P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB II TEORI MENGENAI WARGA BINAAN, SISTEM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN TEORI KRIMINOLOGI. 1. Pengertian Warga Binaan Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

NINDYA AGUSTIN LISTYANINGRUM A

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Faridah Rusdiani,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

1 dari 8 26/09/ :15

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen ke IV yang menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum hal ini mengandung pengertian bahwa segala aspek kehidupan di Indonesia di dasarkan atas hukum (rechstaat). Hukum dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan yang pesat dalam kehidupan manusia. Selain itu hukum juga di perlukan dalam mengantisipasi penyimpangan-penyimpang yang terjadi dalam masyarakat yang nantinya akan berdampak pada ketentraman dan ketertiban masyarakat. Setiap pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan akan mendapatkan sanksi atau hukuman yang tegas akibat perbuatan yang dilakukannya. Peraturan bertujuan untuk memberi pedoman kepada manusia bagaimana cara berperilaku yang baik dan bertindak dalam masyarakat, sehingga manusia tidak terjebak dalam kejahatan atau pelanggaran yang nantinya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Bonger (1982: 25) bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pembinaan penderitaan (hukuman atau tindakan). Dapat disimpulkan bahwa, suatu tindak kejahatan merupakan pelanggaran sosial dimana pelakunya harus diberikan hukuman, sehingga nantinya tidak mengulangi tindak kejahatan yang dilakukannya. Pidana penjara merupakan salah satu hukuman yang terdapat dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Menurut pendapat Roeslan saleh (1987:62) menyatakan bahwa pidana penjara adalah pidana utama diantara pidana kehilangan kemerdekaan dan pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup

2 atau sementara waktu. Demikian pula menurut Arief (dalam, Priyatno 2006: 2) bahwa : Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan. Pidana penjara adalah salah satu jenis pidana yang menjunjung tinggi hak asasih manusia (HAM) dan orang yang telah dijatuhi pidana penjara akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana bertujuan merealisasikan dari salah satu tujuan sistem peradilan pidana, yaitu meresosialisasi dan merehabilitasi pelanggar hukum. Tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata membalas dendam, tujuan sebenarnya dari pemidanaan di Indonesia adalah narapidana dapat memperbaiki dirinya sehingga tujuan dari sistem pemasyarakatan dapat tercapai yakni, narapidana atau warga binaan pemasyarakatan dianggap seseorang yang telah berbuat kekhilafan dan tersesat sehingga narapidana tersebut dibina dan dibimbing sehingga dapat menjadi orang yang lebih baik. Lembaga Pemasyarakatan adalah instansi terakhir dalam proses peradilan pidana sebagai wadah bagi pelaku tindak pidana yang sudah mendapat keputusan dari hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menjalani pemidanaan, disamping itu juga diberikan pembinaan dan pembimbingan agar kembali menjadi orang baik. Pembinaan warga binaan selalu diarahkan pada resosialisasi (dimasyarakatkan kembali) dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembinaan warga binaan di Indonesia sudah dikenal sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda dengan diberlakukannya Geistichten Regelement (Reglemen penjara). Konsep kepenjaraan yang berasal dari pandangan liberal tidak sesuai lagi bagi bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup Pancasila, sehingga mendatangkan ide/gagasan Sahardjo untuk mengubah sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan. Demikian pula di dalam penjelasan yang ada di Undang-Undang Republik Indonesia N0. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan memaparkan bahwa bagi

3 negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang diterapkan tidak lagi sekedar penghukuman penjara yang sangat menyiksa, melainkan pemidaan sekarang berfungsi untuk memberikan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi kepada warga binaan pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan yang mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana yang dilakukannya agar dapat diterima kembali oleh masyarakat dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan serta menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Sejalan dengan pemikiran tersebut Harsono (1995: 18-19) berpendapat bahwa: Narapidana bukan saja sebagai objek, melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilfan yang dapat dikenakan pidana, sehingga harus diberantas atau dimusnahkan. Sementara itu, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana tersebut berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajibankewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana. Umumnya pemidanaan adalah suatu upaya untuk menyadarkan Narapidana atau anak pidana agar dapat menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa narapidana juga manusia biasa yang mempunyai suatu kekhilafan. Oleh sebab itu, peranan Lembaga Permasyarakatan sangat dibutuhkan untuk membina dan membimbing kepribadian narapidana dalam perubahan sikap menjadi lebih baik, dengan pembinaan moral juga mentalnya agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi dimasa akan datang, serta tidak mengulangi tindak kejahatan yang pernah dilakukannya dimasa silam. Disinilah lembaga pemasyarakatan dituntut untuk

