BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS MODEL FISIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

ANALISIS NUMERIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 6.1 Gerusan Berdasarkan Eksperimen. Gerusan Pilar Ys Kanan Kiri. Jenis Aliran Sub kritik Super kritik. Jenis. Satuan. No.

STUDI PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN AKIBAT ALIRAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL 2 DIMENSI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

Kata Kunci : Vektor kecepatan, pola aliran, PIV, pemodelan, pilar jembatan 1 Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 3 Dosen Pembimbing I

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR SEGIEMPAT DENGAN VARIASI DEBIT

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERBEDAAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN ANTARA PILAR SILINDER DENGAN ELLIPS

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

BAB II LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN GERUSAN LOKAL YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMEN DINDING VERTIKAL TANPA SAYAP DAN DENGAN SAYAP PADA SALURAN LURUS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II. Tinjauan Pustaka

TUGAS AKHIR ANALISIS MODEL FISIK. GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus : Pilar Lingkaran dan Pilar Persegi, Aliran Subkritik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

Tujuan: mendapatkan campuran agregat halus dan kasar yang optimal, sehingga menghasilkan beton yang murah dan workable Syaratnya:

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SEDIMENTASI DI PERTEMUAN SUNGAI OLEH MINARNI NUR TRILITA

MODEL LABORATORIUM GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN TIPE CYLINDER GROUPED DENGAN PENGAMAN PILAR TIPE TIRAI PADA SUNGAI BERBELOK

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH BENTUK PILAR TERHADAP PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI. Vinia Kaulika Karmaputeri

Koordinat : S : ,64 E : Hari tanggal : Sabtu, 1 April 2017 Jam :15.32 WIB Elevasi : m SKETSA

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN.

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 (S1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT

BAB V RENCANA PENANGANAN

KARAKTERISTIK ALIRAN SEDIMEN SUSPENSI PADA SALURAN MENIKUNG USULAN PENELITIAN DESERTASI

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

BAB IV METODE PENELITIAN

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI

OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT. Tesis Magister. Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

Transkripsi:

32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini adalah pasir lolos saringan ASTM no. dan tertahan Pada no. 200 dan nilai d50 diperoleh dari pengujian gradasi butiran. Pasir sebagai material dasar diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan ukuran butiran yang besarnya relatif merata. Hasil analisis gradasi butiran dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan 5. 2. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1 Ukuran Saringan Massa Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. (mm) Tertahan (g) (g) Tertahan Lolos No. 2,00,00 0,00 No. 2,850 732,1 732,1 53,06 46,94 No. 3,600 413,3 1145,4 83,01 16,99 No. 4,425 84,4 1229,8 89,13,87 No. 5,300 39 1268,8 91,96 8,04 No. 7,212 38,1 1306,9 94,72 5,28 No. 8,180 14,4 1321,3 95,76 4,24 No.,150 17,3 1338,6 97,01 2,99 No. 12,125 8,5 1347,1 97,63 2,37 No. 20,075 18,5 1365,6 98,97 1,03 Pan 14,2 1379,8 0,0,00 (Sumber: Hasil Penelitian) Persen lolos (%) 0 90 80 70 60 50 40 30 20 0 1 0,1 Diameter butiran (mm) Gambar 5.1 Gradasi butiran sampel 1 0,01

33 Tabel 5.2 Analisis Gradasi butiran sampel 2 Ukuran Saringan Massa Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. (mm) Tertahan (g) Tertahan Lolos (g) No. 2,00,00 0,00 No. 2,850 986,3 986,3 68,11 31,89 No. 3,600 422,3 1408,6 97,27 2,73 No. 4,425 19,4 1428 98,61 1,39 No. 5,300 1,7 1429,7 98,73 1,27 No. 7,212 0 1429,7 98,73 1,27 No. 8,18 1429,7 98,73 1,27 No.,150 2,8 1432,5 98,92 1,08 No. 12,125 1,4 1433,9 99,02 0,98 No. 20,075 4,6 1438,5 99,34 0,66 Pan 9,6 1448,1 0,0,00 (Sumber: Hasil Penelitian) Persen lolos (%) 0 90 80 70 60 50 40 30 20 0 1 0,1 0,01 Diameter butiran (mm) Gambar 5.2 Gradasi butiran sampel 2 Analisis gradasi butiran menggunakan 2 sampel pengujian. Hasil analisis gradasi butiran dimasukkan dalam bentuk grafik grain diameter (Gambar 5.1 dan 5.2) yang kemudian dapat diketahui d50. Pada sampel 1 hasil d50 adalah 0,89 mm dan nilai d50 pada sampel 2 adalah 1,06 mm sehingga diperoleh nilai rata-rata d50 yaitu 0,975 mm. B. Analisis Pola Gerusan Pola gerusan di sekitar pilar tajam berasal dari aliran yang berasal dari hulu yang terhalang oleh pilar. Hal ini menyebabkann aliran air terganggu dan menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan pusaran yang terjadi akibat kecepatan aliran yang

