Bab V Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KUALITAS AIR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

Bambang Pramono ( ) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air

pertumbuhan tiga jenis tumbuhan air dalam (limbah cair) dengan kandungan klorin tinggi (0.66 ppm) sebagai medium tumbuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

Transkripsi:

biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003). Hasil pengukuran kandungan COD pada setiap titik dapat dilihat pada Gambar V.5. Gambar V.5 menunjukkan bahwa nilai COD pada sampling kedua cenderung lebih besar dibandingkan pada sampling yang pertama. Peningkatan ini dapat disebabkan akibat material organik yang terbawa oleh limpasan air hujan. Selain itu, peningkatan antara sampling yang pertama dengan sampling kedua dapat disebabkan akibat meningkatnya aktivitas domestik dan industri di sekitar area waduk dan pada area di sepanjang daerah aliran sungai yang membuang limbah domestiknya langsung ke sungai yang menjadi input Waduk Cirata. Keterangan: Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Gambar V.5 Kadar COD Pada Setiap Titik Sampling Dari hasil pengukuran, kisaran kandungan COD pada permukaan, kedalaman 9 meter, dan dasar secara berturut-turut adalah 13,8 44,16 mg/l, 11,96 62,56 mg/l, dan 13, 64 36,8 mg/l dengan rata-rata 26,53 mg/l, 29,7 mg/l, dan 20,68 mg/l. Sumber utama material organik diperkirakan berasal dari aktivitas domestik dan pakan ikan yang digunakan pada aktivitas pembudidayaan ikan. Perbandingan nilai COD untuk pada setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar V.6. V - 9

Gambar V.6 menunjukkan nilai COD yang berfluktuasi pada setiap titik dan kedalaman. Dari gambar tersebut dapat dilihat pada kedalaman 9 meter nilai COD cenderung lebih besar dibandingkan dengan bagian permukaan dan pada dasar perairan dimana kisarannya dapat mencapai nilai COD sebesar 62,56 mg/l. Hal tersebut terutama terlihat pada titik 3, 4, 6, 7, dan 8 yang merupakan titik sampling dengan populasi KJA yang padat. Nilai COD yang tinggi menunjukkan kandungan organik yang tinggi pula. Kecenderungan nilai COD yang tinggi pada titik sampling dengan populasi padat KJA kemungkinan disebabkan keberadaan jaring yang digunakan pada aktivitas budidaya ikan. Sebagian besar dari KJA yang ada terdiri dari dua lapis dengan kedalaman total dapat mencapai 8 meter. Akibat keberadaan jaring-jaring tersebut, sebagian material organik yang cenderung sukar larut dalam air kemungkinan akan tertahan pada dasar jaring apung sehingga pada kedalaman 8 9 meter kandungan organik cukup tinggi. Keterangan: permukaan 9 m dari permukaan dasar Gambar V.6 Nilai COD Pada Setiap Kedalaman Dari hasil pengukuran, kisaran kandungan COD pada permukaan, kedalaman 9 meter, dan dasar secara berturut-turut adalah 13,8 44,16 mg/l, 11,96 62,56 mg/l, dan 13,64 36,8 mg/l dengan rata-rata 26,53 mg/l, 29,7 mg/l, dan 20,68 mg/l. Nilai COD tertinggi berada pada titik 3 dan 4 pada kedalaman 9 meter dengan nilai 62,56 mg/l dan 58 mg/l. Nilai tersebut telah melewati baku mutu air Kelas III pada PP No. 82 Tahun 2001 yang merupakan kelas air terendah yang dapat dipergunakan untuk perikanan. Baku mutu nilai COD pada kelas tersebut adalah sebesar 50 mg/l. V - 10

V.6 BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD) BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan senyawa organik pada kondisi aerob. Makin banyak zat organik, makin besar oksigen yang dibutuhkan sehingga harga BOD makin besar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makin tinggi kadar BOD tingkat pencemaran juga makin tinggi.secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Effendi, 2003). Hasil pengukuran konsentrasi BOD dapat dilihat pada Tabel V.4 dan Gambar V.7. Tabel V.4 Kandungan BOD 5 Pada Titik 1, 8, dan 10 Titik BOD 5 (mg/l) Sampling Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) A 9,744 15,773 1 B 10,937 12,355 C 10,845 9,887 A 19,654 19,577 8 B 18,617 19,729 C 17,562 14,778 A 14,722 18,243 10 B 13,516 9,626 C 12,001 13,788 Keterangan: A = Permukaan B = Kedalaman 9 meter C = Dasar (0,8 kali kedalaman total) Keterangan: Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Gambar V.7 Kandungan BOD 5 Pada Titik 1, 8, dan 10 Hasil pengukuran BOD 5 pada titik 1, 8, dan 10 pada pengambilan sampel yang kedua cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan pengambilan sampel yang pertama walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil V - 11

pengukuran, kandungan BOD 5 yang diperoleh berada di atas 9 mg/l. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan BOD 5 pada titik sampling yang ditinjau telah melewati baku mutu untuk air Kelas III yang merupakan golongan air terendah yang dapat dimanfaatkan untuk perikanan. Baku mutu kandungan BOD 5 untuk air Kelas III adalah 6 mg/l. Hasil pengukuran BOD 5 pada titik 1, 8, dan 10 juga menunjukkan bahwa titik 8 memiliki kandungan BOD 5 tertinggi bila dibandingkan dengan titik 1 dan titik 8. Perbandingan kandungan BOD 5 untuk titik 1, 8, dan 10 pada setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar V.8. Keterangan: permukaan 9 m dari permukaan dasar Gambar V.8 Kandungan BOD 5 Pada Setiap Kedalaman Pada Titik 1, 8, dan 10 Titik 8 merupakan titik sampling dengan populasi KJA yang cukup padat, sedangkan titik 1 dan 10 berada jauh dari aktivitas KJA. Hal tersebut kemungkinan menjadi penyebab tingginya kandungan BOD 5 di titik 8. Hal ini terlihat dari tingginya rasio perbandingan BOD 5 /COD pada titik 8 yang dapat mencapai rasio sebesar 0,803 (Tabel V.5). Hal tersebut kemungkinan disebabkan tingginya bahan organik yang masuk ke perairan waduk, baik akibat sisa pakan ikan maupun aktivitas domestik lainnya yang berlangsung di atas perairan waduk. V - 12

