BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. dalam Tomey & Alligood, 2006) mendefinisikan caring sebagai suatu proses. merupakan sesuatu yang unik terhadap praktik keperawatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecerdasan emosional terdiri dari dua kata yaitu kecerdasan dan emosional. Kecerdasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini peneliti akan menguraikan mengenai teori-teori sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang

Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien yang Dirawat di Ruangan Kelas III Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. caring tersebut. Perilaku caring merupakan hal yang sangat penting dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Caring adalah sentral praktik keperawatan. Caring merupakan suatu cara

BAB 1 PENDAHULUAN. Lapangan Komprehensif (PBLK), tujuan akhir kegiatan PBLK, manfaat bagi

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT I PASCA SOSIALISASI CARRATIVE CARING

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

APLIKASI TEORI DAN MODEL KEPERAWATAN JEAN WATSON

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan dan pemantapan peran bagi perawat akhir-akhir ini menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Program

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan pekerjaan staf tersebut sesuai dengan posisinya dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tentang: (1) Jenis dan Pendekatan Penelitian, (2) Tempat dan Waktu Penelitian, (3)

GAMBARAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP UMUM RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR SKRIPSI

TEORI CARING JEAN WATSON

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini memacu para penyelenggara pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan studi deskriptif. Hal ini berarti bahwa penelitian. menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia (Potter & Perry, 2009). American Nurses Association

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3.1 Metode Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI IBU TENTANG PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU DENGAN ANAK YANG DI RAWAT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kondisi perasaannya secara pribadi dan perasan orang lain serta menggunakan

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Nursalam, 2008). Keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak dapat

PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL: Dewi Irawaty, MA, PhD

PENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN. Sumijatun

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. rumah sakit. Yang ingin ditemukan adalah pengalaman. anaknya dirawat di rumah sakit, dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedudukan sosial. Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam. dimasyarakat yang ditetapkan oleh budaya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. lain (Crips &Taylor, 2001). Caring adalah perhatian perawat dengan sepenuh hati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dengan mempertimbangkan: pemahaman peneliti terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PERSEPSI KLIEN TERHADAP PERILAKU CARING PERAWAT DALAM PRATIK KEPERAWATAN DI RUANG MELATI III RSUP dr SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan, kemampuan dan norma norma, menyediakan layanan spesifik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang diharapkan,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih

BABI PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai sebuah profesi telah disepakati pada lokakarya

BAB II TINJAUAN TEORI. dapat terpisahkan dari peran perawat, dokter, apoteker, dan. tenaga kesehatan lainnya. Praktik keperawatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang. memiliki kemampuan dalam menghubungkan aspek-aspek kemanusiaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan No.75/2004). Sementara menurut

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. peraturan masyarakat (Arens et al., 2008). Sedangkan definisi profesionalisme

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian non eksperimental ini menggunakan metode penelitian kuantitatif

TUGAS KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1 TEORI CARING DAN CURING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan kinerja tim multidisiplin

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang diberikan perawat atau caring, dalam asuhan. pasiennya. Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Ringkasan Teori-teori Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kesehatan mental menurut pandangan orang Melayu Riau, sehingga menggunakan

INDONESIA NATIONAL NURSES ASSOCIATIONS COMPETENCIES FRAMEWORK

BAB I PENDAHULUAN. seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan studi deskriptif. Penelitian kualitatif dimaksudkan. untuk memahami hal-hal yang terjadi dan dialami oleh subjek

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Science of Caring, menyatakan caring adalah suatu karakteristik interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus, tulus, ikhlas, peduli dengan masalah pasien yang di hadapi

STANDAR AKADEMIK STIKES RS BAPTIS KEDIRI. Standar 3 Kompetensi Lulusan

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Caring 1.1. Definisi Caring Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Mayeroff (1872, dalam Morrison & Burnard, 2008) menjelaskan bahwa caring adalah suatu proses yang memberikan kesempatan pada seseorang, baik pemberi asuhan maupun penerima asuhan untuk pertumbuhan pribadi. Aspek utama caring menurut Mayeroff meliputi pengetahuan, pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian. Benner (1984, dalam Potter & Perry, 2009) juga menggambarkan inti dari praktik yang baik adalah caring. Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenal klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya (Potter & Perry, 2009). Beberapa teori dalam keperawatan telah dikembangkan dari berbagai sudut pandang untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang caring. Teori yang mendukung pernyataan bahwa caring merupakan sentral praktik keperawatan dan 6

