BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PROSES PEMUTAKHIRAN PETA LAUT SECARA PERIODIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB 6 PENUTUP. BAB VI PenUTUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis.

BERITA PELAUT INDONESIA INDONESIAN NOTICES TO MARINERS

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA

2.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi laut punya peranan sangat penting dalam dunia perdagangan

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN M E M U T U S K A N : B A B

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

*37645 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 2000 (81/2000) TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DI LAUT

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

PEMANFAATAN SURVAI DAN PEMETAAN LAUT DALAM RANGKA MENGOPTIMALISASIKAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT INDONESIA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

Transkripsi:

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan fitur-fitur alam dan buatan manusia yang disajikan secara dua dimensi maupun tiga dimensi dalam suatu media penyampaian, baik cetak maupun dijital. Lebih kurang 70% permukaan bumi ditutupi oleh lautan sehingga kebutuhan akan peta yang spesifik menyampaikan informasi tentang laut sangat diperlukan untuk kebutuhan navigasi, eksplorasi, eksploitasi, serta pengelolaan wilayah laut dan pesisir. 2.1.1 Fungsi dan Informasi Peta Laut Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, di mana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut. Untuk dapat memfasilitasi kebutuhan atas informasi tersebut dibutuhkan peta laut yang mutakhir untuk dapat menggambarkan kondisi lapangan yang aktual. Fungsi utama dari peta laut adalah menyampaikan informasi terkait wilayah laut dan pesisir dan perubahanperubahan yang terjadi di dalamnya untuk kebutuhan: Keselamatan, efektivitas, dan efisiensi bidang navigasi; Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut; Pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir; Perlindungan lingkungan laut; Pertahanan maritim. 6

Secara khusus untuk peta navigasi laut, informasi utama yang harus dikomunikasikan terdiri atas (Poerbandono, 1998): Kedalaman perairan dengan pokok perhatian pada bahaya navigasi (kedangkalan, bangkai kapal tenggelam, daerah latihan militer, dan sebagainya). Sifat dan jenis garis pantai serta sifat material dasar laut dibawahnya. Posisi, jenis, dan karakter sarana bantu navigasi pelayaran. Bentuk atau unsur topografi khusus yang dapat dipakai untuk sarana bantu navigasi (bangunan yang terlihat dari laut, puncak-puncak daratan, dan sebagainya). 2.1.2 Jenis Peta Laut Berdasarkan media penyampaiannya, peta laut dibagi atas dua jenis yaitu peta laut analog/ kertas dan peta laut dijital (ENC/ Electronic Navigational Chart). Secara umum peta laut yang digunakan terbagi atas tiga jenis, yaitu peta navigasi laut, peta batas laut, dan peta kerekayasaan kelautan. Untuk pemanfaatan dalam bidang navigasi, peta laut dikelompokkan lagi ke dalam empat jenis dengan skala yang berbeda (Djunarsjah, 2005), yaitu: Peta Pelabuhan (skala > 1:50.000), untuk keperluan navigasi dalam pelabuhan dengan alur pelayaran sempit, serta untuk tempat berlabuh. Peta Pantai (skala 1:50.000 1:100.000), untuk keperluan navigasi dekat pantai (agar kapal dapat berlayar melalui karang atau daerah dangkal), memasuki teluk dan pelabuhan yang cukup besar, serta bernavigasi di alur pedalaman. Peta Umum (skala 1:100.000 1 600.000), untuk navigasi pada saat kapal berada cukup jauh dari daratan namun posisi kapal masih dapat ditentukan relatif terhadap tanda-tanda di darat, lampu-lampu suar, serta pelampung-pelampung. 7

Peta Haluan (skala < 1:600.000), untuk navigasi antar pelabuhan yang jauh dan untuk pengeplotan posisi kapal pada saat daratan belum tampak. 2.1.3 Kartografi Kelautan Peta navigasi laut dirancang khusus untuk menuntun perwira navigasi dalam mengolahgerakkan kapalnya dari titik awal keberangkatan hingga tujuan dengan aman dan efisien (Poerbandono, 1998). Untuk menyajikan ragam informasi di dalam peta laut dibutuhkan proses kartografi kelautan. Kartografi kelautan merupakan seni dan ilmu pengetahuan dalam menyajikan informasi obyek-obyek fisis di laut dan darat secara grafis dengan menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu ke dalam suatu peta. Penggunaan simbol dalam peta laut mengikuti kaidah standar simbologi yang terdapat di dalam Peta Laut Nomor 1 (Chart No. 1). Kegiatan kartografi untuk pembuatan peta laut di Indonesia dilakukan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL (Dishidros TNI-AL) sebagai kantor hidrografi nasional. Urutan kegiatan pengumpulan informasi untuk keperluan kartografi yang dilakukan oleh Dishidros TNI-AL dapat dilihat pada Gambar 2.1. 8

Gambar 2.1 Pengumpulan Informasi untuk Keperluan Kartografi di Dishidros TNI-AL (Djunarsjah, 2005) 2.2 Pemutakhiran Peta Laut Pemutakhiran adalah kegiatan untuk memperbaharui informasi, secara sebagian ataupun keseluruhan, yang terkandung dalam suatu sistem informasi tertentu. Dalam konteks peta laut, pemutakhiran disebabkan karena perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut. Perubahan ini dapat ditemukan dari pengamatan yang bersifat kebetulan/ accidental (misalnya pelaut yang melintas dan menemukan gosong yang tidak ada di peta), pengamatan berkala oleh kantor hidrografi pada suatu jalur pelayaran, atau kecelakaan pelayaran yang mengakibatkan kapal kandas atau karam. Penemuan obyek-obyek yang dinilai berbahaya bagi pelayaran tersebut penting untuk diantisipasi dan informasinya harus ditambahkan dalam peta laut untuk meningkatkan keselamatan pada saat berlayar di laut. Informasi tentang pemutakhiran peta laut dapat diakses lewat Berita Pelaut (Notices to 9