Tabel V.5 Rasio Perbandingan BOD 5 /COD Titik BOD 5 (mg/l) COD (mg/l) Rasio (BOD5/COD) Sampling Sampling 1 Sampling 2 Sampling 1 Sampling 2 Sampling 1 Sampling 2 A 9,744 15,773 30,000 33,12 0,325 0,476 1 B 10,937 12,355 20,909 22,08 0,523 0,560 C 10,845 9,887 13,636 25,76 0,795 0,384 A 19,654 19,577 26,364 27,600 0,745 0,709 8 B 18,617 19,729 34,545 36,800 0,539 0,536 C 17,562 14,778 23,640 18,400 0,743 0,803 A 14,722 18,243 31,280 30,000 0,471 0,608 10 B 13,516 9,626 22,080 23,636 0,612 0,407 C 12,001 13,788 25,455 18,400 0,471 0,749 Keterangan: Sampling 1 : 4 April 2007 Sampling 2 : 3 Mei 2007 A = Permukaan B = Kedalaman 9 meter C = Dasar (0,8 kali kedalaman total) V.7 NITROGEN ANORGANIK V.7.1 Nitrat Nitrat (NO 3 ) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Hasil pengukuran nitrat untuk setiap titik pada setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar V.9. Dari hasil pengukuran tersebut, tampak perbedaan yang cukup signifikan antara pengambilan sampel yang pertama dan kedua. Pada pengukuran nitrat untuk sampel yang kedua, konsentrasi nitrat yang terukur cenderung lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi nitrat yang terukur pada pengambilan sampel yang pertama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi cuaca, baik sebelum maupun pada saat pengambilan sampel. Pada pengambilan sampel yang pertama kondisi cuaca cenderung kering, sedangkan pada pengambilan sampel yang kedua kondisi cuaca cenderung lebih basah dengan indikasi hujan secara terus menerus selama empat hari berturut-turut sebelum pengambilan sampel. Pengaruh cuaca tersebut terlihat dari perbedaan ketinggian muka air waduk pada sampling pertama dengan sampling kedua dimana ketinggian muka air waduk V - 13

pada sampling yang pertama berada pada level 210 m dan pada saat sampling kedua berada pada level 215 m. Lebih besarnya konsentrasi nitrat yang terukur pada sampling kedua diperkirakan akibat besarnya senyawa nitrogen yang masuk ke dalam waduk karena terbawa oleh limpasan air hujan, baik pada daerah di sekitar waduk yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, maupun akibat erosi tanah di sekitar sungai yang menjadi input utama air Waduk Cirata. Keterangan: Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Gambar V.9 Konsentrasi Nitrat Terukur Pada Setiap Titik Sampling Pada dasarnya, nitrat terbentuk akibat oksidasi senyawa nitrogen oleh oksigen, sehingga nitrat akan banyak ditemui pada perairan dengan kadar oksigen yang mencukupi. Goldman dan Horne (1983) (dalam Pratiwi, 2006) menyebutkan bahwa penyebaran NO 3 akan berbeda pada tiap kedalaman, idealnya kandungan nitrat akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman seiring dengan berkurangnya kandungan oksigen. Akan tetapi, dari hasil yang diperoleh tampak ada beberapa perbedaan dimana konsentrasi nitrat pada dasar waduk di sejumlah titik sampling lebih besar daripada kedalaman 9 meter seperti yang ditunjukkan pada Gambar V.10. Hal ini diperkirakan akibat aktivitas dekomposisi material organik oleh mikroorganisme pada kedalaman 9 meter yang merupakan kedalaman yang dekat dengan dasar kolam jaring apung. V - 14

Keterangan: permukaan 9 m dari permukaan dasar Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya konsentrasi nitrat pada level kedalaman 9 m pada titik 3, 4, 6, 7, dan 8 yang memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah. Titik sampling tersebut merupakan titik dimana populasi kolam jaring apung cukup tinggi dibandingkan dengan titik sampling lainnya. Kemungkinan lainnya adalah akumulasi dari sisa pakan dan sisa metabolisme dari kegiatan budidaya ikan di keramba jaring apung (Pratiwi, 2006). Dari hasil pengukuran, kisaran konsentrasi nitrat pada permukaan, kedalaman 9 meter, dan kedalaman dasar secara berturut-turut adalah 0,265 3,427 mg/l, 0,024 1,023 mg/l, dan 0,006 1,004 mg/l dengan rata-rata 1,150 mg/l, 1,364 mg/l, dan 0,373 mg/l. Kadar tersebut masih memenuhi standar kandungan nitrat untuk air Kelas II yang tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001, yaitu sebesar 10 mg/l. V.7.2 Nitrit Di perairan alami, nitrit (NO 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat, dan antara nitrat dengan gas nitrogen. Hasil pengukuran nitrit untuk setiap titik pada setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar V.11. V - 15