RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN Nomor 16/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 56/PUU-X/2012 Tentang Kedudukan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion Sitompul S.H. II. Pokok Perkara Permohonan Pengujian Pasal 30 ayat (1) huruf d dan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Pasal 39 dan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan Pasal 44 ayat (4) dan (5), Pasal 50 ayat (1), (2), (3) dan (4), Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. Kewenangan Mahkamah Konstitusi 1. Bahwa Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 antara lain menyatakan : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,... 2. Bahwa Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. 1

IV. Kedudukan Hukum (Legal Standing) 1. Bahwa Para Pemohon mempunyai kepentingan hukum untuk mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal dalam perkara a quo, karena Para Pemohon yang pekerjaannya advokat dan seorang tax payer sering menangani kasus-kasus korupsi yang penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, dan selama Pemohon mendampingi klien, kejaksaan sewenang-wenang dalam melakukan penyidikan karena tidak ada lagi fungsi check and balances; 2. Bahwa kerugian konstitusional karena akibat adanya ketentuan undang-undang yang sedang diuji dalam perkara a quo mengakibatkan penggunaan pajak yang telah dibayarkan oleh Para Pemohon yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang mendukung Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan mendukung pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, namun nyatanya justru pajak-pajak yang telah dibayarkan digunakan untuk kegiatan penyidikan yang dilakukan kejaksaan yang berpotensi merusak tatanan hukum dan rentan terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power) karena tidak adanya fungsi check and balances. V. Norma-Norma Yang Diuji dan Pasal-Pasal UUD 1945 A. Norma-Norma yang Diuji Obyek permohonan pengujian adalah Pasal-Pasal yang berkaitan dengan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan yang tersebar di dalam beberapa undang-undang antara lain Pasal 30 ayat (1) huruf d dan Penjelasan Umum UU 16/2004; Pasal 39 dan Penjelasan Umum UU 31/1999; dan Pasal 44 ayat (4) dan (5), Pasal 50 ayat (1), (2), (3) dan (4), dan Penjelasan Umum UU 30/2002: Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004: Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: 2

d) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, berdasarkan undang-undang. Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004: Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur misalnya adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penjelasan Umum UU 16/2004: Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undangundang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 39 UU 31/1999: Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, penyidikan, dan penuntut tindak pidana korupsi yang dilakukan bersamasama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer Penjelasan Umum UU 31/1999: Hal baru lainnya adalah dalam hal terjadi tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dibentuk tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung, sedangkan dalam proses penyidikan dan penuntutan 3

dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 44 ayat (4) UU 30/2002: khusus frasa atau kejaksaan Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan. Pasal 44 ayat (5) UU 30/2002 khusus frasa atau kejaksaan Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 50 ayat (1) UU 30/2002 khusus frasa atau kejaksaan Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan. Pasal 50 ayat (2) UU 30/2002 khusus frasa atau kejaksaan Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 50 ayat (3) UU 30/2002 khusus frasa atau kejaksaan Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. 4

Pasal 50 ayat (4) UU 30/2002 khusus frasa dan/atau kejaksaan dan atau kejaksaan Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan. Penjelasan Umum UU 30/2002 sepanjang kalimat: Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi: 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan. B. Pasal-Pasal UUD 1945 yang Dijadikan Batu Uji Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum VI. Alasan-Alasan Permohonan 1. Bahwa penyidikan oleh Kejaksaan tidak mempunyai dasar hukum yang jelas; 2. Bahwa berdasarkan sejarah hukum peraturan perundang-undangan terkait dengan kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut: 1941-1961 1961-1971- 1981-1991- 1999-2002- 2004-1971 1981 1991 1999 2002 2004 sekarang HIR (dapat) HIR HIR KUHAP KUH KUHAP KUHAP KUHAP (dapat (dapat (sebenar AP (tidak (tidak (tidak 5

) ) nya tidak dapat, tetapi diberi jangka waktu tertentu untuk ditinjau kembali) - UU UU UU 15/19 15/19 15/1961 61 61 (dapat) (dapat (dapat ) ) Peraturan UU UU UU Penguasa No. 3/197 3/1971 Perang 24 1 (dapat) Pusat Kepala Prp (dapat Staf Tahun ) Angkatan 1960 Darat tanggal (dapat 16 April 1958 ) No. Prt/Peperpu/ 013/ 1958 (tidak dapat ) UU 5/199 1 (tidak dapat ) UU 3/197 1 (dapa t) dapat) dapat) dapat) UU UU UU 5/1991 5/1991 16/2004 (tidak (tidak (Dapat dapat) dapat) untuk menamp ung UU No. 31/1999 dan UU No. 30/2002) UU UU UU 31/1999 31/1999 31/1999 (ditafsirk (tidak jo UU an dapat dapat 20/2001 karena karena (tidak ada Pasal 27 dapat) Pasal dicabut 26, 27 dengan UU dan 39) Pasal 71 30/2002 UU (tidak 30/2002, dapat) sedangk 6

