BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

SUSI RACHMAWATI F

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. (Duvall & Miller, 1985). Pernikahan merupakan awal terbentuknya sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang yang dicintainya. Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan pernikahan sebagai hubungan sosial antara pria dan wanita yang memperbolehkan mereka untuk mengesahkan hubungan seksual, pengasuhan anak, dan menetapkan pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. Individu pada masa dewasa awal beranjak dari masa sekolah yang masih bergantung pada orang tua ke masa mencari pekerjaan dan mandiri secara finansial. Mereka juga mempunyai tugas perkembangan lainnya yaitu membentuk kehidupan sosial. Individu dewasa awal dapat memilih untuk tetap tidak menikah, tinggal dengan pasangan melalui pernikahan yang sah atau pernikahan yang tidak sah (cohabitation), tinggal dan hidup dengan pasangan dari jenis kelamin yang sama (gay dan lesbian), bercerai, menikah lagi setelah perceraian, menjadi orang tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Menurut Hurlock (1980), pernikahan merupakan periode individu belajar hidup bersama dengan suami istri membentuk suatu keluarga, membesarkan anakanak, dan mengelola sebuah rumah tangga. Apabila tugas ini dapat dilalui dan terselesaikan dengan baik maka akan membawa kebahagiaan bagi individu. Akan tetapi, tugas tersebut tidak mudah untuk dilalui oleh pasangan suami istri karena 1

2 banyak hal yang harus dihadapi setelah menikah seperti pengelolaan keuangan rumah tangga, membina komunikasi yang baik dengan keluarga, mendidik serta menyekolahkan anak, dan lain sebagainya. Contoh kasus yang biasa terjadi pada pasangan suami istri adalah pertengkaran yang disebabkan oleh perbedaan pendapat. Apabila hal itu tidak terselesaikan maka dapat mengakibatkan masalah yang lebih besar dalam pernikahan dan berakhir dengan perceraian. Data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung menunjukan bahwa di Indonesia khususnya DKI Jakarta, angka perceraian mencapai 6.218 kasus pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 sebanyak 5.193 kasus. Walaupun pada tahun 2008 terjadi penurunan kasus perceraian tetapi angka tersebut masih cukup tinggi. Fenomena ketidakpuasan pernikahan berdasarkan data tahun 2009 menunjukan bahwa wilayah Jakarta Selatan cukup tinggi yaitu sebanyak 481 pasangan atau sekitar 45% bercerai. Kemudian wilayah Jakarta Pusat sebanyak 94 pasangan bercerai. Wilayah Jakarta Utara sebanyak 45 pasangan bercerai. Wilayah Jakarta Barat sebanyak 116 pasangan bercerai. Wilayah Jakarta Timur sebanyak 123 pasangan bercerai (Maryadie, 2010). Kasus lain yang dialami oleh pasangan suami istri adalah perbedaan prinsip yang biasa terjadi di dalam pernikahan. Pada kehidupan pasangan beda agama perbedaan prinsip sering menjadi sumber masalah meskipun pada saat keduanya menikah telah menentukan kesepakatan kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh pasangan suami istri. Rusli (2007) mengatakan bahwa pernikahan beda agama merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang

3 berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat syarat dan tata cara pelaksanaan pernikahan sesuai dengan hukum agamanya masing - masing dengan tujuan untuk mencapai kepuasan didalam pernikahannya. Menurut Majid (2005), jika suami istri menikah beda agama maka akan timbul kesulitan didalam lingkungan keluarga misalnya dalam hal pelaksanaan ibadah, pendidikan agama anak, pengaturan tatakrama makan dan minum dan sebagainya. Jika suami istri yang berbeda keyakinan dapat saling mengerti dan memahami tentang aturan yang terdapat pada masing masing agama yang dianutnya maka kemungkinan konflik dapat dihindarkan. Selain perbedaan pendapat tentang prinsip masing masing pasangan, menerapkan pendidikan agama pada anak diantara kedua keyakinan yang berbeda juga dapat memicu timbulnya konflik dalam keluarga, dimana mungkin masing masing menginginkan sang anak mengikuti agama dari satu pihak saja dan semuanya itu tergantung kepada kesepakatan masing masing pasangan sebelum memutuskan menikah beda agama. Pasangan yang menikah beda agama sangat perlu memiliki komitmen mengenai iman atau agama anak anak mereka. Perlu disepakati sedini mungkin kemana akan mengarahkan keimanan agama anakanak mereka. Jangan sampai masalah keagaamaan anak anak pasangan beda agama menyebabkan kurangnya kepuasan didalam pernikahan mereka. Menurut DeGenova dan Rice (2005), banyak masalah yang terjadi pada pasangan suami istri dalam pernikahannya antara lain konflik mengenai masalah keuangan sebanyak 42,3%, komunikasi sebanyak 21,2%, hubungan seks sebanyak