7 bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik keperawatan adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991, dalam Potter & Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu cara pemeliharaan hubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki dan tanggung jawab. Teori Swanson berguna dalam memberikan petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif. Leininger (1991, dalam Blais dkk, 2007) menyatakan bahwa caring penting untuk tumbuh kembang dan kelangsungan hidup manusia. Caring berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi dan cara hidup manusia yang menekankan pada aktivitas yang sehat dan memampukan individu dan kelompok berdasarkan budaya. Perilaku caring mencakup memberi kenyamanan, kasih sayang, perhatian, memfasilitasi koping, empati, memandirikan, fasilitasi, minat, perilaku membantu, cinta, pengasuhan, perilaku protektif, perilaku restoratif, berbagi, perilaku menstimulasi, pertolongan, dukungan, pengawasan, kelembutan, tindakan konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku caring juga meliputi menghormati klien, memberikan sentuhan pada klien, kehadiran dan membina kedekatan dengan klien (Creasia & Parker, 2001). Watson dengan teori Nursing: The Philosophy and Science of Caring mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi klien sebagai manusia. Bentuk hubungan perawat dan klien adalah hubungan yang wajib dipertanggungjawabkan secara profesional untuk meningkatkan dan

8 melindungi klien sebagai manusia sehingga mempengaruhi kesanggupan klien untuk sembuh (Tomey & Alligood, 2006). Caring melibatkan keterbukaan, komitmen dan hubungan perawat klien yang meliputi keinginan untuk merawat dengan tulus, tanggapan positif, dukungan atau intervensi fisik oleh perawat (Synder, 2011). Griffin (1983, dalam Morrison & Burnard, 2008) membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah satu konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal essensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada pasien. Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu, menolong dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh pengaruh antara perawat dan pasien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pernyataan diatas adalah caring terdiri atas dua aspek yaitu berupa tindakan nyata perawat dalam melakukan peran dan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dan aspek afektif perawat seperti perasaan cinta, altruisme, belas kasih, kehangatan serta perasaan lain yang mendasari perawat melakukan tindakan caring kepada klien.

9 1.2. Definisi Perilaku Caring Perilaku caring merupakan suatu sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, artinya memberikan perhatian yang lebih kepada seseorang dan bagaimana seseorang itu bertindak. Perilaku caring sangat penting untuk mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku caring sangat penting dalam pelayanan keperawatan karena akan memberikan kepuasan kepada pasien dan perawat akan lebih memahami konsep caring, khususnya perilaku caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan keperawatan. Seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007 dalam Nurbiyati, 2013). Perilaku caring menurut Watson (1979, dalam Tomey & Alligood, 2006) adalah proses yang dilakukan perawat meliputi pengetahuan, tindakan dan dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif yang digunakan dalam praktik keperawatan di beberapa setting klinik yang berbeda. Duffy (2005) menambahkan bahwa perilaku caring merupakan suatu harapan dari pasien maupun keluarga mengenai praktik keperawatan dan caring merupakan kata sifat yang biasa digunakan oleh perawat dan mahasiswa keperawatan untuk menggambarkan karakteristik praktik keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais dkk, 2007).

10 1.3. Teori Caring Watson Watson (2001, dalam Fawcett, 2005) menjelaskan empat komponen dari Theory of Human Caring yaitu: 1. Transpersonal Caring Relationship Transpersonal Caring Relationship dijelaskan lebih lanjut dalam hal hubungan atau proses intersubjektif antara perawat dan klien, dimana Watson (1985, dalam Fawcett, 2005) melihatnya baik sebagai ilmu dan seni. Komponen Transpersonal Caring Relationship adalah Self, Phenomenal Field dan Intersubjectivity. Caring yang ideal memerlukan suatu intersubjektivitas, dimana kedua orang yang terlibat memiliki potensi untuk memungkinkan pemberi perawatan dan menjadi penerima perawatan (Watson, 1989 dalam Fawcett, 2005). 2. Caring Moment/ Caring Occasion Watson (1996, dalam Fawcett, 2005) menjelaskan Caring Moment adalah momen ketika perawat dan pasien bersatu dalam suatu cara dimana kesempatan untuk perawatan manusia tercipta. Keduanya dengan perbedaan dan keunikan masing-masing memiliki tanggung jawab untuk menyatukan hubungan satu sama lain. 3. Caring (Healing) Consciousness Watson (2001, dalam Fawcett, 2005) mendefinisikan dan menggambarkan konsep Caring (Healing) Consciousness menggunakan istilah "caringpenyembuhan - kesadaran menyayangi". Konsep Caring (Healing) Consciousness menjelaskan caring menghubungkan kesadaran satu individu untuk caring dengan