4 dapat merehabilitasi narapidana menjadi manusia yang taat akan hukum, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memberikan keterampilan sebagai bekal untuk nanti narapidana bekerja ketika narapidana tersebut telah bebas. Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 12 ayat 1 dan 2 yakni: 1. Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan atas dasar : a. Umur; b. Jenis kelamin; c. Lama pidana yang dijatuhkan; d. Jenis kejahatan; dan e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. 2. Pembinaan Narapidana Wanita di Lapas dilaksanakan di Lapas Wanita. Sesuai dengan Undang-Undang di atas dapat disimpulkan, bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Narapidana tidak disatukan melainkan dipisakan berdasarkan penggolongan yang dimaksudkan ayat 1 dan ayat 2. Penempatan narapidana wanita harus khusus ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang dihuni dan yang dibimbing oleh para wanita pula, hal ini bertujuan agara pendekatan emosional terhadap narapidana dan petugas, disamping itu penempatan khusus wanita untuk menjaga harkat dan martabat narapidana wanita karena haknya sebagai warga negara harus dijunjung tinggi. Pembinaan narapidana wanita bukanlah suatu yang mudah, karena seseorang menjadi narapidana tidak hanya disebabkan faktor-faktor penyebab kejahatan yang datang dari luar bersifat material, tapi juga faktor mental spritualnya yang sudah rusak akibat dari kesalahan dan sosialisasi yang membentuk pribadinya. Dalam kaitan ini Lembaga Pemasyarakatan dituntut untuk dapat mengembalikan seorang narapidana ke masyarakat dalam keadaan siap untuk kembali ke masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Atmasasmita (1984: 84) bahwa: Disuatu pihak lembaga Pemasyarakatan dituntut untuk membina dan mengembalikan seseorang narapidana ke masyarakat dalam keadaan siap bermasyarakat, akan tetapi di lain pihak proses penyembuan mental

5 kejiwaannya yang sudah parah karena terbakar oleh proses penegakan hukum harus pula dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan pendapat tesebut dapat dikemukakan bahwa, Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas yang cukup berat, yakni: a. Mengambalikan kodrat narapidana wanita sebagai wanita seutuhnya dimana sikap alamiah wanita adalah lemah dan lembut, serta narapidana wanita tersebut mendapatkan pembekalan hidup bermasyarakat, tentunya yang banyak faktor yang diperoleh selama narapidana wanita tersebut berada dalam Lembaga Pemasyarakatan diantaranya dibekali keterampilan dan keahlian agar nantinya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dalam masyarakat b. Menyembuhkan mental dan kejiwaan yang sudah parah, akibat dari proses sosialisasi di lingkungan sebelumnya. Membentuk kepribadian yang lebih baik agar nantinya dapat bersosialisasi dengan baik dalam kehidupan ber masyarakat. Mengacu pada studi Allegritti (dalam, Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-Ot.02.02 Tahun 2009, Hal 24) ada sejumlah prinsip dari program-program yang dianggap sensitif dan responsif gender, yaitu: a. Menjamin adanya petugas yang memiliki pemaham isu-isu perempuan dan kebutuhan perempuan yang kompleks dan mengerti bagaimana mengimplementasikan pelayanan yang sensitif gender secara praktis b. Menjamin pemberdayaan perempuan untuk membuat atas perawatan dan perkembangan mereka sendiri, dan untuk berpartisipasi di dalam proses pembuatan keputusan c. Menggunakan pendekatan holistik d. Mengakui bahwa stereotipe peran jenis kelamin tertentu dan peran gender yang dikonstruksi secara sosial dapat memojokan posisi perempuan e. Menjamin bahwa fokusnya adalah pada mengembangkan dan mengimplementasikan layanan yang tepat dan memenuhi kebutuhan perempuan, dan bukannya memaksakan agar perempuan cocok dengan

