II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan-perubahan yaitu pada sifat fisik, kimia, ataupun biologinya.

I. PENDAHULUAN. air, dan jasad hidup yang secara umum terdiri dari mikroorganisme. Masing masing

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Mikrob terhadap Pertumbuhan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

Mikrobia dan Tanah KULIAH 1 PENDAHULUAN 9/5/2013 BIOLOGI TANAH BIOLOGI TANAH TANAH. Tanah merupakan habitat yang sangat heterogen. Penghuninya beragam

TINJAUAN PUSTAKA A. Aspergillus niger Aspergillus niger banyak ditemukan sebagai cendawan tanah dan pada umumnya bersifat saprofit.

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

TINJAUAN PUSTAKA. Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik.

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Saat ini kelangkaan pupuk menjadi suatu masalah di Indonesia. Harga pupuk

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. S.R.I. (System of Rice Intensification) Budidaya S.R.I. pertama kali ditemukan oleh seorang biarawan Yesuit asal Perancis bernama FR. Henri de Laulanie, S. J. di Madagaskar pada tahun 1984. S.R.I. adalah sistem budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen perakaran yang berbasis terhadap tanah, tanaman dan air (DISIMP, 2006). Prinsip budidaya padi S.R.I. adalah penggunaan benih yang bermutu, bibit yang ditanam berumur muda (8-10 hari) dengan pola satu bibit per lubang dan ditanam dangkal dengan posisi perakaran berbentuk huruf L, jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm atau lebih), pengelolaan air dengan irigasi terputus (sampai tanah lembab tetapi tidak tergenang) dan pengendalian hama terpadu dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan-bahan sintetis. Teknologi S.R.I. tidak hanya bertujuan guna meningkatkan produksi padi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan usaha tani padi. Dengan budidaya S.R.I. produksi padi bisa meningkat sampai 78%, menghemat kebutuhan air sebanyak 40% dan menghemat pupuk sebesar 50% serta menghemat 20% biaya produksi (Sato dan Uphoff, 2006). Secara umum, tanaman pada sistem budidaya S.R.I. diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua potensi tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena S.R.I. menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi S.R.I. berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasilnya secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Dalam pelaksanaannya, sangat ditekankan bahwa S.R.I. hanya akan berhasil jika semua komponen teknologi dilaksanakan secara bersamaan (Berkelaar, 2001; Kuswara, 2003). Dengan mempraktekkan sistem budidaya S.R.I. tanaman padi diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih baik dan lebih sehat, anakan lebih banyak dengan malai yang lebih lebat dan berat sehingga hasil panen

4 menjadi lebih tinggi (Uphoff, 2005). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Berkelaar (2008) yang menyatakan bahwa padi yang dihasilkan dengan budidaya S.R.I. akan lebih baik daripada budidaya padi konvensional. Dalam budidaya S.R.I. tanaman padi memiliki lebih banyak anakan, perkembangan akar lebih besar dan jumlah butir per malai lebih banyak. Pemberian air secara intermitten menjamin ketersediaan O 2 di zona perakaran dan secara konsisten memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang digenangi secara terus menerus (Gani et al., 2002). Aplikasi irigasi intermittent yang dipadukan dengan pengelolaan nutrisi dan pemindahan bibit pada umur muda disamping dapat menghemat penggunaan air, sekaligus dapat meningkatkan hasil dengan rata-rata sebesar 6.9 ton/ha, sedangkan dengan budidaya konvensional hanya 5.4 ton/ha (Wardana et al., 2002). Sejalan dengan konsep budidaya S.R.I. adalah penggunaan air yang lebih sedikit, lahan cukup air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi namun tidak sampai tergenang (Uphoff dan Randriamiharisoa, 2002). Hasil budidaya S.R.I. sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan S.R.I. memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10-15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha (Mutakin, 2005). Selain itu Suryanata (2007) mengemukakan bahwa produktivitas padi S.R.I. di dunia mencapai 5.4-15 ton/ha sedangkan non S.R.I. hanya berkisar antara 3.12-5 ton/ha. Sedangkan di Indonesia, produktivitas S.R.I. berkisar antara 6.8-13.76 ton/ha dan non S.R.I antara 3-8.4 ton/ha. Di Indonesia, budidaya padi S.R.I. telah diuji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Hasil penerapan budidaya padi S.R.I. di Kabupaten Garut dan Ciamis, menunjukkan bahwa : (1) budidaya padi S.R.I. mampu meningkatkan hasil produksi dibanding budidaya padi konvensional, (2) meningkatkan pendapatan, (3) terjadi efisiensi produksi dan efisiensi usaha tani secara finansial dan (4) pangsa harga pasar produk lebih tinggi (Anugrah et al., 2008). Pengalaman petani dan evaluasi ilmiah memperlihatkan bahwa budidaya S.R.I. menekankan pada pentingnya potensi genetik tanaman padi. Budidaya ini