11 individu lainnya. Selain itu, Caring (Healing) Consciousness dikomunikasikan perawat untuk pasien yang dirawatnya. 4. Clinical Caritas Processes Clinical Caritas Processes merupakan kompotensi caring dalam keperawatan yang lebih dikenal sebagai representasi nilai, sikap dan perilaku perawat yang menimbulkan perasaan dipedulikan yang dipersepsikan oleh klien. Clinical Caritas Processes merupakan komponen caring yang interaktif di semua proses dengan pendekatan holistik untuk pemahaman dan mempelajari asuhan keperawatan. Clinical Caritas Processes disini menyatukan tindakan fisik, interaksi, hubungan dan memahami antara perawat dan klien. Watson menggunakan istilah karatif sebagai kontras terhadap faktor kuratif dalam kedokteran konvensional (Watson, 2001 dalam Fawcett, 2005). Perilaku caring yang dilakukan oleh perawat meliputi pengetahuan, tindakan dan dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif serta digunakan dalam praktik keperawatan di beberapa setting klinik yang berbeda. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006) : 1) Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistic dan altruistic Nilai-niai humanistic dan altruistic adalah sikap yang didasari pada nilainilai kemanusiaan yaitu menghormati otonomi dan kebebasan klien terhadap pilihan yang terbaik menurutnya serta mementingkan orang lain dari pada diri sendiri, dimanifestasikan dengan memanggil nama klien dengan nama sehari-hari, mengenal karakteristik klien (umur, pekerjaan, pendidikan, alamat),

12 mendahulukan kepentingan klien dari pada kepentingan pribadi, serta memberi waktu pada klien meskipun sedang sibuk. 2) Menanamkan sikap penuh pengharapan atau kepercayaan (Faith-Hope) Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruistic dan humanistic. Perawat membantu klien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan melalui hubungan yang efektif dengan klien dan memfasilitasi klien untuk menerapkan gaya hidup sehat. Perawat juga memotivasi penerimaan klien terhadap pengobatan yang dilakukan dan membantu klien memahami alternatif terapi yang diberikan, memberikan keyakinan akan adanya kekuatan penyembuhan/kekuatan spiritual dan penuh pengharapan. 3) Menumbuhkan sensisitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka terhadap perasaan klien sehingga dapat lebih ikhlas, otentik dan sensitif dalam memberikan asuhan keperawatan, ditandai dengan sikap empati dan mampu menempatkan diri pada posisi klien, ikut merasakan atau prihatin terhadap ungkapan penderitaan yang dikatakan klien serta siap membantu setiap saat, dapat mengendalikan perasaan ketika klien bersikap kasar terhadap perawat serta perawat menyetujui keinginan klien akan sesuatu yang dibutuhkan klien. 4) Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu Sebuah hubungan saling percaya digambarkan sebagai hubungan yang memfasilitasi untuk penerimaan perasaan positif dan negatif yang termasuk dalam hal ini, kejujuran, empati, kehangatan dan komunikasi efektif. Manifestasi

13 perilaku caring terkait faktor ini seperti mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan klien, memperkenalkan diri kepada klien saat awal kontrak serta membuat kontrak hubungan dan waktu, meyakinkan klien bahwa ia siap menolong setiap saat dibutuhkan dengan tulus dan ikhlas, mengenali keluarga klien, bersikap hangat dan bersahabat, menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya melalui komunikasi efektif serta menjelaskan prosedur setiap tindakan yang akan dilakukan kepada klien. 5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif Perawat berbagi perasaan dengan klien merupakan hal yang riskan. Perawat harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negatif klien dengan cara memahami ekspresi klien secara emosional maupun intelektual dalam situasi yang berbeda. Manifestasi perilaku caring terkait faktor ini antara lain memotivasi klien untuk mengemukakan perasaan positif maupun negatif, mendengarkan keluhan klien dengan sabar walaupun waktunya lama, mendengarkan keinginan klien untuk sembuh dan apa yang akan dilakukan jika sembuh. 6) Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan. Perilaku caring perawat terkait faktor ini antara lain memeriksa dan mengkaji lebih lanjut tentang masalah yang dihadapi klien, bertanya tentang keinginan klien yang khusus untuk dipenuhi dan cara pemenuhan kebutuhan

