BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles pada kalimat pertama dalam bukunya, Metaphysics,

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuskupan Surabaya. Menurut pernyataannya, jaman sekarang umat di

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Daftar lsi. 1. GEREJA BERDIALOG HISTORISITAS h. Pidato Penutupan KV II oleh Paulus VI c. Deklarasi Akhir KV II...

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

RESPONS - DESEMBER 2009

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

UNISITAS DAN UNIVERSALITAS KESELAMATAN YESUS DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA. Fabianus Selatang 1

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan Agama Katolik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

Filsafat Ilmu dan Logika

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Sapientia Cordis (Kebijaksaan Hati)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT DOKUMEN GRAVISSIMUM EDUCATIONIS ART.8 DAN KURIKULUM 2013 SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Filsafat

KONSEP TINDAKAN DALAM PERSONALISME KAROL WOJTYŁA

INTERNET SEBAGAI MEDIA PEWARTAAN KRISTUS DI TENGAH DUNIA PERSPEKTIF DEKRIT INTER MIRIFICA ART.13 KONSILI VATIKAN II

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

BAB XII MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi.

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 1. Gregorius Martia Suhartoyo 1

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang sangat. kompleks karena ada banyak aspek yang bisa diulas,

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

Lesson 9 for May 27, 2017

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pokok-Pokok. Iman. Gereja. Pendalaman Teologis Syahadat. Emanuel Martasudjita, Pr

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan human relations akhir akhir ini menjadi sorotan utama, selain

Dosen: Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

Tugas Agama. Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik?

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

UKDW BAB I PENDAHULUAN

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. dianggapnya bebas, misalnya mengutarakan pendapat di depan publik.

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

OTORITAS PAULUS DAN INJIL

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

C. H. Spurgeon: Kebobrokan manusia & Anugerah Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

RESENSI BUKU Keselamatan Milik Allah Kami - bagi milik

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN. Ada tiga hal dari realitas hidup bersama secara khusus dalam teks

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PELAJARAN 11 GEREJA DAN DUNIA

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Dalam keluargamanusia mulai berinteraksi dengan orang lain. Dalam kebersamaan,

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak hanya dipahami sebagai individu, melainkan sebagai persona. 1 Sifat individual berarti ia sebagai ada yang dapat dibedakan dengan ada yang lain dari satu jenis yang sama. Akan tetapi, lebih dari itu ia merupakan persona. Sekurang-kurangnya terdapat tiga alasan untuk ini, yakni pertama, manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self menunjukkan bahwa manusia berbeda dengan ada-ada yang lain karena kesadarannya. Kesadaran ini berakar pada kemampuan intelektual dan kehendaknya. Berkat kesadaran diri ini, manusia sebagai persona mampu hadir di dalam dan pada dirinya sendiri (exist in itself and for itself). Kedua, manusia sebagai persona karena ia memiliki kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri (self-determination). Terakhir, personalitas manusia juga dicirikan oleh kemandiriannya atau otonominya (self-existence). Karol Wojtyła, yang kemudian menjadi Paus Yohanes Paulus II, merupakan tokoh sejarah yang besar. Setelah ia meninggal, banyak pihak yang mendesak untuk segera dimulai proses penggelaran orang kudus bagi beliau. Dalam kiprahnya sebagai pemimpin agama, ia banyak melakukan hal-hal besar. 1 Bdk. KASDIN SIHOTANG, Filsafat Manusia: Usaha Membangkitkan Humanisme, Kanisius, Yogyakarta 2009, 32-36. 1

Salah satu peran terbesarnya adalah turut meruntuhkan hegemoni komunisme di Eropa Timur. Tindakan besar yang dilakukan oleh Karol Wojtyła ini tidak bisa dilepaskan dari perhatiannya pada manusia sebagai persona. Di tengah problem zaman yang ditandai dengan perdebatan tentang kehidupan dan kemanusiaan, Wojtyła menyatakan dengan tegas bahwa jalan yang ditempuh Gereja adalah jalan manusia (Man is the way of the Church). 2 Berpihak pada manusia berarti berpihak pada kehidupan. Konsep-konsep Wojtyła tentang martabat persona selalu menghiasi setiap karya dan perbuatannya, seperti solidaritas, partisipasi, suara hati, kebahagiaan, pemenuhan diri, tindakan, dan beberapa tema pokok kemanusiaan lainnya. Charles Curran, seorang pakar teologi moral Katolik, memberikan analisis terhadap ensiklik-ensiklik sosial Karol Wojtyła. Menurutnya, dalam setiap ensikliknya, Karol Wojtyła terpengaruh oleh latar belakangnya sebagai seorang filsuf dan ahli etika, dalam pengaruh pemikiran dan tradisi neo-skolastik. Karenanya, Wojtyła selalu berangkat dari konsep dasar akan martabat manusia dan hukum kodrat. 3 Pemikiran dan tindakannya selalu berawal dan berakhir pada antropologi (dari sudut pandang teologi pemikiran ini disebut sebagai yang bercirikan teologi antropologis yang Kristosentris). Berdasarkan pandangan umum akan pemikiran Wojtyła ini, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam pemikiran beliau tentang personalisme, yakni secara khusus dalam konsep tindakan. 2 3 Bdk. T. KRISPURWANA CAHYADI, Yohanes Paulus II: Gereja, Teologi, dan Kehidupan, Obor, Jakarta 2007, 1. Bdk. Ibid., 285. 2

