TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun setelah tanam. Hal ini bisa terukur dari produksi tandan buah segar (TBS), meningkatkan rendemen minyak (oil extraction rate), kandungan inti sawit, dan karakteristik vegetatif tanaman. Faktor genetik dalam bibit akan mempengaruhi produksi hingga 30% (Sukamto, 2008). Seleksi bibit penting dilakukan karena akan menentukan hasil panen dan kualitas kelapa sawit. Untuk mendapatkan tanaman bersifat unggul, biji yang dipilih sebaiknya berasal dari persilangan varietas unggul. Di Indonesia lebih banyak digunakan bahan tanaman yang berasal dari persilangan Dura dan Psifera. Hasil persilangannya dianggap sebagai persilangan terbaik secara ekonomis, yaitu didasarkan pada kriteria produksi minyak per hektar, mutu minyak, pertumbuhan vegetatif, dan daya tahan terhadap penyakit tajuk serta ganoderma (Fauzi et al., 2008). Standar bibit yang baik dapat dilihat dari diameter batang (tegap), tinggi bibit (jagur), jumlah daun (cukup) dan tidak terlihat terserang hama penyakit (sehat). Seleksi bibit (thinning out) harus dilakukan dengan ketat secara bertahap yaitu 2 bulan sekali dimulai dari penerimaan kecambah sampai seleksi yang terakhir pada saat pemindahan ke lapangan (transplanting) (Risza, 1994). Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan kelapa sawit dengan benih yang telah dikecambahkan dapat dilaksanakan dengan dua cara: yaitu (1) cara dua tahap yaitu melalui dederan (pre nursey) dan kemudian pembibitan (nursey), dan (2) hanya satu tahap yaitu langsung ke pembibitan tanpa melalui pendederan lebih dahulu. Baik melalui cara (1) maupun cara (2) bibit baru siap dipindahkan kelapangan (kebun) apabila telah berumur 11-12 bulan (Setyamidjaja, 2000). Pembibitan merupakan langkah awal yang penting dalam menjamin bubidaya tanaman kelapa sawit yang sukses. Seluruh prosedur pembibitan harus dipatuhi dengan baik sehingga kita dapat mengeluarkan potensi optimal bahan tanam. Tujuan pembibitan adalah mempersiapkan fisik bahan tanaman agar mampu beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya secara maksimal. Hal tersebut dapat tercapai bila persyaratan yang telah ditentukan sudah dipenuhi (Sujadi et al., 2012). Bibit yang baik hanya akan diperoleh jika benih kelapa sawit yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) atau sumber benih lainnya ditangani dengan baik sesuai pedoman. Pembibitan bertujuan untuk menyediakan bibit yang baik dan sehat dalam jumlah yang cukup. Hal ini hanya akan berhasil jika kita menggunakan bahan tanaman (kecambah) yang berasal dari produsen benih resmi, memilih lokasi pembibitan strategis, dan menerapkan kaidah kultur teknis pembibitan (Darmosarkoro et al., 2008). Pertumbuhan bibit di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman di pembibitan. Erwiyono (2005), mengemukakan bahwa media tanam di pembibitan umumnya menggunakan tanah
lapisan atas (top soil) dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur dan gembur. Namun pada kenyataannya ketersedian tanah top soil yang semakin sulit didapat maka digunakan pengganti media tanam sub soil. Pada umumnya tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah top soil dalam kandungan bahan organik dan unsur hara sehingga perlu adanya penambahan unsur hara dan bahan organik. Komposisi Media Tanam Pupuk organik yang semakin pesat merupakan salah satu peluang pemanfaatan TKKS menjadi pupuk kompos secara ekonomis. TKKS melalui proses dekomposisi dapat dijadikan menjadi pupuk yang kaya unsur hara seperti N, P, K, dan Mg sesuai yang dibutuhkan tanaman. Pengolahan TKKS segar menjadi kompos pada dasarnya memiliki sifat ganda yakni jawaban atas permasalahan limbah cair dan limbah padat TKKS serta manfaat ekonomis sebagai pemasok unsur bahan organik bagi tanaman (Redaksi Agromedia, 2007). Kompos Tandan Kelapa Sawit (TKS) adalah salah satu limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan pabrik kelapa sawit. Kompos TKS merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara utama N, P, K dan Mg. Selain juga mampu memperbaiki sifat fisik tanah, kompos tandan kosong sawit diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga pupuk yang digunakan untuk pembibitan kelapa sawit dapat dikurangi (Suherman et al., 2007). Tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45-55. Hal ini dapat menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Usaha menurunkan kadar C/N dapat dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N