14 tersebut, mengabulkan permintaan klien untuk mendapatkan sesuatu karena tahu bila tidak dipenuhi dapat menimbulkan kecemasan serta memenuhi keinginan klien yang berbeda-beda dengan sabar. 7) Meningkatkan proses pembelajaran dalam hubungan interpersonal Faktor karatif ini merupakan konsep yang penting bagi keperawatan untuk membantu kesembuhan dengan bentuk kepedulian. Perawat memfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan untuk memandirikan klien dalam memenuhi kebutuhan diri dan memberikan pribadi klien kesempatan untuk berkembang. Pasien diharapkan untuk mendapat informasi tentang status kesehatannya. 8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosial dan spiritual yang suportif, protektif dan korektif Perawat harus menyadari bahwa lingkungan internal dan eksternal berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal meliputi mental dan kesejahteraan spiritual serta keyakinan sosial budaya individu. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privacy, keamanan dan kebersihan serta keindahan. Manifestasi perilakunya antara lain menyetujui keinginan klien untuk bertemu atau mendatangkan pemuka agamanya, mengijinkan dan mendorong klien untuk berdoa/beribadah sesuai dengan agamanya, bersedia menghubungi keluarga dan teman yang diharapkan untuk mengunjungi klien.

15 9) Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial dan interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga klien. Klien harus terpenuhi kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai kebutuhan yang berada di atasnya. Perawat yang bersifat caring selalu berusaha memperlakukan klien sebagai individu dan mencoba mengidentifikasi kebutuhan pasien. Mereka juga mendahulukan kepentingan pasien, dapat dipercaya dan terampil. 10) Mengembangkan kekuatan faktor excistensial phenomenologic Perawat harus memahami pertumbuhan dan kematangan jiwa klien (fenomenologis) tentang data serta situasi yang membantu pemahaman klien tentang fenomena. Yang dapat dilakukan perawat antara lain mengajarkan perubahan gaya hidup yang sehat kepada klien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan lingkungan yang mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah, mengenalkan pada klien keterampilan koping maupun adaptasi terhadap rasa kehilangan, mengijinkan klien menggunakan kekuatan spiritual untuk melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi klien dan keluarga untuk berserah diri kepada Tuhan, menyiapkan klien dan keluarga saat menghadapi fase berduka. 1.4. Teori Caring Lainnya 1.4.1. Teori Caring Menurut Simon Roach Menurut Roach (1995, dalam Blais dkk, 2007) ada lima komponen caring. Lima komponen tersebut adalah:

16 1. Compassion (kasih sayang) Compassion adalah kepekaan terhadap kesulitan dan kepedihan orang lain dapat berupa membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta memberikan dukungan secara penuh. 2. Competence (kemampuan) Competence adalah memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, energi dan motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi. Compassion tanpa competence akan terjadi kelalaian klinis, sebaliknya competence tanpa compassion menghasilkan suatu tindakan. 3. Confidence (kepercayaan diri) Confidence adalah suatu keadaan untuk memelihara hubungan antar manusia dengan penuh percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang meningkatkan kepercayaan tanpa mengabaikan kemampuan orang lain untuk tumbuh dan menyampaikan kebenaran. 4. Concience (suara hati) Perawat memiliki standar moral yang tumbuh dari sistem nilai humanistik altruistik (peduli kesejahteraan orang lain) yang dianut dan direfleksikan pada tingkah lakunya. 5. Commitment Melakukan tugas secara konsekuen dan berkualitas terhadap tugas, orang, karir yang dipilih.