34 membentur pilar depan menjadi gaya tekan di sekitar pilar. Gaya tekan ini mengakibatkan terjadinya aliran bawah (down flow) yang dapat mengikis dasar saluran, yang dapat menimbulkan gerusan di sekitar pilar. Gerusan yang terjadi di bagian kiri dan kanan pilar disebakan oleh gradien kecepatan vertikal yang berubah menjadi gradien tekanan karena membentur dasar saluran yang terjadi di daerah tersebut, sedangkan daerah pengaruh gerusan di bagian tebing saluran disebabkan oleh kecepatan aliran itu sendiri. 1. Pilar Kapsul I-I II-II III-III IV-IV I-I II-II III-III Gambar 5.3 Tampak atas pola gerusan di sekitar pilar kapsul IV-IV potongan I-I Elevasi (mm) 60 50 40 30 20 elevasi awal elevasi akhir 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) (a)

35 Elevasi (mm) potongan II-II Pilar 60 50 40 30 20 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) (b) elevasi awal elevasi akhir potongan III-III 60 Elevasi (mm) 40 20 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Elevasi awal elevasi akhir Jarak potongan melintang (cm) (c ) Elevasi (mm) potongan IV-IV 60 50 40 30 20 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) elevasi awal elevasi akhir (d) Gambar 5.4 Grafik elevasi dasar saluran dan pola gerusan pilar kapsul pada potongan I-I,II-II, III-III, IV-IV kondisi elevasi awal dan akhir potongan melintang

36 Pada gambar 5.4 menunjukkan tampak atas pola gerusan pada pilar kapsul. Pada bagian hulu terjadi gerusan sepanjang 8 cm dari pilar. Daerah pengaruh gerusan sekitar pilar dapat dilihat di bagian kanan pilar sepanjang 9 cm dan di bagian kiri pilar sejauh cm, pada bagian samping pilar daerah pengaruh gerusan cenderung melebar. Pelebaran daerah gerusan tersebut terjadi sejauh 5 cm menuju hilir pilar. Terdapat daerah pengaruh gerusan juga yang berbentuk timbunan sedimen pada hilir pilar sepanjang 36 cm di bagian tengah, di bagian kiri garis pengaruh sepanjang 52 cm, sedangkan di bagian kanan daerah pengaruh gerusan sepanjang 44 cm. Potongan ini merupakan potongan melintang saluran. Gambar 5.4 bagian (a) potongan I-I menunjukan pola gerusan pada awal terjadinya gerusan di bagian hulu pilar yang berjarak 6 cm dari pilar. Lebar Daerah pengaruh gerusan pada potongan ini adalah cm melintang pilar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi adalah 0,6 cm. Pada Bagian (b) potongan II-II dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum sebesar 4,4 cm yang terjadi di sekitar pilar bagian kiri dan kanan ujung pilar tajam. Lebar daerah gerusan pada potongan ini adalah 31 cm melintang pilar. Pada bagian (c) potongan III-III merupakan potongan pada bagian hilir pilar sejauh 4 cm dari pilar tajam mengalami gerusan melintang pilar sepanjang 40 cm dengan kedalaman gerusan maksimum sebesar 0,6 cm dan terjadi timbunan sedimen setinggi 0,2 cm dari elevasi awal dasar. Pada bagian (d) potongan IV-IV merupakan potongan akhir daerah pengaruh gerusan pilar kapsul, potongan ini sepanjang 53 cm dari ujung pilar. Gambar 5.5 Pola gerusan di sekitar pilar kapsul

