BAB 1 PENDAHULUAN. berikut: timbul secara episodik cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB III METODE PENELITIAN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya (Pudjiadi dkk, 2010). Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak dan bayi sekitar (10-85% ) dan orang dewasa (10-45%) baik di negara maju maupun negara berkembang (Rahajoe dkk, 2008). Menurut data World Health Organization (WHO) sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025 (Sihombing, 2007). Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kekerapan asma semakin meningkat terutama di negara maju. Studi di Australia, New Zealand dan Inggris menunjukkan bahwa prevalensi asma anak meningkat dua kali lipat pada dua dekade terakhir (Ratnawati, 2011). Data studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 memperlihatkan asma menempati urutan ketiga dari sepuluh penyebab utama kematian di Indonesia (Sihombing, 2007). Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia menderita asma. Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in childhood menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% 1

2 pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003 (Oemiati, 2007). Menurut data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalensi asma di Propinsi Bali 2,3% dan berdasarkan data RSUP Sanglah, prevalensi asma tahun 2013 adalah 2%. Eksaserbasi (serangan asma) merupakan periode terberat yang dialami anak, dimana tanda dan gejalanya adalah sesak napas, batuk, mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya eksaserbasi disertai distress pernapasan. Bila terjadi secara terus menerus kondisi ini dapat berakibat fatal pada periode tumbuh kembang anak. Pada anak yang menderita asma berat dan sering kambuh akan menyebabkan kekurangan oksigen, sehingga daya ingat menurun dan mempengaruhi prestasi belajar di sekolah. Anak menjadi sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olah raga serta aktivitas seluruh keluarga. Anak dengan asma membutuhkan biaya perawatan 2,8 kali lebih tinggi dari pada anak tanpa asma (Rahajoe dkk, 2008). Derajat serangan asma dimulai bervariasi dari ringan, sedang, berat dan serangan yang mengancam jiwa, perburukan dapat terjadi dalam beberapa menit, jam atau hari. Serangan akut biasanya timbul akibat pajanan faktor pencetus (Pudjiadi, 2010). Riset Kesehatan Dasar pada penyakit asma yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2007 menemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyakit asma antara lain: umur, pendidikan pekerjaan, penyakit TBC, ISPA, alergi dermatitis, rhinitis, merokok, konsumsi bahan pengawet dan pelihara ternak sedang. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa kelompok yang mengkonsumsi makanan yang diawetkan satu kali/hari beresiko 1,2

3 kali terkena asma dibandingkan dengan yang tidak pernah mengkonsumsi makanan yang diawetkan (Oemiati, 2007). Menurut sebuah penelitian di Amerika yang dipublikasikan Jurnal Kesehatan Thorak, makanan cepat saji dapat memicu asma dan penyakit infeksi. Dari 15 jenis makanan yang diteliti menggunakan kuesioner kepada responden, peneliti menemukan fakta bahwa tiga porsi atau lebih makanan cepat saji yang dikonsumsi selama sepekan mampu meningkatkan asma sampai 39% di kalangan remaja dan 27% resiko asma meningkat di kalangan anak-anak (Syarifah, 2013). Hal ini didukung oleh penelitian tentang hubungan makanan cepat saji dan asma dipublikasikan dalam Nutrition Research and Practice tahun 2011 yang menyimpulkan bahwa zat aditif dalam makanan olahan bisa memicu reaksi alergi pada beberapa anak (Syarifah, 2013). Ada beberapa zat yang terkandung dalam makanan yang sering dikeluhkan menjadi penyebab timbulnya asma, zat itu adalah: sulfit, tartrazine, benzoat, monosodium glutamate dan salisilat. Sulfit dan monosodium glutamate (MSG) adalah yang paling sering terlibat dan paling banyak dipelajari. Sulfit digunakan sebagai pengawet dan ditemukan dibanyak makanan olahan seperti buah-buahan, anggur, asinan kubis, jus anggur putih, acar, sirup jagung dan lain-lain. Sebuah penelitian dilakukan di New England untuk melihat peran sulfit pada penderita asma, dilaporkan 3,9% prevalensi asma karena sulfit (Bird and Burk, 2009). MSG adalah penyedap rasa yang sering ditambahkan ke dalam makanan untuk memperkuat rasa makanan seperti beberapa makanan ringan, popcorn dan beberapa makanan lain. FASEB (Federation of American

4 Sociaties for Experimental) melaporkan bahwa ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG. Kelompok pertama adalah kelompok yang sensitif terhadap MSG yang mengakibatkan muncul keluhan rasa panas, dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual sampai muntah. Kelompok kedua adalah penderita asma yang mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG, terutama setelah mengkonsumsi 0,5-2,5 gr MSG (Bird and Burks, 2009). Bila anak yang mempunyai riwayat asma yang sensitif terhadap zat tersebut, mengkonsumsinya akan menimbulkan reaksi yang berlebih pada saluran pernapasan yang merangsang otot-otot polos saluran pernapasan berkontraksi sehingga terjadi penyempitan dan produksi lendir meningkat yang menimbulkan batuk dan wheezing (Winarso, 2013). Makanan jajanan menurut FAO ( Food Agricultural Organization) didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat- tempat keramaian umum yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008). Untuk menguatkan rasanya dan menarik konsumsen maka pada makanan jajanan sering ditambahkan zat-zat penyedap dan pengawet. Berdasarkan hasil monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), sebagian besar (> 70%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik (Yasmin, 2010).

