1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan suatu tindakan yang memungkinkan kita untuk mampu menerima dan memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan. Komunikasi menjembatani aspek aspek informasi dan keterlibatan mereka dalam pola aliran komunikasi yang membawa dampak berarti bagi masing masing pihak. Agar tercipta komunikasi yang efektif maka diperlukan feedback dari komunikannya. Sebuah organisasi terdiri atas sejumlah orang, melibatkan keadaan saling bergantung, kebergantungan memerlukan koordinasi, koordinasi mensyaratkan komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi memiliki peranan penting dalam menunjang keberhasilan sebuah organisasi. Komunikasi yang dilakukan organisasi tentunya ditujukan pada publik organisasi tersebut. Yang menjadi publik internal organisasi adalah seluruh pegawai dari top manajemen sampai pegawai paling bawah, dan mereka merupakan kesatuan yang masing-masing sesuai dengan tugasnya, mampu memberi penjelasan mengenai gambaran dan produk atau jasa organisasi atau perusahaan tersebut. 1 Perlu diperhatikan pegawai dalam perusahaan tidak hanya merupakan satu grup individu saja, dan setiap grup ini memiliki cara berpikir, sikap, tingkah laku, need set serta interest yang berbeda sehingga diperlukan perhatian khusus dari 1 Maria Assumpta Rumanti, Dasar-Dasar Public Relations Teori dan Praktik, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 210
2 perusahaan, tidak hanya bagaimana mereka memahami perusahaan dan perannya dalam perusahaan, tetapi juga loyalitas dari seluruh pegawai terhadap perusahaan, karena jika tidak akan timbul masalah yang dapat mempengaruhi kelancaran aktivitas perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kegagalan dalam menyampaikan informasi kepada pegawai tentang kebijakan dan perkembangan perusahaan muncul karena komunikasi yang terjadi hanya bersifat searah. Penting bagi perusahaan untuk menerapkan komunikasi dua arah guna memberikan kesempatan usulan kepada manejemen. Salah satu dampak dalam kegagalan komunikasi atau komunikasi yang tidak efektif ialah munculnya isu yang tidak benar beredar di kalangan pegawai yang apabila tidak terdeteksi sejak awal akan berpotensi menjadi krisis yang dapat mengancam reputasi perusahaan. Kenyataannya kebanyakan para pegawai selalu menjadi orang terakhir yang mengetahui berita perusahaannya. 2 Padahal pegawai adalah salah satu indikator kunci kesuksesan suatu perusahaan. Keadaan yang seperti itu berpotensi menimbulkan desas-desus (rumor) dikalangan internal. Bagi sebuah perusahaan besar dan memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh pelosok daerah, penting bagi mereka untuk memelihara komunikasi antara pegawai yang berada di cabang dengan pihak manajemen yang ada di kantor pusat agar tidak timbul isu-isu di yang tidak benar muncul di kalangan pegawai. 2 Agung Laksamana, Internal Public Relations Strategi Membangun Reputasi Perusahaan, Republika, Jakarta, cetakan pertama 2010, hal v
3 Issue can be defined as a point of conflict between an organization and one or more of its audience. 3 Pemahaman sederhananya adalah isu muncul dan berkembang ketika ada perubahan dan ketidaksesuaian antara lingkungan atau harapan publik terhadap organisasi. Isu jika diabaikan bisa berdampak buruk bagi organisasi. 4 Menurut Regester and Larkin, pengelolaan isu merupakan sebagai bagian integral dari perencanaan strategis dan bahan dasar untuk kelangsungan hidup perusahaan. 5 Manajemen isu berbeda dengan manajemen krisis. Manajemen isu lebih proaktif dalam mengidentifikasi masalah yang berpotensi menjadi krisis. Manajemen isu lebih merupakan langkah antisipasi sebelum masalah yang berkembang diketahui oleh masyarakat luas. Sedangkan manajemen krisis lebih reaktif terhadap situasi setelah masalah telah diketahui oleh publik dan berdampak negatif pada perusahaan. 