37 Arah melintang Arah memanjang Gambar 5.6 Pola gerusan dan kontur elevasi dasar di sekitar pilar kapsul Gambar 5.5 menunjukan pola gerusan real di laboratorium sedangkan Gambar 5.6 menunjukkan pola gerusan dan kontur elevasi menggunakan SMS. Gambar 5.6 menggunakan skala warna dari biru yang mendeskripsikan elevasi dasar sebesar 58 mm sampai warna merah yang mendeskripsikan kedalaman gerusan maksimum ditunjukkan pada elevasi mm. Elevasi awal dasar saluran ditunjukkan dengan warna biru sebesar 54 mm terdapat disepanjang hulu dan hilir saluran sehingga kedalaman gerusan maksimum sebesar 44 mm. Elevasi dasar saluran mulai terlihat berubah ketika terdapat halangan berupa pilar jembatan. Perubahan tersebut terlihat di sekitar hulu pilar elevasi dasar semakin dalam sampai tepat berada di sisi kiri dan kanan pilar kapsul yang ditandai dengan warna merah menunjukkan elevasi dasar dengan kedalaman mm. Daerah pengaruh gerusan juga terlihat mendekati tebing saluran, semakin menuju ke tebing saluran elevasi mengalami kenaikan yang ditunjukkan dengan warna kuning dan hijau. Elevasi dasar saluran mulai mengalami kenaikan ketika menuju bagian hilir. Terdapat pula daerah pengaruh gerusan berupa sedimentasi pada elevasi 56 mm.

38 2. Pilar Tajam I-I II-II III-III IV-IV I-I II-II III-III IV-IV Gambar 5.7 Tampak atas pola gerusan di sekitar pilar tajam Elevasi (mm) 60 50 40 30 20 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) (a) Potongan II-II 60 50 Potongan I-I pilar elevasi awal Elevasi akhir Elevasi (mm) 40 30 20 Elevasi awal elevasi akhir 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) (b)

39 potongan III-III Elevasi (mm) Elevasi (mm) 60 50 40 30 20 0 60 50 40 30 20 0 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) (c) Potongan IV- IV 0 5 15 20 25 30 35 40 45 Jarak potongan melintang (cm) elevasi awal elevasi akhir elevasi awal elevasi akhir (d) Gambar 5.8 Grafik elevasi dasar saluran dan pola gerusan pilar tajam pada potongan I-I,II-II, III-III, IV-IV kondisi elevasi awal dan akhir potongan melintang Pada gambar 5.8 menunjukkan tampak atas pola gerusan pada pilar tajam. Pada bagian hulu terjadi gerusan sepanjang 4,5 cm dari pilar. Daerah pengaruh gerusan sekitar pilar dapat dilihat di bagian kanan pilar sepanjang 16 cm dan di bagian kiri pilar sejauh 12 cm, pada bagian hilir pilar daerah pengaruh gerusan cenderung melebar. Pelebaran daerah gerusan tersebut terjadi sejauh cm menuju hilir pilar. Terdapat daerah pengaruh gerusan juga yang berbentuk timbunan sedimen pada hilir pilar sepanjang 34 cm di bagian tengah, panjang daerah pengaruh gerusan di hilir pilar sejauh 54 cm. Potongan ini merupakan potongan melintang saluran. Gambar 5.8 bagian (a) potongan I-I menunjukkan pola gerusan pada awal terjadinya

40 gerusan di bagian hulu pilar yang berjarak 3 cm dari pilar. Lebar Daerah pengaruh gerusan pada potongan ini adalah 11 cm melintang pilar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi adalah 1,3 cm. Pada Bagian (b) potongan II-II dapat dilihat bahwa kedalaman gerusan maksimum sebesar 3,4 cm yang terjadi di sekitar pilar bagian kiri dan kanan ujung pilar tajam. Lebar daerah gerusan pada potongan ini adalah 29 cm melintang pilar. Pada bagian (c) potongan III-III merupakan potongan pada bagian hilir pilar sejauh 8 cm dari pilar tajam mengalami gerusan melintang pilar sepanjang 36 cm dengan kedalaman gerusan maksimum sebesar 0,4 cm dari elevasi awal dan terjadi timbunan sedimen di bagian tengah setelah pilar setinggi 0,4 cm dari kondisi awal elevasi. Pada bagian (d) potongan IV-IV merupakan potongan akhir daerah pengaruh gerusan pilar tajam, potongan ini sepanjang 58 cm dari ujung pilar. Gambar 5.9 Pola gerusan di sekitar pilar tajam Arah melintang Arah memanjang Gambar 5. Kontur elevasi dasar di pilar tajam