17 1.4.2. Teori Caring Menurut K. M. Swanson Swanson (1991, dalam Tomey & Alligood, 2006) mendefinisikan caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar mereka merasakan komitmen dan tanggung jawab terhadap dirinya sendirinya. Swanson dalam Middle Theory of Caring mendeskripsikan lima komponen proses caring yaitu: 1. Mengetahui (Knowing) Knowing berarti berusaha untuk memahami arti suatu kejadian dalam kehidupan pasien, mencegah adanya asumsi, berfokus pada perawatan untuk pasien, mencari tanda-tanda, melakukan pengkajian secara cermat dan melibatkan diri dengan pasien. Perawat memahami peristiwa yang dialami pasien dan arti dari peristiwa tersebut bagi pasien serta mampu menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi pasien. 2. Kehadiran atau Keberadaan (Being With). Kehadiran berarti menghadirkan emosi saat bersama pasien. Hal ini berarti hadir secara fisik, menyampaikan keberadaan dan berbagi perasaan dengan pasien tanpa membebani pasien. 3. Melakukan (Doing For) Melakukan pelayanan keperawatan untuk membantu pasien dalam perawatan total atau mendukung pasien untuk melakukan perawatan mandiri. Sub kategori perilaku yang termasuk hal ini adalah mengantisipasi kebutuhan pasien, memberikan kenyamanan, memberikan pelayanan keperawatan secara kompeten dan terampil serta melindungi martabat pasien selama perawatan.

18 4. Memungkinkan (Enabling) Enabling berarti membantu pasien dan memfasilitasi pasien agar dapat merawat dirinya sendiri. Enabling juga berarti membantu pasien untuk melalui masa transisi dalam kehidupan atau melalui peristiwa yang tidak biasa dengan cara berfokus pada kejadian tersebut, menginformasikan, menjelaskan, mendukung dan memberikan feedback. 5. Mempertahankan Kepercayaan (Maintaining Belief) Proses ini merupakan fondasi caring dan ditunjukkan pada keyakinan terhadap kapasitas seseorang melalui bekerja bersama-sama dan mengenali arti suatu kejadian atau kondisi bagi pasien. 1.5. Manfaat Perilaku Caring Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku caring perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan caring yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan mengenai perilaku manusia akan dapat meningkatkan kesehatan individu dan memfasilitasi pemberian pelayanan kepada pasien. Watson (1979, dalam Tomey & Alligood, 2006) menambahkan bahwa caring yang dilakukan dengan efektif dapat mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Selain itu, perilaku caring perawat memberi pengaruh dalam pelayanan yang berkualitas pada pasien (Prompahakul, Nilmanat & Kongsuwan, 2011). Perilaku caring perawat juga memberikan kontribusi besar terhadap kualitas pengalaman pasien selama dilakukan perawatan (Wolf, Miller & Devine, 2003). Setiadi, Siswadi & Florensa

19 (2013) menjelaskan caring mempunyai banyak manfaat untuk pasien, seperti ketenangan jiwa, membina rasa percaya dan mengurangi kecemasan pasien sehingga akan membantu kesembuhan dan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, perilaku caring yang ditampilkan oleh seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien. 1.6. Aplikasi Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan Perilaku perawat yang ditunjukkan dalam asuhan keperawatan berhubungan dengan caring meliputi kehadiran, sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan mengenal klien. (a) kehadiran bukan berarti hanya hadir secara fisik melainkan juga komunikasi dan juga memahami klien; (b) sentuhan, sebagai satu bentuk komunikasi yang merupakan awal terjadinya hubungan antara perawat dan klien (Potter & Perry, 2009). Sentuhan terdiri atas sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak (Fredrikkson, 1999 dalam Potter & Perry, 2009). Sentuhan kontak berarti adanya persinggungan antara kulit dan kulit, sedangkan sentuhan non-kontak berarti adanya kontak mata antara perawat dan klien. (c) mendengarkan, caring bukan hanya merupakan suatu interaksi interpersonal dan berbicara satu sama lain, tetapi lebih dari itu, dalam hubungan caring perawat dan klien membangun hubungan saling percaya, membuka jalur komunikasi dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien. Mendengarkan klien berarti perawat dapat memahami dan mengintrepetasikan apa yang dikatakan klien serta memberikan umpan balik pada klien (Kembe,1992 dalam Potter & Perry, 2009); (d) mengenal dan memahami klien adalah inti dari proses pengambilan keputusan