an Pasal 39 UU 31/1999 dikaitka n dengan asas lex posterior i derogat legi priori tidak berlaku dengan adanya Pasal 42 UU 30/2002 ) Dapat Dapat Dapat Dapat Dapat Tidak Tidak Dapat dapat dapat 3. Bahwa ketentuan yang ada dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004, memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu asalkan di dalam undang-undang yang khusus tersebut dinyatakan bahwa kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan. UU 31/1999 yang dirujuk oleh penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf UU 16/2004 telah memberikan kewenangan penyidikan, nyatanya sudah tidak memberikan kewenangan kepada Kejaksaan melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. UU 30/2002 juga tidak secara tegas menyatakan Kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana korupsi. Justru adanya UU 30/2002 mengakibatkan KPK sebagai koordinator penyidikan tindak pidana korupsi, bukan lagi Jaksa Agung. Oleh karena itu, penegasan kewenangan penyidikan 7

oleh kejaksaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d dengan mengargumentasikan bahwa kewenangan tersebut untuk menampung UU 31/1999 dan UU 30/2002 adalah sesuatu yang mengadaada, manipulatif dan tidak berdasar, karena kedua UU tersebut (UU 31/1999 dan UU 30/2002) tidak memberikan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi kepada kejaksaan; 4. Bahwa kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, maka ketentuan pasalpasal yang diuji dalam perkara a quo bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang mensyaratkan adanya peraturan tertulis yang tegas terutama yang menyangkut pemberian kewenangan kepada institusi penegak hukum; 5. Bahwa penyidikan oleh Kejaksaan melanggar prinsip negara hukum yang mengakui adanya diferensiasi dalam penegakan hukum guna menjamin hak asasi manusia; 6. Bahwa pembagian kekuasaan penyidikan dan penuntutan yang jelas dan tegas antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka due process of law guna mencapai the integrated criminal justice system dalam sistem peradilan di Indonesia sesungguhnya dibutuhkan semata-mata untuk menjamin hak asasi warga negara; 7. Bahwa Kejaksaan yang memiliki Wewenang Rangkap/Ganda yaitu Wewenang Penyidikan sekaligus Penuntutan dalam proses hukum pidana sebagaimana bersumber pada ketentuan-ketentuan undang-undang yang diuji dalam perkara a quo, maka dapat dipastikan bahwa mekanisme check and balances dalam proses hukum tersebut telah terabaikan, atau dengan kata lain, wewenang rangkap/ganda yang dimiliki Kejaksaan dimaksud terlaksana tanpa kendali (uncontrol) dan tanpa pengawasan horizontal maupun vertikal, sehingga sangat rentan dan potensial untuk terjadinya kesewenang-wenangan (arbitrary) dan ketidakadilan serta ketidakpastian hukum (rechsonzekerheid). Bahwa tidak adanya check and balance dalam penyidikan yang dilakukan kejaksaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 8

VII. Petitum 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon; 2. Menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d dan Penjelasan Umum UU 16/2004 khusus kalimat Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undangundang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Pasal 39 dan Penjelasan Umum UU 31/1999 khusus kalimat Hal baru lainnya adalah dalam hal terjadi tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dibentuk tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung, sedangkan dalam proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; Pasal 44 ayat (4) dan (5) khusus frasa atau kejaksaan, dan Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3) khusus frasa atau kejaksaan dan ayat (4) UU 30/2002 khusus frasa dan/atau kejaksaan dan atau kejaksaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d dan Penjelasan Umum UU 16/2004 khusus kalimat Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undangundang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Pasal 39 dan Penjelasan Umum UU 31/1999 khusus kalimat Hal baru lainnya adalah dalam hal terjadi tindak pidana korupsi yang sulit 9

pembuktiannya, maka dibentuk tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung, sedangkan dalam proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; Pasal 44 ayat (4) dan (5) khusus frasa atau kejaksaan, dan Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3) khusus frasa atau kejaksaan dan ayat (4) khusus frasa dan/atau kejaksaan dan atau kejaksaan UU 30/2002 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Menyatakan Penjelasan Umum UU 30/2002 sepanjang kalimat Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi: 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan sesuai dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional dengan persyaratan harus dimaknai sebagai berikut Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi: 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan penuntutan yang sedang dilaksanakan kejaksaan ; 5. Menyatakan Penjelasan Umum UU 30/2002 sepanjang kalimat Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi: 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional dengan persyaratan harus dimaknai sebagai berikut Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi: 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang 10

penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan penuntutan yang sedang dilaksanakan kejaksaan 6. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya. Jika Majelis Hakim Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). 11