BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. sukunya mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud antara

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Biasanya masyarakat di Indonesia mengikuti pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dengan ditetapkannya wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pulau sebanyak pulau, masing-masing pulau memiliki pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di Indonesia. Semua warga

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II LANDASAN TEORI

CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA LUAR JAWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DITINJAU DARI ETNIS DAN DUKUNGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan mahasiswa harus ikut bermigrasi ke berbagai daerah. Kadang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memahami bahwa Indonesia terdiri atas beraneka-ragam budaya. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. luar yang berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota Medan.

BAB II TELAAH PUSTAKA. Culture shock mengacu pada reaksi psikologis. yang dialami individu karena berada ditengah

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Katolik Roma merupakan suatu institusi keagamaan. Institusi ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Meski demikian, SDA yang kaya tersebut tidak diimbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melancong atau pindah dari suatu Negara ke Negara yang lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Indonesia terkenal akan keberagamannya, keberagaman itu bisa dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Sebagian besar siswa yang telah menyelesaikan pendidikan dari Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Menempuh pendidikan tinggi merupakan. impian banyak orang. Pandian, (2008) hasrat ini. didasari oleh sejumlah tujuan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Setiap kebudayaan memiliki kekhasannya masing-masing. tarian, logat bahasa, sikap, norma, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

DIAN AMELIA F

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Mulai dari sekolah regular,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. juga tempat kediaman yang dapat memenuhi syarat-syarat kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

KEGIATAN BELAJAR 1 KARAKTERISTIK UMUM PESERTA DIDIK CAPAIAN PEMBELAJARAN

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui proses belajar. Apa yang dipelajari oleh manusia pada umumnya dipengaruhi oleh sosial dan budaya. Dalam kehidupan bangsa Indonesia, prinsip tersebut sangat melekat. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan, terbentang dari Sabang sampai ke Merauke. Republik Indonesia terdiri dari 17.508 dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia wilayahnya dihuni oleh berbagai etnis dengan adat istiadat yang beragam. Karakteristik budaya setiap etnis pun sangat unik. Setiap budaya memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti seni adat, hukum adat, pakaian adat, masakan adat, serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku sebagai anggota budaya tersebut. Pulau Jawa adalah pulau yang cukup luas dan diminati oleh banyak orang, untuk menuntut ilmu serta juga bekerja. Banyak kota di Pulau Jawa yang berkembang pesat, hal itu pula menjadi salah satu faktor penyebab mengapa banyak orang ingin kuliah dan bekerja di Pulau Jawa. Kota-kota yang banyak diminati oleh para pekerja dan pelajar, terutama untuk pelajar yaitu Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Kualitas pendidikan yang menjanjikan menjadi pilihan banyak masyarakat datang ke Pulau Jawa. Dibandingkan dengan pulau lain, Pulau Jawa lebih mentereng dalam hal pendidikan, sehingga banyak yang sengaja datang untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. 1

2 Di Indonesia pendidikan merupakan hal yang dirasakan sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar dapat bertahan hidup untuk menghadapi persaingan yang ketat di dalam dunia kerja. Selain itu juga pendidikan diperlukan agar individu dapat mengikuti perkembangan era globalisasi yang sangat pesat. Di Pulau Jawa, kota Bandung merupakan salah satu kota besar yang menjadi incaran para perantau dari berbagai daerah, maka tidak dapat terhindarkan lagi interaksi dengan orang lain dari berbagai daerah itu sering terjadi. Dikemukakan oleh Margarete Schwezer (dalam Mulyana dan Rahmat, 2003:215), perbedaan antar etnis tersebut dapat ditemukan dalam bahasa, struktur ekonomi, struktur sosial, agama, norma-norma serta gaya berinteraksi dan juga pemikiran, serta sejarah lokal. Kota Bandung merupakan kota besar yang memiliki masyarakat majemuk, karena selain terdapat etnis Sunda sebagai tuan rumah, ada juga etnis-etnis lain yang tinggal di kota Bandung, mereka itu datang dari pelosok nusantara bahkan sampai dari luar negeri. Bandung memiliki Perguruan Tinggi yang menawarkan beragam jurusan, mulai dari ilmu alam hingga ilmu sosial. Perguruan Tinggi di Bandung juga tidak kalah maju dengan universitas yang ada di Jakarta dan Yogyakarta. Oleh karena itu tidak sedikit siswa SMA yang memutuskan untuk merantau ke Bandung, agar memiliki akses yang lebih baik ke salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Dengan pilihan studi yang beragam serta mutu yang baik tersebut membuat para siswa SMA memilih perguruan tinggi yang ada di Bandung. Perguruan Tinggi X merupakan salah satu Perguruan Tinggi di Bandung yang menjadi incaran dan pilihan para calon mahasiswa untuk menimba ilmu, dikarenakan para lulusan yang berkualitas baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Perguruan Tinggi X tersebut merupakan sekolah tinggi teknik pertama di Indonesia.