6 Kekurangsiapan manajemen suatu organisasi atau perusahaan dalam menghadapi berbagai isu yang berkembang di kalangan internal akan menyebabkan berbagai dampak yang membawa keterpurukan seperti krisis, karena pihak manjemen tidak mempunyai program khusus untuk mengantisipasi atau menghadapi suatu isu yang datangnya dapat diduga sebelumnya ataupun tidak terduga sama sekali. 3 Michael Regester and Judy Larkin, The Art and Science of Public Relations, Risk Issues and Crisis Management (volume 5), Kogan Page (The Institute of Public Relations (IPR)), London, 2000, hal. 42 4 Firsan Nova, Crisis Public Relations (Strategi PR Menghadapi Krisis, Mengelola Isu, Membangun Citra, dan Reputasi Perusahaan), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, cetakan pertama 2011, hal. 239 5 Regester and Larkin, op.cit., hal 39 6 Ibid hal 41
4 Pengelolaan isu bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola berbagai isu yang dihadapi perusahaan, agar isu tersebut tidak sampai mengganggu stabilitas dan kinerja pegawai. Jika suatu isu sudah mulai muncul ke permukaan, menandakan adanya masalah perusahaan yang membutuhkan penanganan. Upaya mengelola isu dapat dilakukan dengan cara memonitor, mengidentifikasi, menganalisis, membuat kebijakan stratejik pada tingkat manajemen, implementasi, kebijakan sebagai tindakan, mengantisipasi isu dan mengevaluasi dampak kebijakan dalam rangka mendukung kontinuitas aktivitas perusahaan. Dengan melakukan pengelolaan isu di kalangan internal, perusahaan dapat mengetahui permasalahan-permasalahan faktual yang sedang menjadi kecenderungan (tren) di kalangan pegawai yang secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk sikap atau persepsi pegawai terhadap perusahaan. Dari data yang diperoleh, kita dapat memprediksi dampaknya terhadap perusahaan, sehingga dapat dibuat strategi untuk mengantisipasi masalah tersebut. Mengelola isu yang ada di kalangan pegawai merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan dalam manajemen khususnya bagian humas. Karena hal tersebut memang berada dalam ranah kerja humas. Isu di kalangan pegawai biasanya terjadi karena distribusi informasi yang kurang lancar, oleh karena itu sesuai dengan tugas dan fungsi humas, terutama Humas Internal untuk menjawab kebutuhan pegawai terhadap informasi, mengomunikasikan dan menjelaskan kebijakan Direksi dan manajemen kepada pegawai agar pegawai memahami dasar
5 pengambilan keputusan yang diambil, sehingga tidak timbul rumor yang tidak benar di kalangan internal pegawai. Maka menjadi tugas dan tanggung jawab humas dalam membangun jaringan komunikasi interaktif antara pegawai, manajemen, dan Direksi. Keberhasilan atau kegagalan dalam mengelola isu tergantung bagaimana humas dalam perusahaan tersebut melakukan pengelolaan isu. Dari aspek komunikasi, kunci untuk mengelola isu internal bisa didapat dengan cara seorang humas memahami masalah-masalah pegawai (personal internal communication). Salah satu hal yang paling sensitif dan sering menjadi pembicaraan di kalangan pegawai adalah masalah keterlambatan bonus atau insentif. Walaupun sepertinya adalah hal yang biasa, namun jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan berpotensi menimbulkan krisis bagi perusahaan. Insentif pada dasarnya merupakan penghormatan terhadap pegawai yang telah menunjukan kemampuan dan prestasi kerja mereka dengan baik dalam melaksanakan tugasnya, hal ini dimaksudkan untuk memotivasi kerja para pegawai. Oleh karena itu apabila manajemen terus membiarkan pegawai bertanyatanya tanpa ada kepastian atau informasi yang diberikan kepada mereka, maka mereka akan menuntut. Hal ini apabila terus dibiarkan akan dapat menurunkan produktivitas kerja pegawai dan jika sampai terdengar ke luar tentunya akan merugikan citra perusahaan di mata publik. Untuk itu sekecil apapun rumor yang beredar di kalangan internal pegawai humas harus segera menanganinya. Komunikasi internal yang baik, merupakan salah satu syarat bagi komunikasi eksternal. Ada pepatah yang mengatakan bahwa Public Relations
