BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam adalah suatu proses penyiapan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagian terpenting bagi setiap bangsa apalagi bangsa yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Managamen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan nama benda-benda tersebut (Al-Baqarah : 31) lainnya adalah penekanannya terhadap masalah pendidikan (mencari ilmu).

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, mampu, dan senang meningkatkan

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. yang secara ilmiah disebut sebagai berkebutuhan khusus, masih

1 Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 12 ayat (1.b) yaitu: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. 1 Seiring dengan hal tersebut, Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 2 Beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Pendidikanbertujuan mengembangkan individu peserta didik secara alami atau wajar, dalam arti memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi-potensi mereka seperti apa adanya. Tidak perlu 2010), h. 9 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung: Citra Umbara, 2 Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 11 1

2 diarahkan kearah tertentu untuk kepentingan kelompok tertentu.sementara itu pendidikan hanya memberi bantuan atau layanan dengan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan serta bimbingan secukupnya. Selain itu, tujuan pendidikanadalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. 3 Memperoleh ilmu dapat dilakukan melalui pendidikan, setiap manusia punya aneka ragam kecerdasan yang sangat berbeda, tentu dengan kemampuan belajar yang berbeda pula. Ada pembelajar cepat (fast learner), pembelajar normal (normally learner), pembelajar lambat (slow learner), dan ada yang mengalami hambatan belajar atau kesulitan belajar karena alasan khusus, seperti disleksia, ADHD (Attention Deficit Hyperaktif Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), dan autisme. 4 Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan berlangsung terus menerus atau berkelanjutan.keberhasilan dalam mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal. 3 Ibid., h. 19 4 Munif Chatib, Sekolah Anak-anak Juara, (Bandung: Kaifa, 2012), h. 29

3 Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus.kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan populasi kecil dari keseluruhan anak pada umumnya. Mereka mengalami gangguan fungsi salah satu dari gerak, indra, mental, dan perilaku atau kombinasi dari fungsi-fungsi tersebut. Intensitas gangguan juga ditentukan oleh ketidakberfungsinya keempat komponen tersebut.dari satu komponen saja menentukan variasi intensitasnya cukup banyak. Misalnya, fungsi indra mata, ada anak yang mengalami buta total sampai kurang penglihatan. 5 Secara garis besar mereka dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang. Minimal ada dua sudut pandang dalam mengklasifikasi anak berkebutuhan khusus, yaitu dari sudut label dan sudut tujuan pendidikan. Dari sudut label lebih bertujuan untuk mempermudah memberikan layanan, tetapi efek psikologis menjadi terabaikan. Sedangkan dari sudut tujuan pendidikan tampaknya lebih mempunyai nilai positif untuk mendorong anak berkembang. Masing-masing klasifikasi sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memberikan perlakuan yang optimal bagi perkembangan anak. Pada saat memberikan layanan optimal ini sering muncul problema yang harus segera diatasi agar perlakuan terhadap anak mempunyai hasil yang optimal. 5 Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 101

4 Problema tersebut dapat tampak dalam perilaku anak.problema yang tampak dalam perilaku lebih cepat diamati melalui assesmen yang teliti. Pada saat melakukan assesmen yang berkaitan dengan perilaku, dapat ditempuh melalui observasi terhadap frekuensi kemunculan perilaku, lamanya perilaku muncul, dan intensitas kemunculannya.selain melalui pengamatan juga diperlukan instrument pembantu untuk mengamati perilaku yang tampak. Ketepatan dalam menentukan assesmen akan mempermudah dalam membantu menangani perilaku yang diharapkan. Konsep berkebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan keluarbiasaan.dalam berbagai terminologi anak luar biasa sering disebut juga anak berkelainan.secara sederhana anak luar biasa adalah anak yang perkembangannya berbeda dengan anak normal pada umumnya. Kirk dan Gallagher serta Smith dan Ruth mendefinisikan anak luar biasa sebagai anak yang berbeda dari anak-anak normal dalam beberapa hal: ciri-ciri mental, kemampuan pancaindra, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya. Perbedaan tersebut berakibat memerlukan perlakuan khusus sesuai dengan kecacatannya, sehingga membutuhkan praktik pendidikan yang dimodifikasikan atau pelayanan pendidikan khusus untuk mengembangkan kemampuan khusus yang dimilikinya. 6 Berdasarkan sudut kenormalan, batasan tentang keluarbiasaan mengacu pada sebaran dalam kurva normal.sebaran tersebut salah satunya mengacu pada sebaran inteligensi (IQ). Anak dikatakan normal inteligensinya manakala ia memiliki inteligensi antara 85-115 dalam skala Wechsler. Mereka yang angka 6 Ibid., h. 102

