BAB I TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Kualitatif Bahan Kimia Obat (BKO) Glibenklamid dalam Sediaan Jamu Diabetes yang Beredar Dipasaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Aditya Maulana Perdana Putra. Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Bahan Kimia Obat Glibenklamid dan Dexamethasone Pada Sediaan Jamu Diabetes Serta Ditinjau Aspek Yuridis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

: PUNDRA OKTAGIA SUSILA K

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Program Studi Farmasi, Institut Teknologi Sumatera 2. AKAFARMA, Universitas Malahayati

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,

Latar Belakang. Teori Umum. Deinisi :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB I PENDAHULUAN. antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat bahan alam,

Obat tradisional 11/1/2011

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

Optimasi Metode Ekstraksi Fase Padat Dan Kckt Untuk Analisis Kuantitatif Bahan Kimia Obat Parasetamol Dan Deksametason Dalam Jamu Pegal Linu

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jamu beras kencur dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

ABSTRAK. Kata Kunci : Jamu rematik, Fenilbutazon, Kromatografi Lapis Tipis ABSTRACT

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

DESTILASI SECARA UMUM

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

MATERIA MEDIKA INDONESIA

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I TINJAUAN PUSTAKA I.1. Obat Tradisional Menurut permenkes No. 007 tahun 2012 tentang Regristrasi Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut permenkes No. 007 tahun 2012 pasal 6 ayat 1, obat tradisional yang diberikan izin untuk beredar di Indonesia harus memenuhi kriteria menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, dibuat dengan menerapkan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik), memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain diakui, berkhasiat yang terbukti secara empiris, turun temurun dan atau secara ilmiah, dan penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Pasal 7 Permenkes No. 007 tahun 2012 menyebutkan bahwa obat tradisional dilarang mengandung etil alkohol lebih dari 1% kecuali dalam sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran, bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika, dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan atau berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan. 4

5 I.2. Jamu Menurut Badan POM tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan Obat Bahan Alam Indonesi yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam dikelompokan menjadi tiga yaitu : a. Jamu Jamu adalah obat tradisional yang mengandung seluruh bahan tanaman yang ada dalam resep dan disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, serbuk, cair, pil atau kapsul. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kategori ini adalah aman sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, dan klaim khasiat harus dapat dibuktikan berdasarkan data empiris (Tilaar, Widjaja). Gambar I.1. Logo penandaan pada kemasan jamu (KBPOM, 2004) b. Obat Herbal Terstandar Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian alam, baik yang berasal dari tanaman obat, binatang, maupun mineral. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan

6 persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik, telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium (Tilaar, Widjaja, KBPOM, 2004). Gambar I.2. Logo penandaan OHT pada kemasan jamu (KBPOM, 2004) c. Fitofarmaka Fitofarmaka harus memenuhi kriteria yang terdiri dari aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinngi. Gambar I.3. Logo penandaan Fitofarmaka pada kemasan jamu (KBPOM, 2004)

7 I.3. Bahan Kimia Obat (BKO) Bahan kimia obat merupakan senyawa kimia obat yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam jamu, dengan tujuan agar efek yang diinginkan tercapai lebih cepat dari biasanya. Salah satu cara yang paling tepat dan sederhana untuk mendeteksi adanya bahan kimia obat dalam jamu adalah dengan mengamati efek penyembuhan yang dirasakan oleh konsumen. Jika efek penyembuhan yang dirasakan cepat maka kemungkinan besar jamu tersebut mengandung bahan kimia obat dengan dosis yang cukup tinggi. Berdasarkan analisis resiko yang dilakukan oleh BPOM pada 10 tahun terakhir, maka diperoleh kesimpulan bahwa pada awal ditemukan bahan kimia obat dalam jamu (sekitar tahun 2007-2010) temuan bahan kimia obat menunjukan tren ke arah obat rematik dan penghilang rasa sakit, misalnya mengandung fenilbutason dan metampiron. Data yang diperoleh dari situs BPOM RI, mulai tahun 2007, temuan bahan kima obat dalam jamu menunjukan perubahan tren ke arah obat pelangsing, stamina dan kencing manis, antara lain mengandung sibutramin hidroklorida, sildenafil, tadalafil dan glibenklamid. Sebagian besar hasil temuan pengawasan tersebut merupakan produk ilegal atau tidak terdaftar di BPOM, tetapi mencantumkan nomor pendaftaran fiktif pada labelnya. 1.4. Diabetes Diabetes melitus merupakan penyakit yang sering di dengar masyarakat. Indonesia menempatkan dalam posisi kelima di dunia setealah naik dua peringkat dari tahun lalu. Pada bulan November 2014 9,1 juta penduduk Indonesia hidup

