INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

PERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi antar-masyarakat di sana sampai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

PENGGUNAAN DIKSI DALAM TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Mentari Ade Fitri

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014.

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

ANALISIS MORFEM BAHASA MELAYU SUB-DIALEK SEKANAK DESA TINJUL KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

Oleh: RIA SUSANTI A

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

ANALISIS BENTUK MORFEM BAHASA MELAYU DIALEK TANJUNG AMBAT KECAMATAN SENAYANG

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

Transkripsi:

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks infleksi, proses infleksi, dan makna afiks indleksi dalam bahasa Kulisusu. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sistem infleksi dalam bahasa Kulisusu yang terdapat di kecamata Kulisusu kabupaten Buton Utara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa infleksi dalam bahasa Kulisusu dibentuk melalui beberapa proses yaitu prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, konfiksasi, dan gabungan afiks. prefiks infleksi 7 buah yang terdiri dari (1) mo-,(2) po- (3) koka-, (4) tepo-, (5) ngko-,(6) pinoli-, dan (7) pompoko-. Infiks infleksi hanya terdiri dari satu buah yaitu um-. Sufiks infleksi 4 buah yang terdiri dari (1) (K)i, (2) o, (3) (K)io, dan (4) (K)ako. Konfiks hanya terdiri dari satu buah yaitu po-no. Gabungan afiks infleksi 6 buah yang terdiri dari (1) me-no, (2) mo-no, (3) mo-ako(4) pepe-ako, dan (5) mengka-no. Kata Kunci : afiks, infleksi, bahasa Kulisusu PENDAHULUAN Bahasa adalah sebuah sistem komunikasi yang membuat manusia dapat bekerja sama. Definisi ini menekankan fungsi sosial dari bahasa, dan fakta bahwa manusia menggunakannya untuk mengekspresikan dirinya sendiri dan untuk berinteraksi dalam lingkungannya. Selain alat komunikasi dan interaksi sosial, juga mempunyai peranan sebagai alat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kebudayaan yang sekaligus juga merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri. Bahasa disamping dapat menentukan jalan pikiran pemakainya, masyarakatnya, dan kebudayaannya, pada waktu yang sama ditentukan pula oleh para pemakainya, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Mengingat pentingnya kedudukan bahasa daerah dalam kaitannya dengan pertumbuhan, perkembangan dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah serta salah satu unsur kebudayaan, maka bahasa-bahasa daerah di Indonesia perlu pendokumentasian agar dapat diselamatkan, dipelihara, dibina, dan dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk memperkaya perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia dan khasanah kebudayaan nasional. Bahasa Kulisusu merupakan salah satu bahasa yang cukup potensial pada zaman Kesultanan Buton, dan sampai saat ini bahasa Kulisusu masih menjadi alat komunikasi bagi masyarakat pemakainya di kabupaten Buton Utara. Bahasa Kulisusu merupakan pendukung kebudayaan daerah yang memiliki sejarah dan tradisi yang cukup tua dan masih tetap dipelihara oleh masyarakat pemiliknya. Pentingnya penelitian infleksi ini dilakukan karena manfaatnya cukup besar. Manfaatnya dapat dipandang dari berbagai segi, dipandang dari segi bahasa Kulisusu itu sendiri, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pendokumentasian data kebahasaan, bahasa Kulisusu, terutama mengenai sistem infleksinya. Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, bahasa Kulisusu dapat digunakan sebagai sumber untuk memperkaya kosa kata dan pembentukan kosa kata baru bahasa Indonesia. Di samping itu penelitian tentang infleksi bahasa Kulisusu dapat pula dilihat dari sudut pengembangan linguistik di Indonesia. Dalam rangka pengembangan linguistik Indonesia penelitian tentang infleksi dalam bahasa Kulisusu juga sangat penting. Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 1