Dalam pemikiran filsafatnya, tampak jelas bahwa ia meletakkan persona (personalisme) sebagai pusat perhatiannya. Persona yang dimaksud bukanlah persona yang abstrak, melainkan konkret dan historis. 4 Hal ini bertumpu pada paham bahwa manusia adalah persona yang tercipta menurut gambar dan citra Allah serta hidup dan tumbuh dalam misteri keselamatan yang diusung oleh Kristus. Ia menulis pemikiran personalisme ini dalam buku yang berjudul Osoba i Czyn (terjemahan Bahasa Inggris berjudul The Acting Person). Salah satu tema pokok di dalam pemikiran personalisme Karol Wojtyła adalah mengenai konsep tindakan. Studinya tentang manusia bertitik tolak dari perbuatannya (Czyn). 5 Perbuatan yang dimaksudkan merupakan suatu tindakan manusia. Ia mengikuti pembedaan kegiatan manusia menurut Thomas Aquinas, yakni actiones humanae (acts of man) dan actiones hominis (human acts). 6 Actiones hominis atau kegiatan pada manusia adalah segala macam gerak, perkembangan, dan perubahan pada manusia yang tidak disengaja, yang murni vegetatif atau sensitif dan distingtif, seperti berkedip, bernafas, pencernaan, dan sebagainya. Kegiatan pada manusia ini justru tidak khas manusia, melainkan juga ada pada binatang dan tumbuhan. Sedangkan actiones humanae atau kegiatan manusiawi merupakan tindakan khas manusia. Ini adalah kegiatan manusia sebagai manusia yang tidak ada pada organisme lain. Tindakan itu menentukan kualitas moral manusia. 4 5 6 Bdk. Ibid., 1. Bdk. PETRUS CANISIUS EDI LAKSITO, Hati Nurani dan Relativisme: Visi Personalisme Karol Wojtyła,dalam Laporan Program Extention Course Relativisme dan Hati Nurani 8 Agustus 31 Oktober 2012, Emanuel Prasetyono Lic. Phil. (Penyusun), Fakultas Filsafat universitas Katolik Widya Mandala, (2012). Bdk, KEVIN P. DORAN, Solidarity: A Synthesis of Personalism adn Comunalism in thethought of Karol Wojtyła /Pope John Paul II, Peter Lang, New York 1996, 126. 3

Dengan pandangan seperti ini, menarik bahwa bagi Wojtyła, tindakan merupakan hal yang pokok bagi keutuhan konsep atau faham personalisme. Tindakan dimaknai sebagai jendela untuk menengok interioritas manusia sebagai persona. Tindakan menyingkapkan siapa manusia dan pada waktu yang sama dengannya ia mewujudkan dirinya. Ia berangkat dari pengalaman manusia di mana pengalaman dilihat bukan hanya sebagai momentum empiris tertentu dari mana mengalir empiritas lain yang tak terhitung, melainkan pengalaman pada hakikatnya, dalam totalitas dan kesederhanannya, yaitu sebagai suatu fenomena atau gejala dasariah paling umum dan paling gamblang, yang muncul dalam setiap perbuatan dan peristiwa yang masuk dalam kesadaran manusia. 7 Di dalam pengalaman ini, fakta pertama yang muncul dalam kesadaran manusia sebagai persona adalah tindakan, yakni fakta bahwa aku bertindak atau manusia berbuat, apa pun wujud empirisnya. Berdasarkan fakta yang paling dasar ini, yakni tindakan, merupakan titik tolak yang paling tepat untuk masuk ke dalam struktur manusia sebagai persona. Berdasarkan permasalahan ini, penulis ingin mendalami dan memahami apa itu konsep tindakan di dalam pemahaman personalisme Karol Wojtyła. Hal ini dikarenakan tindakan menjadi hal yang pokok dalam pemahaman personalisme Karol Wojtyła. 7 Bdk. PETRUS CANISIUS EDI LAKSITO, Hati Nurani dan Relativisme: Visi Personalisme Karol Wojtyła. 4