3 Tempat yang strategis, fasilitas yang menunjang dan juga dosen-dosen yang berkualitas menjadikan perguruan tinggi ini sangat diminati oleh para calon mahasiswa. Mahasiswa yang berada di Perguruan Tinggi X tidak hanya berasal dari kota Bandung saja, tetapi ada juga yang berasal dari luar pulau Jawa. Dengan banyaknya jumlah pendatang yang menuntut ilmu di kota Bandung, terutama di Perguruan Tinggi X ini, para pendatang dituntut untuk dapat atau mampu berinteraksi serta menyesuaikan diri dengan etnis kebudayaan di kota Bandung yaitu Sunda. Para pendatang ini berasal dari berbagai macam daerah yang ada di Indonesia, kebanyakan dari mereka sudah menetap di kota Bandung. Para mahasiswa banyak berasal dari pulau-pulau besar di Indonesia, baik dari dalam pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Salah satunya para mahasiswa yang berasal dari Pulau Bali, mereka juga cukup banyak memilih untuk menuntut ilmu di kota Bandung. Tetapi jumlah mahasiswa asal Bali tersebut tidak cukup banyak yang akhirnya menuntut ilmu di Bandung dengan berbagai macam alas an. Jadi, hal tersebut memengaruhi mereka untuk berinteraksi dan juga berkembang di kota Bandung. Dalam hal ini mereka menjadi kaum minoritas yang tinggal di Bandung. Keadaan tersebut mau tidak mau harus dilalui oleh para mahasiswa baik dari dalam maupun luar kota Bandung. Dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk berkembang dan berinteraksi dengan orang semakin luas. Kesempatan membina hubungan sosial dengan teman serta dosen, pegawai atau pekerja di kampus, mempunyai waktu yang banyak dengan teman sebaya, menggali gaya hidup dan nilai yang berbeda dari berbagai macam etnis dan juga mendapatkan kebebasan dari orang tua. Penyesuaian diri sangat diperlukan oleh para mahasiswa yang bersangkutan sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi. Pada mahasiswa yang berasal dari luar daerah

4 Bandung, menyesuaikan diri dengan tempat tinggal baru mereka, lingkungan serta pergaulan di Bandung. Dengan menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi X, mahasiswa asal Bali akan memasuki budaya yang baru, berbeda dengan budaya asalnya. Mahasiswa asal Bali menjadi suku minoritas ketika berada di kota Bandung. Maka terjadi pertemuan nilai-nilai, pandangan, dan gaya hidup antara para mahasiswa asal Bali dengan suku Sunda. Oleh karena itu, saat menjalani perkuliahan mahasiswa asal Bali dituntut untuk beradaptasi dengan kondisi budaya setempat. Telah dilakukan survey awal kepada sepuluh orang mahasiswa asal Bali yang kuliah di Perguruan Tinggi X Bandung yang tinggal di Bandung antara 6 sampai 1,5 tahun. Dari hasil survey bahwa, enam dari sepuluh mahasiswa asal Bali yang tinggal di Bandung awalnya merasa kurang nyaman berada di Bandung. Banyak hal yang biasanya mereka lakukan di Bali, tidak dapat mereka lakukan di sini, seperti melakukan ibadah yang biasanya mereka lakukan di pura, karena jumlah Pura di Bandung hanya ada dua yaitu Pura Wira Satya Dharma dan Pura Wira Chandra Dharma, selebihnya berada di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, para mahasiswa asal Bali biasanya pergi ke tempat peribadatan dengan teman-teman sesama Bali ataupun seniornya. Beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama mereka melakukan ibadah di asrama mereka, karena memiliki pura sendiri. Selain itu karena penduduk kota Bandung mayoritas beragama muslim jadi banyak hal yang mereka baru alami, seperti adzan yang berkumandang setiap waktu shalat karena hal tersebut sangat jarang sekali terjadi di tempat mereka tinggal. Mahasiswa asal Bali ini juga jadi memilih-milih makanan. Makanan yang berbeda membuat mereka sulit untuk mencari makanan yang cukup sesuai dengan lidah mereka. Menurut mereka, nasi di Bandung ini berbeda dengan nasi yang ada di