8 dengan diabetes, hanya dalam satu tahun jumlah penderita diabetes di Indonesia melonjak 500 ribu orang. Diperkirakan pada 2035 nanti, ada sekitar 14,1 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes. 3 1.4.1. Pengertian Diabetes Diabetes adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gandy, Madden, Holdsworth, 2012). 1.4.2. Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes mellitus tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) biasanya terjadi pada segala usia, namun biasanya dialami oleh anak-anak atau orang dewasa berusia <40 tahun. Diabetes tipe ini diakibatkan oleh kekurangan produksi insulin oleh sel β prankreas. Penanganannya dengan menggunakan insulin dan pengaturan diet. Diabetes tipe 2 biasanya di diagnosis pada orang dewasa lanjut, tetapi semakin banyak dialami juga oleh orang dewasa muda dan beberapa anak. Diabetes tipe 2 dikaitkan dengan kurangnya fungsi insulin akibat resistensi insulin, dengan atau tanpa disertai ke tidak cukupan produksi insulin dan terkait erat dengan berat badan berlebihan dan obesitas. Penatalaksanaan diet perlu dilaksanakan, dengan atau tanpa obat hipoglikemikoral atau insulin (Gandy, Madden, Holdsworth, 2012). 3 www.tempo.co.id, Indonesia Peringkat 5 Jumlah Penderita Diabetes, diakses tanggal 26 Januari 2015 pada pukul 14.00 wib.

9 I.5. Glibenklamida Glibenklamida, C 23 H 28 CIN 3 O 5 S, dengan nama kimia 1-{4-[2-(5-kloro-2- metoksibenzamido) etil] benzenasulfonil) -3-sikloheksilurea [10238-21-8]}. Glibenklamid berupa serbuk hablur, putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam eter; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol; larut sebagian dalam kloroform (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995). Gambar I.2. Struktur Glibenklamid (Farmakope Indonesia Ed.IV, 1995) Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, glibenklamid dapat dianalisis menggunakan KLT dengan cara menotolkan secara terpisah masing-masing 10 µl larutan dalam campuran sama banyak kloroform P dan metanol P yang mengandung (1) zat uji 2,0% (2) 4-[2-(5-kloro-2-metoksi-benzamido)etil] benzenasulfonamide BPFI 0,0080% (3) Metil N-4-[2-(5-kloro-2metosibenzamida) etil]benzenasulnofil karbamat BPFI 0.0080% dan (4) zat uji 0,0040%, pada lempeng kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak koroform P sikloheksana P etanol P asam asetat glacial P (45:45:55) dan dibiarkan fase gerak merambat hingga lebih kurang tiga per empat. Angkat lempeng, biarkan fase gerak menguap dan amati di bawah cahaya ultraviolet 254 nm. Tiap bercak yang sesuai dengan 4-[2-5-kloro-metoksibenzani-do)etil] benzenasulfonamida dan

10 metal N-4[2-(5-kloro-2-metoksibenzemido)etil] benzene sulfonil-nmetilkarbamat dari larutan (1) tidak lebih intensif dari bercak masing-masing larutan (2) dan (3). Bercak lain selain bercak utama dari larutan (1) tidak lebih intensif dari larutan (4). Glibenklamid (gliburid) merupakan obat anti-diabetika oral golongan sulfonilurea. Glibenklamid mempunyai efek farmakologi jangka pendek dan panjang seperti golongan sulfonilurea pada umumya. Selama pengobatan jangka pendek,ia meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pulau langerhans, sedangkan pada pengobatan jangka panjang efek utamanya adalah meningkatkan efek insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan pengeluaran glukosa dari hati (Hardjosaputra dkk, 2008) Efek samping dari glibenklamid secara relative mempunyai efek samping yang rendah. Hal ini umumnya terjadi dengan golongan sulfonilurea dan biasanya bersifat ringan dan hilang sendiri setelah obat diberikan. Hipoglikemia merupakan efek samping utama glibenklamid yang biasanya bersifat ringan, tetapi kadangkadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan. Glibenklamid dapat menimbulkan efek samping saluran cerna seperti mual, rasa tidak enak di perut atau anoreksia. Hal ini dilaporkan terjadi pada 1-2% pasien yang minum glibenklamid dan tampaknya tergantung dosis (Hardjosaputra dkk, 2008). I.4. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan campuran komponen. Pemisahan campuran komponen tersebut

11 didasarkan pada distribusi komponen pada fase gerak dan fase diamnya. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya digunakan untuk tujuan analisis kualitatif, analisis kuantitatf dan preparatif. Suatu sistem KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak (Stahl, 1985). Pada pemisahan dengan KLT, terjadi beberapa peristiwa yang terjadi, yaitu adsorpsi, desorpsi dan elusi. Pada awalnya, senyawa kimia akan diadsorpsi oleh permukaan fase diam, kemudian akan terjadi proses pendesakan oleh fase gerak, dimana terjadi kompetisi antara senyawa kimia yang dipisahkan dengan fase gerak untuk mendapatkan tempat pada permukaan fase diam (desorpsi). Selanjutnya terjadi peristiwa elusi, dimana senyawa kimia akan dielusi oleh fase gerak berdasarkan kepolaran dan kelarutan dalam fase gerak (Gritter, 1991). Fase diam atau lapisan penjerap yang umum digunakan pada pelat KLT adalah silika gel. Laju migrasi senyawa pada pelat silika gel tergantung pada polaritasnya. Pada waktu tertentu, senyawa yang paling polar akan bergerak naik dengan jarak yang paling rendah dan senyawa yang nonpolar akan bergerak naik dengan jarak paling tinggi (Waston, 2009). Efek pemisahan pada silika gel ini memiliki efek pemisahan yang berbeda, tergantung kepada cara pembuatan. Selain itu harus diperhatikan bahwa silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahannya (Stahl, 1985). Fase gerak atau yang disebut dengan pelarut pengembang merupakan media penarik yang terdiri dari satu atau lebih pelarut yang digunakan. Kekuatan fase gerak tergantung pada campuran pelarut yang akan digunakan. Fase gerak dimana semakin polar suatu pelarut atau campuran pelarut, maka semakin jauh