5 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Badan POM RI dan Institut Pertanian Bogor menemukan sebanyak 35% jajanan anak sekolah di Indonesia tidak sehat dikonsumsi. Pembuatan yang tidak higienis serta pedagang yang tidak dalam kondisi sehat membuat jajan tersebut, merupakan salah satu penyebab. Selain dua kondisi di atas peneliti juga menemukan pemakaian bahan- bahan berbahaya di dalam makanan tersebut seperti pengawet dan zat pewarna tekstil. Berdasarkan hasil penilitian BPOM di 6 ibukota provinsi (DKI Jakarta, Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya), diketahui 72,08 persen positif mengandung zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Daniel, 2013). Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 2 Juli 2013 di Fast Track Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar didapatkan bahwa anak dengan asma yang berobat ke Fast Track RSUP Sanglah rata-rata 50 selama satu bulan atau 2% dari total pasien yang berkunjung sebanyak 7456 orang. Dan dari 10 orang anak yang didiagnosa asma ketika ditanyakan faktor pencetusnya, sebanyak 6 orang mengatakan mengalami keluhan batuk-batuk, napas ngik-ngik, dan berdahak setelah mengkonsumsi makanan ringan seperti chiki, cokelat, minuman gelas di warungwarung. Berdasarkan data tersebut diduga konsumsi jajanan tidak sehat adalah salah satu faktor pencetus asma. Dengan adanya dampak penyakit asma pada anak dan fakta tentang jajanan tidak sehat maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan mengambil judul penelitian Hubungan antara Konsumsi Jajanan Tidak Sehat dengan Derajat Asma pada Anak Usia 3-12 Tahun di Fast Track RSUP Sanglah Denpasar

6 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah, apakah ada hubungan antara konsumsi jajanan tidak sehat dengan derajat asma pada anak usia 3-12 tahun di Fast Track RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi jajanan tidak sehat dengan derajat asma pada anak usia 3-12 tahun di Fast Track RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan: a. Mengidentifikasi karakteristik anak usia 3-12 tahun dengan asma yang datang berobat ke Fast Track RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. b. Mengidentifikasi konsumsi jajanan tidak sehat pada anak usia 3-12 tahun dengan asma yang datang berobat ke Fast Track RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. c. Mengidentifikasi derajat asma pada anak usia 3-12 tahun yang datang ke Fast Track RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. d. Menganalisa hubungan antara konsumsi jajanan tidak sehat dengan derajat asma pada anak usia 3-12 tahun di Fast Track RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014.

7 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi mahasiswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang keperawatan anak dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan khususnya pada kesehatan anak sehingga nantinya memudahkan untuk menangani masalah kesehatan anak. b. Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya untuk pasien asma. c. Masyarakat Bagi masyarakat khususnya bagi orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit asma, penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma sehingga dapat dihindari dan serangan asma dapat ditekan.

8 1.5 Keaslian penelitian Berdasarkan telaah literatur diperoleh penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah; 1.5.1 Oemiati dkk, (2007) dalam penelitian yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit asma di Indonesia rancangan penelitian merupakan survey cross sectional. Variabel dependen adalah penyakit asma. Variabel independen adalah karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,lokasi rumah dan status ekonomi),penyakit-penyakit terkait (penyakitpenyakit pernapasan), perilaku (merokok, konsumsi makanan yang mengandung zat aditif), dan lingkungan (pelihara ternak). Hasil analisis multivariate menunjukkan, 10 variabel yang kuat pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit asma yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, penyakit TBC, ISPA alergi dermatitis, rhinitis, merokok, konsumsi bahan pengawet dan pelihara ternak sedang (kambing, babi, domba), kesemuanya tersebut memiliki nilai p=0,000-0,001. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variabel terikat dan variabel tidak terikat yang diteliti, tehnik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan. 1.5.2 Lauranita (2011) dalam penelitian yang berjudul Perbedaan Frekuensi Serangan Asma pada Pasien Dengan dan Tanpa Lingkungan Perokok Tembakau Rancangan penelitian merupakan study analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 60 pasien asma yang dipilih dengan purposive sampling tahun 2011 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Variabel

9 independent adalah lingkungan perokok tembakau. Variabel dependen adalah frekuensi serangan asma yang ditandai dengan wheezing, batuk dan sesak napas. Hasil penelitian menunjukkan rata rata pasien yang tinggal di lingkungan perokok tembakau memiliki frekuensi serangan asma yang lebih sering setiap minggunya dibandingkan dengan tanpa lingkungan perokok tembakau meliputi mengi (4.70 vs. 3.40; p=0,020), batuk (4.37 vs. 2.90;p=0,005), dan sesak napas (4.70 vs. 3.40;p=0.020). Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variabel terikat dan variabel tidak terikat yang diteliti, tehnik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan. 1.5.3 Amelia, K. dkk. 2006 dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pengetahuan Makanan dan Kesehatan dengan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan pada Anak Sekolah Dasar Pembangunan Laboratorium Universitas Negeri Padang Metode penelitian deskriptif korelasional. Populasi 75 orang yaitu, anak SD kelas IV, V dan VI di SD Pembangunan Laboratorium UNP Hasil penelitian 44% siswa memiliki pengetahuan tentang makanan dan kesehatan dengan katagori cukup. Dilihat dari frekuensi konsumsi makanan jajanan, persentase tertinggi (56%) sering mengkonsumsi nugget, 55% sering mengkonsumsi bakso bakar, 54% sering mengkonsumsi sossis mie, 53% sering mengkonsumsi pempek dan 50% sering mengkonsumsi batagor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara pengetahuan makanan dan kesehatan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan pada anak SD, artinya semakin tinggi pengetahuan tentang makanan dan kesehatan makanan semakin rendah frekuensi

10 konsumsi makanan jajanan pada anak SD Pembangunan Lab UNP. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat dan tidak terikat yang diteliti, tehnik pengambilan sampel, dan rancangan penelitian yang digunakan.