6 dimulai dari rumah artinya, pesan-pesan yang akan disampaikan ke luar perusahaan hendaknya dikomunikasikan terlebih dahulu di lingkungan internal perusahaan. Pengelolaan (manajemen) isu bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola berbagai isu yang dihadapi perusahaan sebelum isu tersebut diketahui oleh masyarakat luas. Aktivitas ini melibatkan semua hal isu yang mempengaruhi suasana kerja dan memastikan staf mendapat informasi tentang keputusan penting manajemen. 7 Lebih dari itu, humas internal harus mampu untuk menerjemahkan sekaligus memberi indikator serta evaluasi dan kuantitas (measurement) sukses dari perilaku internal publik kepada CEO dan manajemen. Untuk itu, mereka harus berhubungan dengan lingkungan internal, operasional, dan sosial dengan memberikan masukan kepada manajemen tentang apa yang terjadi pada lingkungan tersebut, sehingga rute atau arah yang ditempuh perusahaan merupakan arah yang tepat. Bagi humas internal, masukan dari pegawai yang ditujukan kepada pihak manajemen, maupun sebaliknya sangat penting agar mampu mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak, sehingga tercipta lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif. Pemilihan strategi komunikasi yang tepat, mulai dari tools yang akan digunakan sampai pada tahap implementasinya menjadi faktor penting agar tujuan perusahaan dapat tercapai. 7 Laksamana, op.cit., hal 12
7 Pengelolaan isu internal yang dilakukan oleh humas tersebut diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang menimpa pegawai secara individual, sehingga dapat menimbulkan suatu aktivitas yang lebih produktif dan memuaskan. Mengingat pentingnya suatu isu, maka para praktisi humas harus bisa memahaminya. Pemahaman tersebut secara komprehensif harus melihat responrespon publik yang bervariasi. Di dalam pengelolaan isu biasanya didukung oleh media ataupun saluran lainnya. Konsep two way communication menjadi dasar bagi humas dalam menjalankan berbagai kegiatan komunikasi perusahaan. Hal tersebut sebagai usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good-will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya 8. Banyak perusahaan yang kurang fokus dalam menyelesaikan isu yang berkembang, padahal krisis dapat dihindari dengan memfokuskan tindakan pada isu yang berkembang sebelumnya. Pengelolaan isu dimaksudkan untuk meredam isu internal tersebut agar tidak berkembang menjadi krisis perusahaan. Anggapan tentang krisis tidak selamanya sebagai arah menuju kehancuran. Krisis dapat memberi kesempatan kepada organisasi atau perusahaan untuk menjadi pengubah menuju kehancuran atau kejayaan sangat tergantung pada pandangan, sikap, dan tindakan yang diambil oleh suatu perusahaan atau organisasi tersebut. 8 Anthony Davis, Everything You Should Know About Public Relations, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005, hal.4
8 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau biasa dikenal dengan BNI merupakan salah satu perusahaan besar yang pernah mengalami krisis yang bersumber dari kalangan internalnya pada tahun 2003, yang disebabkan karena kurangnya sosialisasi antara kebijakan manajemen dengan pegawai-pegawai yang berstatus non tetap. Para pegawai non tetap menginginkan statusnya diangkat menjadi pegawai tetap. Namun karena saat itu sedang terjadi krisis perbankan, maka ada kebijakan yang dikenal dengan zero growth yaitu kebijakan dibidang Sumber Daya Manusia (SDM), dimana pada periode yang ditetapkan sebagai zero growth tidak ada pengangkatan maupun perekrutan pegawai baru dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Para pegawai non tetap tersebut akhirnya melakukan tuntutan dan puncaknya menggelar demo di halaman kantor besar BNI. Peristiwa tersebut juga sempat mendapat sorotan dari media, seperti yang dituliskan dalam buku strategi Public Relations karangan Silih Agung Wasesa yang mengutip artikel dari Tabloid Kontan : Makan Gaji Buta, edisi tanggal 14/11/2003 Bank BNI digugat oleh pegawainya sendiri karena dianggap tidak memperlakukan mereka dengan adil. Dalam hal ini pegawai menjadi pihak utama yang justru menyerang pihak perusahaan sendiri, dengan menjadi narasumber pemberitaan tersebut. 