SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

BAB IV SENGKETA VERIFIKASI PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA MENURUT UU NO.15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum;

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 15 Tahun 2012 Tanggal : 25 Oktober 2012

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota

- 2 - MEMUTUSKAN : mencakup

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PARTAI POLITIK CALON PESERTA PEMILU ANGGOTA DPR, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU DAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014

RechtsVinding Online. kemudian disikapi KPU RI dengan

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

I. PARA PIHAK A. Pemohon Saul Essarue Elokpere dan Alfius Tabuni, S.E. (Bakal Pasangan Calon)

JAKARTA, 03 JUNI

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERMOHONAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARPESERTA PEMILU. Perihal : Permohonan Sengketa Antar Peserta Pemilu

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

i. akuntabel; j. efektif; k. efisien; dan l. integritas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

2012, No.1048A 2 Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2006 Nomor

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 02 Tahun 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

Transkripsi:

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah memperluas kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dengan diberikannya kewenangan baru kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untuk menyelesaikan sengketa baru dibidang pemilihan umum, yang disebut dengan sengketa tata usaha negara pemilu. Berbeda dengan sengketa tata usaha Negara yang sudah dikenal sebelumnya, para pihak dalam sengketa tata usaha Negara pemilu ini lebih spesifik yaitu penyelenggara pemilu dengan calon peserta pemilu. Begitupun mekanisme penyelesaiannya juga berbeda dengan penyelesaian sengketa tata usaha negara sebagaimana diatur dalam undang-undang peradilan tata usaha Negara. Untuk itu, tulisan ini membahas lebih lanjut tentang apakah yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara pemilu tersebut dan bagaimana pula mekanisme penyelesaiannya oleh pengadilan tinggi tata usaha Negara. Kata Kunci: Sengketa, Penyelesaian, Pemilu A. Pendahuluan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau peradilan administrasi merupakan peradilan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang tepat menurut hukum (rechmatig) atau tepat menurut undang- Pengajar Fakultas Hukum Unbari. 75

undang ( wetmatig) atau tepat secara fungsional (efektif) dan atau berfungsi secara efisien. 1 Senada dengan itu, Menurut Syahran Basah, tujuan peradilan administrasi adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun bagi administrasi Negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan masyarakat dengan kepentingan individu. 2 Tujuan itu juga dapat dirumuskan yaitu untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga atas tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang melawan hukum, merugikan dan memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat tata usaha negara sendiri yang bertindak benar sesuai dengan hukum serta melakukan pengawasan (control) terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara, baik secara preventif maupun represif. Dengan demikian akan terjaga dan terwujud keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. 3 Sehubungan dengan itu, PTUN sebagai salah satu lembaga peradilan sejak dibentuk berdasarkan Undang- 1 Prajudi Atmosudirjo, Masalah Organisasi Peradilan Administrasi Negara, (Makalah), BPHN, Simposium Peradilan Tata Usaha Negara, Bina Cipta, Bandung, 1977, hal. 69 2 Syahran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni, Bandung, 1985, hal. 154. 3 SF. Marbun, Peradilan administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003, hal. 21 76

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa yang disebut dengan sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986) Berdasarkan ketentuan tersebut, seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara, maka untuk penyelesaiannya dapat ditempuh dengan mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara agar keputusan yang dianggap merugikan tersebut dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Yang dapat menjadi penggugat hanyalah seseorang atau badan hukum perdata yang dirugikan oleh keluarnya keputusan tata usaha negara, sedangkan tergugatnya adalah badan atau pejabat tata 77

usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara. Adapun keputusan yang menjadi objek sengketa atau keputusan yang dapat diajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara tersebut dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3, yaitu Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Ketentuan di atas, memberikan batasan yang tegas tentang kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara yang diakibatkan oleh keluarnya keputusan tata usaha negara. Bahwa kategori keputusan yang dapat diajukan ke PTUN yaitu Penetapan tertulis, hal ini menunjuk kepada isi keputusan, sehingga jelas Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkannya, maksud serta mengenai hal apa isi tulisan, dan kepada siapa tulisan tersebut ditujukan. Keputusan yang dapat digugat tersebut hanyalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang bersi tindakan hukum tata usaha negara, bersifat konkret yang artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tersebut tidak abstrak tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual, artinya keputusan 78