5 inteligensinya kurang jauh dari 85 termasuk dalam kategori keluarbiasaan negatif.mereka itu adalah anak-anak yang tergolong dalam kelompok tunagrahita.mereka yang angka inteligensinya lebih jauh dari 115 termasuk dalam kategori keluarbiasaan positif.mereka itu adalah anak-anak yang tergolong anak berbakat dan anak genius. 7 Uraian di atas, mengisyaratkan bahwa secara konseptual anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa, cacat, atau berkelainan (exceptional children).anak berkebutuhan khusus tidak hanya mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), tetapi juga anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.anak berkebutuhan khusus temporer juga biasa disebut dengan anak dengan faktor resiko, yaitu individu-individu yang memiliki atau dapat memiliki problem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya, atau memiliki kerawanan atau kerentanan atau resiko tinggi terhadap munculnya hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan selanjutnya.bahkan, dipercayai bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan intervensi secara tepat sesuai kebutuhan khususnya, dapat berkembang menjadi permanen. 8 Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 7 Ibid., h. 103 8 Suparno, Bahan Ajar Cetak: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional, 2007), h. 7

6 Nasional Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa: Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 9 Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut tergambar dalam firman Allah Q.S. Abasa, yang berbunyi: Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw., mendapat teguran dari Allah melalui malaikat jibril, ketika beliau mengabaikan seorang tunanetra yang ingin mendapatkan pengajaran dari beliau. Nabi juga manusia yang pernah melakukan kesalahan, namun kemudian beliau memperbaikinya dan tidak mengulanginya lagi. Karena pada dasarnya, orang yang belajar itu adalah orang yang melakukan kesalahan kemudian memperbaikinya. 2010), h. 17 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung: Citra Umbara,

7 Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk investasi jangka panjang dengan lahirnya para penyandang cacat yang terdidik dan terampil, secara tidak langsung dapat mengurangi biaya pos perawatan dan pelayanan kebutuhan sehari-hari. Di samping itu ada efek psikologis, yaitu tumbuhnya motif berprestasi dan meningkatnya harga diri anak berkelainan, yang nilainya jauh lebih penting dan dapat melebihi nilai ekonomi.kondisi yang konstruktif ini dapat memperkuat pembentukan konsep diri anak berkelainan. 10 Adapun klasifikasi anak berkebutuhan khusus menurut PP No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat 3, menetapkan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, serta zat aditif lain, dan memiliki kelainan lain. 11 Upaya untuk memberdayakan anak didik penyandang kelainan melalui pendidikan memerlukan biaya yang tidak murah karena tiap jenis kelainan membutuhkan perangkat pendidikan yang berbeda. Oleh sebab itu, di kalangan para birokrat pendidikan kerapkali muncul pemikiran kontraproduktif jika menyinggung masalah biaya pendidikan anak berkelainan. Pemikiran yang dimaksud, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemberdayaan anak penyandang 10 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 1 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 310

8 kelainan nilainya tidak sebanding dengan kontribusi produktivitas yang dihasilkan. 12 Apapun risikonya, sesuai dengan amanat dalam undang-undang pokok pendidikan, pemberdayaan anak berkelainan melalui pendidikan harus tetap menjadi salah satu agenda pendidikan nasional agar anak berkelainan memiliki jiwa kemandirian. Dalam arti, tumbuhnya kemampuan untuk bertindak atas kemauan sendiri, keuletan dalam mencapai prestasi, mampu berpikir dan bertindak secara rasional, mampu mengendalikan diri, serta memiliki harga dan kepercayaan diri. Di atas semua itu, agar keberadaan anak berkelainan di komunitas anak normal tidak semakin terpuruk. 13 Dengan demikian proses pembelajaran di sekolah adalah bagian dari kegiatan pendidikan yang merupakan segenap pengalaman yang disediakan oleh lembaga sekolah untuk dapat menghantarkan siswa kepada kedewasaan, membawa siswa menuju suatu keadaan yang lebih baik, sehingga terjadi perubahan sikap pada diri siswa sebagai hasil belajar. Sekolah dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar Calistung (baca, menulis, menghitung), pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai tingkat perkembangannya serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan tingkat selanjutnya. Oleh karena itu, semua orang mempunyai hak untuk menuntut ilmu, termasuk anak-anak luar biasa yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun mental, mereka berhak memiliki cita-cita 12 Muhammad Efendi, Op.Cit., h. 2 13 Ibid., h. 2