4 19,8%, hubungan keluarga dan teman sebanyak 16,7%, anak sebanyak 13,2%, rekreasi (menghabiskan waktu bersama) sebanyak 11,3%, dan agama sebanyak 6,3%. Data tersebut menunjukan bahwa adanya tingkat kepuasan pernikahan yang rendah dalam keluarga. Padahal kepuasan pernikahan adalah hal penting dalam sebuah keluarga. Hal itu dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pertama dalam membentuk generasi yang berkualitas. Menurut DeGenova dan Rice (2005), kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya. Hal ini yang berkaitan dengan perasaan bahagia yang dirasakan suami istri dari hubungan pernikahan yang dijalani. Duvall dan Miller (1985) menyebutkan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor sebelum menikah yang terkait dengan latar belakang (background characteristic) terdiri atas kebahagiaan pernikahan orang tua pasangan, kebahagiaan pada masa anak-anak, pembentukan disiplin oleh para orang tua, pendidikan seksual dari orang tua, pendidikan dan masa perkenalan sebelum menikah. Kedua, faktor selama pernikahan yang terkait dengan keadaan saat ini (current characteristic) terdiri atas ekspresi kasih sayang atau afeksi, kepercayaan, tingkat kesetaraan, komunikasi, kehidupan seksual, kehidupan sosial, tempat tinggal, dan pendapatan atau keuangan. Berdasarkan faktor di atas dapat diketahui bahwa penyesuaian pernikahan termasuk ke dalam faktor keadaan saat ini (current characteristic).

5 Spanier (1976) berpendapat bahwa penyesuaian pernikahan merupakan suatu proses yang harus melalui berbagai tahap seperti komunikasi yang efektif, proses menangani konflik-konflik yang terjadi dan kepuasan dalam berbagai hubungan dengan pasangan. Tahap-tahap ini dilakukan supaya ketidaksesuaian hubungan suami istri dapat segera diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya. Wallerstein dan Blakeslee (1995) melakukan studi dengan mewawancarai 50 pasangan suami-istri perihal pernikahan mereka. Masing-masing partisipan mengaku pernah mengalami saat suka dan duka serta ada dari mereka mengaku pernah mengalami saat-saat ketika mereka ingin pergi dari rumah. Hal itu menunjukan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan didasarkan pada sikap saling menghargai, membahagiakan pasangan, menghormati, percaya dan melakukan pemecahan masalah bersama. Hurlock (2006) mengatakan selama pernikahan pasangan suami istri harus melakukan penyesuaian satu sama lain terhadap anggota keluarga masing masing dan teman teman. Tujuan penyesuaian pernikahan adalah agar pasangan suami istri mampu menyikapi perbedaan yang terjadi pada kehidupan pernikahannya. Keberhasilan pasangan suami istri dalam hal penyesuaian pernikahan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adanya kepuasan pernikahan, mencegah kekecewaan dan perasaan perasaaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami istri dan kehidupannya. Pada tanggal 21 Maret 2015, peneliti melakukan wawancara pada pasangan suami istri mengenai kehidupan pernikahannya. Subjek mengutarakan dalam

6 hubungan pernikahan sangat penting untuk menyelaraskan dirinya dengan pasangannya, tidak sama persis tetapi selaras, seimbang, supaya tidak muncul konflik besar. Misalnya ketika mereka melakukan komunikasi untuk berdiskusi mengenai persepsi negatif dari tempat kerja istri terkait status pernikahan beda agama yang mereka jalani, sehingga suami dan saya memiliki pemahaman yang sama mengenai bagaimana cara memperlakukan teman kita masing masing ketika mereka berkunjung ke rumah. Menurut subjek setiap manusia dengan kesadaran ataupun tidak sadar akan menyelaraskan dirinya sesuai dengan lingkungan disekitarnya. Studi tentang keberhasilan pernikahan dikonseptualisasikan sebagai penyesuaian dalam pernikahan. Kriteria keberhasilan pernikahan meliputi kepuasan dan kebahagiaan dengan saling pengertian dan penyesuaian satu sama lain (Gunarsa, 2013). Pentingnya penyesuaian sebagai suami atau istri dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adanya kepuasan pernikahan pasangan tersebut (Rachmawati, 2013). Masalah- masalah diatas adalah masalah yang umumnya timbul dalam suatu pernikahan, tetapi pernikahan beda agama memiliki masalah yang lebih khusus sehubungan dengan adanya perbedaan agama dalam pernikahan mereka. Oleh karena itu, pasangan beda agama membutuhkan penyesuaian pernikahan yang lebih supaya dapat mencapai kepuasan di dalam pernikahannya. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui hubungan antara penyesuaian pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri beda agama.

7 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara penyesuaian pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri beda agama. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri beda agama. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah dapat memperkaya pengetahuan pembaca tentang topik penyesuaian pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri beda agama. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah pada ilmu bidang psikologi, khususnya psikologi pernikahan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah dapat menambah wawasan para pasangan suami istri akan pentingnya pencapaian kepuasan pernikahan, sehingga mereka dapat melakukan upaya preventif untuk menghindari terjadinya ketidakpuasan dalam suatu pernikahan dan bagi yang sudah menikah maupun akan menikah beda agama diharapkan dapat dijadikan bahan masukan yang bergunna dalam membina keluarga di dalam rumah tangganya.