41 Gambar 5.7 menunjukan pola gerusan real di laboratorium sedangkan Gambar 5.8 menunjukkan pola gerusan dan kontur elevasi menggunakan SMS. Gambar 5.8 menggunakan skala warna dari biru yang mendeskripsikan elevasi dasar sebesar 60,5 mm sampai warna merah yang mendeskripsikan kedalaman gerusan maksimum ditunjukkan pada elevasi 20 mm. Elevasi awal dasar saluran ditunjukkan dengan warna biru sebesar 54 mm terdapat disepanjang hulu dan hilir saluran sehingga kedalaman gerusan maksimum sebesar 34 mm. Elevasi dasar saluran mulai terlihat berubah ketika terdapat halangan berupa pilar jembatan. Perubahan tersebut terlihat di sekitar hulu pilar elevasi dasar semakin dalam sampai tepat berada di sisi sudut kiri dan kanan pilar tajam yang ditandai dengan warna merah menunjukkan elevasi dasar sebesar 20 mm. Daerah pengaruh gerusan juga terlihat mendekati tebing saluran, semakin menuju ke tebing saluran elevasi mengalami kenaikan yang ditunjukkan dengan warna kuning dan hijau. Elevasi dasar saluran mulai mengalami kenaikan ketika menuju bagian hilir. Terdapat pula daerah pengaruh gerusan berupa timbunan pada elevasi 58 mm. C. Analisis Pola Aliran Pola aliran mengalir dari hulu menuju ke hilir saluran, dalam teori hidraulika air akan mengalir dari daerah yang memiliki tekanan yang tinggi menuju ke tekanan yang rendah.tetapi, pola atau arah aliran bias saja berbelok apabila adanya perubahan morfologi penampang saluran seperti adanya pilar jembatan. Pola aliran berpengaruh untuk mengetahui jenis belokan aliran yang terjadi pada saat menabrak pilar jembatan. Hal tersebut juga berhubungan dengan turbulensi aliran yang akan memengaruhi kedalaman dan pola gerusan yang terjadi. Pola aliran dapat dianalisis dengan menggunakan sediment tracking. Sediment tracking tersebut akan mengalir sesuai arah aliran yang terjadi. Hal tersebut diamati secara visual pergerakan sediment tracking dalam waktu tertentu. Pada analisis pola aliran ini waktu tiap frame yaitu 0,28 detik.

42 1. Pilar Kapsul (a) (b) (c)

43 (d) (e) Gambar 5.11 Pola aliran dari hulu sampai hilir pilar Gambar 5.11 bagian (a), (b), (c), dan (d) menunjukkan kondisi pola aliran dari hulu pilar sampai ke hilir pilar kapsul. Terlihat bahwa pada bagian hulu pola aliran masih stabil, semakin menuju ke sekitar pilar pola aliran mulai tidak stabil karena aliran terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang pilar. Pola aliran di sekitar pilar kapsul cenderung menyebar seperti yang ditunjukkan oleh arah sediment tracking dan memiliki pengaruh pola aliran lebih pendek daripada pilar tajam. Kondisi aliran pada pilar kapsul ini, arah aliran cenderung mengikuti bentuk pilar. arah aliran menuju sisi pilar kapsul mengikuti bentuk pilar. Kecepatan pada daerah tersebut juga tidak stabil. Namun, semakin ke arah hilir pola aliran mulai

44 stabil karena telah menjauhi daerah pilar. Pola aliran yang terjadi akan berkembang sesuai mekanisme lubang gerusan yang terjadi di daerah sekitar pilar. Bentuk arus yang berbeda juga akan menyebabkan adanya gerusan di sekitar pilar. 2. Pilar Tajam (a) (b) (c)