5 Bali. Rasa masakan di Bali juga berbeda dengan masakan di Bandung, yaitu masyarakat Sunda lebih menyukai makanan yang tidak terlalu pedas, dan asin sedangkan para mahasiswa Bali ini biasanya makan dengan rasa yang lebih pedas dan juga kuat rasa rempah-rempahnya. Selain makanan, cuaca juga menjadi salah satu masalah bagi mereka. Cuaca dingin di kota Bandung ini membuat mereka merasa kurang nyaman karena membuat mereka sering sakit. Setelah beberapa bulan, beberapa mahasiswa ada yang mulai mencoba makanan-makanan yang berada disekitar kampus, kos maupun asrama. Mahasiswa tersebut mulai menyukai makanan yang ada di Bandung. Selain makanan, mereka mulai beradaptasi dengan cuaca di Bandung, jadi saat musim hujan mereka lebih banyak menggunakan pakaian tebal, agar tidak sakit. Bahasa yang digunakan juga berbeda, walau kebanyakan mereka menggunakan bahasa Indonesia, terkadang ada beberapa bahasa yang sama tapi memiliki arti yang berbeda dan hal tersebut membuat mereka kebingungan. Apalagi bahasa daerah yang kadang terlontar dari orang-orang pribumi membuat mereka tidak mengerti dan bingung saat melakukan perbincangan. Selain bahasa, intonasi suara juga berbeda-beda dan terkadang menjadi bahan olokan sebagian orang. Mahasiswa mulai belajar sedikit demi sedikit bahasa Sunda, walau hanya beberapa yang mereka ingat. Mahasiswa tersebut bertanya mengenai bahasa-bahasa Sunda yang sering diucapkan oleh teman-teman Bandung kepada teman yang asli atau berasal dari Bandung. Terkadang mereka mengobrol menggunakan bahasa Sunda, walau pada awalnya di tertawakan oleh teman-temannya. Logat yang kental dari mahasiswa asal Bali ini walau menjadi olokan sebagian orang, tetapi itu membuat mereka menjadi lebih dekat dengan teman-teman lain dari daerah yang berbeda. Tetapi kebanyakan dari mahasiswa ini tetap menggunakan bahasa Bali saat mengobrol

6 dengan teman-teman sesame bali. Mereka juga merasa masih lebih nyaman mengobrol dengan teman-teman yang berasal dari Bali. Para mahasiswa masih belum dapat beradaptasi pada awal perkuliahan. Saat awal masuk kuliah yang mereka lakukan adalah mencari teman yang juga sama-sama berasal dari Bali. Mereka rindu dengan suasana tempat tinggal mereka yang sebelumnya. Para mahasiswa ini juga merasa kurang nyaman karena jauh dari keluarganya, merasa lebih nyaman bermain dengan teman-temannya yang dulu. Lalu, tempat tinggal mereka saat ini yaitu di kost tidak nyaman, walaupun rumah di Bali kecil mereka lebih nyaman tinggal di sana. Ada mahasiswa yang pindah dari tempat kos ke asrama, karena merasa tidak nyaman, setelah tinggal di asrama merasa lebih baik. Untuk berkomunikasi dengan orang tua ataupun teman yang ada di Bali mereka lakukan satu minggu sekali atau bisa lebih terutama saat mereka sedang ada masalah atau sedang bosan. Sarana transportasi membuat mereka merasa kurang nyaman, karena di Bandung lebih banyak kendaraan dan juga sarana transportasi seperti angkot (angkutan kota) yang jumlahnya banyak sekali dan warna yang hampir sama membuat mereka kadang salah jurusan saat menggunakannya. Satu lagi yang membuat mereka merasa tidak nyaman adalah banyaknya kriminalitas yang terjadi akhir-akhir ini di Bandung, seperti pembegalan oleh geng motor, hal tersebut membuat mereka harus berhati-hati saat berkendara terutama motor. Selain itu, saat mereka tinggal di Bali, masyarakat sangat memegang teguh kepercayaan Bali, salah satunya yang disebut dengan karma. Jadi saat mereka sedang parkir motor dimanapun itu, mereka tidak takut kehilangan motor karena akan ada karma apabila ada yang mengambil barang bukan haknya. Tapi berbeda di Bandung, mereka harus hati-hati saat menyimpan barang termasuk motor yang mereka gunakan.

