacok oleh remaja dari sekolah lain di mana ke dua sekolah tersebut seringkali terlibat aksi tawuran. Selain itu, remaja saat ini terlihat lebih memilih aktivitas yang berorientasi pada diri sendiri, seperti menonton bioskop, menonton acara konser musik, main game on line, dll. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa remaja cenderung melakukan perilaku antisosial yang mengarah pada tindakan kriminal. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan apalagi bagi kalangan remaja yang menjadi generasi penerus bangsa. Jadi perilaku prososial memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator dari perilaku prososial seperti empati, suka bekerja sama, membantu orang lain, dan tidak memaksakan kehendak pada orang lain. Fenomena remaja yang berperilaku antisosial juga terjadi di SMP Negeri 1 Suruh. Menurut penuturan Guru Kesiswaan dan Guru Pembimbing yang dikonfirmasi pada tanggal 9 Oktober 2012 mengemukakan bahwa sebagian besar siswa dari jumlah keseluruhan siswa di SMP Negeri 1 Suruh seringkali berperilaku indisipliner dan mengarah pada perilaku antisosial. Adapun perilaku antisosial yang sering terjadi di SMP Negeri 1 Suruh adalah mulai dari merokok di sekitar lingkungan sekolah, membolos, mengganggu sesama teman, dan suka membuat gaduh di dalam kelas. Perilaku antisosial yang terjadi di SMP Negeri 1 Suruh terjadi pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Oleh karena itulah penulis memilih SMP Negeri 1 Suruh sebagai tempat penelitian, dengan alasan bahwa SMP Negeri 1 Suruh sebagai sekolah yang cukup favorit di kecamatan Suruh, seharusnya para siswanya memiliki 3

perilaku prososial yang baik, seperti berbagi kepada sesama teman, bersedia bekerjasama dengan teman-temannya, suka menyumbang, suka menolong, bersikap jujur, dan bersikap dermawan. Tetapi pada kenyataannya justru para siswa cenderung berperilaku antisosial dan cenderung menyimpang dari perilaku prososial seperti mementingkan kepentingannya sendiri, kurang peduli dengan penderitaan teman, merokok, membolos, maupun memalak teman supaya dianggap bersahabat oleh temannya. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang penulis lakukan pada tanggal 11 Oktober 2012 di SMP Negeri 1 Suruh, perilaku penyimpangan perilaku prososial banyak dilakukan pada siswa kelas VIII D. Penyimpangan perilaku prososial pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013 terjadi baik di kelas maupun di luar kelas. Penyimpangan perilaku prososial tersebut dibuktikan dengan banyaknya siswa yang sering membuat keributan di kelas, mengganggu teman yang sedang belajar, mengajak teman untuk membolos, mengejek teman yang mengakibatkan perkelahian, tidak mendengarkan penjelasan dari guru, tidak peduli terhadap kesulitan temannya, kurang empati terhadap teman, kurang bersikap dermawan, dan sebagainya. Untuk memperoleh data awal mengenai perilaku prososial siswa, penulis membagikan skala sikap prososial kepada 35 siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh, yang hasilnya sebagai berikut: 4

Tabel 1.1 Hasil Penyebaran Skala Sikap Perilaku Prososial pada 35 Siswa di Kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013 Inteval Kategori Frekuensi % 105-125 Sangat Tinggi 2 5,8 % 85-104 Tinggi 3 8,6 % 65-84 Sedang 10 28,6 % 45-64 Rendah 13 37 % 25-44 Sangat Rendah 7 20 % Jumlah Siswa 35 100 % Dari tabel 1 (kategori perilaku prososial) di atas menunjukkan bahwa ada 20 % siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013 yang memiliki perilaku prososial masuk dalam kategori sangat rendah, dan 37 % siswa masuk dalam kategori perilaku prososial rendah. Untuk itu para siswa yang masuk dalam kategori perilaku prososial rendah dan sangat rendah memerlukan pertolongan. Sehingga hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Suruh. Melalui teknik permainan peneliti berharap dapat meningkatkan perilaku prososial siswa di sekolah, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Guru Pembimbing telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Seperti memanggil siswa dan memberikan pengarahan kepada siswa, bahkan sampai memanggil orang tua. Namun usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Guru Pembimbing nampaknya kurang berhasil karena siswa masih sering menampakkan perilaku prososial yang rendah. Siswa kelas VIII adalah siswa yang memasuki usia remaja awal, di mana pada tahap perkembangan remaja awal para siswa masih suka melakukan permainan karena memasuki usia peralihan dari anak-anak menuju masa 5