12 pelarut tersebut akan menggerakan (menarik) senyawa polar naik pada pelat silika gel. Dan pada senyawa yang nonpolar tidak akan menunjukan adanya peningkatan yang nyata dalam perpindahan dengan peningkatan polaritas pada fase gerak karena senyawa tersebut berpindah menuju muka perlarut pada hampir di bawah semua kondisi. Meskipun air bersifat polar, air memiliki kesulitan yang praktis dalam penggunaan air murni sebagai pelarut karena terdapat banyak senyawa yang sukar larut di dalam air. Perubahan-perubahan yang cukup tersamar dalam pemisahan dapat dicapai dengan menggunakan campuran pelarut yang dikombinasikan. Kesederhanaan dalam penggunaan KLT, maka sering digunakan sebagai penapisan pendahuluan untuk mengidentifikasi obat sehingga fase gerak dikembangkan untuk memastikan bahwa suatu obat tertentu akan memiliki nilai Rf yang sedikit berbeda pada suatu sistem dengan sistem yang lainnya (Watson, 2009). Pada KLT dikenal dengan istilah faktor retensi (Rf), biasanya Rf dijadikan sebagai parameter jarak pengembang senyawa yang dapat dibandingkan dalam analisis kualitatif suatu senyawa dengan KLT. Rf Nilai Rf berjarak antara 0,00 sampai 1,00, hrf merupakan angka Rf dikalikan dengan faktor 100 (h), mendapatkan hasil nilai berjarak antara 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembang, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal pusat bercak dalam cm) x 10 mendapatkan nilai hrf. Jika dalam keadaan kelembaban atmosfer yang tidak cukup atau menjerap untuk menghasilkan

13 kromatogram yang menyimpang secara umum menunjukan nilai Rf dari beberapa komponen lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika nilai hrf lebih tinggi dari pada hrf yang dinyatakan, maka kepolaran pelarut harus dikurangi dan jika nilai hrf lebih rendah, maka komponen polar pelarut tersebut harus dinaikan (Stahl, 1985). Terdapat berbagai kemungkinan metode untuk mendeteksi senyawasenyawa yang terdapat di atas plat KLT setelah dikembangkan dengan fase gerak. Metode yang paling sederhana untuk mendeteksi senyawa yang terdapat di plat KLT ada dengan cahaya ultraviolet yang digunakan untuk menerangi plat KLT. Jika suatu analit menyerap cahaya UV, maka analit tersebut dapat terlihat sebagai bercak hitam di atas latar belakang kuning ketika memadamkan flouresensi latar belakang. Jika suatu senyawa pada dasarnya berflouresensi, cahaya panjang gelombang yang lebih panjang pada 365 nm dapat digunakan untuk menampakkan plat tersebut (Watson, 2009; Stahl, 1985). Jika metode cahaya ultraviolet tidak dapat terdeteksi maka dicoba dengan menggunakan reaksi kimia dengan reagen lokasi, uap iodine, kalium permanganat, larutan ninhidrin, Tetrazolium basa biru, dan Etanol/asam sulfat 20%. Uap iodin dilakukan dengan cara pelat dimasukan kedalam tangki yang mengandung kristal-kristal iodin, menghasilkan bercak coklat dengan banyak senyawa organik. Metode kalium permanganat digunakan untuk mendeteksi gula dan molekul mirip-gula, serta obat-obat dengan ikatan rangap alifatik. Bahan ini digunakan dalam pemeriksaan identitas KLT untuk senyawa antibakteri klindamisin dan linkomisin serta untuk pemeriksaan terhadap senyawa sejenis

14 spektinomisin. Metode dengan menggunakan larutan ninhidrin merupakan reagen yang memberikan bercak merah muda dengan amin primer dan bercak kuning dengan amin ester. Metode Tetrazolium basa biru merupakan reagen yang cukup spesifik untuk kortikosteroid, menghasilkan bercak biru di atas latar belakang putih. Semprotan tetrazolium digunakan dalam pengujian untuk steroid-steroid asing sejenis dalam fluklorolon asetonida. Dan yang terakhir dengan metode Etanol/asam sulfat 20% merupakan reagen untuk menghasilkan bercak flouresensi dari kortikosteroid seperti deksametason atau prednisone dengan cara menyemprot plat tersebut, memanaskan sampai 120 o C dan kemudian mengamati plat tersebut di bawah cahaya UV pada 365 nm (Watson, 2009).