20 oleh perawat. Hubungan caring yang terbentuk antara klien dan perawat membantu perawat untuk lebih mengenal klien secara individu yang unik sehingga perawat dapat menentukan tindakan keperawatan yang sesuai dan efektif bagi klien (Potter & Perry, 2009). Aplikasi caring perawat seperti memperkenalkan diri serta membuat kontrak hubungan, memanggil klien dengan namanya, menggunakan sentuhan, mengkaji lebih lanjut keinginan klien, meyakinkan klien bahwa perawat akan membantu klien dalam memberikan asuhan keperawatan, memenuhi kebutuhan dasar klien dengan ikhlas, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan (inform consent), mendengarkan dengan penuh perhatian, bersikap jujur, bersikap empati, dapat mengendalikan perasaan, selalu mendahulukan kepentingan klien, tidak menerima uang dari klien, memberi waktu dan perhatian, bekerja dengan terampil dan cermat berdasarkan ilmu, kompeten dalam melakukan tindakan keperawatan, berespon dengan cepat dan tanggap, mengidentifikasi secara dini perubahan status kesehatan klien, serta memberikan rasa aman dan nyaman (Kozier, 2007). 2. Program Pendidikan Profesi Ners di Indonesia 2.1. Tahap Program Pendidikan Profesi Ners Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit

21 maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Nasional, 1983 dalam Nurhidayah, 2011). Untuk menjadi perawat profesional, seorang perawat harus menempuh dua tahap pendidikan keperawatan yaitu tahap pendidikan akademik yang setelah lulus akan bergelar S.Kep dan tahap pendidikan profesi yang setelah lulus akan bergelar Ners (Ns) (Nurhidayah, 2011). Mahasiswa keperawatan akan memulai program pendidikan profesi keperawatan setelah lulus dari program pendidikan akademik. Program pendidikan profesi keperawatan dilaksanakan selama satu tahun atau dua semester. Di Indonesia, proses program pendidikan profesi keperawatan terdiri dari pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) (Nursalam, 2008). Pada tahap pendidikan profesi mahasiswa akan mengaplikasikan seluruh pengetahuan dan teori yang telah didapat selama pendidikan akademik ke dalam masalah klinik yang nyata (Nurhidayah, 2011). Program pendidikan profesi keperawatan juga merupakan suatu proses yang akan mengantarkan mahasiswa menjadi seorang perawat profesional dimana mahasiswa akan diberi kesempatan untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat profesional di situasi nyata pada pelayanan kesehatan klinik atau komunitas dengan cara melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar, menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap atau tingkah laku profesional, dan menerapkan keterampilan profesional (Nursalam, 2008). Menurut Reilly (2002, dalam Nurhidayah, 2011). Pembelajaran klinik merupakan tempat bagi mahasiswa untuk bereksperimen

22 dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik, menyelesaikan masalah, dan mengembangkan bentuk perawatan baru. Setelah melalui tahap pendidikan profesi keperawatan diharapkan mahasiswa telah mempunyai sikap, pengetahuan dan keterampilan profesional. Untuk menghasilkan perawat yang profesional, maka program pendidikan profesi keperawatan disusun dengan mempertimbangkan lima aspek yaitu : (1) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan; (2) kemampuan menyelesaikan masalah secara ilmiah; (3) sikap dan tingkah laku profesional; (4) belajar aktif dan mandiri; (5) pendidikan berada di masyarakat (Nurhidayah, 2011). Dengan menjalani kelima aspek tersebut diharapkan mahasiswa lulusan program pendidikan profesi keperawatan memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan profesional baik sebagai pemberi asuhan (caregiver), pembela klien (client advocate), penilai kualitas asuhan (quality of evaluator), manajer (manager), peneliti (researcher), pendidik (educator), maupun konsultan (consultant) (Nurhidayah, 2011). 2.2. Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Nursalam (2008) menjelaskan penataan kompetensi harus mulai dilakukan, baik kompetensi akademik maupun profesional. Menurut International Council of Nursing (ICN), kompetensi bermakna pengetahuan, keterampilan, sikap dan pertimbangan yang terintegrasi dan harus dimiliki/dipersyaratkan untuk melakukan tindakan secara aman dalam lingkup praktik keperawatan individu.