7 Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka melakukan hal-hal seperti bertanya pada seniornya yang juga berasal dari Bali. Para mahasiswa ini juga banyak yang tinggal di asrama Bali yang ada di Bandung, jadi mereka mendapatkan cukup banyak informasi dari seniornya yang telah lama tinggal di Bandung, mereka juga lebih banyak bepergian dan berkumpul bersama teman-teman yang berasal dari Bali daripada teman-teman asal Bandung. Para mahasiswa mengikuti beberapa kegiatan himpunan, terutama himpunan Mahasiswa Bali, dan unit kesenian Bali. Kemudian empat dari sepuluh mahasiswa asal Bali ini merasa tidak mengkhawatirkan keadaan di Bandung dan tetap menjalankan kegiatan seperti biasa. Mereka mencoba untuk lebih menikmati dan membuat diri mereka nyaman saat tinggal di kota Bandung. Bahkan dari mereka ada yang merasa senang berada jauh dari orang tua, dengan demikian mereka bebas melakukan kegiatan apapun yang mereka senangi dan tidak adanya jam malam dari orang tua mereka. Para mahasiswa ini juga tetapi masih tetap perlu hati-hati dengan keamanan yang ada di Bandung, mereka masih banyak belajar untuk dapat beradaptasi dengan orang atau teman sekitar, karena masih kurang nyaman untuk berkomunikasi lebih jauh dengan temanteman daerah lainnya. Para mahasiswa ini juga masih tetap kumpul di unit kesenian, karena teman-teman banyaknya berasal dari Bali juga. Berdasarkan fenomena tersebut dapat diketahui bahwa sebagian mahasiswa asal Bali kurang dapat menyesuaikan diri di kota Bandung dan merasa kurang nyaman berada di Bandung. Dengan adanya nilai, serta budaya baru yang didapat oleh mahasiswa saat berkuliah di Bandung membuat mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Oleh karena itu, muncul dampak seperti, stres emosional, masalah komunikasi, serta munculnya culture shock.

8 Culture shock dipaparkan oleh Oberg (1960) sebagai suatu keadaan negatif yang berhubungan dengan aksi yang dihadapi oleh individu yang secara tiba-tiba harus berpindah ke suatu lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Culture shock biasanya dialami oleh pendatang selama 6 bulan sampai 1,5 tahun sejak kedatangannya. Culture shock disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tipe berpakaian, makanan, tingkat ekonomi, tipe perilaku, bahasa, kontak sosial, sikap terhadap agama yang dianut, standar kehidupan yang umum, topik percakapan, dan jumlah orang yang dikenal. Setiap orang akan berpotensi untuk mengalami culture shock apabila berada dalam situasi beda budaya. Dalam masa transisi setiap orang memiliki tekanan yang tingkatannya berbeda-beda, tergantung dari coping style yang dimiliki oleh individu tersebut saat menghadapi perbedaan budaya (Ward, 2001). Kemudian (Hammers 1992, dalam Ward 2001) menambahkan bahwa para pendatang dipastikan akan menghadapi berbagai masalah dalam rangka menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang berbeda budaya. Jika seseorang mampu menghadapi culture shock dengan baik, ia akan lebih mudah dalam beradaptasi dan menangani perbedaan budaya dengan segala hal dengan budaya barunya. Untuk mengatasi masalah tersebut, para mahasiswa asal Bali melakukan cara atau strategi untuk menghadapinya. Strategi yang dilakukan yaitu adalah strategi akulturasi. Ada empat macam strategi akulturasi yaitu, asimilasi, separasi, integrasi, dan marjinalisasi. Asimilasi adalah melakukan interaksi sehari-hari dengan lingkungan baru tanpa menggunakan budaya asli. Separasi adalah tidak melakukan interaksi dengan lingkungan baru dan tetap memegang teguh budaya asli. Integrasi adalah mempertahankan budaya asli dan melakukan interaksi terhadap lingkungan baru.