5 juga merangsang aktivitas mikrob yang menuntungkan bagi tanah dan membantu tersedianya hara bagi akar tanaman (Suryanata, 2007). 2.2. Organisme Tanah Di dalam tanah hidup berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan (fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran mikro (tidak dapat dilihat dengan mata telanjang) maupun makro. Organisme yang hidup di dalam tanah ini ada yang bermanfaat, ada yang mengganggu dan ada pula yang tidak bermanfaat tetapi juga tidak mengganggu (Hardjowigeno, 1992). Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteri dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo et al., 1991). Jumlah total mikrob yang terdapat di dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility index) tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. Populasi mikrob yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup dan kondisi ekologi lain yang menyokong perkembangan mikrob tersebut (Anas, 1989). Bakteri merupakan kelompok mikrob dalam tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikrob dalam tanah. Bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah (Subba Rao, 1994). Kegiatan mikrob dalam tanah sangat berpengaruh pada kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan dan tidak dibudidayakan (Sutedjo et al., 1991). Pada setiap gram tanah, populasi bakteri mencapai sekitar 10 6 hingga 10 9 SPK. Bakteri penghuni tanah umumnya berupa gram negatif dengan penampilan wujud yang beranekaragam mulai dari wujud batang, coccus, batang bengkok hingga bentuk spiral (Ma shum et al., 2003). Menurut Berkelaar (2008), bakteri di dalam dan sekitar akar padi yang memiliki kemampuan menyediakan nitrogen

6 tidak akan menambat nitrogen dengan optimal bila penggunaan pupuk nitrogen kimia diteruskan atau kondisi tanah tergenang. Fungi merupakan mikrob eukariotik, morfologinya berbentuk benang hifa (kumpulan hifa disebut miselium), termasuk mikrob aerobik dan tergolong heterotrof. Fungi terdapat pada semua jenis tanah yang bereaksi masam. Fungi memperbanyak diri dengan cara aseksual dan seksual (Ma shum et al., 2003). Fungi memegang peranan penting dalam proses-proses yang terjadi di dalam tanah seperti pada siklus nutrisi tanah dan interaksi dengan organisme tanah lainnya termasuk juga dengan tanaman, baik di atas permukaan tanah maupun di dalam tanah (Subba Rao, 1994). Faktor lingkungan seperti ph tanah, pupuk anorganik, kandungan bahan organik dan kelembaban tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi. Fungi kebanyakan terdapat pada tanah bereaksi masam. Pemberian pupuk anorganik dapat merubah populasi fungi di dalam tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah berpengaruh pula terhadap jumlah populasi fungi, karena fungi bersifat heterotrof (Ma shum et al., 2003). 2.3. Mikrob Fungsional Tanah Dalam ekosistem tanah terdapat berbagai jenis mikrob tanah seperti : bakteri, fungi, aktinomycetes, protozoa dan algae. Keberadaan mikrob dalam ekosistem tanah memiliki arti penting terhadap dinamika ekosistem tersebut. Mikrob dalam ekosistem tanah memiliki berbagai peranan, antara lain : mendekomposisi residu tumbuhan, hewan dan mikrob, sebagai pemacu dan pengatur utama laju mineralisasi unsur-unsur hara dalam tanah, sebagai penambat unsur-unsur hara dan transformasi elemen-elemen dalam tanah (Killham, 1994). Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya melainkan juga pada ciri alami mikrob yang menghuninya. Mikrob yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, aktinomycetes, jamur, alga dan protozoa dan cabang ilmu yang mempelajari kehidupan dan kegiatan organisme tersebut dalam tanah dikenal sebagai mikrobiologi tanah (Subba Rao, 1994). Menurut Ma shum et al. (2003), peranan mikrob dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam memperbaiki struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman. Berkaitan dengan pembentukan struktur remah,

7 mikrob berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Dalam kaitannya dengan peningkatan ketersediaan hara, mikrob berfungsi untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Menurut Sutedjo et al. (1991), diantara beberapa faktor yang berpengaruh atas berlimpahnya populasi mikrob dalam tanah, yang paling penting yaitu bahan organik, ph, kelembaban, temperatur dan aerasi tanah serta keadaan alami pertumbuhan tanaman. Keadaan berlimpahnya mikrob dan penyebarannya di dalam tanah dan juga komposisi populasi pada tipe-tipe tanah yang berbeda, terutama dipengaruhi oleh penambahan-penambahan bahan organik. Sebagian besar mikrob tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling unsur hara, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikrob dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikrob tersebut (Isroi, 2005). Secara umum, budidaya S.R.I. nyata meningkatkan populasi total mikrob, Azotobacter, Azospirillum dan mikrob pelarut fosfat dibanding budidaya konvensional. Budidaya S.R.I. dengan menggunakan pupuk anorganik, maupun pupuk organik, dengan atau tanpa penambahan bio-organic fertilizer meningkatkan populasi total mikrob, Azotobacter dan mikrob pelarut fosfat dibanding budidaya konvensional (Nareswari, 2008). 2.3.1. Bakteri Penambat Nitrogen Tanah dapat memperoleh suplai nitrogen tanpa tergantung dari tanaman, pupuk atau air hujan. Dalam tanah ada jazad mikro tertentu, yang dengan menggunakan bahan organik sebagai sumber energi mampu memperoleh nitrogen dari udara tanah. Nitrogen ini digunakan dalam tubuhnya dan akan tertinggal dalam bentuk protein dan senyawa serupa bila mereka mati. Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekular dapat dibedakan menjadi aerob obligat, anaerob fakultatif dan anaerob. Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian besar dari bakteri pemfiksasi nitrogen heterotrof yang hidup bebas (Subba Rao, 1994).