45 (d) (e) Gambar 5.12 Pola aliran dari hulu sampai hilir pilar Gambar 5.12 bagian (a), (b), (c), dan (d) menunjukkan kondisi pola aliran dari hulu pilar sampai ke hilir pilar tajam. Terlihat bahwa pada bagian hulu pola aliran masih stabil, semakin menuju ke sekitar pilar pola aliran mulai tidak stabil karena aliran terganggu akibat adanya penyempitan saluran akibat terhalang pilar. Pola aliran di sekitar pilar tajam lebih terkonsentrasi pada titik tertentu seperti yang dapat dilihat pada arah sediment tracking. Arah aliran cenderung mengikuti bentuk pilar. Pada sekitar pilar tajam pola aliran menuju kiri dan kanan pilar mengikuti bentuk pilar. Kecepatan pada daerah tersebut juga tidak stabil. Namun, semakin ke arah hilir pola aliran mulai stabil karena telah menjauhi daerah pilar Bentuk arus yang berbeda juga akan menyebabkan adanya gerusan di sekitar pilar.

46 D. Analisis Kecepatan Aliran Kecepatan aliran setelah dilakukan eksperimen memiliki karakteristik berbeda pada setiap pilar. Kecepatan aliran akan berubah apabila ada perubahan morfologi pada penampang saluran seperti adanya pilar jembatan. Perubahan tersebut dapat berupa percepatan dan perlambatan dari kecepatan aliran awal sebelum adanya perubahan morfologi penampang saluran akibat adanya pilar jembatan.. Dari kedua jenis pilar, Kecepatan aliran di dekat pilar cenderung lebih kecil dan kecepatan aliran di daerah tebing saluran lebih besar. 1. Pilar Kapsul (a) (b)

47 (c) Gambar 5.13 Vektor kecepatan aliran (a), vektor kecepatan aliran di hulu pilar (b) dan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul (c) Tabel 5.3 Kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul Titik observasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 x y 2 0 9 0,5 1 0 8,5 0,5 4 0 9,5 1 2 0 7,5 2 5 0,5 2,5 0,5 0 3 2,5 7 0,5 12 1 1,5 16,5 0,5 14 0,5 20,5 2 4 0 1 jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindahan (cm) Waktu, t (s) V (m/s) 7 0,5 7,0178 0,142 0,4942 7,5 0,5 7,5166 0,142 0,5293 5,5 1 5,5902 0,142 0,3937 5,5 2 5,8523 0,142 0,4121 5 2 5,3852 0,142 0,3792 2,5 2,5 3,5355 0,142 0,2490 5 0,5 5,0249 0,142 0,3539 6,5 0 6,500,142 0,4577 6,5 1,5 6,6708 0,142 0,4698 6 0 6,000,142 0,4225

48 Tabel 5.3 Lanjutan Titik observasi 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 x y jarak x jarak y Perpindahan Waktu, t (s) V (m/s) 18 0,5 (cm) (cm) (cm) 1 8 0,5 8,0156 0,142 0,5645 18 0,5 16 0,5 7 0 7,000,142 0,4930 23 0,5 11,5 0,5 6,5 1 6,5765 0,142 0,4631 18 1,5 14 0 6 0 6,000,142 0,4225 2 6 0,5 6,0208 0,142 0,4240 6 0,5,5 6,5 1,5 6,6708 0,142 0,4698 6,5 2 0,5 0 3,5 0 3,500,142 0,2465 4 0 5 1 5,099,142 0,3591 5 1 5 0 5,000,142 0,3521 5 0 5 0,5 5,0249 0,142 0,3539 5 0,5 4,5 0 4,5 0 4,500,142 0,3169 (Sumber: Hasil perhitungan) Vektor kecepatan aliran menunjukkan arah dan besaran kecepatan yang terjadi di sekitar pilar. Sebelum adanya pilar arah dan besaran kecepatan stabil, namun setelah adanya halangan seperti pilar jembatan maka saluran mengalami penyempitan aliran sehingga arah dan besaran kecepatan aliran mulai tidak stabil. Gambar 5.13 menunjukkan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar kapsul. Seperti yang terlihat pada gambar bahwa arah aliran mengikuti bentuk pilar. Nilai kecepatan di sekitar pilar kapsul memiliki rentang nilai 0,249 m/s sampai 0,565 m/s. Nilai kecepatan yang terjadi paling dekat dengan pilar cenderung lebih kecil, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa kecepatan yang lebih kecil pada jarak yang lebih jauh dari pilar. selain kecepatan aliran juga dianalisis kecepatan kritik di sekitar pilar. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4 dan gambar 5.14