6 layanan sebelumnya yang hanya memenuhi kelompok-kelompok yang didominasi laki-laki. Berdasarkan pendapat di atas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, memerlukan penganan utuh dan terpadu, apabila penanganannya setengahsetengah maka hasilnya tidak maksimal (memuaskan) dalam arti setelah mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, bisa jadi melakukan tindak kejahatan kembali. Program pembinaan dan pembimbingan yang diberikan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam membina dan membimbing narapidana wanita harus secara aspek menyeluruh (holistik). Narapidana diharapkan nantinya dapat kembali kedalam masyarakat dapat menjalankan fungsi dan peran sosialnya, pada akhirnya dapat berperan aktif untuk menopang pembangunan nasional. Agar mantan narapidana dapat kembali diterima dalam masyarakat dan lepas dari predikat seseorang yang berbahaya, maka narapidana wanita tersebut harus telah dipersiapkan baik aspek jasmani maupun aspek rohaninya melalui proses pembinaan yang utuh berdasarkan nilai-nilai Pancasila seperti yang digagas oleh Romli Atmasasmita (1982: 94), yaitu : Pancasila menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh yang mempunyai jiwa dan badan. Antara jiwa dan badan harus seimbang. Tujuan Pemasyarakatan yaitu memperbaiki si tuna warga agar ia menjadi manusia yang baik. Maka pembinaan mereka harus berdasarkan Pancasila. Dalam proses pembinaan berdasarkan Pancasila Lembaga Pemasyarakatan dituntut untuk melakukan Pembinaan dan Pembimbingan narapidana wanita agar menjadi warga negara yang baik (to be good citizenship) dengan memiliki sejumlah karakteristik utama seperti yang dikemukakan oleh Cogan (dalam Kokasih Djahiri, 2002: 92) sebagai berikut : 1) Rasa kepribadian atau jati diri mandiri (a sense of identity) 2) Rasa nikmat akan sejumlah haknya, baik legal, political, sosio economical rights dan mampu menjalankannya secara baik dan benar 3) Rasa tanggung jawab akan kewajiban-kewajiban (obligation) yang menjdai keharusannya 4) Minat dan keterlibatan akan public affairs (kepentingan umum)

7 5) Kemampuan untuk menyerap atau menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan (basic sosietal values). Dampak dari program pembinaan dan pembimbingan di Lembaga Pemasyarakatan ditujukan untuk membentuk karakteristik narapidana wanita menjadi warga negara yang baik, yang nantinya mantan narapidana tersebut tidak terbawa oleh arus yang menyebabkan mantan narapidana tersebut melakukan tidak pidana yang seperti dibuatnya dahulu. Dari uraian di atas, dapat terlihat yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah Lembaga Pemasyarakatan dituntut untuk mendidik dan mengembalikan narapidana tersebut ke masyarakat dalam keadaan siap bermasyarakat dan tidak melakukan kejahatannya kembali, serta menjadi warga negara yang baik agar dapat berkontribusi aktif dalam pembangunan nasional. Oleh sebab itu, penulis tertarik mengadakan suatu penelitian tentang Peranan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung Dalam Merehabilitasi Narapidana Menjadi Warga Negara Yang Baik. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, penulis ingin memaparkan tentang kegiatan atau program yang diberikan kepada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung kususnya dalam merehabilitasi narapidana untuk menjadi warga negara yang baik agar narapidana tersebut tidak akan mengulangi tindak pidana yang dilakukannya dan narapidana tersebut dapat diterima kembali di lingkungan sosial dimana narapidana tersebut berada. Selain itu, penulis ingin mengetahui bagaimana respon narapidana tentang program yang di berikan Petugas LAPAS dan juga hambatan yang dialami oleh petugas LAPAS serta upaya yang dilakukan oleh Petugas LAPAS dalam menyelesaikan hambatan tersebut. 2. Rumusan Masalah