1.2 Pembatasan Masalah Persoalan mendasar yang ingin dijawab dalam karya tulis ilmiah ini adalah apa itu konsep tindakan dalam pemahaman personalisme Karol Wojtyła? Hal ini dilakukan dengan menelusuri pemikiran Karol Wojtyła mengenai personalisme yang secara khusus pada pokok bahasan tindakan. Konteks pemikiran Karol Wojtyła yang akan menjadi acuan utama karya tulis ini adalah pada waktu Ia belum menjadi seorang Paus. Artinya, pemikiranpemikiran tentang personalisme yang dibahas oleh penulis adalah pemikiran seorang Karol Wojtyła, bukan seorang Paus Yohanes Paulus II. Penulis tidak akan masuk dan membahas ajaran sosial dan personalisme di dalam ensiklikensikliknya. Oleh karenanya, penulis akan menggunakan buku The Acting Person karya Karol Wojtyła sebagai sumber utama di dalam karya tulis ini. Kemudian, fokus utama pembahasan penulis dalam karya tulis ini adalah mengenai konsep tindakan dalam personalisme Karol Wojtyła. Konsep tindakan ini merupakan hal yang sentral di dalam pemahaman personalisme Karol Wojtyła. Hal ini karena bagi Karol Wojtyła tindakan merupakan suatu aspek fundamental manusia sebagai persona. Manusia adalah persona karena dengan kesadarannya, ia dapat berindak dan menyadarinya. Ia menyadari bahwa ia dengan personanya dapat berbuat atau bertindak. Dengan pemahaman seperti inilah Karol Wojtyła menempatkan refleksinya akan tindakan di dalam pusat personalisme. Karenanya, konsep tindakan itu sendiri menjadi fokus pembahasan oleh penulis. 5

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mendalami dan memahami apa itu konsep tindakan di dalam personalisme Karol Wojtyła. Dengan mendapatkan pengetahuan akan konsep tindakan ini, penulis berharap pandangan dan pengetahuan kita mengenai manusia sebagai persona dan secara khusus dimensi tindakannya akan semakin dipahami. Dengan demikian, kita tidak lagi memandang tindakan manusia sebagai tindakan yang tanpa makna dan tidak didasarkan oleh akal budi manusia, melainkan bahwa tindakan memiliki makna khas bagi manusia dan menjadi salah satu dimensi manusia sebagai manusia dan bukan yang lain. Penulis juga ingin menunjukkan bahwa tindakan bagi Karol Wojtyła memiliki makna yang mendalam dan fundamental bagi manusia sehingga dapat menjadi perbincangan filosofis yang menarik, terutama di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala dimana pembahasan filosofis mengenai Karol Wojtyła sangat kurang. Selain itu, penulisan karya tulis ini juga menjadi syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1). 1.4 Sistematika Penulisan Dalam karya tulis ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan. Penulis berusaha menelusuri, mendalami dan menyajikan konsep tindakan dalam personalisme Karol Wojtyła melalui buku-buku yang ditulis olehnya sendiri. Penulis menggunakan buku The Acting Person sebagai buku utama yang ditunjang oleh buku-buku lain dari tulisan Karol Wojtyła sendiri. Di samping itu, 6

penulis juga menggunakan buku-buku lain yang kiranya dapat menunjang keilmiahan serta kejelasan dari konsep tindakan dalam personalisme Karol Wojtyła. Karya tulis ini akan dibagi ke dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut: o Bab I: Pendahuluan Pada bab ini, akan disajikan latar belakang pemilihan tema dan batasan masalah. Selain itu, juga akan diuraikan tentang tujuan, metode, serta sistematika penulisan karya tulis ini. o Bab II: Personalisme Karol Wojtyła Pada bab ini, akan digali tentang apa itu paham personalisme, kemudian bagaimana sejarah munculnya konsep personalisme. Pada bagian ini juga akan diihat riwayat hidup Karol Wojtyła, bagaimana pemikiran personalisme Karol Wojtyła serta tokoh-tokoh yang mempengaruhi visi personalisme Karol Wojtyła. o Bab III: Konsep Tindakan dalam Personalisme Karol Wojtyła Pada bab ini, akan disajikan inti dari karya tulis ini yakni secara khusus membahas mengenai konsep tindakan dalam personalisme Karol Wojtyła. o Bab IV: Penutup Pada bagian penutup, akan disajikan rangkuman atas keseluruhan tulisan ini. Kemudian, akan disajikan suatu relevansi teologis atas konsep tindakan dalam visi personalisme Karol Wojtyła. 7