49 Tabel 5.4 Kecepatan kritik di sekitar pilar kapsul kedalaman aliran, h (m) Gaya Gravitasi, g (m/s2) Kecepatan Kritik, Ucr (m/s) Titik Kondisi observasi Slope, S 1 0,026 9,81 0,004 0,032 bergerak 2 0,032 9,81 0,004 0,035 bergerak 3 0,036 9,81 0,004 0,038 bergerak 4 0,061 9,81 0,004 0,049 bergerak 5 0,068 9,81 0,004 0,052 bergerak 6 0,068 9,81 0,004 0,051 bergerak 7 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 8 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 9 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 1,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 11 0,052 9,81 0,004 0,045 bergerak 12 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 13 0,059 9,81 0,004 0,048 bergerak 14 0,063 9,81 0,004 0,050 bergerak 15 0,028 9,81 0,004 0,033 bergerak 16 0,029 9,81 0,004 0,034 bergerak 17 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 18 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 19 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 2,025 9,81 0,004 0,031 bergerak 21 0,025 9,81 0,004 0,031 bergerak (Sumber: Hasil perhitungan) Berdasarkan Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa semua butiran sedimen yang berada di sekitar pilar di daerah gerusan tersebut bergerak. Seperti pada titik observasi 1 memiliki kecepatan kritik (Ucr) sebesar 0,032 m/s dengan nilai d5,975 mm dan menghasilkan butiran dasar tersebut bergerak pada daerah gerusan.

50 Gambar 5.14 Diagram shields pada pilar kapsul Gambar 5.14 menunjukkan grafik analisis awal gerak butir yang di tandai dengan lingkaran yang telah diberi nomor titik observasi berdasarkan vektor kecepatan pada analisis Particle Image velocimetry (PIV). Grafik tersebut tidak menggunakan hubungan bilangan Reynolds dan tegangan geser namun menggunakan d50 pasir dan kecepatan kritik pasir (Ucr). Garis d50 dan garis Kecepatan kritik ditarik hingga berpotongan satu sama lain sehingga hal tersebut dapat menentukan pasir tersebut bergerak atau tidak. 2. Pilar Tajam (a)

51 (b) (c) Gambar 5.15 Vektor kecepatan aliran (a), vektor kecepatan aliran di hulu pilar (b) dan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar tajam (c)

52 Tabel 5.5 Kecepatan aliran di sekitar pilar tajam Titik observasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18 x y 6 0 1,5 0,5 4,5 0,5 0,5 0,5 3,5 1 3,5 0 6 1 6 0 8 2,5,5 0,5 13 0,5 5,5 0 7 2 4 0 8 2,5 8 0,5 13 2 5 0,5 2 9 0 14 0 3 0 8 2,5 5,5 2 0,5 0 5 0 1 0,5 6,5 1 0,5 0 7 1 6 0,5 5 1,5 jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindah an (cm) waktu, t ( s) V (m/s) 6 0 6,00,138 0,435 3 0 3,00,138 0,217 3 0,5 3,041 0,138 0,220 2,5 1 2,693 0,138 0,195 2 2,5 3,202 0,138 0,232 2,5 0 2,50,138 0,181 1,5 2 2,50,138 0,181 4 2,5 4,717 0,138 0,342 5 1,5 5,22,138 0,378 5,5 2 5,852 0,138 0,424 5 0 5,00,138 0,362 5 2 5,385 0,138 0,390 5,5 1,5 5,701 0,138 0,413 4,5 0 4,50,138 0,326 5,5 0,5 5,523 0,138 0,400 6,5 1 6,576 0,138 0,477 6 0,5 6,021 0,138 0,436 5 1,5 5,22,138 0,378