8 Rumusan masalah yang akan dikaji adalah tentang Bagaimana Peranan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung Dalam Merehabilitasi Narapidana Menjadi Warga Negara Yang Baik? Untuk memudahkan pembahasan hasil penelitian masalah pokok tersebut, maka peneliti mengidentifikasi dalam beberapa sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pembinaan aspek yuridis yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik? 2. Bagaimanakah pembinaan aspek moral yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik? 3. Bagaimanakah pembinaan aspek kemandirian yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik? 4. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dalam pelaksanaan pogram pembinaan dan pembimbingan aspek yuridis, moral, dan kemandirian dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik? 5. Apa saja upaya-upaya yang diberikan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dalam pelaksanaan pogram pembinaan dan pembimbingan aspek yuridis, moral, dan kemandirian dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum 2. Sesuai dengan rumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji mengenai Peranan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik. 3. Tujuan Khusus

9 Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pembinaan aspek yuridis yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik b. Untuk mengetahui pembinaan aspek moral yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik c. Untuk mengetahui pembinaan aspek kemandirian yang dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik d. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dalam pelaksanaan pogram pembinaan dan pembimbingan aspek yuridis, moral, dan kemandirian dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik e. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dalam pelaksanaan pogram pembinaan dan pembimbingan aspek yuridis, moral, dan kemandirian dalam merehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam merehabilitasi narapidana wanita menjadi warga negara yang baik. sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diperoleh manfaat, sebagai berikut: 1. Secara teoritis Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbangan saran untuk perkembangan ilmu pada Penulis khususnya yang berhubungan dengan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung. 2. Secara praktis

10 a. Bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI Diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yang berarti tentang pengetahuan menganai Lembaga Pemasyarakatan, dimana untuk mengetahui bagaimana peranan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung untuk merehabilitasi sosial Narapidana wanita agar menjadi warga negara yang baik. b. Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan bahan bacaan agar mengetahui bagaimana peranan Lembaga Permasyarakatan dalam mengembalikan status sosial narapidana wanita agar dapat menjadi warga negara yang baik, serta nantinya mahasiswa tertarik terhadap perkembangan ilmu hukum dan Kewarganegaran khususnya pelaksanaan konsep Pemasyarakatan. c. Bagi Petugas Lembaga Pemasyarakatan Petugas lebih mengembangkan inovasi baru lagi dari saran yang diberikan oleh penulis agar tercipta suasana yang harmonis antara narapidana dan petugas. d. Bagi Narapidana Narapidana dapat mengetahui pentingnya mengikuti semua program yang telah diberikan oleh petugas serta dapat mengambil mamfaat dari semua yang diperoleh selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. e. Bagi Masyarakat Masyarakat lebih memahami tentang pengayoman di dalam Lembaga Pemasyarakatan hingga akhirnya dapat menerima mantan narapidana yang telah menjalani pembinaan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung. E. Stuktur Organisasi Skripsi Stuktur organisasi skripsi berisi rician mengenai urutan dari setiap bab dan bagian bab dalam seluruh penulisan skripsi, yang terdiri dari bab satu sampai

11 dengan bab terakhir, yaitu bab lima. Rincian urutan dari setiap bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab satu sebagai pendahuluan, akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan stuktur organisasi skripsi. Bab II Kajian Pustaka Bab dua sebagai kajian pustaka, akan dipaparkan mengenai teori-teori yang mendukung terhadap masalah yang akan dikaji. Pada bagian bab ini, akan dijelaskan mengenai kajian umum tentang lembaga pemasyarakatan, kajian umum tentang narapidana, kajian umum tentang warga negara yang baik, dan kajian umum tentang rehabilitasi narapidana menjadi warga negara yang baik di lembaga pemasyarakatan. Bab II Metode Penelitian Bab tiga ini berisi paparan secara rinci mengenai pendekatan dan metode penelitian, termaksud beberapa komponen seperti lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data: wawancara, observasi, studi dokumentasi, serta analisis data: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Bab IV Hasil Penelitian Bab empat sebagai hasil dari penelitian dan pembahasan, akan dijelaskan mengenai deskripsi lokasi penelitian, deskripsi data hasil penelitian, serta pembahasan dari hasil analisis data yang ditemukan penulis di lapangan. Bab V Kesimpulan dan Saran

12 Bab lima berisi tentang kesimpulan dan saran ini menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian di lapangan. Bab ini berisi mengenai kesimpulan-keseimpulan yang diambil dari analisis data secara keseluruhan, serta berisi mengenai saran-saran untuk objek yang diteliti.