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dan pengkajian secara khusus membahas eksistensi Bahasa Kulisusu dari segi sistem infleksi dalam Bahasa Kulisusu. Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu? Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Sebagai sumbangan pikiran dalam upaya pembinaan, pelestarian, dan pengembang bahasa pada umumnya dan bahasa Kulisusu pada khususnya. (2) Sebagai pelengkap kajian linguistik di Indonesia. (3) Membantu siswa dwibahasawan Kulisusu Indonesia dalam memahami struktur Bahasa Kulisusu sehingga dapat mengatasi kemungkinan terjadinya interferensi Bahasa Kulisusu terhadap bahasa Indonesia. (4) Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian lanjutan yang mendalam. Kajian Teori Morfologi Chaer (2008: 3) secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan kata logos berarti ilmu. Secara harafiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentukbentuk dan pembentukan kata. Cahyono (1995: 140) menyatakan bahwa morfologi ialah ilmu yang mengkaji bentuk bahasa serta pengaruh perubahasan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata. Berdasarkan beberapa pendapat ahli bahasa tersebut, dapat diketahui bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari hal-hal tentang bentuk, fungsi dan arti kata. Jadi bidang morfologi dalam suatu bahasa menguraikan tentang struktur kata dan bagian-bagiannya. Dalam hal ini morfologi menyelidiki bentuk dan arti gramatikal suatu kata, yakni arti yang timbul sebagai akibat adanya suatu bentuk yang melekat pada bentuk lain. Pengertian bentuk di sini adalah satuan yang paling kecil yaitu morfem, sedangkan satuan yang paling besar adalah kata. Morfem Darwis (2012: 11) morfem adalah konstituen abstrak. Bentuk kongkretnya dapat dilihat pada apa yang menjadi anggota atau variasi dari morfem itu, yang dalam hal ini lazim disebut alomorf. Perhatikan konstituuen me- dalam kata melarang, mem- dalam kata membalas, men- dalam kata mendengar, meng- dalam kata mengurai, dan sebagainya. Jelaslah, bahwa pada Data-Data itu terdapat satu morfem saja yang beranggotakan beberapa morf.kridalaksana (2008: 128) menyatakan bahwa morfem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Ramlan (2012: 32) setiap bentuk tunggal, baik termasuk golongan satuan bebas, maupun satuan terikat, merupakan morfem Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 2

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diketahui bahwa morfem adalah satuan gramatik terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil sebagai unsur. Kata Menurut Kridalaksana (2008: 110) dalam Kamus Linguistik menjelaskan bahwa kata adalah 1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diajukan sebagai bentuk bebas, 2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang dan sebagainya) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa dan sebagainya). Lyons (dalam Suhardi, 2013: 87) mengatakan kata merupakan persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu, dapat dipakai menurut tata bahasa dengan cara tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Achmad (2013: 61) bahwa kata merupakan bentuk yang (ke dalam) mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah dan (ke luar) mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Hal tersebut menyiratkan bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah. Berdasarkan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa kata adalah persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal atau gabungan morfem. Kata terdiri dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Afiksasi Kridalaksana (2007: 28) afiksasi adalah proses yang mengubah laksem menjadi kata kompleks. Verhaar (2006: 97-98) secara gramatikal suatu kata dapat diuraikan menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut morfem. Morfem dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas dapat berdiri sendiri sebagai seatu kata, sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri hanya dapat dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi kata. Afiks merupakan morfem terikat karena untuk menjadi suatu kata harus bergabung dengan mrfem yang lain. Ramlan (2012: 55) mengemukakan bahwa afiks adalah suatu satuan gramatikal terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa afiksasi adalah pembentukan kata atau proses morfologis yang dilakukan dengan jalan menggabungkan kata atau pokok kata dengan afiks. Juga ditambahkan bahwa penggabungan afiks tersebut kadang-kadang menempel pada awal kata, atau juga menempel pada akhir kata, menyisip di tengah kata, atau mingkin juga terletak pada awal dan akhir kata. Infleksi Menurut Samsuri (dalam Putrayasa, 2008: 113) infleksi adalah kontruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Dapat juga dikatakan bahwa infeksi adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut tetap dalam kelas kata yang sama. Jadi, tidak terjadi perubahan kelas kata. Menurut Verhaar (2006: 143) fleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan.infleksi adalah semua Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 3