8 Azotobacter merupakan bakteri yang telah lama menjadi perhatian para ahli mikrobiologi tanah. Azotobacter bersifat heterotofik yang hidup tidak saja pada daerah rizosfer tanaman tetapi juga di dalam tanah yang bebas dari pengaruh akar tanaman (Anas, 1989). Sel Azotobacter bervariasi dalam bentuk batang dan polimorfik. Azotobacter bersifat gram negatif dan berflagela yang tersusun secara peritrikus. Azotobacter bersifat heterotrofik, hidup tidak saja di daerah rizosfer tanaman tetapi juga di dalam tanah yang bebas dari pengaruh akar tanaman. Azotobacter sangat sensitif terhadap ph rendah. Oleh karena itu pada tanah yang masam (ph < 6.0) Azotobacter jarang dijumpai (Subba Rao, 1982). Azotobacter merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen yang difiksasi dari udara, mengurangi kompetisi dengan mikrob lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002). Faktor-faktor pengendali kehadiran dan melimpahnya Azotobacter dalam tanah yaitu reaksi pada tanah, melimpahnya bahan organik, konsentrasi elemenelemen mineral tertentu terutama fosfat dan ketiadaan perantara-perantara yang antagonistik atau yang menyainginya. Selain itu keberadaan Azotobacter dalam tanah sangat dipengaruhi oleh penanaman dan perlakuan-perlakuan pemupukan (Sutedjo, 1991). 2.3.2. Mikrob Pelarut Fosfat Beberapa mikrob tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikrob ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. Proses

9 pelarutan P oleh mikrob berhubungan dengan diproduksinya asam yang terkait dengan proses metabolisme (Prihatini et al., 1996). Mikrob pelarut fosfat terdiri dari bakteri dan fungi yang mampu melarutkan fosfat. Mikrob pelarut fosfat banyak terdapat pada rhizosfer padi dan tanah sawah. (Raghu dan Macrae, 1996 dalam Roger et al., 1992). Beberapa jenis fungi dan bakteri seperti Bacillus polymyxa, Pseudomonas striata, Aspergillus awamori dan Penicillium digitatum yang diidentifikasi mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 10 4-10 6 SPK tiap gram tanah. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga disebabkan karena kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama oleh mikrob yang hidup pada permukaan akar seperti Pseudomonas fluorescens, P. putida dan P. striata. Mikrob-mikrob tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) (Arshad dan Frankenberger, 1993). Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikrob tergantung pada ph tanah. Pada tanah netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi, terjadi pengendapan kalsium fosfat. Mikrob dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat seperti itu dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman. Sebaliknya, tanah yang asam umumnya miskin akan ion kalsium dan karenanya fosfatnya diendapkan dalam bentuk senyawa besi atau aluminium yang tidak dengan mudah dapat dilarutkan oleh perakaran tanaman atau mikrob tanah. Apabila kondisi semacam ini terus-menerus berlangsung dalam tanah yang asam, maka akan terjadi pula defisiensi fosfor pada tanaman. Salah satu cara untuk memperbaiki defisiensi fosfor pada tanaman ialah dengan menginokulasi biji atau tanah dengan mikrob pelarut fosfat bersama-sama dengan pupuk berfosfat (Subba Rao, 1994). Dalam aktivitasnya, mikrob pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya ialah asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan α-ketobutirat (Alexander, 1978; Subba Rao, 1994; Illmer et al., 1995; Beaucamp dan Hume, 1997). Meningkatnya asam-

10 asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan ph, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca (Alexander, 1978). Reaksi pelarutan P oleh penurunan ph dan terdapatnya gugus karboksilat, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 14H + 10Ca 2+ - + 6H 2 O + 6H 2 PO 4 OH OH M OH + R-COO - - M OH + H 2 PO 4 - H 2 PO 4 OC-R M = Al 3+ atau Fe 3+ Asam organik mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al., 1970 dalam Premono, 1994); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-p melalui pembentukan kompleks logam organik (Beauchamp dan Hume, 1997); dan modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Havlin et al., 1999). Hasil penelitian Subowo et al. (1991) menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi dengan mikrob pelarut fosfat pada tanah dengan kandungan Ca dan Mg tinggi serta tidak mengandung Al 3+ dapat meningkatkan populasi mikrob pelarut fosfat. Sedangkan pada tanah yang mengandung Al 3+ tinggi sedangkan Ca dan Mg rendah, tidak dapat meningkatkan populasi mikrob pelarut fosfat.