9 Marjinalisasi adalah minat kecil melestarikan budaya asli dan juga sedikit minat untuk melakukan interaksi dengan lingkungan baru. Berdasarkan fenomena inilah peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi pada mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui apakah ada hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran mengenai hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengrtahui seberapa besar hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

10 1. Untuk memperluas wawasan Psikologi Lintas Budaya di Indonesia, dengan menyediakan informasi mengenai gambaran hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 2.Memberi informasi untuk peneliti lain yang memerlukan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai gambaran hubungan antara culture shock dan strategi akulturasi mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Memberikan masukan bagi Perguruan Tinggi Negeri X tentang mahasiswa yang mengalami culture shock sehingga Perguruan Tinggi Negeri X dapat memberikan fasilitas atau bantuan bagi mahasiswa agar dapat berinteraksi dengan baik di kampus. b. Memberikan sumber informasi bagi mahasiswa lain yang berasal dari luar daerah agar lebih mempersiapkan diri ketika akan mengambil kuliah diluar daerahnya untuk dapat berinteraksi dengan budaya tempat dimana mereka menuntut ilmu. c. Memberikan informasi kepada para mahasiswa asal Bali di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung mengenai akulturasi yang diterapkan oleh dirinya, dengan harapan mereka dapat tetap melestarikan budaya Bali dan membuka diri untuk mengenal budaya setempat. 1.5 Kerangka Pikir Dunia pendidikan di Pulau Jawa dapat dinilai lebih pesat dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan baik negri maupun swasta yang berkualitas yang merupakan daya tarik bagi para calon mahasiswa dari dalam maupun luar pulau Jawa, yang ingin melanjutkan perkuliahan

11 di Pulau Jawa. Salah satu kota yang menjadi incaran adalah Bandung, karena memiliki banyak perguruan tinggi yang memiliki mutu yang baik dan berkualitas. Perguruan tinggi negeri X, selain diminati oleh calon mahasiswa sekitar Bandung, perguruan tinggi ini juga diminati oleh calon mahasiswa dari kota lain di seluruh Indonesia. Hal tersebut membuat beragamnya suku budaya yang ada di perguruan tinggi ini. Salah satunya berasal dari Bali. Menurut Bochner dalam Ward, Bochner, Furnham (2001:5,21), adanya kontak antar kebudayaan yang berbeda terjadi ketika seseorang dari suatu daerah atau komunitas mengunjungi daerah lain dengan tujuan yang berbeda seperti bekerja, bermain serta belajar. Dengan adanya hal tersebut, bagi mahasiswa asal Bali, mereka menghadapi kontak dengan budaya lain ditempat baru. Mahasiswa suku Bali ini disebut dengan Sojouner, yaitu individu yang tinggal sementara waktu dengan tujuan untuk menempuh pendidikan di Bandung dalam periode waktu tertentu (Ward, Bochner, 2001. P142). Dengan adanya budaya Sunda sebagai budaya yang kuat di Perguruan Tinggi ini, maka para mahasiswa asal Bali menjadi kelompok minoritas di Perguruan Tinggi X Bandung akan mengalami kontak multikultural, hal tersebut mendorong terjadinya proses akulturasi mahasiswa asal Bali terhadap budaya Sunda. Individu yang mengalami kontak sosial dengan budaya lain yang berbeda dengan budaya asalnya sering membuat individu tersebut mengalami stres dan hambatan (Ward, Bochner, Furnham, 2001:9). Seperti halnya pada mahasiswa Bali yang berada di Bandung mengalami stres dan juga hambatan saat mengalami kontak sosial dengan budaya Sunda. Keadaan ini disebut dengan culture shock, yaitu keadaan negatif yang berhubungan dengan aksi yang diderita oleh mahasiswa asal Bali yang harus pindah ke lingkungan kota Bandung yang berbeda dengan lingkungan daerah asalnya selama ini. Dalam hal ini respon yang diberikan mahasiswa Bali terhadap

