BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta,

dokumen-dokumen yang mirip
Minggu ke 2, 3 Teori Fertilitas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tinggi Rendahnya Fertilitas Penduduk

E-Jurnal EP Unud, 5[3]: ISSN: PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP USIA KAWIN PERTAMA WANITA DI KECAMATAN BANGLI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia

FERTILITAS. Ni mal Baroya, S. KM., M. PH.

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

5. FERTILITAS (KELAHIRAN)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari)

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau

BAB 2 LANDASAN TEORI

EKONOMI FERTILITAS 1

BAB I PENDAHULUAN. 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercourse variabel),


BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa pengertian singkat yang perlu diketahui untuk mendukung tulisan ini dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

TEORI KEPENDUDUKAN MUTAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggelisahkan beberapa ahli, dan masing-masing dari mereka berusaha mencari

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh fertilitas diukur dengan

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah ayah dan ibu (Poerdarminta, 2003) Sedangkan menurut Undang Undang

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari


BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM KB PROPINSI BENGKULU

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS.

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN HASIL SDKI TAHUN 2007 PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. mengajarkan kepada orang bagaimana memanfaatkan pandangan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

BAB 2 LANDASAN TEORI

Konstruksi Teori-teori Kependudukan Demografi (Kependudukan) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar

Analisis Fertilitas di Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember Analysis on Fertility in Bangsalsari Jember

Universitas Gadjah Mada

POKOK BAHASAN IV PROSES DEMOGRAFI

I. PENDAHULUAN. mengalami masalah kependudukan. Masalah kependudukan di Indonesia tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan

PARAMETER KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

Policy brieft FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR KAWIN PERTAMA WANITA DI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Ekonomi Menurut Sajogyo dan Pujawati (2002) dalam Raka (2012) status sosial ekonomi keluarga dapat diukur melalui tingkat pendidikan, perbaikan lapangan pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta, umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partisipasi sosial, hubungan organisasi pembangunan, kepemilikan lahan, pemilikan sarana pertanian, serta penghasilan sebelumnya. Selain itu, Melly G. Tan dalam Raka (2012) status sosial ekonomi seseorang diukur lewat pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Arsene Dumont, seorang ahli demografis bangsa Prancis dengan teorinya kapilaritas sosial (Theory of Social Capillarity) berpatokan kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik di negara demokrasi karena setiap individunya memiliki kebebasan untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi di masyarakat. Adanya kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, maka orang-orang akan berlomba-lomba untuk mencapai kedudukan tersebut dan sebagai akibatnya angka kelahiran akan turun dengan cepat (Mantra, 2000:58). 9

John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi bangsa Inggris berpendapat bahwa situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi prilaku demografinya. Apabila produktivitas manusia tinggi maka ia akan cenderung memiliki keluarga yang kecil. Jadi, taraf hidup merupakan determinan dari fertilitas dan tinggi rendahnya fertilitas di tentukan oleh manusia itu sendiri. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan. (Mantra, 2000:57). 2.1.2 Usia Kawin Pertama Menurut Utina, dkk (2014) Usia kawin yaitu usia ketika seseorang memulai atau melangsungkan pernikahan. Masalah pernikahan merupakan salah satu bagian dari masalah kependudukan yang perlu ditangani, hal ini disebabkan karena pernikahan akan menimbulkan masalah baru dibidang kependudukan yang akan menghambat pembangunan. Usia kawin pertama telah dianggap panduan untuk kebijakan publik karena dampaknya terhadap fertilitas dengan demikian, mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Menurut BKKBN usia pernikahan pertama bagi remaja saat ini idealnya 21 hingga 25 tahun. Usia perkawinan yang rendah bagi seorang wanita berarti akan memperpanjang masa untuk melahirkan dimana usia tersebut dibawah usia ideal yakni 21 hingga 25 tahun. Seorang wanita mempunyai masa subur pada usia 15-49 tahun. Wanita yang menikah pada usia tua yaitu pada pertengahan atau 10

mendekati umur 30 tahun atau lebih, cenderung mempunyai anak lebih sedikit dari wanita yang menikah pada usia muda (Anonym, 1995 dalam Utina, dkk, 2014). 2.1.3 Teori Fertilitas Davis dan Blake (1956) dalam tulisannya The Sosial Structure of Fertility: An analytical Framework, menyatakan bahwa faktor faktor sosial mempengaruhi fertilitas melalui variabel antara. Variabel antara yang disebutkan oleh Davis dan Blake adalah (1) Umur memulai hubungan kelamin, (2) Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin, (3) Lamanya masa reproduksi yang hilang, (4) Abstinensi sukarela, (5) Abstinensi karena terpaksa, (6) Frekuensi hubungan seks, (7) Kesuburan dan kemandulan biologis, (8) Menggunakan atau tidak alat kontrasepsi, (9) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja, (10) Kematian janin karena faktor-faktor disengaja, (11) kematian janin karena faktor faktor yang tidak disengaja. Kesebelas faktor faktor tersebut mempunyai akibat postif maupun negatif terhadap fertilitas (Mantra 2000:168). Menurut Freedman, variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan 11