mendekati kadar C/N tanah. Proses pengomposan tersebut menghasilkan bahan organik bermutu tinggi dengan kadar C/N sekitar 15. Hasil analisis di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit menunjukkan bahwa kandungan hara dalam kompos TKS relatif tinggi (Darmosarkoro dan Winarna, 2001). Keunggulan dari kompos TKKS yakni kandungan kalium tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada dalam tanah, mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan, membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Darnoko dan Ady, 2006). Secara umum, limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Setiap pengolahan CPO menggunakan 1000 ton TBS/hari akan menghasilkan sekitar 640 m3 air limbah, 240 ton tandan buah kosong, 140 ton serat dan 42 ton solid decanter (Chavalparit et al., 2006). Limbah olahan kelapa sawit berupa Sludge dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik, dari hasil analisis kandungan sludge ini mengandung unsur hara antara lain : Nitrogen (N), Fospor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg), dan Kalsium (K). Penggunaan limbah kelapa sawit berupa sludge ini dapat menggantikan kebutuhan pupuk organic yang berasal dari kotoran hewan, karena limbah kelapa sawit mempunyai bahan organic yang tinggi dengan ph kurang
dari 5. Gumbira (1996) menambahkan, pemanfaatan sludge kelapa sawit berguna sebagai substrat dan sumber energy untuk pertumbuhan mikroorganisme. Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% dan lignin 26%. Lumpur Sawit (Solid) merupakan salah satu limbah pengolahan sawit dari sejumlah pabrik pengolahan sawit. Sinurat et al., (2001) menyatakan bahwa kandungan protein kasar solid kering sekitar 9.6 14.52%. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair merupakan salah satu jenis limbah organik yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari suatu pabrik kelapa sawit (PKS). Setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 0.50 ton hingga 0.75 ton limbah cair (Yacob et al., 2005). LCPKS adalah air limbah yang dikeluarkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) yang umumnya terdiri dari kondesat rebusan, buangan hydrocyclone dan separator sludge. Sekitar 2.9-3.5 m 3 LCPKS dihasilkan setiap ton CPO yang dihasilkan. LCPKS kaya akan senyawa karbon organik dengan kandungan chemical oxygen demand (COD) lebih dari 40 g/l dan kandungan nitrogen sekitar 0.2 and 0.5 g/l sebagai ammonia nitrogen dan total nitrogen. Selain itu, LCPKS adalah senyawa koloid dengan kandungan air sebesar 95-96%, minyak sebesar 0.6-0.7% dan total solid 4-5% termasuk 2-4% suspended solids (Ahmad et al., 2009). Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) mengandung unsur-unsur hara sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik bagi tanaman. Unsur-
unsur hara yang banyak terdapat dalam LCPKS adalah N (450-590 mg L-1), P (92-104 mg L-1), K (1,246-1,262 mg L-1) dan Mg (249-271 mg L-1) (Ideriah et al., 2007). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan LCPKS sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit dengan mengalirkannya ke rorak-rorak yang dibuat di lahan perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian Manik (2000) menunjukkan bahwa aplikasi LCPKS dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 35.2% dan memperbaiki sifat kimia tanah seperti peningkatan ph, C-organik, N total, P, K, dan Mg. Demikian juga hasil penelitian Sutarta et al., (2003) menunjukkan bahwa aplikasi LCPKS dengan takaran 12.66 mm ECH (ekuivalen curah hujan) per bulan yang dikombinasikan dengan dosis pupuk 50% dari anjuran dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 36% dan tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan di sekitarnya. Hasil penelitian Wijaya (2015) menunjukkan Pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit hingga dosis L2 (3.0 l/bibit) meningkatkan tinggi bibit 14 MST, diameter batang 14 MST, jumlah daun 14 MST, total luas daun dan bobot kering tajuk. Dosis limbah cair pabrik kelapa sawit terbaik diperoleh dari perlakuan L1 (1.5 l/bibit).