9 dan berjuang mewujudkan cita-cita tersebut, salah satunya adalah melalui pendidikan itu sendiri. Tugas gurulah yang membantu dan membimbing mereka sehingga menjadi orang yang sukses. Anak itu membutuhkan guru yang sabar dan ikhlas dalam mengajar dan mendidiknya. Mereka juga memiliki keinginan yang sama seperti anak normal lainnya, mereka ingin belajar, ingin bermain, ingin disayangi dan dihargai keberadaan mereka. Adapun anak-anak yang dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, tunaganda, anak berbakat, dan gangguan belajar (dislexia, disgrafia, diskalkulia, ADD, ADHD atau hiperaktif, dan lain sebagainya). 14 Berdasarkan macam-macam kelainan di atas, peneliti lebih tertarik untuk meneliti anak yang memiliki gangguan dalam belajar atau berkesulitan belajar. Gangguan belajar disini tidak seperti cacat lainnya, sebagaimana halnya kelumpuhan atau kebutaan. Gangguan belajar (Learning Disorder) adalah kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang normal lainnya. LD (Learning Disorder) adalah keterbelakangan yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk menafsirkan apa yang mereka lihat dan dengar. LD juga merupakan ketidakmampuan dalam menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara dan menuliskan sesuatu, 14 Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 106

10 koordinasi, pengendalian diri atau perhatian. Kesulitan-kesulitan ini tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang seharusnya mereka lakukan. 15 Berdasarkan pengetahuan di atas, yang menyatakan bahwa anak yang memiliki gangguan dalam belajar itu merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah serta ketidakmampuan dalam belajar yang tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan anak normal lainnya. Penulis merasa sangat penting untuk meneliti hal tersebut, karena ketika mengajar di sekolah yang ruang lingkupnya anak-anak normal, bisa saja satu diantara sekian banyak anak itu mengalami gangguan atau kesulitan dalam belajarnya, oleh karena itu guru harus mampu untuk mendeteksi serta lebih peka terhadap masalah yang dihadapi anak. Guru juga harus mengetahui bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki gangguan dalam belajar, bagaimana cara mengajar mereka, yang tentunya tidak bisa disamakan dengan anak normal lainnya. Berdasarkan observasi awal dan wawancara informal dengan guru SDLB, bahwa yang mereka rasakan ketika mengajar anak-anak berkebutuhan khusus itu adalah mereka dapat lebih mengontrol emosi mereka ketika menghadapi tingkahlaku anak-anak disana karena melihat kondisi mereka yang seperti itu. Selain itu ada kendala-kendala tersendiri yang dirasakan guru disana ketika mengajar, apalagi guru yang bukan lulusan dari Pendidikan Luar Biasa (PLB). Proses pembelajaran yang terjadi di SLB ini khususnya kelas berkesulitan belajar, cara yang dilakukan oleh guru dalam menangani anak dapat menjadi h. 19 15 Derek Wood, dkk., Kiat Mengatasi Gangguan Belajar, (Jogjakarta: Kata Hati, 2007),

11 pelajaran tersendiri bagi orangtua dan guru. Selain dari aspek gambaran kondisi pembelajaran, disana juga terlihat gambaran emosional yang sangat terkendali dengan baik dari pendidik. SLBN Pelambuan memiliki kelas khusus yang di dalamnya adalah anakanak yang memiliki kesulitan belajar. Oleh karena itu, penulisakan mendeskripsikan bagaimana pembelajaran di kelas tersebut, mulai dari RPP, strategi, metode, teknik, media yang digunakan, hingga evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan di kelas tersebut. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh bagaimana pembelajaran yang ada di SLB khususnya pada kelas gangguan belajar atau berkesulitan belajar tersebut, dengan mengangkat judul Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Pelambuan Banjarmasin Barat. B. Definisi Operasional Untuk lebih memahami dan menghindari kesalahpahaman dari judul di atas, maka perlu adanya penegasan istilah yang terdapat dalam judul penelitian tersebut, antara lain: 1. Pembelajaran Pembelajaran adalah kegiatan terencana yang mengkondisikan atau merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik dengan harapan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bermuara pada dua kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku

12 melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. 16 Adapun yang termasuk dalam pembelajaran adalah perencanaan pembelajaran berupa RPP dan silabus, pelaksanaan pembelajaran berupa pendekatan, metode, strategi, teknik dan media, kemudian evaluasi pembelajaran berupa jenis test atau bentuk testnya. 2. Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anakanak normal pada umumnya. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan, dan yang akan dibahas oleh peneliti adalah fokus terhadap anak yang memiliki kesulitan dalam belajar saja. Kesulitan belajar (Learning Disabilities) atau Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah keterbelakangan yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk menafsirkan apa yang mereka lihat dan dengar. LD juga merupakan ketidakmampuan dalam menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian. Kesulitan-kesulitan ini tampak ketika mereka 16 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Rosda, 2013), h. 5