tersebut tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Sedangkan bersifat final artinya sudah defenitif atau karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Selain penetapan tertulis sebagaimana diatur Pasal 1 angka 3 yang menjadi objek sengketa di PTUN, sebagai pengecualiannya adalah sebagaimana diatur dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan kepadanya, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini Badan/Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, tapi sikap diam dari pejabat yang tidak mengeluarkan keputusan yang menjadi kewajibannya tersebut, yang dianggap telah mengeluarkan keputusan, sehingga hal ini juga dapat menjadi objek sengketa di PTUN. Berdasarkan uraian di atas,jelaslah bahwa kewenangan PTUN berdasarkan UU tentang PTUN adalah menyelesaikan sengketa tata usaha Negara antara orang/badan hukum perdata sebagai penggugat dengan badan/pejabat tata usaha Negara sebagai tergugat, akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara sebagaimana diuraikan di atas. 79

Dalam perkembangannya, dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, kewenangan peradilan tata usaha negara menjadi diperluas dengan diberikannya kewenangan baru kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yaitu untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara pemilu. Sengketa tata usaha negara pemilu ini merupakan jenis sengketa baru yang sebelumnya belum pernah diatur dalam undang-undang pemilu sebelumnya, baik Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 maupun Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008. Berdasarkan uraian tersebut, untuk memahami lebih kanjut tentang sengketa tata usaha negara pemilu ini baik tentang para pihak yang bersengketa maupun pokok pangkal yang menjadi sengketa serta bagaimana penyelesaiannya di peradilan tata usaha negara, maka penulis membahasnya lebih lanjut dengan pokok permasalahannya yaitu (1) apakah yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara pemilu dan, (2) bagaimanakah mekanisme penyelesaiannya oleh peradilan tata usaha negara? B. Sengketa Tata Usaha Pemilu Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa sengketa tata usaha negara pemilu merupakan sengketa yang baru dikenal setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan 80

DPRD. Berdasarkan Pasal 268 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2012, yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan bahwa sengketa tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara: a. KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; dan b. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 75. Berdasarkan ketentuan di atas terlihat bahwa sengketa tata usaha negara pemilu timbul sebagai akibat keluarnya keputusan KPU yang berkaitan dengan penetapan partai politik yang lulus atau tidak sebagai peserta pemilu dan 81

penetapan lulus atau tidaknya calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dapat dinyatakan bahwa keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang dapat menjadi pangkal sengketa apabila : 1. Partai Politik dinyatakan tidak lolos verifikasi sebagai peserta pemilihan umum oleh KPU; 2. Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dicoret dari daftar calon tetap oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ; Dengan demikian yang menjadi pihak Penggugat dalam sengketa tata usaha negara pemilu adalah : 1. Partai Politik calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi 2. Calon anggota DPR yang dicoret dari daftar calon tetap 3. Calon anggota DPD yang dicoret dari daftar calon tetap 4. Calon anggota DPRD Provinsi yang dicoret dari daftar calon tetap 5. Calon anggota DPRD Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap. Sedangkan pihak Tergugat dalam sengketa tata usaha negara pemilu ini adalah : 1. Komisi Pemilihan Umum 2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi 3. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. 82

Adapun yang menjadi objek gugatan dalam sengketa tata usaha negara pemilu ini adalah Keputusan Komisi Pemilihan Umum tentang Penetapan Partai Politik calon Peserta Pemilu dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum/ Komisi Pemilihan Umum Provinsi/ Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota tentang Penetapan Daftar Calon Tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Jadi, tidak semua Keputusan KPU/KPU Propinsi/KPU Kabupaten/Kota yang menjadi objek dalam sengketa tata usaha negara pemilu, tetapi hanya terbatas pada jenis keputusan sebagaimana telah diuraikan. Hal ini sekaligus membedakan antara sengketa pemilu dengan sengketa tata usaha negara pemilu. Karena tidak semua sengketa pemilu merupakan sengketa tata usaha negara pemilu. Berdasarkan Pasal 257 UU Nomor 8 Tahun 2012, sengketa pemilu adalah sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota. Dari ketentuan ini terlihat bahwa sengketa pemilu bisa terjadi antar peserta pemilu dan antar peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu akibat keluarnya keputusan penyelenggara pemilu (KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota). Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa sengketa tata usaha negara pemilu termasuk dalam sengketa pemilu, tapi tidak semua 83