53 Tabel 5.5 Lanjutan Titik observasi 19 20 21 22 23 24 25 26 x y 6,5 1 5,5 1 3,5 0,5 4 0 4,5 0,5 4,5 0,5 4 0,5 4 0 (sumber: hasil Penelitian) jarak x (cm) jarak y (cm) Perpindah an (cm) waktu, t ( s) V (m/s) 6,5 1 6,576 0,138 0,477 5,5 1 5,59,138 0,405 3,5 0,5 3,536 0,138 0,256 4 0 4,00,138 0,290 4,5 0,5 4,528 0,138 0,328 4,5 0,5 4,528 0,138 0,328 4 0,5 4,031 0,138 0,292 4 0 4,00,138 0,290 Vektor kecepatan aliran menunjukkan arah dan besaran kecepatan yang terjadi di sekitar pilar. Sebelum adanya pilar arah dan besaran kecepatan masih stabil, namun setelah adanya halangan seperti pilar jembatan maka saluran mengalami penyempitan aliran sehingga arah dan besarn kecepatan aliran mulai tidak stabil. Gambar 5.11 menunjukkan vektor kecepatan aliran di sekitar pilar tajam. Seperti yang terlihat pada gambar bahwa arah aliran mengikuti bentuk pilar, pilar tajam memiliki sudut di sisi kiri dan kanan. Sehingga aliran mengalami belokan cenderung mengarah ke tebing saluran. Di sekitar pilar tajam kecepatan aliran mengalami perlambatan, seperti terlihat pada vektor nomor 2,3,4,5,7 secara berurutan bernilai 0,217 m/s, 0,22 m/s, 0,195 m/s, 0,232 m/s, 0,181 m/s. Nilai vektor kecepatan yang menjauhi pilar lebih besar dari pada kecepatan di dekat pilar, seperti vektor kecepatan pada nomor 16 memiliki vektor tepanjang sehingga nilai kecepatannya sebesar 0,477 m/s. Sedangkan nilai kecepatan aliran di hulu di tunjukan pada nomor 21,22,23,24,25,26, secara berurutan memiliki nilai 0,256 m/s, 0,290 m/s, 0,328 m/s,

54 0,328 m/s, 0,292 m/s, 0,290 m/s. Selain itu, dianalisis kecepatan kritik di sekitar pilar. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Kecepatan kritik butir material dasar Titik observasi Kedalaman Aliran, h (m) Gaya Gravitasi, g (m/s2) Slope, S Kecepatan Kritik, Ucr (m/s) Kondisi 1 0,033 9,81 0,004 0,036 bergerak 2 0,043 9,81 0,004 0,041 bergerak 3 0,037 9,81 0,004 0,038 bergerak 4 0,050 9,81 0,004 0,044 bergerak 5 0,053 9,81 0,004 0,046 bergerak 6 0,054 9,81 0,004 0,046 bergerak 7 0,053 9,81 0,004 0,046 bergerak 8 0,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 9 0,051 9,81 0,004 0,045 bergerak 1,050 9,81 0,004 0,044 bergerak 11 0,047 9,81 0,004 0,043 bergerak 12 0,047 9,81 0,004 0,043 bergerak 13 0,043 9,81 0,004 0,041 bergerak 14 0,029 9,81 0,004 0,034 bergerak 15 0,035 9,81 0,004 0,037 bergerak 16 0,041 9,81 0,004 0,040 bergerak 17 0,031 9,81 0,004 0,035 bergerak 18 0,042 9,81 0,004 0,040 bergerak 19 0,031 9,81 0,004 0,035 bergerak 2,0295 9,81 0,004 0,034 bergerak 21 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 22 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 23 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 24 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 25 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak 26 0,0245 9,81 0,004 0,031 bergerak (Sumber: hasil perhitungan)

55 Gambar 5.16 Diagram shields pada tajam Akibat adanya aliran air, maka terjadi gaya-gaya yang bekerja pada material sedimen. Gaya-gaya tersebut memiliki kecenderungan untuk dapat menggerakkan butir material dasar saluran. Pada saat gaya-gaya yang bekerja pada butiran material sedimen mencapai nilai tertentu,maka apabila sedikit gaya ditambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak, kondisi tersebut disebut kondisi kritik. Pada analisis gerak awal butir ini menggunakan parameter kecepatan kritik dan nilai d50 butiran, untuk membuktikan apakah butiran sedimen bergerak pada daerah gerusan sekitar pilar atau tidak. Gambar 5.16 menunjukkan grafik awal gerak butir yang ditandai dengan lingkaran yang telah diberi nomor berdasarkan vektor kecepatan pada analisis Particle Image velocimetry (PIV). Grafik tersebut membuktikan bahwa semua butiran sedimen yang berada di sekitar pilar di daerah gerusan tersebut bergerak. Seperti pada nomor 1 memiliki kecepatan kritik (Ucr) sebesar 0,036 m/s dengan nilai d5,975 mm menghasilkan butiran dasar saluran tersebut bergerak pada daerah gerusan tersebut.