variabel antara di pengaruhi oleh angka kematian (mortalitas) dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Lawson dan Mace (2010) menyatakan bahwa fertilitas dapat dikendalikan dengan cara memperhatikan faktor usia ibu saat pertama kali menikah, usia suami, pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, kepemilikan rumah dan dukungan sosial. Tournemaine dan Luangaram (2012) menyampaikan bahwa fertilitas di suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh kebijakan sosial yang berlaku. Dukungan budaya setempat juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keputusan untuk menambah jumlah anak. Ijaiya (2009) yang melakukan penelitian di Afrika menunjukkan bahwa fertilitas sangat dipengaruhi oleh alat kontrasepsi. 2.1.4 Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Kawin Pertama Pendidikan merupakan suatu proses yang unsur-unsurya terdiri dari masukan (input), yaitu sasaran pendidikan, dan keluaran (output) yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan dalam Darnita (2013). Masyarakat yang tergolong menengah ke bawah biasanya tidak mampu melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Terkadang hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau bahkan tidak menempuh pendidikan sama sekali, sehingga menikah seakan-akan menjadi solusi yang mereka hadapi terutama pada perempuan. Kebanyakan penelitian di Asia dan Asia Tenggara telah menunjukkan bukti yang mendukung teori Goode mengubah usia kawin pertama yang salah satunya dengan pendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan upah-produktif maka 12

seseorang akan cenderung menunda pernikahannya. Di Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, Cina dan Thailand telah menunjukkan secara dramatis peningkatan usia kawin pertama namun, ini tidak terjadi untuk beberapa negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam, Bangladesh, India dan Nepal. (Islam, 1996; Islam, 1998; Nguyen, 1997; Savitridina, 1997 dalam Lung Vu, 2008). Meltem (2008) di Turki bersekolah memiliki dampak terhadap usia kawin pertama wanita. Sebagian besar studi lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara sekolah dengan usia kawin pertama seseorang. Semakin tinggi preferensi seseorang untuk bersekolah maka semakin terlambat pula seseorang itu akan menikah. Jin et al. (2005) pendidikan sangat berperan penting dalam meningkatkan usia kawin pertama dengan melihat efek institusional dari pendidikan itu sendiri. 2.1.5 Pengaruh Status Bekerja terhadap Usia Kawin Pertama Bekerja adalah aktivitas fisik maupun pikiran dalam menyelesaikan sesuatu dengan suatu proses berdasarkan kriteria prosedur maupun aturan yang berlaku untuk mendapatkan imbalan. Assad dan Sami (2003) wanita yang memiliki partisipasi dalam bekerja akan memiliki pengaruh terhadap usia kawin pertamanya. Okech et al. (2011) di Kenya beberapa faktor demografi dan sosioekonomi dipertimbangkan dalam menggunakan alat kontrasepsi seperti, umur wanita, agama wanita, tingkat pendidikan wanita dan pasangannya, status pernikahan, jumlah anak masih hidup, keinginan untuk lebih banyak anak, 13

persetujuan pasangan, status kerja, dan rata-rata tingkat pendapatan. Status bekerja maupun tidak akan memengaruhi wanita dalam penetapan usia pernikahannya. Jika kesempatan kerja di suatu wilayah itu besar, maka wanita akan memilih untuk menunda pernikahan demi mengejar karir. 2.1.6 Pengaruh Pendapatan terhadap Usia Kawin Pertama Menurut Alfiyah (2010) dalam Darnita (2013) perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. Hasil penelitian tersebut didukung pula dengan hasil penelitian Astuti (2012) serta Sunarko dan Dwi (2013) bahwa kondisi ekonomi keluarga yang rendah diikuti dengan usia kawin pertama yang rendah pula. Tidak hanya kondisi ekonomi keluarga yang mendorong usia kawin pertama tetapi juga pendapatan dari individu tersebut. Menurut Anonym dalam Policy Brieft BKKBN (2014) seseorang memutuskan untuk menikah dini karena memiliki alasan sendiri yakni yang salah satunya sudah berpenghasilan sendiri. Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan dini, ketika kemiskinan semakin tinggi remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria yang lebih tua darinya. 14

2.2 Hipotesis Berdasarkan uraian pada perumusan masalah dan tinjauan pustaka di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1) Tingkat pendidikan, status bekerja, dan pendapatan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap usia kawin pertama. 2) Tingkat pendidikan, status bekerja, dan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap usia kawin pertama. 15