12 budaya di Bandung merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus sehubungan dengan perubahan budaya yang terjadi (Oberg, 1960). Faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya culture shock pada individu adalah makanan, tipe pakaian, tingkat ekonomi, tipe perilaku, bahasa, kesempatan untuk melakukan kontak sosial, sikap terhadap agama yang dianut, standar kehidupan yang umum, topik percakapan, jumlah orang yang dikenal (J.P. Spradley and M. Phillips(1972) dalam Ward, Bochner, Furnham, 2001.p74). Selain itu culture shock ini dapat sebabkan juga oleh perpisahan dengan keluarga,teman, guru : orang yang biasanya bergaul, memberi dukungan dan juga bimbingan. Sama halnya dengan mahasiswa asal Bali yang kuliah di Perguruan Tinggi X Bandung. Faktor lainnya adalah kondisi cuaca atau iklim, hukum, peraturan, sistem politik, serta sistem pendidikan dan juga pengajaran. Ada 4 fase reaksi menurut Oberg (1960) yang berhubungan dengan culture shock yaitu, yang pertama fase honeymoon. Dalam hal ini yaitu reaksi seperti antusiasme, euforia dan kekaguman. Fase kedua adalah crisis, yaitu ada perasaan tidak puas, frustrasi, gelisah dan juga marah. Terjadinya perbedaan bahasa, konsep diri serta nilai-nilai dan tanda- tanda membuat perasaan tidak berdaya. Kesulitan saat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tersebut menimbulkan perasaan tidak berdaya tersebut. Pada saat individu mengalami culture shock, maka proses tersebut melibatkan aspek kognitif, afektif dan behavioral yang ada dalam dirinya. Aspek kognitif bagaimana mahasiswa Bali menginterprerasikan orang lain, institusi, maupun peristiwa-peristiwa baik spiritual maupun eksistensial di lingkungan budaya yang baru. Aspek afektif yaitu bagaimana keadaan emosi yang muncul saat mahasiswa Bali menghadapi lingkungan budaya yang baru meliputi perasaan bingung, curiga, dan ingin berada di tempat lain yang lebih nyaman. Aspek behavioral berhubungan dengan

13 proses pembelajaran budaya yang merupakan perluasan dari pendekatan kemampuan sosial meliputi bagaimana ia menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku, relasi sosial, termasuk komunikasi verbal dan non-verbal yang ditampilkannya saat berinteraksi dengan lingkungan (Oberg dalam Ward, Bochner, Furnham, 2001: 48, 270-272). Setelah mengalami crisis, mahasiswa mengalami fase ketiga adalah recovery yaitu resolusi terhadap krisis dan pemahaman terhadap budaya, dalam fase recovery krisis dapat terpecahkan apabila mahasiswa sudah dapat menguasai bahasa dan lingkungan. Fase terakhir adalah fase adjustment yaitu fase mencerminkan kesenangan terhadap lingkungan baru dan dapat menerima keadaan di lingkungan baru.waktu untuk dapat menerima keadaan lingkungan baru, terbiasa dengan lingkungan baru pada setiap mahasiswa berbeda-beda. Pada mahasiswa yang mampu melewati masa tersebut akan mulai menikmati lingkungan barunya dan mulai banyak bergaul dan juga meliliki teman baru, hal tersebut terjadi seperti pada fase honeymoon tetapi mahasiswa dapat lebih baik lagi mengontrol diri, mereka dapat membagi waktu untuk bersosialisasi dan juga kuliah. Berry (2002) dalam mengatasi culture shock terdapat strategi untuk mengatasinya yaitu yang disebut dengan adjustment dan strategi akulturasi. Strategi akulturasi dibagi kedalam 4 bagian, yaitu Asimilasi, Integrasi, Separasi, dan Marjinalisasi. Asimilasi, terjadi ketika mahasiswa asal Bali mengalami akulturasi tidak ingin memelihara budaya asli dan jati dirinya serta melakukan interaksi seharihari dengan budaya Sunda. Apabila ada mahasiswa yang merasa tidak nyaman dengan suku bangsa yang dimilikinya dapat mendorong individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan budaya setempat seperti dalam hal penggunaan bahasa ketika berkomunikasi. Apabila mahasiswa asal Bali mengalami culture shock dan