Mariners) dan komunikasi radio yang disiarkan oleh pihak pengawas pantai atau pelabuhan. 2.2.1 Landasan Hukum dalam Pelaksanaan Pemutakhiran Peta Laut Terjaminnya kemutakhiran informasi yang terkandung dalam peta laut memegang peranan yang sangat krusial karena ketika suatu informasi tidak lagi aktual/ out-of-date maka manfaat informasi itu akan berkurang atau bahkan dapat membahayakan penggunanya. Mengingat pentingnya pemutakhiran peta laut untuk keselamatan navigasi di laut, maka diperlukan adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pemutakhiran peta laut tersebut. Berikut ini adalah landasan hukum yang mendasari dilakukannya pemutakhiran peta laut secara periodik. a. Undang-Undang No. 4/ 2011 tentang Informasi Geospasial (terlampir) Pasal 2 UU-IG 2011 disebutkan bahwa informasi geospasial diselenggarakan atas azas kemutakhiran. Pasal 17 UU-IG 2011 disebutkan bahwa informasi geospasial dasar harus dimutakhirkan secara periodik dan dalam jangka waktu tertentu. b. Safety of Life at The Sea (SOLAS) 1974 (terlampir) Pada Chapter V Regulation 9 SOLAS 1974 disebutkan bahwa pemerintah berusaha mengatur pengumpulan dan penyusunan data hidrografi, publikasi, penyebaran dan pemutakhiran semua informasi nautika yang penting dalam menunjang keselamatan navigasi. 2.2.2 Pelaksana Pemutakhiran Peta Laut Setiap publikasi nautika diterbitkan oleh kantor hidrografi yang bekerja di bawah naungan pemerintah dalam suatu negara. Di Indonesia, kantor 10

hidrografi yang berwenang menerbitkan peta laut dan publikasi kelautan lainnya adalah Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL (Dishidros TNI-AL). Dishidros TNI-AL merupakan lembaga survei dan pemetaan di bidang kelautan dibawah TNI-AL yang bertugas membina dan melaksanakan fungsi hidro-oseanografi di Indonesia yang meliputi survei, penelitian, pemetaan laut, publikasi, pengawasan lingkungan laut, dan keselamatan navigasi pelayaran baik untuk kepentingan militer maupun untuk kepentingan umum. Dishidros TNI-AL menjadi anggota International Hydrographic Organisaton (IHO) ke 64 pada tanggal 18 Oktober 1951 atas nama Presiden Republik Indonesia. Dengan mengacu pada standar dan spesifikasi IHO, Dishidros TNI-AL menyediakan peta dan informasi kelautan dengan standar kualitas internasional yang ditujukan untuk menjamin keselamatan navigasi di laut. 2.3 Periode Pemutakhiran Peta Laut Wilayah laut dan pesisir merupakan wilayah yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, baik dikarenakan faktor alam maupun faktor aktivitas manusia. Perubahan-perubahan ini menuntut adanya pemutakhiran informasi yang terkandung di dalam peta laut secara periodik dan berkesinambungan agar dapat merepresentasikan wilayah tersebut secara aktual. Menurut IHO, periode pemutakhiran penuh sebuah lembar peta laut adalah 5 tahun sekali dan maksimal 10 tahun sekali. Periode pemutakhiran peta laut di Indonesia tidak dapat ditentukan dengan seragam untuk semua wilayah laut karena frekuensi penemuan bahaya pelayaran baru dan laju perubahan kondisi pesisir dan laut, yang diakibatkan faktor alam maupun manusia, untuk masing-masing wilayah berbeda satu sama lain. Luasnya wilayah laut yang merupakan kedaulatan Indonesia juga 11

menjadi faktor pertimbangan dalam menentukan periode pemutakhiran peta laut. 2.3.1 Kemampuan Pelaksanaan Pemutakhiran Permasalahan utama dalam pemutakhiran peta laut di Indonesia adalah luasnya wilayah laut kedaulatan Indonesia dan keterbatasan kapal survei dan pemetaan. Kapal yang digunakan Dishidros TNI-AL adalah kapal perang yang dimodifikasi dengan peralatan survei dan belum memiliki kapal yang dikhususkan untuk melaksanakan survei hidro-oseanografi (Rampangilei, 2008). Kemampuan Dishidros TNI-AL dalam memutakhirkan peta laut pada rentang 5 tahun dalam periode 2000-2004 adalah 206 lembar peta atau sekitar 40 lembar peta per tahun (Dishidros, 2004). Jumlah ini meningkat menjadi 90 lembar peta per tahun pada tahun 2011 walaupun masih mencapai 45% dari kemampuan ideal yaitu 200 lembar peta per tahun (Dishidros, 2011). 2.4 Skala Prioritas untuk Pemutakhiran Peta Laut Kendala pelaksanaan pemutakhiran yang dijabarkan di atas menjadi penghambat sekaligus bahan pertimbangan dalam memutakhirkan peta laut. Hal-hal itulah yang membuat diperlukannya ada skala prioritas dalam melaksanakan pembaruan informasi peta laut karena pemutakhiran menjadi tidak efisien dan memakan biaya yang sangat besar apabila dilakukan secara seragam untuk semua lembar peta yang ada. Dengan menimbang hal tersebut, digunakan 3 skala prioritas di dalam Tugas Akhir ini, yaitu: 1. Laporan bahaya navigasi, 2. Kecelakaan pelayaran, 3. Tingkat dinamika pesisir dan laut. 4. Skala peta 12