perubahan yang paradigmatik yang dihasilkan dengan proses morfemis manapun, apakah dengan afiksasi, modifikasi intern, atau reduplikasi partial. Menurut Cook (dalam Sunoto, 1990: 6) berbeda dengan derivasi yang mengubah identitas leksikal sebuah kata, maka pada infleksi identitas itu tetap dipertahankan. Dengan demikian, semua proses morfemis, selama tetap mempertahankan identitas leksikalnya termasuk ke dalam infleksi. Sebagai salah satu proses morfemis, infleksi menampakkan ciri-ciri sebagai berikut: (1) merupakan bentuk luar suatu konstruksi, (2) digunakan sebagai norma penentu kelas utama, dan (3) berhubungan dengan fungsi, menyesuaikan kata dalam konteks sintaksis. Menurut Lyons (dalam Suhardi, 2013: 87) infleksi dalam teori tata bahasa klasik didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada bentuk kata yang menunjukkan hubungan dengan kata-kata lain dalam kalimat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa infleksi adalah berubahan bentuk kata yang menunjukkan hubungan gramatikal (seperti deklinasi nomina, pronominal, adjektiva, dan konjugasi verba). Parera (2007: 25), perilaku kata infleksi dapat dicirikan agak bertentangan dengan kata derivasi. Kata infleksi pada umumnya menyatakan kategori gramatikal dan hubungan sintaksis. Oleh karena itu, kata infleksi dapat berciri tambahan: (1) morfem infleksi tidak dapat diulang dalam satu kata infleksi. Misalnya, adjektif superlative dengan ke-an dalam bahasa Indonesia tidak dapat diulang dengan kata yang sama: besarbesaran-kebesaran, dan (2) pada umumnya morfem infleksi yang menyatakan hubungan sintaksis dan kategori gramatikal terjadi di akhir dalam stuktur kata infleksi. Afiks Bahasa Kulisusu Menurut Asmi (1995) afiks bahasa Kulisusu berjumlah 59 buah yang terdiri dari prefiks 29 buah, infiks 2 buah, sufiks 8 buah, konfiks 8 buah, dan gabungan imbuhan 16 buah. Metodologi Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) karena keseluruhan data yang dikumpulkan umumnya diperoleh di lapangan dengan cara peneliti ke lokasi langsung untuk menemui para informan untuk memperoleh data sesuai dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini beberapa data behasa Kulisusu yang dituturkan oleh informan di Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Rancangan deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan atau menyajikan data secara objektif, sehingga data diperoleh dari tempat yang sealamiah mungkin. Cara pengambilan data demikian termasuk kualitatif. Sesuai dengan perspektif yang dipakai, penelitian kualitatif berusaha memahami makna dari fenomena, peristiwa, dan kaitannya dengan orang-orang dan masyarakat yang diteliti dalam konteks kehidupan dalam situasi yang sebenarnya, Subroto (2007: 6). Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari data bahasa lisan berupa tuturan-tuturan bahasa Kulisusu dalam bentuk kata yang memuat infleksi bahasa Kulisusu yang bersumber dari informan. Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 4

Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah para penutur asli bahasa Kulisusu yang tersebar di Kabupaten Buton Utara. Untuk menjaga kesahihan data penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa informan. Menurut Sunoto (1990: 11) agar diperoleh informan yang cukup sahih dalam upaya penggalian data tentang infleksi bahasa Kulisusu maka digunakan kriteria informan sebagai berikut. 1. Penguasaan Bahasa Informan Penguasaan bahasa informan adalah syarat utama yang dipakai sebagai dasar dalam menentukan pemilihan informan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini informan dipilih di antara penutur asli bahasa Kulisusu yang cukup menguasai bahasanya sehingga ia dapat berkomunikasi secara efektif dan dapat memberikan informasi yang memadai. 2. Jumlah informan Mengatakan bahwa untuk penelitian linguistik sebenarnya cukup diperlukan seorang informan yang baik. Artinya, informan itu menguasai kaidah linguistik bahasanya, yang tercermin dalam kemampuannya berkomunikasi secara efektif dengan anggota masyarakat lainnya. Walaupun demikian, dalam penelitian infleksi dalam bahasa Kulisusu ini digunakan informan sebanyak tiga orang. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh relatif banyak, lengkap dan sahih. 3. Usia Informan Pada umumnya orang yang usaianya relative muda kurang pengalaman dan pengetahuannya. Sebaliknya, jika terlalu tua sering kurang sehat bahkan bersifat pelupa. Atas dasar pertimbangan itu, informan penelitian ini dipilih yang berusia antara dua puluh lima sampai dengan lima puluh lima tahun. 4. Pendidikan Informan Untuk memenuhi persyaratan informan pada butir (1), (2) dan (3) di atas, maka informan pada penelitian ini dipersyaratkan serendah-rendahnya tamat sekolah dasar. Metode Pengumpulan Data Pada dasarnya penelitian ini tergolong penelitian lapangan. Oleh karena itu peneliti dalam pengumpulan data langsung ke lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode pengumpulan data dengan cara ini disebut metode simak, Kesuma (2007: 43). Penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Metode cakap yaitu terjadinya kontak antara peneliti dan informan. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data, maka metode simak dilakukan dengan teknik sadap sebagai teknik dasar yang diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak bebas libat cakap (SBLC). Teknik sadap adalah menyadap penggunaan bahasa penutur. Penggunaan bahasa yang disadap berbentuk lisan. Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) adalah menyimak aktivitas tuturan yang diujarkan oleh penutur. Dalam teknik SBLC peneliti hanya sebagai pendengar, mendengarkan apa yang dikatakan oleh penutur tanpa terlibat dalam percakapan. Dalam hal ini penutur tidak menyadari bahwa tuturannya disadap oleh peneliti. Metode cakap dilakukan dengan teknik rekam dan teknik catat, teknik rekam adalah teknik pengumpulan data dengan merekam penggunaan bahasa. Perekaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu rekam yaitu telepon genggam. Teknik catat adalah teknik pengumpulan data dengan mencatat hasil penyimakan data. Teknik ini dilakukan dengan cara mencatat dalam kartu data. Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 5

Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode distribusional. Metode distribusional atau metode agih, yaitu metode analisis data yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti, Sudaryanto (1993: 31). Metode distribusi ini menggunakan teknik-teknik dalam analisis bahasa yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur, dan bagian-bagian atau unsur-unsur itu dipandang sebagai bagian atau unsur yang membentuk lingual yang dimaksud. Jadi, data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik top down sebagai teknik analisis data dari metode kajian distribusional, yaitu teknik analisis menurun, dari operant (kata jadian) turun pada kata stem (bentuk dasar), Sudaryanto (1993: 32). Dengan menggunakan teknik ini dapat ditemukan proses dan kaidah-kaidah afiksasi dalam bahasa Kulisusu. a. Menganalisis prefiks Poawa mendapat Poawa mendapat Po- men awa dapat Prefiks bentuk dasar b. Menganalisis infiks Gumau berbicara Gumau berbicara -um- ber- gau bicara Infiks bentuk dasar c. Menganalisis sufiks Totapiako cucikan Totapiako cucikan Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 6

-ako -kan totapi cuci sufiks bentuk dasar Selanjutnya teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik lesap, teknik ganti dan teknik perluas. Teknik lesap digunakan untuk membantu mengenali apakah morfem itu merupakan morfem terikat atau morfem bebas, dan juga morfem bermakna leksikal atau bermakna gramatikal. Teknik substitusi atau teknik ganti digunakan untuk mengungkapkan sistem dari bahasa yang bersangkutan untuk menganalisis distribusi afiks bahasa Kulisusu. Teknik subtitusi digunakan untuk mengetahui apakah afiks-afiks bahasa Kulisusu dapat bergantung pada semua bentuk dasar atau tidak. PENUTUP Simpulan Berdasarkan pada data yang diproleh di lapangan ditemukan afiks-afiks infleksi sebagai berikut: prefiks infleksi tujuh buah yang terdiri atas (1) mo-,(2) po- (3) koka-, (4) tepo-, (5) ngko-,(6) pinoli-, dan (7) pompoko-. Infiks infleksi hanya terdiri atas satu buah yaitu um-. Sufiks infleksi empat buah yang terdiri atas (1) (k)i, (2) o, (3) (k)io, dan (4) (K)ako. Konfiks infleksi hanya terdiri atas satu buah yaitu po-no. Gabungan afiks infleksi lima buah yang terdiri atas (1) me-no, (2) mo-no, (3) mo-(k)ako (4) pepe-(k)ako dan (5) mengka-no. DAFTAR PUSTAKA Achmad dan Alek Abdullah.2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka Ba dulu, Abdul Muis. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: PT Rineka Cipta Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia; Pendekatan Proses. Jakarta: Rineke Cipta. Darwis, Muhammad. 2012. Morfologi Bahasa Indonesia : Bidang Verba. Makasar: CV. Menara Intan Dikbud. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Marsono. 2011. Morfologi Bahasa Indonesia dan Nusantara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Parera, Jos Daniel. 2007. Morfologi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi : Bentuk Derivasional dan Infleksi. Bandung: PT Refika Aditama Ramlan, M. 2012. Morfologi ; Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 7

Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Bandung Suhardi, 2013. Pengantar Linguistik Umum. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media Sunoto, Sunaryo, H.S, Sudiran, M.Hadi, Sadtono, E. 1990. Sistem Derivasi dan Infleksi Bahasa Jawa Dialeg Tengger. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 8