13 melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang seharusnya mereka lakukan. 17 Kesulitan-kesulitan itu tidak akan nampak jika tidak mengetahui ciri-cirinya dan kemudian juga harus mengetahui bagaimana mengajari anak yang mengalami hambatan seperti itu. Dan hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. 3. Sekolah Luar Biasa Negeri Pelambuan Sekolah Luar Biasa Negeri Pelambuan adalah sekolahnya anak-anak berkebutuhan khusus, yang di dalamnya juga terdapat anak berkesulitan belajar yang menjadi fokus penelitian. Sekolah yang menjadi tempat penelitian ini berlokasi di Jl. Barito Hulu RT. 47 No.20/33 Pelambuan Banjarmasin Barat. Jadi, yang penulis maksud dengan judul di atas adalah suatu penelitian yang berupaya mengungkap fakta lapangan tentang pembelajaran ABK yang meliputi RPP, pelaksanaan pembelajaran yang mencakup di dalamnya pendekatan, strategi atau metode, teknik, model, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran pada siswa berkesulitan belajar (learning disabilities) di SLBN Pelambuan Banjarmasin Barat. h. 19 17 Derek Wood, dkk., Kiat Mengatasi Gangguan Belajar, (Jogjakarta: Kata Hati, 2007),

14 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditetapkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus terutama yang memiliki kesulitan belajar (learning disabilities) di SLBN Pelambuan Banjarmasin Barat? D. Alasan Memilih Judul Adapun alasan penulis dalam memilih judul, yaitu: 1. Mengingat pentingnya sebuah pendidikan sejak dini untuk dapat mengembangkan masa-masa golden age anak, bahkan pendidikan itu jauh ada sebelum Sekolah Dasar, seperti TK, PAUD, bahkan sejak dalam kandungan pun sudah ada yang namanya pendidikan. 2. Mengingat bahwa semua orang berhak untuk menuntut ilmu, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. 3. Berkesulitan belajar atau Gangguan belajar (Learning Disorder) merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah dan ketidakmampuan dalam belajar yang tidak dapat dikenali dalam wujud fisik. Maka sangat penting bagi orangtua atau orang yang berprofesi sebagai guru untuk dapat mengetahui ciri-ciri anak yang memiliki gangguan belajar, dan dapat mendeteksinya secara dini. Karena bisa saja anak yang memiliki gangguan belajar itu ada disekitar kita, apakah itu anak, keluarga, bahkan murid kita sendiri. Sehingga kita tidak salah dalam bertindak terhadap anak, hanya karena ketidaktahuan kita terhadap gangguan belajar itu.

15 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: Menjelaskan tentang pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus terutama pada siswa berkesulitan belajar (learning disabilities) di SLBN Pelambuan Banjarmasin Barat. F. Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Bahan informasi dan sumbangan pemikiran kepada semua pihak yang berkepentingan dan mendorong pendidik untuk terus berupaya mencari jalan keluar terhadap problematika yang terjadi pada saat pembelajaran, terutama pada anak yang mengalami kesulitan belajar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. 2. Sebagai masukan praktis bagi guru ataupun orangtua, agar tidak salah penanganan terhadap anak yang memiliki gangguan atau kesulitan dalam belajar. 3. Sebagai masukan bagi guru MI untuk terus meningkatkan kualitas, baik itu kualitas pribadi, maupun kualitas pendidikan. 4. Sebagai bahan informasi bagi semua guru pada sekolah yang bersangkutan. 5. Sebagai masukan bagi penulis untuk dapat meneliti lebih dalam lagi terhadap anak berkesulitan belajar, dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan sebagai seorang guru, sehingga dapat mengajar anak berkesulitan belajar tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

16 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Landasan teori yang berisi tentang pengertian anak berkebutuhan khusus, karakteristik ABK. Pengertian kesulitan belajar (learning disabilities), macam-macam LD, Penyebab LD, Karaktersirik LD, serta Diagnosis LD. Kemudian Pembelajaran ABK, perencanaan pembelajarannya, pelaksanaan pembelajarannya meliputi strategi atau metode pembelajaran pada anak yang memiliki gangguan atau kesulitan dalam belajar, teknik penanganan terhadap anak yang memiliki kesulitan belajar (learning disabilities), media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang digunakan. BAB III Metode penelitian berisikan tentang jenis penelitian, desain penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, prosedur penelitian. BAB IV Penyajian data dan analisis data, yang berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data, dan analisis data. BAB V Penutup, berisi simpulan dan saran.