9 Namun pada akhirnya BNI ternyata mampu meredam isu tersebut, bahkan saat ini kinerja serta reputasi BNI di mata publik menjadi lebih baik dibandingkan pada saat sebelum isu tersebut terjadi. Hal itu karena BNI mau belajar dari 9 Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relations, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, ctakan kedua, 2006, hal. 111
9 pengalaman masa lalu dan mulai mengerti pentingnya mengelola isu-isu yang berkembang di kalangan internal agar tidak sampai meluas keluar dan diketahui oleh publik. BNI merupakan bank pertama yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946 dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan saat ini merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia. Kesuksekan yang telah diraih BNI selama ini salah satunya tidak lepas dari peran humas mereka dalam melakukan pengelolaan isu di kalangan internal, salah satunya adalah isu yang hampir terjadi pada setiap perusahaan yaitu mengenai keterlambatan pembagian bonus atau insentif untuk pegawai. Pengelolaan isu ditempuh untuk mengantisipasi agar isu-isu yang beredar tidak sampai berkembang menjadi sebuah krisis yang dapat mengancam reputasi perusahaan. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian guna mengetahui dan menjabarkan pengelolaan (manajemen) isu internal di kalangan pegawai oleh humas BNI dengan pembatasan masalah pada pengelolaan isu internal mengenai keterlambatan pembagian bonus pegawai BNI dengan lokasi penelitian pada BNI cabang Jakarta dan Tangerang periode waktu bulan Januari 2011 sampai dengan Maret 2011. Sebagai nantinya untuk dapat digunakan sebagai referensi tambahan yang berguna bagi humas internal BNI dalam meningkatkan efektivitas komunikasi antara manajemen dengan para pegawai, khususnya pegawai yang berada pada BNI cabang Jakarta dan Tangerang agar tidak terjadi miscommunication yang dapat menyebabkan isu terbentuk, berkembang luas dan pada akhirnya akan berdampak krisis pada perusahaan.
10 1.2 Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengelolaan isu internal yang dilakukan oleh humas BNI dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antara pegawai dengan manajemen? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan isu internal yang dilakukan oleh humas BNI dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antara pegawai dengan manajemen. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah ilmu pengetahuan di bidang komunikasi. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai gambaran yang memberikan manfaat terhadap pengembangan dari teori manajemen isu yang sudah selayaknya dilakukan oleh Humas dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antara pegawai dengan manajemen. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan bagi pihak yang membutuhkan dan ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang masalah yang serupa.
11 1.4.2 Kegunaan Praktis Bagi peneliti, penelitian ini berguna sebagai bahan penguji antara teori yang diperoleh dengan praktek yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan, terutama tentang masalah yang diteliti. Bagi pihak perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan untuk mengevaluasi, melengkapi, dan memperbaiki apa saja yang telah dilakukan terutama dalam dalam melakukan pengelolaan isu di kalangan internal yang dilakukan oleh BNI guna meningkatkan efektivitas komunikasi antara pegawai dengan manajemen.