remaja. Melalui permainan inilah siswa dapat belajar untuk menyadari bahwa siswa hidup dalam lingkungan sosial dengan teman-temannya yang berbeda satu sama lain. Sehingga penulis berharap dengan permainan tersebut siswa akan memetik berbagai pengalaman seperti empati, menolong, dan berbuat dermawan yang nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Permainan itu bersifat sosial, melibatkan proses belajar, mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri dan kontrol emosional maupun adopsi peran-peran pemimpin dengan pengikut yang kesemuannya merupakan komponen penting dari sosialisasi (Serok & Blum, 1993; Rusmana 2009). Permainan memberi kesempatan untuk mengekspresikan agresi dalam caracara yang dapat diterima secara sosial. Melalui permainan yang melibatkan kehadiran orang lain, maka secara tidak langsung sosialisasi, dan kerja sama siswa akan terbentuk sehingga perilaku prososial siswa akan meningkat. Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putu Agus Semara Putra Giri (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Permainan Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa di Kelas X D SMA Laboratorium UPI Bandung Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil uji-t = 5,288 dengan derajat kebebasan 60, dengan p-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 maka penelitian ini memperlihatkan hasil skor rata-rata kelompok eksperimen yang mengikuti bimbingan kelompok melalui teknik permainan lebih baik dibandingkan dengan skor rata-rata kelompok kontrol yang tidak mengikuti bimbingan kelompok melalui teknik permainan. T = 6,058 dengan derajat kebebasan 46,560 dan p-value (2-tailed) = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05, maka kesimpulan yang diperoleh adalah layanan 6

bimbingan kelompok melalui teknik permainan lebih efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Reza Pandansari (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Bimbingan Kelompok Dalam Upaya Mengembangkan Sikap Prososial Pada Siswa Kelas X SMA Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Data yang diperoleh dari skala sikap prososial selanjutnya dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 siswa kelas X SMA Teuku Umar Semarang yang sebelumnya memiliki sikap prososial rendah dengan rata-rata skor 184,8. Setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok terdapat 18 siswa (90%) memiliki sikap prososial yang tinggi dan 2 siswa (10%) dalam kategori sedang. Rata-rata skor sikap prososial mencapai 313,8 dalam kategori tinggi. Hasil uji Wilcoxon diperoleh Z hitung = -3,920 kurang dari Ztabel (-1,96) atau berada pada daerah penolakan Ho yang berarti layanan bimbingan kelompok efektif dalam mengembangkan sikap prososial siswa. Penelitian lain juga dilakukan oleh Cipto Suwarno (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Keefektifan Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Menumbuhkan Sikap Prososial Bagi Siswa Kelas VIII SMP N I Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun Ajaran 2005/2006. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon dari perhitungan diperoleh diskripsi sikap prososial siswa sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,26. Sedangkan diskripsi sikap prososial siswa setelah mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,80. Untuk mengetahui keefektifan layanan bimbingan kelompok 7

dalam menumbuhkan sikap prososial bagi siswa dilakukan uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai hitung Z sebesar 4,372, setelah dikonsultasikan dengan nilai tabel Z pada taraf signifikansi 5% dan N= 25 didapat tabel Z sebesar 1,96. dengan demikian nilai hitung Z = 4,372 > tabel Z = 1,96. Harga ini menyimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif dalam menumbuhkan sikap prososial bagi siswa kelas VIII SMP N I Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun Ajaran 2005/2006. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa layanan bimbingan kelompok efektif dalam menumbuhkan sikap prososial bagi siswa kelas VIII SMP N I Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun Ajaran 2005/2006. Sehubungan dengan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Penggunaan Teknik Permainan Dalam Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa Pada Kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Ajaran 2012/2013 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penggunaan teknik permainan secara signifikan dapat meningkatkan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013? 8

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi peningkatan perilaku prososial siswa melalui penggunaan teknik permainan pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi di bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan teknik permainan yang secara signifikan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013. Apabila penelitian ini berhasil, maka mendukung temuan dari Putu Agus Semara Putra Giri (2011). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Memberi masukan kepada Guru Pembimbing mengenai pentingnya penerapan teknik permainan yang secara signifikan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013. Sehingga teknik permainan dapat digunakan oleh Guru Pembimbing untuk meningkatkan perilaku prososial pada siswa. 9

b. Bagi Sekolah Mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam rangka meningkatkan perilaku prososial siswa di sekolah dengan mengimplementasikan teori yang ada, bahwa penggunaan teknik permainan secara signifikan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013. c. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan bahwa penggunaan teknik permainan secara signifikan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh Tahun Pelajaran 2012/2013. 10

11