14 menggunakan strategi akulturasi asimilasi, yaitu seperti berusaha berbaur dengan lingkungan barunya dan mengobrol dengan banyak teman orang Bandung tanpa memperdulikan budaya asalnya. Separasi, terjadi ketika internalisasi values dan tradisi budaya asli mahasiswa asal Bali sangat kuat ditanamkan dan berusaha menghindari interaksi dengan penduduk setempat. Dalam strategi ini cenderung mempertahankan budaya aslinya dengan cara tetap menjalankan values dan tradisi budayanya. Pada mahasiswa yang mengalami culture shock lalu melakukan strategi akulturasi separasi, maka mahasiswa asal Bali ini tidak bergabung dengan mahasiswa dari daerah lain dan lebih banyak diam di tempat perkumpulan mahasiswa Bali saja. Integrasi, yaitu suatu minat mahasiswa asal Bali untuk mempertahankan budaya aslinya sekaligus memiliki minat untuk melakukan interaksi dengan penduduk setempat, dan berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mahasiswa yang mengalami culture shock lalu menggunakan strategi akulturasi integrasi maka, mahasiswa Bali mengikuti perkumpulan mahasiswa Bali tapi ia tetap juga bergabung dengan mahasiswa lainnya dari daerah yang berbeda dan mencoba mendalami budaya Bandung. Marjinalisasi, yaitu minat kecil pada mahasiswa asal Bali untuk melestarikan budaya aslinya dan sedikit minat untuk melakukan interaksi dengan lingkungan barunya. Strategi marjinalisasi ini akan diterapkan oleh mahasiswa yang kehilangan identitas budayanya. Dalam tahap pekembangan, mahasiswa asal Bali ini berada pada tahap perkembangan dewasa awal, tahap ini dimulai dari masa remaja akhir atau usia 18 tahun sampai usia 30 tahun. Pada masa dewasa awal itu ditandai dengan perpindahan dari jenjang pendidikan dari SMA menuju perguruan tinggi (Santrock, 2004). Pada tahap ini mahasiswa asal Bali sudah dapat melewati tahapan pembentukan identitas

15 diri, yang terbentuk dari orangtua, teman atau dewasa lainnya. Jadi identitas diri mahasiswa asal Bali tersebut sudah terbentuk dan didasari oleh internalisasi budaya Bali. Mahasiswa Bali ini sedang dalam tahap perkembangan kognitif formal operational(piaget dalam Santrock,2004). Tahapan perkembangan formal operational pada mahasiswa ini berbeda dengan tahapan perkembangan formal operational pada siswa SMA, perkembangan tersebut lebih baik dari sebelumnya karena adanya pengalaman dan juga pengetahuan yang baru. Pada perkembangan kognitif formal operational dewasa awal ini juga nmempengaruhi strategi akulturasi, karena akan mempengaruhi persepsi pada mahasiswa tersebut terhadap budaya Sunda dan lingkungan barunya.

16 Culture Shock Tinggi Rendah Mahasiswa asal Bali e Crossing Culture Budaya Sunda Crisis Culture Faktor Penyebab Culture Shock: -Makanan -Tipe Pakaian -Tingkat ekonomi -Perilaku laki-laki dan perempuan -Bahasa -Agama -Transportasi Strategi Akulturasi Asimilasi Separasi Integrasi Marjinalisasi

17 1.6 Asumsi Berdasarkan uraian diatas, dapat diasumsikan bahwa: 1. Apabila mahasiswa Bali menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung, maka akan mengalami kontak dengan budaya baru secara langsung. 2. Pertemuan budaya yang terjadi pada mahasiswa Bali tahun pertama di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung dapat menyebabkan culture shock bagi mahasiswa tersebut. 3. Apabila culture shock yang dialami mahasiswa Bali tahun pertama di Perguruan Tinggi Negeri X Bandung dapat berhasil terlewati akan mampu melakukan strategi akulturasi. 4. Mahasiswa melakukan strategi akulturasi dengan baik melibatkan komponen bahasa, identitas budaya, dan aktivitas budaya. 1.7 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Asimilasi pada mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 2. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Separasi pada mahasiswa etnik Perguruan Tinggi Negeri X Bandung 3. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Integrasi pada mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri X Bandung. 4. Terdapat hubungan antara Culture Shock dan Strategi Akulturasi Marjinalisasi pada mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri X Bandung.