23 Dalam kerangka kerja ICN, kompetensi untuk perawat generalis dikelompokkan menjadi tiga kompetensi utama, yaitu sebagai berikut: 1. Praktik profesional, etik dan legal serta peka budaya 2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan 3. Pengembangan profesional Berdasarkan Buku Panduan Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi 2014 Fakultas Keperawatan, kompetensi lulusan program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang kontinu harus dicapai dalam tahap baik akademik maupun profesi adalah sebagai berikut: 1. Kompetensi Utama a. Mampu berkomunikasi secara efektif b. Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan c. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan profesional di klinik dan komunitas d. Mampu mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan e. Mampu menjalin hubungan interpersonal f. Mampu melakukan penelitian sederhana g. Mampu menjadi advokat bagi klien yang dirawatnya h. Mampu mengembangkan profesionalisme secara terus-menerus/ belajar sepanjang hayat

24 2. Kompetensi Pendukung a. Mampu berpikir kritis menggunakan metodologi keperawatan dan metodologi riset b. Mampu melaksanakan peran sebagai pemimpin perubahan dalam kerja tim pelayanan keperawatan c. Mampu mendeseminasikan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan 3. Kompetensi Lainnya Kompetensi lainnya yang dirumuskan untuk membantu meningkatkan daya saing dan menunjukkan ciri khas lulusan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, adalah: a. Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dalam situasi klinis b. Mampu berperan serta dalam penerapan holistic caring Kompetensi lulusan Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan tersebut dijabarkan secara detail dalam pencapaian setiap mata ajar, yang mengikuti acuan sesuai Standar Kompetensi Perawat Indonesia (SKPI) 2011. SKPI adalah suatu standar kompetensi perawat vokasi dan standar kompetensi ners generalis Indonesia yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi bekerjasama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Indonesia (AIPDiKI) dengan menggunakan referensi dari berbagai negara dan International Council of Nursing

25 (ICN). SKPI dibuat untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan atau asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat oleh perawat Indonesia. 2.3. Penerapan Perilaku Caring Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Perilaku caring juga dilakukan oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan program pendidikan profesi ners. Salah satu penerapan perilaku caring mereka adalah kehadiran (Schaefer, 2003). Kehadiran disini meliputi keberadaan mahasiswa profesi ners dalam memberikan waktunya untuk mendengarkan secara aktif dan sensitif terhadap pasien yang mereka rawat. Menjadi sensitif terhadap pasien adalah salah satu dari sepuluh kegiatan caring praktisi perawat (Brunton & Beaman, 2000 dalam Schaefer, 2003). Kehadiran berfungsi sebagai sarana untuk merawat dan sebagai intervensi caring. Perilaku caring mahasiswa program profesi ners tidak terjadi tanpa adanya kehadiran karena mereka tidak meluangkan waktu untuk mengetahui pasien. Perilaku caring lainnya meliputi mendukung dan memberikan perhatian ke pasien tanpa mengharapkan imbalan apa pun, menunjukkan rasa hormat terhadap pasien, berbicara dengan pasien dan bersikap jujur dengan pasien (Schaefer, 2003). Penerapan perilaku caring mahasiswa profesi ners Fakultas Keperawatan antara lain, kemampuan untuk mendengarkan, tersenyum, menyapa, menyentuh, menenangkan pasien, respek, kontak mata, tanggap, bicara dengan lembut dan tidak menghakimi pasien (Setiawan & Tumanggor, 2013).

26 3. Studi Fenomenologi Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung oleh Edmen Husserl. Husserl menyatakan bahwa makna merupakan pengalaman pribadi yang dapat dibagikan atau disampaikan kepada orang lain secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih dapat memahami. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup seseorang. Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Polit & Beck, 2012). Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, mendalam, credible dan bermakna. Selain itu, pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah peristiwa dan memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami beberapa individu dalam situasi yang dialami. Pendekatan fenomenologi digunakan ketika sedikit sekali definisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan

27 penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012). Didalam studi fenomenologi, sumber data utama berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012). Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah banyak. Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012). Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data. Fenomenologist dalam proses analisis data yang terkenal adalah Collaizi, Giorgi dan Van Kaam. Ketiga tokoh tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Polit & Beck, 2012). Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa tersebut meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan mereka; (b) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan; (c) menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan; (d) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema; (e) mengintegrasikan

28 hasil kedalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin; (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir. Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu: 1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan yaitu perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement), ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota (member checking). 2. Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain. 3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi

29 untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah audit trail yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas. 4. Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.