sengketa pemilu merupakan sengketa tata usaha negara pemilu. Dari penjelasan di atas jelas jika dalam sengketa tata usaha negara yang sudah biasa dikenal sebagaimana diatur dalam Undang_undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah Undang_undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, pihak penggugatnya adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan oleh keluarnya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, sedangkan tergugatnya adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pada sengketa tata usaha negara pemilu para pihaknya lebih spesifik, pihak penggugatnya adalah calon peserta pemilu, yaitu partai politik calon peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan tergugatnya hanyalah KPU, KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pemilu yang mengeluarkan keputusan. C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu Penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilu mirip dengan penyelesaian sengketa tata usaha Negara pada umumnya, terlebih dahulu harus diselesaikan melalui upaya 84

negara. 4 Penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilu juga Legalitas Edisi Juni 2014 Volume VI Nomor 1 ISSN 2085-0212 administrative yang tersedia. Apabila upaya administrative ini telah ditempuh dan penggugat tetap merasa tidak puas, barulah dapat dilakukan penyelesaian dengan mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara, yang dalam hal ini penyelesaiannya dilakukan oleh pengadilan tinggi tata usaha dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, setelah terlebih dahulu diselesaikan di Bawaslu. Hal ini didasarkan atas ketentuan Pasal Pasal 259 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa : sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD propinsi dan DPRD kabupaten/kota diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu. Dengan demikian Partai politik calon peserta pemilu yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU yang menyatakan tidak lolos verifikasi, dan calon anggota DPR, DPD, DPRD propinsi maupun calon DPRD kabupaten/kota yang merasa dirugikan karena dicoret dari daftar calon tetap, maka harus diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu. Penyelesaian di Bawaslu ini merupakan penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilu melalui 4 Lihat Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 85

upaya administratif yang harus dilewati sebelum mengajukan gugatan ke peradilan tata usaha negara. Dalam hal ini Bawaslu akan memeriksa dan menyatakan benar tidaknya keputusan yang dikeluarkan KPU, KPUD Propinsi atau KPUD Kabupaten/kota. Penyelesaian oleh Bawaslu ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu : a. Menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan b. Mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Apabila upaya administratif yang dilakukan di Bawaslu tidak ditemukan penyelesaian, maka para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan KPU dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara. Adapun mekanisme penyelesaian oleh pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 269 yang menyatakan sebagai berikut : (1) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ke pengadilan tinggi tata usaha negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) telah digunakan. (2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu. (3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, 86

penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh pengadilan tinggi tata usaha negara. (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.\ (5) Pengadilan tinggi tata usaha negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap. (6) Terhadap putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (7) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) (8) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. (9) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. (10) KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Berdasarkan Pasal 269 di atas, pengajuan gugatan ke pengadilan tinggi tata usaha negara dilakukan paling lama 3 87

(tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu. Dari sini terlihat, batas waktu pengajuan gugatan yang diberikan undang-undang sangat singkat karena paling lama hanya tiga hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu. Apabila gugatan yang diajukan dinilai kurang lengkap, batas waktu yang diberikan untuk memperbaiki juga sangat singkat, karena penggugat hanya diberi waktu untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh pengadilan tinggi tata usaha negara. Apabila dalam jangka waktu tersebut, penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum. Sehubungan dengan itu, agar gugatan penggugat dapat langsung diterima dan penggugat tidak harus bolak balik memperbaiki gugatan, penggugat harus memperhatikan syarat-syarat gugatan dalam hukum acara peradilan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, yaitu harus memuat identitas lengkap penggugat ( nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugata atau kuasanya), identitas lengkap tergugat (nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat), dasar gugatan (posita) dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan (petitum). Apabila 88

gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah, dan gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan, dalam hal ini tentunya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu atau Keputusan KPU/KPU Provinsi/ Keputusan KPU Kabupaten/Kota tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Pemilu. Hal ini penting, karena keputusan tersebut merupakan objek yang disengketakan. Jangka waktu untuk memeriksa dan memutus gugatan oleh pengadilan tinggi tata usaha dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap. Apabila para pihak merasa tidak puas dengan keputusan pengadilan tinggi tata usaha negara, upaya hukum yang dapat dilakukan hanya dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak dikeluarkannya putusan pengadilan tinggi tata usaha negara. Selanjutnya Mahkamah Agung wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi tersebut paling lama 30 (tiga pulu h) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Dalam hal ini, putusan Mahkamah Agung merupakan putusan yang bersifat terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan 89

tinggi tata usaha negara atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Berdasarkan ketentuan tersebut, terlihat bahwa undang-undang memberikan batasan waktu yang cukup singkat dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilu. Bila ditotal jumlahnya, mulai dari proses pengajuan gugatan hingga pelaksanaan keputusan oleh KPU, memakan waktu paling lama selama 65 (enam puluh lima) hari kerja. D. Penutup 1. Kesimpulan a. Sengketa tata usaha negara pemilu merupakan salah satu sengketa pemilu yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD. Sengketa tata usaha negara pemilu merupakan sengketa yang terjadi antara partai politik calon peserta pemilu yang dinyatakan tidak lolos verivikasi berdasarkan keputusan KPU, dan antara KPU, KPUD Provinsi, KPUD Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPR Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap peserta pemilu. Jadi sengketa tata usaha Negara pemilu ini berpokok pangkal pada lahirnya keputusan KPU/KPUD Provinsi/KPUD Kabupaten/Kota. 90

b. Penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilu dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara setelah terlebih dahulu diselesaikan oleh Bawaslu. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilakukan paling lambat tiga hari setelah keluarnya putusan oleh Bawaslu. Bila gugatan dinyatakan kurang lengkap, maka penggugat diberi kesempatan untuk memperbaiki dan melengkapinya hanya dalam jangka waktu tiga hari sejak gugatan diterima oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Apabila dalam jangka waktu tersebut penggugat tidak dapat melengkapinya, maka hakim memutuskan bahwa gugatan tidak dapat diterima, dan terhadap putusan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum. Apabila gugatan sudah dinyatakan lengkap, pengadilan tinggi tata usaha Negara memeriksa dan memutus gugatan dalam jangka waktu paling lama 2a1 hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap. Apabila para pihak tidak dapat menerima putusan tersebut, maka dapat mengajukan upaya hukum dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak keluarnya putusan pengadilan tinggi tata usaha negara. dalam hal ini Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam jangka waktu paling 91

lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan Mahkamah Agung ini bersifat terakhir dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Untuk itu, KPU wajib menindaklanjutinya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. 2. Saran a. Agar KPU, KPUD Provinsi, KPUD Kabupaten/Kota dapat bersikap objektif dan hati-hati dalam mengeluarkan keputusan, agar tidak menjadi pokok sengketa yang dapat merugikan para pihak; b. Agar pihak yang menerima keputusan (partai politik/calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD Provinsi dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, sebelum mengajukan gugatan atas keputusan KPU, terlebih dahulu introspeksi diri sehingga tidak perlu membuang-buang waktu, tenaga dan pikiran; c. Dengan adanya penambahan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara oleh UU Nomor 8 Tahun 2012, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu lembaga peradilan, sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kecenderungan penilaian masyarakat 92

yang selama ini cenderung menilai lemahnya pelaksanaan putusan PTUN. d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 ini telah mengatur bahwa KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sesuai jangka waktu yang ditentukan. Namun kewajiban ini belum diikuti dengan sanksi yang tegas bila KPU tidak melaksanakannya. Karena itu, agar lebih efektif, mestinya kewajiban itu juga diikuti dengan sanksi yang tegas apabila KPU tidak melaksanakan putusan pengadilan tersebut. E. Daftar Pustaka Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku UU Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003 SF. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003 Syahran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni, Bandung, 1985 Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction to the Indonesian Administrative Law, Gajah Mada University Press, Surabaya, 1994. 93